IMPLEMENTASI METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) PADA KASUS DIARE BALITA DI PROVINSI JAWA TIMUR
on
E-Jurnal Matematika Vol. 12(2), Mei 2023, pp. 92-99
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2023.v12.i02.p405
ISSN: 2303-1751
IMPLEMENTASI METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) PADA KASUS DIARE BALITA DI PROVINSI JAWA TIMUR
Felina Chantika Putri1, Ni Luh Putu Suciptawati2§, Made Susilawati3
-
1Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: [email protected]]
-
2Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: [email protected]]
-
3Program Studi Matematika, Fakultas MIPA – Universitas Udayana [Email: [email protected]]
§Corresponding Author
ABSTRACT
Spatial regression is an extension of classical regression analysis by considering spatial elements of spatial elements. One of the model of spatial regressions is the Geographically Weighted Regression (GWR). In the analysis, the GWR method considers the differences in characteristics between regions (spatial heterogeneity). Diarrhea cases in toddlers can be modeled using the GWR model. This research aims to model and identify factors that significantly influence diarrhea cases in toddlers in each district in East Java Province in 2020 using GWR. There are two weighting functions used in this research that are fixed bisquare kernel and adaptive bisquare kernel. The results showed that the GWR model with the adaptive kernel bisquare weighting function was more suitable because it produced the highest R2 value of 79.29%. The factors that have a significant effect in each district are different and the dominant factor is the provision of vitamin A to toddlers.
Keywords: Diarrhea in Toddlers, geographically weighted regression (GWR), Kernel Bisquare
Regresi spasial merupakan pengembangan dari analisis regresi klasik dengan memperhatikan adanya unsur spasial. Tujuan dari analisis regresi spasial yakni untuk mengevaluasi hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dengan tambahan berupa informasi spasial pada data sehingga dalam analisis data harus mempertimbangkan pengaruh spasial tersebut. Berdasarkan tipe data, regresi spasial dibagi menjadi dua yaitu dengan pendekatan area dan pendekatan titik. Pada pendekatan area, model yang dihasilkan dipengaruhi oleh wilayah tetangganya sedangkan pada pendekatan titik, model yang dihasilkan bersifat lokal.
Salah satu metode dalam regresi spasial dengan menggunakan pendekatan titik yakni geographically weighted regression (GWR). Metode GWR adalah suatu metode statistika yang merupakan pengembangan dari metode regresi klasik menjadi regresi terboboti (Fotheringham et al., 2002). Dalam melakukan analisis, metode GWR mempertimbangkan adanya unsur heterogenitas spasial.
Heterogenitas spasial yaitu keadaan dimana satu variabel independen yang sama memberikan respons yang berbeda pada tiap wilayah pengamatan (Caraka & Yasin, 2017). Dalam perkembangannya, metode GWR sering kali digunakan untuk memodelkan permasalahan kesehatan, sosial, dan ekonomi. Salah satu permasalahan kesehatan yang dapat dimodelkan dengan metode GWR yaitu diare. Diare merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya infeksi pada usus yang disebabkan oleh organisme bakteri, virus, dan parasit (WHO, 2017). Diare dapat menyerang berbagai kelompok umur, salah satunya balita. Balita rentan terkena diare karena memiliki imun tubuh yang tergolong rendah. Pada tahun 2020, diare menempati posisi kedua dalam penyebab kematian pada balita dengan persentase sebesar 4,55% (Kemenkes RI, 2020).
Pada tahun 2020, Provinsi Jawa Timur masuk ke dalam salah satu provinsi dengan temuan kasus diare pada balita tertinggi nomor dua di Indonesia (Kemenkes RI, 2020). Tercatat sebanyak 211.139 kasus diare pada balita yang ditemukan di Provinsi Jawa Timur dengan rincian yaitu kasus tertinggi terjadi di
Kabupaten Sidoarjo dengan temuan kasus sebanyak 18.809 kasus dan kasus terendah terjadi di Kabupaten Pacitan sebanyak 511 kasus (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2020). Hal tersebut memperlihatkan bahwa temuan kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur masih tergolong sangat tinggi.
Penelitian sebelumnya terkait faktor-faktor yang memengaruhi kasus diare pada balita pernah dilakukan oleh Khudzaifi (2017) di Kota Surabaya menggunakan regresi nonparametrik spline truncated. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yaitu kepadatan penduduk, persentase bayi yang diberi ASI eksklusif, persentase rumah tangga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan persentase penduduk dengan akses sanitasi layak memengaruhi kejadian diare pada balita di Kota Surabaya. Kemudian, penelitian lainnya dilakukan oleh (Khoirunnisa et al., 2019) di Kota Bandung menggunakan metode GWR. Hasil analisis diperoleh faktor-faktor yang memengaruhi kejadian diare pada balita secara lokal di Kota Bandung yaitu persentase jamban sehat, kepadatan penduduk, persentase sarana air minum, persentase vitamin A, dan persentase rumah tangga ber-PHBS.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menduga bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur berbeda-beda pada tiap wilayah. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik pada tiap wilayah (heterogenitas spasial) sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pemodelan kasus diare pada balita di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur serta menelaah faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan pada penelitian ini dengan metode GWR.
Data yang digunakan dalam penelitian ini yakni data sekunder tahun 2020 yang didapat dari dua sumber yakni Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Kemudian, penelitian ini juga menggunakan unit amatan sebanyak 38 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur.
Adapun variabel dependen yang digunakan yaitu kasus diare pada balita (K) dan variabel independen yang digunakan yaitu jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif (X1), jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak (X2),
jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3), jumlah balita yang memperoleh imunisasi dasar lengkap (X4), jumlah sarana air minum memenuhi syarat (X5), serta kepadatan penduduk (X6). Seluruh variabel menggunakan skala pengukuran rasio.
Dalam analisis data, penelitian ini menggunakan software R i386 4.1.1 dengan tahapan analisis sebagai berikut:
-
1. Melihat gambaran umum data dengan analisis statistika deskriptif.
-
2. Pembentukan model regresi linear berganda dengan tahapan sebagai berikut:
-
a. Melakukan pendugaan parameter model regresi linear berganda dengan pendekatan ordinary least square (OLS).
-
b. Melakukan identifikasi adanya
multikolinearitas pada variabel
independen berdasarkan nilai variance inflation factor (VIF) yang dihasilkan antarvariabel independen. Adapun kriteria penarikan kesimpulan yaitu jika nilai VIF > 5 maka kesimpulan yang diambil yaitu H0 ditolak yang
mengindikasikan adanya
multikolinearitas antarvariabel
independen (Montgomery et al., 2012).
-
c. Melakukan uji normalitas pada galat dengan uji Anderson Darling. Adapun kriteria penarikan kesimpulan yaitu jika A2 > ADtabel atau pvaiue > a maka
kesimpulan yang diambil yaitu gagal menolak H0 yang mengindikasikan galat berdistribusi normal.
-
d. Menguji heteroskedastisitas pada data menggunakan uji Breusch Pagan (Anselin, 1988). Kesimpulan yang diambil yaitu jika nilai BP > χj2 atau Pvalue < a maka tolak H0.
-
e. Jika terjadi pelanggaran pada asumsi klasik, maka analisis dilanjutkan menggunakan metode GWR.
-
3. Menyusun model GWR dengan tahapan sebagai berikut:
-
a. Menghitung jarak Euclid
antarkabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan koordinat lintang (Uj), bujur (Vj), dan ketinggian (hj).
dij = √{uι — Uj) + (vt - Vj} + {hl - hj) (6)
-
b. Menggunakan metode cross validation (CV) dalam penentuan nilai bandwidth optimum (Fotheringham et al., 2002).
CV = ∑"=ι[yj-y≠j(b')]2 (7)
c.
d.
e.
Menentukan matriks pembobot yang entri-entrinya menggunakan dua jenis fungsi pembobot fixed kernel bisquare dan adaptive kernel bisquare.
-
1. Fixed Kernel Bisquare
-
-■■ {[1 r∙ ) I 'jika d"<b (8)
[ 0,jika dij ≥ b
-
2. Adaptive Kernel Bisquare
wij = l[1-(τ^) ] ,jika dii < bi (9)
[ 0,jika dij ≥ bi
Menduga parameter dalam model GWR dengan pendekatan weighted least square (WLS).
Menguji kecocokan model GWR dengan uji F (Caraka & Yasin, 2017).
Hipotesis:
H0^βk(Ui,Vi,hi) = βk,k = 1,2,3.....p dan i = 1,2,3, ...,n,
H1: terdapat minimal satu βk(Ui,Vi,hi) ≠ βk,k = 1,2,3, ...,p dan i = 1,2,3,...,n
Statistik uji:
_ SSE(H0)∕df1 hitung SSE(H1)Idf2 |
(10) |
dengan,
SSE(H0) : Yt(I-H)Y di mana
H = X(XtX)-1Xt
SSE(H1) : Yt(I - S)t(I - S)Y
df1 :n —p — 1
df2: (n — 2tr(S) + tr(SτS)}
s(38×38)
■ xl(XtW(u1, vi, hl)X) 1XtW(Ui, vi, hi)' xτ(XτW(ui, vi, hi)X)~1XτW(Ui, vi, ht)
.xl8(XτW(Ui,Vi, hi)X)-1XτW(Ui, Vi, hi).
n n
SEβk(ui,vi,hi) = √varβk(ui,vi,hi) = √CCτ^
C = (XτW(ui,vi,hi)X)-1XτW(ui,vi)
^2 = ∑n=1
(X1-YiY Af2
Kesimpulan yang diambil yaitu jika
∖thitung∖ > ttabei, maka tolak Ho.
-
g. Memilih model terbaik berdasarkan komparasi nilai koefisien determinasi (R2).
r2 _ sstGWR-sseGWR
sstGWR
(12)
-
4. Interpretasi hasil pada model terbaik yang terpilih.
Berikut merupakan informasi terkait gambaran umum kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur tahun 2020 yang ditunjukkan pada Tabel 1.
f.
Matriks S merupakan matriks yang berisi
proyeksi dari nilai y menjadi yr pada wilayah (Ui, Vi, hi) dalam model GWR.
Kesimpulan yang diambil jika Fhitung >
Ftabei atau pvaiue < a maka H0 ditolak.
Menguji signifikansi dari parameter model GWR secara parsial dengan uji t
(Caraka & Yasin, 2017).
Ho:βk(Ui,Vi,hi) = 0, H1. βk(Ui,Vi,hi) ≠0,k = 1,2,.
Statistik uji:
2 _ βk(ul,vl,hl) thitung = ^eR ,
^Pklu,^^
Dengan,
p.
(11)
Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2020 di Provinsi Jawa Timur ditemukan jumlah kasus diare pada balita (Y) tertinggi di Kabupaten Sidoarjo sebanyak 18.809 kasus sedangkan kasus terendah ditemukan di Kabupaten Pacitan sebanyak 511 kasus. Jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif (X1) diduga berpengaruh dalam kasus diare pada balita. Cakupan pemberian ASI eksklusif tertinggi terjadi di Kota Surabaya sebanyak 12.333 dan terendah terjadi di Kota Mojokerto sebanyak 128. Rumah tangga dengan sanitasi layak (X2) tertinggi sebanyak 941.079 satuan yang terjadi di Kota Surabaya dan terendah sebanyak 45.231 satuan yang terjadi di Kota Mojokerto. Jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3)
Tabel 1. Statistika Deskriptif
Var |
Min |
Max |
Mean |
Std Dev |
y |
511 |
18.809 |
5.556 |
4.367 |
X1 |
128 |
12.333 |
1.753 |
2.019 |
X2 |
45.231 |
941.079 |
313.758 |
193.372 |
X3 |
7.344 |
190.206 |
65.156 |
46.841 |
X4 |
1.978 |
38.827 |
14.156 |
9.724 |
X5 |
37 |
40.643 |
1.584 |
6.534 |
X6 |
295 |
8.200 |
1.923 |
2.107 |
Sumber: diolah, 2022
tertinggi terjadi di Kota Surabaya sebanyak 190.206 balita dan terendah terjadi di Kota Mojokerto sebanyak 7.344 balita. Cakupan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi (X4) dengan cakupan tertinggi terjadi di Kota Pasuruan sebanyak 38.827 bayi dan terendah sebanyak 1.978 bayi yang terjadi di Kota Blitar. Jumlah sarana air minum yang memenuhi syarat (X5) juga diduga berpengaruh dalam kasus diare pada balita. Jumlah sarana air minum tertinggi yaitu sebanyak 40.643 sarana yang terdapat di Kabupaten Lamongan dan terendah terdapat di Kota Batu sebanyak 37 sarana. Kepadatan penduduk (X6) tertinggi terjadi di Kota Surabaya sebanyak 8.200 satuan dan terendah terjadi di Kabupaten Banyuwangi sebanyak 295 satuan.
Dalam membuat model regresi linear berganda, peneliti menggunakan software R i386 4.1.1 dan diperoleh model regresi linear berganda untuk kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur tahun 2020 sebagai berikut:
Yi = -217,7 - 0,991X1 + 0,0095X2 + 0,0732X3 - 0,0621X4 + 0,1129X5 + 0,2419X6 (13)
Berdasarkan model regresi linear berganda yang dihasilkan terlihat bahwa terjadi kekeliruan arah hubungan antara variabel dependen dengan tiga variabel independen yang digunakan yaitu jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak (jamban sehat) (X2), jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3), dan jumlah sarana air minum yang memenuhi syarat (X5). Kekeliruan ini terjadi karena tidak sesuai dengan teori yang ada serta diduga adanya pelanggaran asumsi klasik yang disebabkan oleh multikolinearitas pada data.
-
3.3 Pengujian Multikolinearitas
Ada tidaknya korelasi atau hubungan antarvariabel independen pada model regresi dapat diketahui melalui uji multikolinearitas. Nilai VIF pada setiap variabel independen diperoleh sebagai berikut yang ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa terdapat variabel independen yang memiliki nilai VIF > 5 yaitu pada variabel X2 dan X3. Hal ini mengindikasi adanya multikolinearitas pada variabel tersebut sehingga untuk mengatasi masalah multikolinearitas, dilakukan
penghilangan variabel menggunakan matriks korelasi.
Tabel 2. Nilai VIF Pada Masing-Masing Variabel Independen
Variabel Independen |
VIF |
Jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif (X1) |
4,531986 |
Jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak (jamban sehat) (X2) |
6,285274 |
Jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3) |
5,389920 |
Jumlah bayi yang memperoleh imunisasi dasar lengkap (X4) |
1,449283 |
Jumlah sarana air minum (X5) |
1,010928 |
Kepadatan penduduk (X6) |
1,610696 |
Sumber: diolah, 2022
Berdasarkan matriks korelasi, variabel X2 memiliki korelasi yang kuat dengan X3 sehingga akan dihilangkan salah satu dari dua variabel tersebut. Kemudian, antara variabel X2 dan X3 diperoleh bahwa variabel X3 memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi terhadap Y dibandingkan variabel X2 sehingga variabel X2 dihilangkan dalam analisis selanjutnya.
Tabel 3. Nilai VIF Tanpa Memasukkan Variabel X2
Variabel Independen |
VIF |
Jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif (X1) |
3,352209 |
Jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3) |
3,549138 |
Jumlah bayi yang memperoleh imunisasi dasar lengkap (X4) |
1,435344 |
Jumlah sarana air minum (X5) |
1,010924 |
Kepadatan penduduk (X6) |
1,468233 |
Sumber: diolah, 2022
Berdasarkan hasil yang didapat dalam pengujian multikolinearitas tanpa variabel X2, nilai VIF pada masing-masing variabel independen yaitu kurang dari lima yang artinya tidak terjadi multikolinearitas antarvariabel independen.
-
3.4 Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas akan dilakukan dengan uji Anderson-Darling untuk mengetahui galat telah berdistribusi normal atau tidak. Setelah dilakukan uji normalitas diperoleh Pvaiue sebesar 0,2566 pada α(0,05), karena Pvaiue >
α(0,05) maka kesimpulan yang didapat yaitu gagal menolak H0 yang artinya galat berdistribusi normal.
-
3.5 Uji Heteroskedastisitas
Pada heteroskedastisitas galat diasumsikan memiliki ragam yang tidak konstan. Adanya heteroskedastisitas dapat menyebabkan nilai sampel secara rata-rata akan sama dengan nilai populasi yang sebenarnya dan dapat juga menyebabkan nilai estimasi tidak memiliki ragam minimum sehingga nilai estimasi tidak bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Pengujian heteroskedastisitas dapat diuji menggunakan uji Breusch Pagan.
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas diperoleh nilai BP = 13,835 > /2 = 11,070 sehingga, keputusan yang diambil yaitu tolak H0 yang mengindikasi adanya heteroskedastisitas pada data. Pelanggaran asumsi klasik yang terjadi menyebabkan penggunaan regresi linear berganda kurang tepat digunakan. Adanya heteroskedastisitas pada data mengindikasikan galat memiliki ragam yang tidak konstan sehingga diduga terdapat pengaruh spasial pada data. Oleh sebab itu, diperlukan suatu metode yang mampu menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan metode Geographically Weighted Regression (GWR).
-
3.6 Pemodelan Geographically Weighted
Regression (GWR)
Dalam pembentukan model GWR, langkah awal yang perlu dilakukan yakni menghitung jarak Euclid masing-masing kabupaten di Provinsi Jawa Timur dengan koordinat lintang, bujur, dan ketinggian yang telah dikonversi ke dalam satuan kilometer (km). Langkah selanjutnya yaitu menggunakan metode cross validation (CV) dalam penentuan nilai bandwidth optimum. Bandwidth optimum diperoleh dari nilai CV terkecil.
Setelah diperoleh jarak Euclid dan bandwidth optimum, selanjutnya yaitu menentukan matriks pembobot. Fungsi pembobot yang digunakan pada penelitian ini yaitu fixed kernel bisquare dan adaptive kernel bisquare. Kemudian, jika matriks pembobot telah terbentuk maka akan didapat model GWR untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
-
3.7 Uji Kecocokan Model GWR
Pada pengujian kecocokan model GWR dengan uji F, didapat hasil yaitu pembobot fixed kernel bisquare pada model GWR menghasilkan nilai Fhitung = 0,86668 dengan Ftabel = 1,90756. Karena Fhitung < Ftabei maka diambil keputusan terima H0 yang artinya tidak terdapat perbedaan yang berarti antara model regresi linear berganda dengan model GWR pada fungsi pembobot fixed kernel bisquare.
Selanjutnya, pengujian serupa dilakukan pada pembobot adaptive kernel bisquare dalam model GWR dan menghasilkan nilai Fhitung = 1,83804 dengan Ftabel = 1,78304. Karena Fhitung > Ftabel maka diambil keputusan tolak H0 yang artinya terdapat perbedaan yang berarti antara model regresi linear berganda dengan model GWR pada fungsi pembobot adaptive kernel bisquare.
-
3.8 Pengujian Parameter Model
Parameter model GWR perlu diuji secara parsial untuk menyelidiki parameter mana saja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Berikut hasil pengujian parameter model pada Kabupaten Sumenep.
Tabel 5. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Kabupaten Sumenep dengan fixed kernel bisquare
Parameter |
Nilai β |
| ^hitung | |
ttabel |
β1 |
-0,60328 |
1,23101 |
2,03693 |
β3 |
0,09302 |
4,57140 |
2,03693 |
‰ |
-0,06567 |
0,68660 |
2,03693 |
^ /?5 |
0,11361 |
1,45284 |
2,03693 |
& |
0,11717 |
0,39303 |
2,03693 |
Sumber: diolah, 2022
Berdasarkan Tabel 5 didapat hasil yakni hanya ada satu variabel independen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur yaitu jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3).
Agar lebih jelas, hasil pengujian signifikansi parameter di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur akan dikelompokkan dalam satu kelompok yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengelompokan Hasil Uji Signifikansi Parameter tiap Kabupaten/Kota
Ketinggian |
Kabupaten/Kota |
Variabel |
Dataran rendah (< 45 mdpl) |
Sidoarjo, Kota Pasuruan, Banyuwangi, Sumenep, Pacitan, Pamekasan, Situbondo, Probolinggo, Bojonegoro, Pasuruan, Jombang, Kota Surabaya, Gresik, Sampang, Lamongan, Kota Mojokerto, Mojokerto, Tuban, Kota Probolinggo |
X3 |
Dataran sedang (45100 mdpl) |
Ponorogo, Kota Kediri, Bangkalan, Kota Madiun, Lumajang, Tulungagung, Jember, Kediri, Madiun, Ngawi, Nganjuk | |
Dataran tinggi (> 100 mdpl) |
Trenggalek, Kota Blitar, Malang, Blitar, Bondowoso, Kota Malang, Kota Batu, Magetan |
Sumber: diolah, 2022
Selanjutnya, hal yang serupa juga dilakukan uji parameter model GWR pada pembobot adaptive kernel bisquare dan didapat hasil analisis yang diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 7. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Kabupaten Sumenep dengan adaptive kernel bisquare
Parameter |
. . -^∙ Nilai β |
| thitunj | |
ttabel |
£1 |
-1,02393 |
2,19568 |
2,03693 |
0,10644 |
5,00873 |
2,03693 | |
β4 |
-0,11665 |
2,07028 |
2,03693 |
£5 |
0,12578 |
2,36083 |
2,03693 |
0,44495 |
1,45993 |
2,03693 |
Sumber: diolah, 2022
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa dari lima variabel independen yang di uji, terdapat empat di antaranya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur yaitu jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif (X1), jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3), jumlah bayi yang memperoleh imunisasi dasar lengkap (X4), dan jumlah sarana air minum yang memenuhi syarat (X5).
Pada pengujian parameter model didapat variabel independen yang berpengaruh signifikan di setiap wilayah berbeda-beda, oleh sebab itu akan dilakukan pengelompokan berdasarkan ketinggian wilayah dan variabel
independen yang signifikan. Pengelompokkan dibagi menjadi lima kelompok yang diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 8. Pengelompokan Hasil Uji Signifikansi Parameter tiap Kabupaten/Kota
Ketinggian |
Kabupaten/Kota |
Variabel |
Dataran rendah (< 45 mdpl) |
Situbondo, Jombang, Bojonegoro, Pacitan, Banyuwangi |
X3 |
Kota Mojokerto, Sidoarjo, Gresik, Kota Surabaya, Tuban, Lamongan, Mojokerto |
X1 dan X3 | |
Pasuruan, Kota Probolinggo, Probolinggo |
X3 dan X5 | |
Kota Pasuruan, Sampang, Pamekasan |
X1,X3 dan X5 | |
Sumenep |
X1,X3,X4 dan X5 | |
Dataran sedang (45100 mdpl) |
Jember, Kota Kediri, Tulungagung, Nganjuk, Kediri, Kota Madiun, Madiun, Ngawi, Ponorogo, Lumajang |
X3 |
Bangkalan |
X1 dan X3 | |
Dataran tinggi (> 100 mdpl) |
Malang, Trenggalek, Magetan, Blitar, Bondowoso, Kota Blitar, Kota Batu |
X3 |
Kota Malang |
X3 dan X5 |
Sumber: diolah, 2022
Tabel 8 memperlihatkan bahwa variabel independen yang dominan berpengaruh signifikan di masing-masing ketinggian wilayah adalah jumlah balita yang memperoleh vitamin A (X3). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Herlina, 2014) yang menyatakan bahwa pemberian vitamin A berhubungan dengan kejadian diare pada balita.
-
3.9 Pemilihan Model Terbaik
Nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan model terbaik antara model regresi linear berganda dan model GWR (fungsi fixed dan adaptive kernel bisquare). Adapun hasil komparasi nilai R2 dari model-model tersebut ditunjukkan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Komparasi Nilai R2
Model |
R2 | |
Regresi Linear Berganda |
59,45% | |
GWR |
Fixed Kernel Bisquare |
67,18% |
Adaptive Kernel Bisquare |
79,29% |
Tabel 9 memperlihatkan bahwa model terbaik yang dapat digunakan dalam memodelkan kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur tahun 2020 yakni model GWR dengan fungsi pembobot adaptive kernel bisquare. Hal ini ditandai dengan perolehan nilai R2 yang dihasilkan pada model GWR dengan fungsi pembobot adaptive kernel bisquare yaitu sebesar 79,29% lebih besar jika dibandingkan dengan model regresi linear berganda dan model GWR dengan fungsi pembobot fixed kernel bisquare.
-
3.10 Interpretasi Model
Berdasarkan model terbaik yang diperoleh, selanjutnya yaitu melakukan interpretasi pada model terpilih yaitu model GWR dengan fungsi pembobot adaptive kernel bisquare. Sebagai contoh, interpretasi model pada Kabupaten Sumenep.
Yκab sumenep = 1.007,78 - 1,0239X1 + 0,1064X3 - 0,1167X4
+ 0,1258Xs (14)
Berdasarkan persamaan (14) dapat diartikan jika jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif (X1) di Kabupaten Sumenep bertambah sebanyak 1 bayi, maka jumlah kasus diare pada balita di Kabupaten Sumenep akan berkurang sebesar 1,0239 kasus dengan variabel lain dianggap konstan. Interpretasi yang sama berlaku juga pada variabel independen lainnya yaitu terjadi peningkatan maupun penurunan, tergantung dari nilai yang diperoleh pada setiap parameter.
Kesimpulan yang diambil yaitu bahwa terdapat perbedaan karakteristik di masing-masing wilayah (heterogenitas spasial) pada kasus diare pada balita di Provinsi Jawa Timur tahun 2020. Heterogenitas spasial pada data dapat diatasi dengan menggunakan metode geographically weighted regression (GWR). Hasil analisis GWR memperlihatkan bahwa fungsi pembobot adaptive kernel bisquare lebih cocok digunakan dalam pemodelan kasus diare pada balita di setiap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Timur tahun 2020. Model tersebut
dipilih karena menghasilkan nilai R2 terbesar yaitu 79,29%. Adapun variabel independen yang berpengaruh signifikan dan dominan di seluruh wilayah yaitu pemberian vitamin A pada balita (X3)∙
Peneliti menyarankan agar pemerintah memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya suplementasi vitamin A dan dampak kekurangan vitamin A pada anak usia dini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu mengurangi kasus diare pada anak balita di Jawa Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Methods and Models. Boston: Kluwer Academic Publisher.
Caraka, R., & Yasin, H. (2017). Geographically Weighted Regression (GWR) Sebuah Pendekatan Regresi Geografis (First ed). Mobius.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2020).
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020.
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. (2002). Geographically Weighted Regression: The Analysis of Spatially
Varying Relationships. John Wiley & Sons Ltd.
Herlina. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Jatidatar Kec. Bandar Mataram Kab. Lampung Tengah. VII(1), 102–110.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
(2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020.
Khoirunnisa, A., Nyoman, I. G., & Jaya, M.
(2019). Modelling and Mapping The Average of Incidence Rate Diarrhea Among Toddlers in Bandung City in 2013-2018 Using Geographically Weighted
Regression. International Journal of Innovative Science, Engineering & Technology, 6(11), 115–119.
Khudzaifi, M. S. (2017). Pemodelan Kasus Penyakit Diare Pada Balita Di Kota Surabaya Menggunakan Regresi
Nonparametrik Spline Truncated.
Montgomery, D. C., Peck, E. A., & Vining, G. G. (2012). Introduction to Linear Regression Analysis.
WHO. (2017). Diarrhoeal Disease.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diarrhoeal-disease diakses
pada 27 Desember 2021.
99
Discussion and feedback