PEMANFAATAN EKSTRAK KUNYIT (CURCUMA DOMESTICA VAL.) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI RAMAH LINGKUNGAN PADA KULIT JAGUNG
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 11, Nomor 1, Mei 2023

PEMANFAATAN EKSTRAK KUNYIT(CURCUMA DOMESTICA VAL.) SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAMI RAMAH LINGKUNGAN PADA KULIT JAGUNG
Nurfidianty Annafi*, Nursyofiatin, Agrippina Wiraningtyas, Sry Agustina
Program Studi Pendidikan Kimia,STKIP Bima, Kota Bima, NTB-Indonesia 84119
ABSTRAK: Penelitian ini menggunakan kunyit (Curcuma Domestica Val.) sebagai zat warna alam ramah lingkungan dan diaplikasikan pada kulit jagung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variasi waktu maserasi zat warna kunyit menggunakan pelarut aquades dan diaplikasikan pada kulit jagung. Metode penelitian menggunakan metode eksperiman kualitatif. Variasi waktu maserasi yang digunakan adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi warna ekstrak yang dihasilkan semakin terang dan sifat kimianya menghasilkan nilai absorbansi yang berbeda-beda. Ekstrak zat warna tersebut diaplikasikan pada serat alam kulit jagung. Hasil pengaplikasian zat warna kunyit membuat kulit jagung berubah warna dari crem menjadi warna kuning. Semakin besar nilai absorbansi ekstrak yang digunakan maka efek warna yang dihasilkan semakin cerah. Proses fiksasi kulit jagung dengan tawas menghasilkan efek warna sesuai karakteristik zat fiksator tersebut yaitu menjadi tidak luntur dan lebih tahan lama.
Kata kunci: Pewarna alami; kunyit; kulit jagung; tawas.
ABSTRACT: This study used turmeric (Curcuma Domestica Val.) ss an environmentally friendly natural dye and was applied to corn husks. This study aims to analyze the effect of variations in the maceration time of turmeric dyes using distilled water and applied to corn husks. The method used in this study is a qualitative experiment. The variation of maceration time used was 1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours and 5 hours. The results of this study indicate that the longer the extraction time, the brighter the color of the extract will be and the chemical properties will produce different absorbance values. The dye extract is applied to the natural fibers of the corn husks. The result of the application of the turmeric dye makes the corn husks change color from cream to yellow. The greater the absorbance value of the extract used, the brighter the resulting color effect. The fixation process of corn husk with alum produces a color effect according to the characteristics of the fixator which is not faded and more durable.
Keywords: Natural dyes; turmeric; corn huks; alum.
Barang yang kita pakai sehari-hari terlihat lebih menarik dan indah karena adanya warna. Warna tersebut ternyata menghasilkan dampak negatif sangat besar bagi lingkungan. Limbah hasil pewarnaan pada produk seperti kain atau baju yang
menggunakan pewarna sintetis merupakan penyebab besar terjadinya pencemaran lingkungan. Apabila limbah hasil pewarna sintetis dibuang ke tanah atau sungai akan merusak ekosistem tanah dan air sungai tersebut. Pasalnya limbah tersebut mengandung zat kimia tidak mampu
didegradasi oleh bakteri dalam tanah dan jika limbah dibuang ke sungai akan mengurai kandungan oksigen yang diperlukan oleh organisme dalam air. Selain dampaknya terhadap lingkungan, dampak buruk juga akan didapatkan manusia itu sendiri bila zat kimia dari limbah ikut terkosumsi melewati sayur dan ikan yang hidup pada lingkungan yang sudah tercemar. Agar mengurangi dampak pencemaran lingkungan, penggunaan pewarna sintetis harus mulai dikurangi atau bahkan ditinggalkan dan digantikan oleh pewarna alami.
Pewarna alami memiliki banyak kelebihan diantaranya warna yang dihasilkan lebih natural, sejuk, unik dan indah sesuai karakteristik warna alam [1]. Salah satu pewarna alami yang sangat terkenal dan bisa dimanfaatkan dalam bidang tekstil maupun industri serat alam adalah pewarna alami dari kunyit. Di Indonesia produksi kunyit menempati urutan kedua hasil produksi terbanyak jenis tumbuhan jahe-jahean. Luas panen tanaman 2 kunyit di Indonesia sebesar 74.813.960 m2 [2]. Termaksud di Kota Bima, jumlah panen kunyit sangat melimpah sehingga harganya relatif murah. Kunyit dengan nama latin Curcuma domestica Val. digunakan sebagai bahan utama jamu, bumbu masakan dan pewarna makanan. Sebagai pewarna alami, kunyit sering dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada makanan. Untuk dijadikan sebagai pewarna tekstil kunyit pernah dimanfaatkan mewarnai kain batik tetapi lama kelamaan pewarnaan batik menggunakan kunyit sudah jarang dan tergantikan dengan pewarna sintetis. Pewarnaan produk serat alam menggunakan pewarna alami seperti kunyit tidak pernah dimanfaatkan, padahal zat warna pada kunyit bila diaplikasikan akan menghasilkan warna berbeda yang
tidak dapat ditemukan dari pewarna tekstil. Kunyit mengandung zat warna kurkumin yang memberi efek warna kuning atau jingga yang indah. Zat warna dari tumbuhan ini bisa didapatkan melewati tahap ekstraksi, salah satunya menggunakan metode ekstraksi maserasi dengan aquades yang bertindak sebagai pelarut.
Metode maserasi dipilih oleh peneliti karena merupakan metode ekstraksi yang sangat mudah dan murah digunakan. Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia ke dalam pelarut yang bisa menarik zat yang ada pada simplisia tersebut. Untuk mendapatkan ekstrak yang maksimal harus menggunakan pelarut yang cocok dengan variasi waktu yang berbeda-beda [3]. Perlakuan ekstraksi selama 5 jam merupakan perlakuan terbaik untuk mendapatkan ekstrak warna kunyit yang optimal [4]. Pada ekstrak kunyit yang akan dihasilkan merupakan ekstrak zat warna kurkumin yang nantinya akan diaplikasikan pada serat alam kulit jagug.
Serat alam kulit jagung sangat melimpah di Indonesia salah satunya di Kota Bima, karena sangat banyak serat kulit jagung dianggap sebagai limbah. Pewarnaan pada serat alam kulit jagung sangat bermanfaat untuk bagi perajin serat alami untuk meningkatkan kualitas variasi produk agar dapat bersaing dengan produk kerajinan serat sintetis yang beredar di pasaran. Sebelum diwarnai serat alam kulit jagung ini akan melewati beberapa tahap pengawetan dan bleaching. Setelah itu masuk ke proses pewarnaan yang dilakukan dengan cara pencelupan dan perendaman.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka diharapkan dapat menjawab masalah bagaimana pengaruh waktu ekstraksi terhadap ekstrak zat warna kunyit (Curcuma domestica Val.) serta bagaimana
pengaruh variasi waktu ekstrak zat warna kunyit pada pewarnaan serat kulit jagung.
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baskom, mangkuk kaca, Pengaduk, mortal untuk
menghaluskan kunyit, Pipet Tetes, pipet volum, timbangan analitik, Sendok plastik, pengaduk, Gelas Ukur, Elemeyer, Tabung Reaksi, Rak Tabung Reaksi, labu ukur, Gunting, Pisau, Saringan, Corong, kain saring, Wadah Pencelupan, Kertas Label, Tali, dan Spektrofotometer UV-Vis. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kunyit, Aquades, Asam sitrat (C6H8O7), Tawas (KAl(SO4)2.12H2O), dan Serat alam dari kulit Jagung.
Sampel diambil dari perkebunan Rite dan Penato’i Kota Bima, berupa rimpang kunyit dalam keadaan masih segar. Rimpang kunyit dicuci bersih
menggunakan air mengalir, setelah itu dikupas dan dipotong lebih kurang 0.5 cm. Potongan kunyit dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam agar warna kunyit tidak rusak. Setelah kunyit kering, kunyit dihaluskan menjadi bubuk.
Tahap Ekstraksi Zat Warna Kunyit dengan Variasi Waktu Maserasi
Kunyit yang sudah dipotong kecil-kecil setebal lebih kurang 0.5 cm dikeringkan lalu dihaluskan agar mempermudah proses ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Pelarut yang digunakan yaitu pelarut universal aquades. Sebanyak 10 gram kunyit yang sudah halus dimasukan ke dalam mangkuk kaca dan ditambahkan pelarut aquades 100 mL diaduk selama 2 menit lalu ditutup dan dimaserasi setelah itu disaring agar diambil filtratnya.
Proses maserasi dilakukan dengan variasi waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam
dan 5 jam. Setelah ekstrak tercampur dengan waktu maserasi yang ditentukan, pelarut disaring menggunakan saringan biasa dan kain putih dan siambil filtratnya.
Tahap selanjutnya dilakukan uji sifat fisik dan uji sifat kimia. Uji sifat fisik dilakukan dengan cara melihat warna ekstrak yang dihasilkan masing-masing variasi waktu maserasi. Sedangkan uji sifat kimia menggunakan instrument spektrofotoeter UV-Vis dengan rentang panjang gelombang 190-600 nm. Sebelum diuji sifat kimianya ekstrak kunyit diencerkan 100x dengan mengambil 1 mL ekstrak kunyit dang diencerkan sebanyak 100 mL.
Tahap Pengaplikasian Zat Warna Kunyit pada Kulit Jagung
Proses Bleaching
Bleaching dilakukan dengan cara direndam pada larutan asam sitrat (C6H8O7) selama 24 jam. Setelah melewati proses perendaman, kemudian kulit jagung dijemur.
Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan dilakukan setelah serat kulit jagung sudah melewati proses bleaching. Sebelum diwarnai serat kulit jagung disetrika agar ekstrak zat warna kunyit bisa terkena diseluruh permukaan ekstrak kulit jagung. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam serat kulit jagung pada ekstrak zat warna selama 24 jam, setelah itu serat kulit jagung yang sudah diwarnai ditiriskan dan dijemur tanpa terkena sinar matahari langsung sampai kering. Serat kulit jagung yang sudah kering setelah diwarnai masuk ketahap selanjutnya yaitu tahap fiksasi menggunakan tawas.
Proses Fiksasi
Fiksasi yaitu proses penguncian zat warna pada serat kulit jagung setelah diwarnai sehingga warnanya tidak luntur. Fiksator yang digunakan dalam proses fiksasi adalah tawas. Sebelum digunakan
tawas harus dibuat dalam bentuk larutan dengan cara melarutkan 70 gram tawas dalam 1 liter air, biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya.
Proses fiksasi dilakukan dengan cara merendamkan serat kulit jagung yang sudah diwarnai menggunakan larutan tawas yang sudah dibuat. perendaman dilakukan 2 kali masing-masing dalam kurun waktu 5 menit. Pada perendaman pertama serat alam ditiriskan dan diangin-anginkan selama 30 menit dan kembali dalam larutan fiksasi dalam kurun waktu 5 menit dan dijemur sampai kering. Setelah kering serat kulit jagung dianalisis warnanya untuk melihat perbedaan sebelum dan sesudah difiksasi.
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekstraksi Zat Warna Kunyit (dengan Variasi Waktu Maserasi
Hasil yang diperolah dari proses ekstraksi dengan variasi waktu maserasi menggunakan pelarut aquades didapatkan data uji fisik dan data uji kimia.
Uji Fisik
Dari data uji fisik didapatkan hasil ekstrak zat warna kunyit dengan variasi waktu 1 sampai 5 jam menghasilkan warna bervariasi. Data ekstrak yang dihasilkan tiap variasi dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Ekstraksi Zat Warna Kunyit Variasi Waktu Maserasi
Waktu maserasi (jam) |
Warna ekstrak |
1 |
Tan |
2 |
Kuning mustard |
3 |
Kuning mustard |
4 |
Golden honey |
5 |
Golden yellow |
Uji Kimia
Hasil data uji kimia dapat dilihat berdasarkan hasil absorbanis pada Gambar
-
1. Grafik menunjukkan bahwa terdapat perbedaanya nyata nilai absorbansi pada tiap variasi waktu. Ekstrak zat warna kunyit variasi waktu 2 jam menghasilkan nilai absorbansi tertinggi sedangkan nilai absorbansi terendah dihasilkan pada ekstrak zat warna variasi waktu 5 jam. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa ekstrak zat warna kunyit dapat menjadi zat warna untuk serat alam khususnya kulit jagung.
Gambar 1 Nilai absorbansi zat warna pada variasi waktu maserasi
Ekstraksi Zat Warna Kunyit
Kunyit dibersihkan dari tanah yang menempel kemudian dicuci dengan air bersih [5]. Proses pencucian dilakukan pada air mengalir agar tanah maupun bakteri lainnya bisa langsung mengalir bersama air sisa mencuci. Setelah melewati proses pencucian rimpang kunyit dianginkan sebentar agar sisa air yang menempel bekas mencuci bisa kering. Kunyit dikupas dan dirajang lebih kurang 0.5 cm agar mempermudah proses pengeringan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari sambil kunyit ditutup dengan kain hitam agar warna kunyit terjaga dan tidak menghitam. Proses pengeringan dilakukan 5-6 hari sampai kunyit kering. Tanda kunyit sudah kering yaitu kunyit mudah dipatahkan oleh jari.
Selanjutnya kunyit dihaluskan dan diayak agar mendapatkan bubuk kunyit yang halus sehingga proses ekstraksi bisa berjalan lebih optimal.
Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi zat warna adalah pelarut universal Aquades. Aquades atau air kondensat merupakan air hasil penyulingan yang bebas dari zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium [6]. Aquades bersifat polar dan mampu melarutkan zat warna kurkumin yang akan diekstraksi. Karena menurut [7] aquades mampu melarutkan berbagai zat kimia seperti gula, garam, asam dan sebagian molekul organik. Zat warna kunyit yang diekstraksi menggunakan pelarut aquades menghasilkan waktu optimal yang berbeda dengan ekstrak zat warna kunyit menggunakan pelarut etanol.
Perlakuan dimulai dengan menimbang sampel sebanyak 10 gram untuk masing-masing perlakuan variasi waktu. Sampel dimasukkan ke dalam 5 mangkuk kaca yang sudah diberi label. Pada setiap mangkuk ditambahkan larutan pencari aquades sebanyak 100 mL. Setelah itu larutan kunyit diaduk selama 2 menit agar tercampur rata, dan maserasi dimulai selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam setelah itu disaring.
Hasil ekstraksi maserasi disaring menggunakan 2 tipe penyaringan. Penyaringan pertama menggunakan saringan plastik biasa untuk menyaring ampas besar dari kunyit. setelah itu ekstrak zat warna disaring lagi menggunakan kain putih agar mendapatkan ekstrak zat warna yang murni tanpa ada sisa residu kunyit. Ekstrak zat warna kunyit yang dihasilkan sangat kental sehingga tidak bisa disaring dengan kertas whatman karena penyaringannya akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Waktu penyaringan yang lama akan membuat ekstrak zat warna kunyit akan terkontak dengan udara dan cahaya dalam waktu yang lama pula sehingga akan menurunkan kualitas zat warna yang dihasilkan. Sesuai dengan hasil penelitian para peneliti sebelumnya bahwa
faktor yang menyebabkan kerusakan kurkumin yaitu suhu dan cahaya sehingga mengalami penurunan intensitas warna kurkumin yang paling cepat [8]. Setelah melalui tahap penyaringan maka ekstrak zat warna yang dihasilkan masuk ke tahap analisis untuk melihat perbedaan masing-masing ekstrak tiap variasi waktu maserasis.
Analisis zat warna dari kunyit dilakukan dengan dua tahapan uji yaitu uji sifat fisik dan uji sifat kimia. Uji sifat fisik dilakukan dengan cara manual dengan mengamati warna yang dihasilkan oleh masing-masing ekstrak berdasarkan variasi waktu. Tujuan pengujian sifat fisik yaitu untuk melihat perbedaan setiap ekstrak zat warna yang dihasilkan secara fisik. Sedangkan untuk uji kimia dianalisis menggukan instrument Spektrofotometer Uv-Vis dengan tujuan menganalisis nilai absorbansi zat warna sehingga dapat ditentukan waktu optimal untuk mengekstraksi zat warna kunyit dilihat dari nilai absorbansi antara variasi kelima ekstrak yang paling tinggi. Sampel waktu maserai 1 jam menghasilkan ekstrak berwarna tan yang merupakan kombinasi dari warna kuning dan coklat. Dari hasil uji kimia ekstrak zat warna variasi waktu mserasi 1 jam didapatkan nilai absorbansi sebesar 3.002 (λ = 204 nm). Pada ekstrak 2 jam dan 3 jam menghasilkan warna mustard. Walaupun warna yang dihasilkan sama dilihat secara fisik, tetapi pada uji sifat kimia menghasilkan nilai absorbansi yang berbeda. Variasi maserasi selama 2 jam menghasilkan nilai absorbansi 3.051(λ = 204 nm) dan maserasi 3 jam menghasilkan nilai absorbansi lebih rendah dari 2 jam yaitu 3.024 (λ = 204 nm). Perbedaan nilai absorbansi ini dipengaruhi oleh lamanya waktu maserasi masing-masing zat warna. Variasi waktu 4 jam menghasilkan warna golden honey dengan absorbansi 2.942 (λ = 202 nm) dan ekstrak variasi waktu 5 jam menghasilkan nilai absorbansi 2.930 (λ = 202 nm) dengan warna ekstrak golden yellow. Dari hasil ekstrak zat warna variasi waktu didapatkan
bahwa semakin lama waktu maserasi, maka ekstrak zat warna yang dihasilkan semakin cerah dan nilai absorbansi setelah melewati waktu maserasi selama 2 jam akan terus menurun.
Pada terjadi pergeseran panjang gelombang dari 204 nm menjadi 202 nm. Berdasarkan Hukum Lambert-Beer bahwa absorbansi berbanding lurus terhadap konsentrasi. Sehingga seharusnya nilai absorbansi tertinggi setiap variasi waktu terukur pada panjang gelombang yang sama. Penyebab pergeseran panjang gelombang dapat disebabkan oleh ketidakhomogenan larutan pada saat proses pengenceran [9].
Pengaruh Penggunaan Zat Warna dari Ekstraksi Kunyit pada Serat Kulit Jagung
Kulit jagung sebagai media pengaplikasian zat warna terlebih dahulu melewati proses bleaching. Pada serat alam mengandung selulosa dan lignin, proses bleaching akan menghilangkan pengotor seperti lignin dan mendapatkan selulosa pada serat alam [10]. Bleaching agent yang digunakan adalah asam sitrat (C6H8O7) dengan perbandingan asam sitrat dan air 1: 3. Asam sitrat berpotensi sebagai oksidator yang dapat menghasilkan radikal bebas yaitu OH radikal pada gugus COOH. Senyawa tersebut dapat merusak molekul-molekul zat warna menyadi netral dan memberi efek pemutihan [11]. Serat alam kulit jagung di rendam dalam larutan asam sitrat (C6H8O7) selama 24 jam. Proses perendaman dilakukan selama 24 jam bertujuan agar efek bleaching benar-benar terlihat sempurna sehingga saat diwarnai hasil pewarnaan akan terlihat kontras sesuai dengan warna yang dihasilkan oleh zat warna kunyit. Setelah melalui proses perendaman serat dikeringkan atau diangin-anginkan di tempat yang teduh agar tidak langsung terpapar oleh sinar matahari dan membuat serat menjadi kaku dan mudah pecah.
Serat alam kulit jagung diwarnai dengan cara direndam dalam zat warna
kunyit variasi waku 1 sampai 5 jam selama 24 jam. Tujuan proses perendaman agar terjadi penyerapan zat warna pada media yang diwarnai [12].
Variasi waktu maserasi mempengaruhi hasil ekstrak maupun warna yang dihasilkan setelah diaplikasikan pada serat alam. Kulit jagung pada variasi waktu 1 jam, 4 jam dan 5 jam menghasilkan warna jingga muda, sedangkan pada variasi waktu 2 dan 3 jam kulit jagung menjadi warna kuning. Perbedaan efek warna kuning yang dihasilkan setelah diwarnai disebabkan oleh nilai absorbansi dari setiap ekstrak zat warna yang digunakan. Untuk ekstrak zat warna dengan absorbansi tertinggi yaitu ekstrak dengan maserasi 2 dan 3 jam menghasilkan efek warna kuning yang lebih cerah dibandingkan ekstrak zat warna variasi maserasi 1 jam, 4 jam dan 5 yang memiliki nilai absorbansi rendah sehingga menghasilkan warna kuning yang lebih tua yaitu jingga muda. Sehingga bisa diketahui untuk kulit jagung yang diwarnai dengan ekstrak zat warna kunyit semakin tinggi nilai absorbansi ekstrak zat warna yang digunakan maka akan semakin cerah warna yang dihasilkan. Dari hasil pengaplikasian pada serat alam tersebut, serat alam berubah warna menjadi warna kuning serta jingga. Hal ini disebabkan kandungan kunyit mengadung kurkumin yang dapat memberi warna kuning [13] serta zat warna kunyit akan menghasilkan warna kuning-coklat [14].
Proses Fiksasi
Proses akhir pewarnaan serat alam kulit jagung adalah fiksasi dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 2.. Fiksasi dapat meningkatkan kualitas zat warna dan warna yang dihasilkan akan bervariasi tergantung pada zat pengikatnya meskipun dari sumber zat warna yang sama [1].
Fiksasi kulit jagung menggunakan tawas
Pada kebanyakan warna alam, tawas akan memberikan arah warna sesuai warna aslinya[15]. Dari hasil pengamatan penggunaan fiksator tawas membuat warna
serat alam kulit jagung menjadi lebih cerah dan merata. Hasil perendaman kulit jagung setelah diwarnai menggunakan fiksator tawas ditampilkan pada Tabel 2. .
Gambar 2 Serat Alam yang Diwarnai Kemudian Difiksasi dalam Larutan Tawas (Dokumentasi pribadi, 2020
Tabel 2 Hasil Fiksasi Kulit Jagung Menggunakan Fiksasi Tawas
Lama perendaman (jam) |
Warna kulit jagung |
1 |
Jingga muda |
2 |
Kuning |
3 |
Kuning |
4 |
Jingga muda |
5 |
Jingga muda |
Tabel 2 menunjukkan tidak terjadi perubahan warna sebelum maupun sesudah difiksasi. Perubahan terlihat pada saat kulit jagung dipegang warna pada kulit jagung tidak menempel pada tangan. Berdasarkan kekuatan dan kelenturan, serat kulit jagung yang difiksasi menggunakan fiksator tawas mempunyai kekuatan dan kelenturan yang sangat baik dimana kulit jagung tidak mudah rusak serta mudah dibentuk. Kualitasnya masih sama dengan kulit jagung yang sudah dibleaching sebelum diwarnai dengan zat warna kecuali pada hasil pewarnaan kulit jagung dengan variasi ekstrak 5 jam menghasilkan kulit jagung yang susah dibentuk karena kulit jagung menjadi kusut. Hal ini disebabkan oleh ekstrak kunyit maserasi 5 jam merupakan ekstrak kunyit dengan absorbansi terendah yaitu 2.930 sehingga kulit jagung bekerja lebih keras dalam menyerap zat warna maupun menyerap zat fiksator tawas.
4. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil analisis pengaruh variasi waktu maserasi zat warna kunyit dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh hasil ekstraksi dilihat dari warna ekstrak yang dihasilkan dan nilai absorbansi setiap ekstrak yang bervariasi. Dari hasil uji sifat fisiknya warna ekstrak yang dihasilkan berbeda dan semakin lama dimaserasi warna ekstrak yang hasilkan semakin cerah. Sedangkan dilihat dari hasil analisis sifat kimia ekstrak zat warna kunyit, setiap variasi waktu menghasilkan nilai absorbansi berbeda- beda.
-
2. Pengaruh variasi waktu ekstrak zat warna kunyit pada pewarnaan serat alam yaitu setiap variasi waktu menghasilkan efek warna yang berbeda pada serat alam. Semakin besar nilai absorbansi ekstrak maka efek warna yang dihasilkan semakin cerah. Dari hasil pengaplikasian zat warna ini membuat serat menjadi lebih indah dan menarik untuk dijadikan produk kerajinan yang memiliki daya jual tinggi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
-
[1] Wiraningtyas, A., Ruslan., Ahmad, S., Muh. Nasir. (2020). Pewarnaan Benang Menggunakan Ekstrak Daun Nila (Indigofera). Jurnal Pendidikan Kimia dan Terapan, 1 (3): 8 – 12
-
[2] Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Tanaman Biofarmaka Indonesia. Jakarta : BPS – Statistik Indonesia
-
[3] Irfan. (2019). Pengaruh Waktu Maserasi terhadap Ekstrak Zat Warna dari Kulit Bawang Merah (Allium Cepal L.) dan Aplikasinya
pada Benang Tenun Kain Bima. [10]
Skripsi Jurusan Pendidikan MIPA
Program Studi Pendidikan Kimia
STKIP BIMA.
-
[4] Oktavianingsih, W., Nunuk, H.,
Fadjar, K.H. (2018). Analisis Residu Etanol pada Maserat Curcumin Rimpang Kunyit (Curcuma Longa [11]
Linn.). Jurnal Teknologi Proses dan Inovasi Industri, 3 (1): 27 – 31
-
[5] Suparmajid., Sabang., Ratman.
-
(2016) . Pengaruh Lama Penyimpanan Rimpang Kunyit (Curcuma
Domestica Val.) terhadap Daya
Hambat Antioksidan. Jurnal [12]
Akademika Kimia, 5(1): 1 – 7
-
[6] Khotimah, H., Anggraeni, Wulan., Setianingsih, A. (2017). Karakteristik Hasil Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi. Jurnal Chemurgy, 1 (2): 34 – 35
-
[7] Ruslan., Wiraningtyas. (2019). [13]
Ekstraksi Zat Warna dari Rumput Laut Sargassum sp. Jurnal Redoks : Jurnal Pendidikan Kimia dan Ilmu Kimia, 2(1): 1 – 9
-
[8] Tensiska., Nurhadi., Isfron. (2012).
Kestabilan Warna Kurkumin [14]
Terenkapulasi dari Kunyit (Curcuma Domestica Val.) dalam Minuman Ringan dan Jelly pada berbagai Kondisi Penyimpanan. Bionatura Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik, [15]
14(3): 199
-
[9] Mursalim, Putri, D. (2019). Pengaruh
Konsentrasi Larutan Dye Daun Tarum (Indigofera Tinctoria) Terhadap Efesiensi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Skripsi. Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.
Utomo, S.B., Farid, M., Nurdiansah, H. (2017). Analisis Proses Pengikisan (Bleaching) dari Hasil Alkalisasi Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Penguat Bahan Komposit Absorbansi Suara Jurnal Teknik ITS, 6(2). 237-240..
Rahaju, A., Djajasasmita, D., Puspita, R. (2018). Potensi Kombinasi Ekstrak Air Lemon (Cirus limon L) dan Natrium Bikarbonat sebagai Larutan Pemutih Gigi (In Vitro). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 2(1). 5969.
Azizah, Nurul. (2018). Pengaruh Jenis Fiksasi terhadap Kualitas Pewarnaan Kain Mori Primissima dengan Zat Warna Euphornia. Skripsi. Jurusan Teknik Program Studi Pendidikan Teknik Busana Universitas Negeri Yogyakarta.
Dedi, I.K., Agus, S., Rediasa. (2017). Pembuatan Pewarna Alami untuk Alternatif Pewarna Berbasis Air. Jurnal Pendidikan Seni Rupa Undiksha, 7 (3). 136 – 137
Rahayu, W., Cahyana. A., Rohandi, T. (2017). Eksplorasi dan Aplikasi Pigmen Warna Alami Tumbuhan pada Lukisan. Jurnal ATRAT, 5(1). 36-45.
Yonanda. (2019).Pengaruh Jenis Zat Fiksasi terhadap Ketahanan Luntur Warna pada Tekstil Katun, Satin Menggunakan Zat Warna Biji Buah Durian (Durio Zibethius Murray. Skripsi. Program Studi Pendidikan Teknik Busana Fakultas Teknik UNY.
37
Discussion and feedback