Peran Pertanian Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Subak Sembung Kota Denpasar Saat Pandemi Covid-19
on
Nandur
Vol. 1, No. 1, Januari 2021
EISSN: 2746-6957 | Halaman 23-34
https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Peran Pertanian Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Subak Sembung Kota Denpasar Saat Pandemi Covid-19
Kadek Ratih Maha Asri*), Dwi Putra Darmawan, Gede Mekse Korri Arisena Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universtas Udayana *)Email: [email protected]
Abstract
Urban agriculture has an important role in providing a source of family income. One of the subaks in urban areas that is still producing is the Sembung Subak, which is located in Peguyangan Village, North Denpasar District. The purpose of this study was to determine the profile of urban agricultural enterprises in Subak Sembung, Denpasar City, to determine farm income in urban agriculture and farm households in Subak Sembung and to determine the role of farming in urban agriculture on farm household income. The samples of this study were 66 farmers who were taken from 8 munduk in Subak Sembung. This type of research is descriptive quantitative. The variables observed in this study were cash receipts, cash and non-cash variable costs, fixed costs and equipment depreciation costs. The results showed that most of the farmers were still of productive age with the main job as farmers. The average farm income in Subak Sembung for 2020 was IDR 27,082,103/year. Based on the R/C value obtained> 1, it can be concluded that all commodities cultivated by farmers are efficient. The average farm household income is IDR 51,606,864/year. The contribution given from farming to total farm household income is 46.9%, it can be concluded that agriculture in Subak Sembung plays a role in household income. During the Covid-19 pandemic, the income of farmers who cultivated rice in Subak Sembung did not experience significant changes, while for vegetable farmers, there was a change due to decreased purchasing power.
Keywords: Subak Sembung, urban agriculture, farmer household, income
Peran ekonomi pertanian perkotaan terhadap ekonomi rumah tangga petani lebih berarti dibandingkan perannya terhadap ekonomi kota secara keseluruhan. World Bank (2013, dalam Ammatillah & Tinaprilla, 2018) menyatakan bahwa peran pertanian perkotaan sebagai sumber pendapatan keluarga dianggap lebih penting daripada perannya sebagai penyedia makanan tambahan. Berbagai peran yang dihasilkan oleh pertanian perkotaaan bukan berarti aplikasi dan pengembangannya tanpa kendala, faktor
minimnya lahan dan sumber daya lainnya, keamanan pangan produk pertanian perkotaan masih membutuhkan perhatian khusus untuk dicarikan solusinya.
Situasi pandemi Covid 19 memberikan dampak perubahan sosial dan ekonomi pada tata kehidupan warga masyarakat. Pertanian perkotaan merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak yang terjadi yaitu pengangguran dan sekaligus menyediakan pangan bagi masyarakat. Hal ini diperjelas kembali pada penelitian Wagiono (2020) di Pangalengan, Bandung menyebutkan bahwa pemberlakuan PSBB akibat pandemi Covid-19, tidak berpengaruh terhadap produktivitas dan hasil usahatani kentang Granola di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Menurut Amanah dalam Segara (2019) rumah tangga petani merupakan bagian dari masyarakat yang dapat bekerja baik sebagai petani maupun bekerja di sektor nonfarm (pola nafkah ganda). Rumah tangga petani memiliki ciri yaitu manusia yang hidup bersama, berinteraksi, dan bekerjasama untuk waktu yang lama sadar sebagai suatu kesatuan. Salah satu faktor yang meningkatkan keinginan masyarakat untuk tetap melakukan usaha pertanian adalah kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. Hal ini diperkuat dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Pada penelitian Sari et al. (2014) menyebutkan bahwa pendapatan petani yang berasal dari kegiatan usahataninnya (on farm) memberikan kontribusi lebih besar (86,85 persen) dibandingkan dengan pendapatan yang berasal dari kegiatan lainnya (off farm dan non farm). Pendapatan rumah tangga petani jagung di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan sebagian besar berada dalam kategori cukup yaitu sebesar 60,78 persen. Penelitian lain oleh Paulus et al. (2015) menyebutkan bahwa usahatani kacang panjang dapat memberikan kontribusi yang cukup bagi pendapatan keluarga petani di Desa Warembungan dengan hasil persentase 36.33% disetiap tahunnya. Ini berarti usahatani kacang panjang dapat menjadi sumber pendapatan petani karena, nilai pendapatan usahatani kacang panjang terhadap total pendapatan keluarga petani dapat memberikan pengaruh yang cukup baik. Lebih lanjut hasil penelitian dari Permadi et al. (2016) mengatakan bahwa menandakan petani di Kecamatan Sumberejo hidup berkecukupan. Masyarakat di Kecamatan Sumberejo pun hidupnya sangat teratur dan sangat layak dan tidak memiliki kekurangan yang cukup berarti.
Salah satu subak di daerah perkotaan yang masih berproduksi adalah Subak Sembung yang terletak di Kelurahan Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Subak sembung dikatakan pertanian perkotaan karena merupakan berada di kawasan hijau Kota Denpasar, Areal persawahan seluas 104 hektar. Hal itu tentunya menguntungkan petani di subak tersebut, karena dengan terjaganya kelestarian subak dapat memperlancar kegiatan usahatani yang dijalankan oleh petani di Subak Sembung, sehingga petani bisa lebih fokus untuk bertani dan mampu meningkatkan pendapatan usahatani padi (Galgani, 2018).
Penelitian mengenai peran pertanian perkotaan telah banyak dilakukan di negara berkembang lainnya namun penelitian ini masih sangat minim dilakukan di Indonesia. Hal ini mendorong penulis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kondisi pendapatan
rumah tangga petani di Subak Sembung dan mengetahui peran pertanian terhadap pendapatan rumah tangga petani di Subak Sembung Kota Denpasar.
“Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan di Subak Sembung Kelurahan Peguyangan Kecamatan Denpasar Utara. Subak Sembung merupakan salah satu subak di tengah Kota Denpasar yang masih berproduksi hingga saat ini. Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 3 bulan yaitu dari bulan Desember sampai Februari. Penelitian ini terdiri dari survei lokasi penelitian, penyusunan proposal penelitian, pengumpulan data, dan penyusunan skripsi.
“Data primer diperoleh secara langsung” dari petani di Subak Sembung. Data sekunder meliputi studi-studi yang berkaitan dengan peran pertanian perkotaan dimana data di dapatkan dari buku, internet dan jurnal.
“Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu” wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan petani di Subak Sembung sebagai responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Pada penelitian ini dilakukan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan instrumen penelitian yang telah disiapkan sebelumnya (Masturoh dan Imas, 2018).
Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Penentuan jumlah sampel dari populasi sebanyak 198 orang dengan taraf kesalahan 10% menurut rumus Slovin adalah 66 orang. Selanjutnya didistribusikan secara proporsional di masing–masing Munduk di Subak Sembung. Penentuan sampel berikutnya dilakukan teknik accidental sampling.
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu peran pertanian perkotaan dan pendapatan rumah tangga tani. Dengan ditentukannya variabel-variabel ini, maka objek dan cara pengukurannya dapat dilihat dengan jelas. Analisis data yang digunakan pada masing-masing tujuan sebagai berikut
-
1. Profil usaha pertanian di Subak Sembung dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dengan tabulasi sederhana. Analisis profil usaha pertanian perkotaan di Subak Sembung mengacu pada: (1) Umur, (2) Jenis Kelamin, (3) Pendidikan
Terakhir, (4) Modal, (5) Pengalaman Berusahatani, (6) Pekerjaan pokok, (7) Pekerjaan sampingan, (8) Status Lahan Garapan, (9) Teknologi, (10) Pemasaran.
-
2. Pendapatan usahatani pada pertanian perkotaan dan rumah tangga tani di Subak Sembung Kota Denpasar dianalisis secara analisis kuantitatif untuk mengetahui pendapatan usahatani padi. Pendapatan usahatani dihasilkan dari selisih pendapatan usaha pertanian dengan pendapatan usaha non pertanian. Adapun analisis pendapatan usaha pertanian di perkotaan dibagi menjadi 5 analisis yaitu analisis penerimaan usahatani, analisis biaya usahatani, analisis pendapatan usahatani, analisis RC Rasio, dan Return to Labor serta Return to Capital. Analisis penerimaan usahatani didapat dari hasil perkalian produksi dengan harga jual.
-
3. Peran pendapatan usaha pertanian di perkotaan terhadap pendapatan total rumah tangga tani dipecahkan dengan analisis kontribusi pendapatan menggunakan rumus:
(Pdt+Pdu) X = --------- x 100%
Keterangan:
X = Kontribusi pendapatan usaha pertanian di perkotaan terhadap total pendapatan rumah tangga tani (%)
Pdt = Total pendapatan dari Usahatani (Rp)
Pdu= Total Pendapatan dari sumber usaha lain di bidang pertanian (Rp)
I = Total pendapatan rumah tangga tani (Rp)
Profil usaha pertanian perkotaan yang dibahas antara lain: (1) Umur, (2) Jenis Kelamin, (3) Pendidikan Terakhir, (4) Modal, (5) Pengalaman Berusahatani, (6) Pekerjaan pokok, (7) Pekerjaan sampingan, (8) Status Lahan Garapan, (9) Teknologi, (10) Pemasaran.
Umur akan berpengaruh pada keahlian petani dalam mengelola usahatani padi, hal ini dikarenakan pada umumnya kemampuan fisik sangat dibutuhkan selama proses budidaya padi. Kisaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Umur Responden di Subak Sembung
Umur (Tahun) |
Responden Jumlah Presentase (orang) (%) |
15-64 |
63 95 |
>64 |
3 5 |
Total |
66 100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa umur responden petani penggarap di Subak Sembung memiliki rata-rata umur 52 tahun. Umur responden dapat dikatakan berada pada usia produktif, dimana dari 66 orang, sebanyak 63 orang responden berjenis kelamin laki-laki.
Pendidikan formal adalah lama pendidikan formal petani yang ditempuh berdasarkan jenjang pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi Hasil penelitian mengenai pendidikan formal petani Subak Sembung tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pendidikan Petani Penggarap di Subak Sembung
Pendidikan Formal |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) | |
SD |
5 |
7,6 |
SMP |
15 |
22,7 |
SMA |
45 |
68,2 |
S1 |
1 |
1,5 |
Total |
66 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa lebih dari setengah pendidikan petani di Subak Sembung berpendidikan tinggi yaitu SMA dan S1 sedangkan sisanya berpendidikan sedang dan rendah.
Pengeluaran-pengeluaran seperti itu harus dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam (Mosher dalam Mulyaqin et al. 2016). Sumber permodalan petani responden dalam berusahatani berasal dari modal sendiri dan kombinasi antara modal sendiri sebagai modal utama dan modal luar berupa pinjaman kredit. Hasil penelitian mengenai modal responden dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Modal Petani di Subak Sembung
Modal |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) | |
Sendiri |
43 |
65 |
Kombinasi |
23 |
35 |
Total |
66 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan Tabel 3 mayoritas modal yang digunakan petani untuk usahatani adalah berasal dari modal sendiri (65%). Petani responden lainnya menggunakan modal yang berasal dari kombinasi antara modal sendiri dengan pinjaman kredit (35%).
Tingkat pengalaman petani dalam melakukan aktivitas usahatani dapat mempengauhi pola pikir petani dalam melakukan aktivitas usahatani, sehingga semakin lama pengalaman yang didapat memungkinkan produksi menjadi lebih tinggi.
Tabel 4. Pengalaman Berusahatani
Pengalaman |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) | |
<13 |
17 |
25,7 |
14-25 |
34 |
51,6 |
26-37 |
8 |
12,2 |
38-49 |
2 |
3 |
>50 |
5 |
7,5 |
Total |
66 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan Tabel 4 mayoritas responden di Subak Sembung memiliki pengalaman berusahatani selama >14 tahun menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman yang didapatkan dalam berusahatani semakin baik pemahaman dalam usaha budidaya.
Seluruh responden petani penggarap di Subak Sembung memiliki pekerjaan pokok/utama sebagai petani, sebagian responden memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan. Adapun data pekerjaan utama dan sampingan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pekerjaan Pokok dan Sampingan Petani Subak Sembung
No |
Jenis Pekerjaan |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) | ||
1. |
Utama | ||
a. Petani |
56 |
85 | |
b. Pegawai Negeri |
1 |
1 | |
c. Pegawai Swasta |
9 |
14 | |
2. |
Sampingan a. Petani |
10 |
15 |
b. Pedagang |
5 |
8 | |
c. Buruh Tani |
12 |
18 | |
d. Buruh Bangunan |
6 |
9 | |
Tidak bekerja sampingan |
33 |
50 | |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021 |
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa sebanyak 56 orang responden mempunyai pekerjaan utama sebagai petani, dan 10 lainnya merupakan pegawai negeri dan pegawai swasta. Selain itu, terlihat setengah responden memiliki pekerjaan sampingan (50%)
atau sebanyak 33 orang dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan sampingan tersebut diantaranya sebagai petani (15%), pedagang atau wirausaha (8%), buruh tani (18%), dan buruh bangunan (9%).
Lahan garapan responden petani penggarap di Subak Sembung adalah milik sendiri dan penyakap. Adapun rata-rata luas lahan garapan responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Luas Lahan Garapan Responden di Subak Sembung
Penguasaan Lahan |
Luas Lahan (ha) | |
Milik |
Sakap | |
Total Garapan |
23,13 |
12,22 |
Rata-rata luas garapan |
0,50 |
0,58 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan Tabel 6 total luas garapan responden petani penggarap milik sendiri sebanyak 47 orang adalah seluas 23,13 ha dengan rata-rata luas lahan garapan milik sendiri seluas seluas 0,50 ha atau 50 are, sedangkan responden petani penggarap yang menyakap sebanyak 21 orang memiliki total garapan 12,22 ha dengan rata-rata luas garapan seluas 0,58 ha atau 58 are.
Teknik budidaya yang dilakukan oleh petani responden secara sederhana. Teknologi maju yang menjadi ciri khas pertanian perkotaan di negara-negara maju seperti penggunaan traktor pada saat pengolahan, meminimalisis penggunaan bahan kimia, membudidayakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Adapun data teknologi yang digunakan responden dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Teknologi Petani di Subak Sembung
No |
Jenis Teknologi |
Rata-rata | |
Jumlah (orang) |
Presetase (%) | ||
1. |
Benih Penggunaan benih
|
66 |
100 |
2. |
Pengolahan Lahan Teknik pengolahan Traktor dan Tenaga Kerja Manusia |
66 |
100 |
3. |
Pengendalian HPT Pengendalian kimia |
66 |
100 |
4. |
Pemupukan Dasar penetapan dosis
|
66 39 |
100 59 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa teknologi yang digunakan oleh responden di Subak Sembung masih menggunakan teknologi sederhana. Hal yang menyebabkan petani di Subak Sembung masih menggunakan teknologi yang sederhana adalah petani memperhatikan beberapa pertimbangan seperti kondisi lingkungan alam, tenaga yang dapat mengoperasikan alat pertanian serta pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pertanian.
Pemasaran yang diusahakan petani di Subak Sembung yang dekat dengan konsumen dan berada di wilayah perkotaan, maka petani tidak kesulitan dalam memasarkan hasil panen ke konsumen. Adapun data pemasaran pada petani penggarap di Subak Sembung dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pemasaran Petani di Subak Sembung
Jumlah Responden
No. |
Pemasaran |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) |
1. |
Pedagang pengumpul atau tengkulak |
66 |
100 |
2. |
Pedagang pengecer atau pasar |
23 |
35 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan tabel 8 pemasaran yang dilakukan petani yang membudidayakan padi rata-rata memasarkan hasil panennya kepada pedagang pengumpul atau tengkulak. Petani yang juga membudidayakan sayuran dan bunga dengan jumlah petani 23 orang (35%) memasarkan hasil panennya kepada pedagang pengecer atau pasar. Kendala yang terjadi pada petani yang memasarkan sayuran pada masa pandemi ini adalah ketika hasil panen yang melimpah sedangkan kurangnya daya beli konsumen.
-
3.2 Pendapatan Usahatani Pada Pertanian Perkotaan Dan Rumah Tangga Tani di Subak Sembung Kota Denpasar
Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan hasil panen. Penerimaan usahatani padi responden di Subak Sembung per tahunnya diperoleh dari dua musim tanam. Pada musim tanam pertama diantara bulan Januari-Aprill responden menanam padi ciherang, musim tanam kedua diantara bulan Juli-November responden menanam padi ciherang. Setiap musim memiliki hasil produksi yang berbeda-beda. Harga untuk padi ciherang adalah Rp 5000/kg, yang berupa harga gabah kering panen. Perbedaan harga yang diterima oleh petani bergantung pada musim dan saluran pemasaran yang dipilih oleh petani.
Pendapatan terdiri dari upah petani, tenaga kerja, bunga modal sendiri, dan keuntungan. Atau pendapatan kotor dikurangi biaya alat-alat luar dan bunga modal luar (Suratiyah, 2015). Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih dari total penerimaan dengan pengeluaran tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan selisih dari total penerimaan dengan total pengeluaran.
Tabel 9. Pendapatan usahatani responden
Uraian |
Padi |
Kangkung |
Sawi |
Ratna |
Total Penerimaan |
Rp 30.775.758 |
Rp 1.008.696 |
Rp 1.184.615 |
Rp 700.000 |
Biaya variabel tunai: Sewa TKLK Pembelian benih Pembelian pupuk Upacara keagamaan |
Rp 7.302.983 Rp 165.356 Rp 895.466 Rp 120.000 |
- Rp 44.318 Rp 32.048 Rp 20.000 |
- Rp 29.167 Rp 37.315 Rp 15.000 |
- Rp 7.688 Rp 43.071 Rp 15.000 |
Biaya variabel bukan tunai: Tenaga kerja dalam keluarga |
Rp 1,691,822 |
Rp 290.556 |
Rp 270.408 |
Rp258.720 |
Biaya Penyusutan |
Rp 205,379 |
Rp 205,379 |
Rp 205,379 |
Rp 205,379 |
Pendapatan bersih usahatani |
Rp 20.394.752 |
Rp 416.395 |
Rp 627.346 |
Rp 170.142 |
Total Pendapatan |
Rp 21.608.635 | |||
R/C |
2,96 |
1,70 |
2,12 |
1,3 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021 |
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata pendapatan bersih usahatani yang diperoleh petani penggarap di Subak Sembung dalam setahun sebesar Rp 21.608.635. Subak Sembung sendiri tidak mengenakan biaya tetap tunai, pupuk kandang/organik, di Subak Sembung biasanya petani mendapat bantuan dari pemerintah (subsidi pupuk) sebesar 500 kg/ha.
R/C (Revenue Cost Ratio) dengan tujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh. Analisis RC Ratio dihitung dengan perbandingan total penerimaan dan total biaya (Sitanggang & Judawinata, 2019). Nilai R/C atas biaya total pada seluruh komoditas yang diusahakan petani menunjukkan angka >1 (Tabel 9). Secara keseluruhan, berdasarkan analisis pendapatan dan analisis R/C dapat disimpulkan bahwa seluruh komoditas yang diusahakan petani di Subak Sembung menguntungkan untuk diusahakan.
Tabel 10. Return to family labor dan return to capital responden
Jenis Komoditas Return to family labor (Rp) Return to capital (%)
Padi |
94.022 |
4,9 |
Kangkung |
81.932 |
1,7 |
Sawi |
80.561 |
1,4 |
Ratna |
80.307 |
2,1 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata balas jasa terhadap tenaga kerja keluarga dari seluruh komoditas petani menunjukkan diatas rata-rata upah buruh tani. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan petani untuk mengusahakan sendiri usahataninya, tidak memilih menjadi buruh tani sudah tepat. Rata-rata imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital) yang diperoleh responden untuk komoditas padi berada diatas suku bunga kredit modal kerja yang menurut data Bank Indonesia pada tahun 2020 sebesar 4,5%. Hal ini menunjukkan keputusan petani menggunakan modalnya untuk kegiatan usahatani padi produktif sudah tepat. Pada komoditas lain selain padi tidak mendapatkan pengembalian modal, hal ini dikarenakan saat pandemi Covid-19 terjadi turunnya daya beli masyarakat pada komoditas tersebut dan mengalami penurunan pendapatan.
Tabel 11. Pendapatan off farm responden
No |
Jenis Pekerjaan |
Pendapatan (Rp) |
Jumlah (orang) |
Presentase (%) |
1 |
Buruh Tani |
5.473.684 |
19 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Sumber nafkah rumah tangga petani penggarap di Subak Sembung tidak hanya berasal dari on-farm saja, melainkan juga dari off-farmnya yang dalam penelitian ini pendapatan rumah tangga dari sektor off-farm yaitu dengan bekerja sebagai buruh tani. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan off farm per tahun responden petani penggarap di Subak Sembung sebesar Rp 5.473.684 yang bersumber dari bekerja sebagai buruh tani.
Tabel 12. Pendapatan non farm responden
No |
Jenis Pekerjaan |
Pendapatan (Rp) |
Presenatse (%) |
1. |
Pedagang atau Wirausaha |
8.145.455 |
26,4 |
2. |
Pegawai Swasta |
8.672.727 |
44,7 |
3. |
Buruh Bangunan |
3.227.273 |
15,8 |
4. |
Lain-lain |
4.479.090 |
13,1 |
Total |
24.524.545 |
100 |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Sektor non-farm telah menjadi bagian dari strategi bertahan hidup responden petani penggarap di Subak Sembung. Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan sektor non-farm petani penggarap di Subak Sembung per tahun sebesar Rp 24.524.545 yang diperoleh dari pedagang/wirausaha, pegawai swasta, buruh bangunan, dan lain-lain. Dari hasil perhitungan ketiga sektor sumber nafkah tersebut, diketahui bahwa rata-rata pendapatan per tahun dari sektor on-farm sebesar Rp 21.608.635, dari sektor off-farm sebesar Rp 5.473.684, dan dari sektor non-farm sebesar Rp 24.524.545. Adapun total pendapatan rumah tangga tani adalah sebesar Rp 51.606.864 /tahun.
Peran pertanian perkotaan dapat dilihat dari kontribusi yang diberikan oleh pendapatan pertanian terhadap total pendapatan rumah tangga. Sumber nafkah yang diperoleh rumah tangga petani penggarap di Subak Sembung berasal dari sektor on-farm (usahatani milik sendiri ataupun yang menyakap), sektor off farm (buruh tani), dan sektor non-farm (pedagang/wirausaha, pegawai swasta, buruh bangunan, dan lain-lain). Kontribusi sumber nafkah terhadap pendapatan rumah tangga petani di Subak Sembung dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kontribusi Sumber Nafkah Terhadap Pendapatan Rumah Tangga
No Kontribusi Sumber Nafkah Presentase Kontribusi
1. |
Pendapatan on farm |
43,6 % |
2. |
Pendapatan off farm |
3,3 % |
3. |
Pendapatan non-farm |
53,1 % |
Sumber: Data Primer (diolah), 2021
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peran usahatani dengan hasil analisis kontribusi pendapatan on farm dan off farm adalah sebesar 46,9%. Besaran kontribusi berada di kisaran 25-50% dengan begitu dapat disimpulkan pertanian perkotaan berkontribusi sedang terhadap pendapatan rumah tangga tani atau berperan terhadap pendapatan rumah tangga tani.
Simpulan yang dapat diambil dari pembahasan adalah karakteristik berdasarkan teknologi yang digunakan di Subak Sembung masih tergolong usahatani konvesional. Teknologi yang digunakan petani masih cukup sederhana, dengan mayoritas modal berasal dari dana pribadi. Sarana transportasi dan penyuluhan sudah tersedia dengan baik. Pemasaran usahatani padi masih dipasarkan kepada pedagang pengumpul atau tengkulak. Rata-rata pendapatan yang diterima petani dari seluruh komoditas yang diusahakan petani bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh komoditas yang diusahakan petani responden menguntungkan. Rata-rata pendapatan rumah tangga tani sebesar Rp 51.606.864 /tahun. Struktur nafkah rumah tangga petani di Subak Sembung terdiri dari pendapatan di sektor on-farm, off-farm, serta non-farm. Struktur nafkah rumah tangga petani di Subak Sembung terdiri dari pendapatan di sektor on-farm, off-farm, serta non-farm. Kontribusi yang diberikan dari usahatani terhadap pendapatan total rumah tangga tani adalah sebesar 46,9%, maka dapat disimpulkan bahwa pertanian di Subak Sembung berperan terhadap pendapatan rumah tangga tani.
Daftar Pustaka
Ammatillah, C. S., & Tinaprilla, N. (2018). Peran Pertanian Perkotaan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Tani Di Dki Jakarta. 21(30), 177–187.
Galgani, F. (2018). Pendapatan Usahatani Padi Sawah Di Subak Sembung Kelurahan Peguyangan Kecamatan Denpasar Utara. 08(16), 6–11.
Manyamsari, I. (2014). Agrisep Vol (15) No. 2 , 2014 58. (2), 58–74.
Masturoh, Imas, dan N. A. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. 1st ed. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Mulyaqin, T., Astuti, Y., & Haryani, D. (2016). Faktor Yang Mempengaruhi Petani Padi Dalam Pemanfaatan Sumber Permodalan: Studi Kasus Di Kabupaten Serang Provinsi Banten. Seminar Nasional BPTP, 2(1), 2016.
Paulus, A. L., Wangke, W. M., & Moniaga, V. R. B. (2015). Kontribusi Usahatani Kacang Panjang Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Di Desa Warembungan Kecamatan Pineleng. Agri-Sosioekonomi, 11(3), 53.
https://doi.org/10.35791/agrsosek.11.3.2015.9868
Permadi, Yuliandi Brata Widjaya, Sudarma Kalsum, U. (2016). Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Dan Kesejahteraan Petani Sayur Di Desa Simpang Kanan Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. JIIA, 4(2), 145–151.
Salendu, A. H. ., Rundengan, M. L., Lumy, T. F. ., & Polakitan, D. (2020). Pemberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi di Masa Pandemi. Prospek Peternakan Di Era Normal Baru Pasca Pandemi COVID-19, 239–246.
Sari, D., Haryono, D., & Rosanti, N. (2014). Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Jagung Di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 2(1), 7.
Segara, R. (2019). Strategi dan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Kentang Pasca Bencana Alam Erupsi Gunung Sinabung. Institut Pertanian Bogor.
Sitanggang, S. S., & Judawinata, M. Gu. (2019). Analisis Usahatani Padi Rawa. 68–70.
Soekartawi. (2006). Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Grafindo Persada.
Suratiyah, Ken. Hariadi, S. (1991). Wanita, Kerja dan Rumah Tangga: Pengaruh Pembangunan Pertanian Terhadap Peranan Wanita Pedesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Suratiyah, K. (2015). Ilmu Usahatani. In Jakarta. Jakarta: Penebar Swadaya.
34
Discussion and feedback