MEMODELKAN DAMPAK DAN KEBERLANJUTAN PARIWISATA PESISIR DI KABUPATEN BADUNG – PROVINSI BALI
on
E-Jurnal Matematika Vol. 7 (2), Mei 2018, pp. 111-121
DOI: https://doi.org/10.24843/MTK.2018.v07.i02.p192
ISSN: 2303-1751
MEMODELKAN DAMPAK DAN KEBERLANJUTAN PARIWISATA PESISIR DI KABUPATEN BADUNG– PROVINSI BALI
Ngurah P. Dwipayana1a§, Eka N. Kencana2b, Ni Ketut Tari Tastrawati3c
1,2Laboratorium Sosiometrika PS. Matematika, Universitas Udayana, Jimbaran–Badung 80361, ID 3Laboratorium Matematika Terapan PS. Matematika, Universitas Udayana, Jimbaran–Badung 80361, ID E-mail: agungdwik9@gmail.com, bi.putu.enk@unud.ac.id, ctaritastrawati@yahoo.com
§ Penulis Korespondensi
ABSTRACT
Tourism has been positioned as rising industry since year 2000s. Despite of its position as the primary mover for economic development and increasing the welfare of local people at the destination, tourism also induces some negative impacts regarding the social as well environment dimension for the destination and its surrounding. This essay is directed to study the impacts of marine tourism that take places at coastal region of Badung regency of Bali province. Utilising proportionally random sampling, 180 local people at District of Mengwi at Badung were selected as the sample's members for the study. Three dimensions of tourism sustainability i.e. economic, socio-cultural, and environment dimension were positioned as the exogenous latents while tourism impact was perceived by the local is placed as the endogenous one. In additon, this impact is hypothesed a ects the sustainability of marine tourism at this district. A covariance-based structural equation model was built to elaborate the causal relationship among these latent variables. Our research confirmed all of exogenous latents significantly affect people perception about tourism impact with socio-cultural dimension dominates the others' impact, and in turn, this impact - from supply perspective - affects marine tourism sustainability at Mengwi district of Badung regency.
Keywords: AMOS, Badung, covariance-based, marine tourism, SEM, sustainability.
Pariwisata bersama dengan sektor pertanian dalam arti luas merupakan andalan Provinsi Bali untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pada akhir tahun 2016, jenis usaha Penyediaan Akomodasi & Makan Minum menduduki peringkat pertama pada penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali atas dasar harga berlaku (adhb) tahun 2016, dengan kontribusi sebesar 26.95 triliun rupiah (±22.82 persen). Peringkat kedua ditempati sektor pertanian dalam arti luas dengan besar kontribusi 19.22 triliun rupiah (±14.74 persen). Bertumpu pada kedua sektor ini, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada tahun 2016 tercatat sebesar 6.24 persen, di atas pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 5.02 persen (BPS, 2017).
Sebagai magnet kepariwisataan Bali, Kabupaten Badung pada akhir tahun 2016 telah dikunjungi oleh 4 927 937 wisatawan mancanegara (wisman) dari berbagai negara, meningkat 23.13 persen dari jumlah kunjungan wisman pada tahun 2015 yang tercatat sebesar 4 001 835 orang. Meski erupsi Gunung Agung berpengaruh pada menurunnya jumlah kunjungan wisman, pada periode Januari -November 2017 jumlah kunjungan wisman telah tercatat sebanyak 5 381 830 orang, meningkat 19.99 persen dibandingkan jumlah kunjungan pada periode Januari - November 2016. Petumbuhan tertinggi diperlihatkan oleh wisman China dengan laju pertumbuhan 51.52
persen, disusul oleh wisman Rusia dan India masing-masing dengan laju sebesar 50.10 persen dan 48.25 persen (DISPARDA Provinsi Bali, 2017). Perkembangan jumlah kunjungan wisman ke Bali pada periode Januari -November 2017 diperlihatkan pada gambar 1.
Gambar 1. Kunjungan Wisman, Januari-November 2017 Sumber: DISPARDA Provinsi Bali (2017), Diolah
Gambar 1 mengindikasikan fluktuasi jumlah dan pertumbuhan kunjungan wisman ke Bali ditinjau dari pasar wisatawan. Merujuk Butler (2011) yang mengintroduksi teori daur hidup destinasi, fluktuatifnya jumlah kunjungan wisman terkait dengan dinamika destinasi yang bisa dilihat dari sisi supply, dan perubahan selera wisatawan sebagai `konsumen' pada sisi demand dari keseimbangan kurva penawaran dan permintaan produk dan atau jasa wisata. Pada sisi penawaran, destinasi yang tidak terkelola dengan mengedepankan asas keberlanjutan, persaingan antardestinasi, tumbuhnya destinasi-destinasi alternatif merupakan tiga contoh penyebab semakin ditinggalkannya sebuah destinasi yang sebelumnya menjadi prioritas pertama bagi wisatawan. Pada sisi permintaan, berubahnya preferensi wisatawan, kondisi perekonomian negara asal dan atau negara tujuan, serta berubahnya situasi geopolitik di negara asal dan atau negara tujuan merupakan tiga ilustrasi yang bisa memengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke sebuah destinasi.
Pada gambar 1 juga memperlihatkan terjadinya perbedaan pangsa pasar wisatawan ke Bali. Meskipun menunjukkan pertumbuhan
negatif -3.02 persen pada tahun 2017, Australia masih menduduki peringkat ke-dua setelah China dari kontribusi jumlah wisatawan yang berkunjung. Tiga besar pasar wisman ke Bali hingga November 2017 adalah China, Australia, dan India; masing-masing dengan pangsa (share) sebesar 25.5 persen, 18.9 persen, dan 4.5 persen.
Terkait dengan dinamika kunjungan wisatawan, Pemerintah Kabupaten Badung telah melakukan upaya pengembangan destinasi serta penguatan destinasi-destinasi yang telah berkembang sebelumnya. Salah satu upaya mengembangkan destinasi baru adalah dengan memanfaatkan potensi alam pesisir di Kecamatan Mengwi. Kecamatan Mengwi di mana ibukota kabupaten, Mangupura berlokasi, merupakan satu dari enam kecamatan di Kabupaten Badung. Kecamatan Mengwi dengan luas wilayah 82.00 km2 (±19.59 persen luas Kabupaten Badung) memiliki 20 desa/kelurahan dengan 3 diantaranya merupakan desa/kelurahan pesisir yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yaitu Cemagi, Munggu, dan Pererenan (BPS Kabu-paten Badung, 2017a,b).
Dinas Pariwisata Kabupaten Badung mencatat terdapat 36 obyek wisata yang tersebar di enam kecamatan. Dari 36 obyek wisata ini, Kecamatan Mengwi memiliki lima obyek dengan rincian dua obyek wisata budaya, sebuah obyek wisata buatan dan dua buah obyek wisata alam yaitu Desa Wisata Baha dan Pantai Seseh di Desa Munggu. Geliat pariwisata pesisir (marine tourism) di sepanjang ruas pantai di Desa Cemagi dan Pererenan yang terkenal dengan kualitas ombaknya untuk selancar masih belum terdata pada daftar obyek wisata di Kabupaten Badung (BPS Kabupaten Badung, 2017a). Selain kawasan pantai di Kecamatan Kuta Selatan yang telah lama terkenal sebagai lokasi selancar yang eksotis, pantai di ketiga desa di Kecamatan Mengwi saat ini mulai digemari oleh peselancar mancanegara yang menyebabkan aktivitas pariwisata (pesisir) berkembang. Terkait erat dengan berkembangnya pariwisata pesisir di ketiga
desa, penelitian ini ditujukan untuk menjawab dua pertanyaan berikut:
-
1. Bagaimanakah persepsi masyarakat lokal di tiga desa (Cemagi, Munggu, dan Pererenan) terkait dengan aktivitas pariwisata yang berkembang?
-
2. Apakah persepsi masyarakat di tiga desa tersebut mempengaruhi keberlanjutan pariwisata pesisir yang sedang berkembang?
Berbagai teori pariwisata menyebutkan, keberlanjutan sebuah destinasi - dari perspektif penawaran produk dan atau jasa pariwisata oleh penduduk lokal di destinasi - dapat dipotret dari tiga dimensi, meliputi (a) dimensi ekonomi; (b) dimensi sosial budaya; dan (c) dimensi lingkungan (Organisation, 2013; Murphy, 1985). Persepsi masyarakat lokal sebagai `pemilik' wilayah mengenai ketiga dimensi ini akan mempengaruhi penerimaan atau penolakan mereka terhadap aktivitas pariwisata yang berlangsung. Selama masyarakat memersepsikan manfaat yang diperoleh melebihi `biaya' yang dipikul, bisa diharapkan kepariwisataan di destinasi tersebut berkelanjutan (Leksakundilok, 2004; Kencana, 2016; Kencana and Manutami, 2017).
Untuk mengetahui kausalitas antara ketiga dimensi pariwisata berkelanjutan dengan persepsi masyarakat lokal tentang dampak aktivitas yang berlangsung, tidak dapat dilakukan dengan menggunakan analisis statistika `konvensional', misalnya analisis regresi. Hal ini tidak terlepas dari sifat ketiga dimensi serta dampak dan keberlanjutan pariwisata yang tidak bisa atau sulit diukur secara langsung. Manfaat ekonomi, manfaat sosial budaya, manfaat untuk lingkungan, dampak, dan keberlanjutan pariwisata merupakan variabel-variabel laten yang `diukur' hanya melalui serangkaian indikator (reflektif atau formatif) yang didefinisikan dengan merujuk teori-teori yang ada. Secara formal, analsis statistika yang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji hubungan kausal antarvariabel laten tersebut digolongkan sebagai model persamaan struktural atau structural equation model/SEM.
Secara umum terdapat dua jenis SEM yaitu (a) SEM berbasis peragam (covariancebased SEM), dan (b) SEM berbasis ragam (variance-based SEM). Pembaca dianjurkan merujuk beberapa referensi untuk mengetahui perbedaannya; beberapa diantaranya Bollen (2002); Jarvis et al. (2003); Peng and Lai (2012) sebagai bacaan awal, dan Henseler et al. (2009); Hair et al. (2014); Sarstedt et al. (2015) sebagai bacaan lanjutan. Untuk menjawab kedua pertanyaan penelitian, SEM berbasis peragam digunakan, mempertimbangkan:
-
1. Ingin diketahui hubungan korelasional antardimensi pariwisata berkelanjutan. Model yang menyertakan hubungan korelasional antarlaten hanya bisa dianalisis menggunakan SEM berbasis peragam;
-
2. Mempertimbangkan berbagai riset yang dilakukan di kawasan lain di Bali maupun di luar Bali telah menjustifikasi adanya hubungan kausal yang signifikan dari dampak terhadap keberlanjutan pariwisata (model telah bersifat welldefined), maka SEM berbasis ragam yang cenderung digunakan untuk mengelaborasi atau membangun model menjadi kurang tepat digunakan; dan
-
3. Seluruh indikator dari setiap variabel laten pada model merupakan indikator-indikator reflektif.
-
2 METODE PENELITIAN
Data pada penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 180 orang responden di ketiga desa lokasi penelitian. Jumlah responden terpilih di masing-masing desa ditetapkan merata, masing-masing 60 orang. Pada setiap desa, masing-masing responden dipilih secara purposive dengan syarat pemilihan ditetapkan menurut aturan berikut:
-
1. Berusia sekurang-kurangnya 21 tahun saat survei dilakukan, atau telah berkeluarga;
-
2. Telah bertempat tinggal di desa sekurang-kurangnya 15 tahun saat survei dilakukan; dan
-
3. Bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden.
Kuesioner yang disusun menggunakan skala Likert berderajat 5, sebelum digunakan, diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menyebarkannya kepada 35 orang di Desa Munggu dengan persyaratan responden seperti uraian sebelumnya. Kuesioner yang telah terbukti valid dan reliabel selanjutnya didistribusikan pada bulan Juni - November 2017. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan perangkat lunak AMOS dengan model kausal ditunjukkan gambar 2:
Gambar 2. Model Kausal Antarvariabel Penelitian
Pada model terdapat 7 hipotesis dibangun untuk memeriksa hubungan korelasional atau kausal antar-dua variabel laten, sebagai berikut:
H1 : Persepsi masyarakat mengenai manfaat ekonomi kepariwisataan berkorelasi dengan persepsi mengenai manfaat di bidang lingkungan;
H2 : Persepsi masyarakat mengenai manfaat sosial budaya kepariwisataan berkorelasi dengan persepsi mengenai manfaat di bidang lingkungan;
H3 : Persepsi masyarakat mengenai manfaat ekonomi kepariwisataan berkorelasi dengan persepsi mengenai manfaat sosial budaya;
H4 : Persepsi masyarakat mengenai manfaat di bidang ekonomi berpengaruh positif terhadap dampak pariwisata;
H5 : Persepsi masyarakat mengenai manfaat di bidang lingkungan berpengaruh positif terhadap dampak pariwisata;
H6 : Persepsi masyarakat mengenai manfaat di sosial budaya berpengaruh positif terhadap dampak pariwisata;
H7 : Persepsi masyarakat mengenai dampak kepariwisataan di wilayahnya berpengaruh terhadap keberlanjutan pariwisata.
Sebelum digunakan sebagai instrumen pengumpul data, kuesioner yang dirancang pada penelitian ini diujicobakan kepada 35 anggota masyarakat di Desa Munggu yang memenuhi persyaratan sampling. Uji coba ditujukan untuk mengetahui validitas setiap indikator dan reliabilitas masing-masing variabel laten pada model. Menurut Churchill (1979), sebuah item atau indikator reflektif dianggap valid bila nilai korelasi item dengan seluruh item pada variabel laten yang sama ≥ 0.30, dan sebuah konsep yang direpresentasikan sebagai variabel laten pada model dianggap reliabel bila nilai koefisien α Cronbach ≥ 0.60
(Hair et al., 1995). Menggunakan program aplikasi SPSS, uji validitas indikator dan reliabilitas konsep-konsep model diperlihatkan pada Tabel 1.
Hasil pengujian menunjukkan 4 dari 5 variabel laten, kecuali Keberlanjutan Pariwisata, memiliki ukuran reliabilitas yang memadai (α = 0.60) dengan seluruh indikator reflektifnya memiliki nilai korelasi melebihi 0.30 sebagai ambang bawah yang dipersyaratkan. Pada laten Keberlanjutan Pariwisata, hasil analisis menunjukkan nilai koefisien korelasi dari indikator SUS3 (terlindunginya nilai-nilai kearifan budaya lokal) < 0.30 (= 0.218). Hal ini mengindikasikan SUS3 merupakan indikator yang tidak valid. Mempertimbangkan
pentingnya keberadaan SUS3 sebagai refleksi dari keberlanjutan pariwisata di kawasan ini, diputuskan untuk mempertahankannya dengan terlebih dahulu mengeliminasi kata kearifan dari deskripsi sehingga SUS3 merupakan deskripsi dari "Terlindunginya nilai-nilai budaya lokal". Memperhatikan kuesioner penelitian telah tersusun oleh indikator-indikator yang valid dan variabel laten yang reliabel, maka pengumpulan data dapat dilakukan.
Responden pada penelitian ini didominasi oleh responden berjenis kelamin laki-laki sejumlah 163 orang (±90.6 persen). Pada karakteristik umur dan tingkat pendidikan, sebagian besar responden berada pada kategori umur 31 - 40 tahun dengan tingkat pendidikan SMA ke atas hingga pascasarjana teramati berjumlah 73.4 persen. Responden yang berpendidikan SD atau SMP teramati sebesar
-
26.1 persen; dan seorang responden menyatakan dirinya tidak bersekolah.
Dilihat dari karakteristik jenis pekerjaan responden, responden yang bekerja di sektor swasta, sebagai wirausaha, atau sebagai petani/nelayan menduduki posisi tiga besar masing-masing dengan persentase 32.2 persen, 23.9 persen, dan 15.0 persen. Seperempat dari total responden juga menyatakan dirinya aktif sebagai perangkat desa. Memperhatikan bahwa responden didominasi oleh mereka yang berpendikan SMA ke atas, berada pada kelompok umur 30 – 40 tahun, berusaha atau bekerja di sektor swasta, dan sebagian merupakan perangkat desa; maka bisa disimpulkan penilaian mereka mengenai ketiga dimensi keberlanjutan pariwisata di kawasan pesisir Kecamatan Mengwi dan dampak yang ditimbulkan bisa dipercaya dan persepsi mereka layak dianalisis menggunakan model seperti terlihat pada gambar 2.
Tabel 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Laten pada Model
Variabel Laten |
Indikator |
Nilai ρ Nilai α | ||
Cronbach Korelasi |
Bila Dieliminasi | |||
Kode |
Item Pernyataan (Diringkas) | |||
Manfaat Ekonomi |
ECO1 |
Partisipasi pada penentuan lokasi usaha |
0.576 |
0.703 |
α = 0.756 |
ECO2 |
Adanya pelatihan kepariwisataan |
0.533 |
0.718 |
ECO3 |
Partisipasi pada aktivitas pariwisata |
0.425 |
0.736 | |
ECO4 |
Bertambahnya pasar dari produk pertanian |
0.406 |
0.743 | |
ECO5 |
Bertambahnya kesempatan kerja |
0.411 |
0.741 | |
ECO6 |
Bertambahnya pendapatan |
0.583 |
0.708 | |
ECO7 |
Meningkatnya daya beli keluarga |
0.439 |
0.734 | |
Manfaat Sosial |
SOC1 |
Sekehe kesenian semakin aktif |
0.375 |
0.636 |
Budaya |
SOC2 |
Aktivitas pariwisata tidak mengganggu |
0.303 |
0.658 |
α = 0.670 |
SOC3 |
Areal yang disucikan semakin terjaga |
0.450 |
0.615 |
SOC4 |
Arsitektur Bali semakin terlindungi |
0.366 |
0.640 | |
SOC5 |
Kriminalitas berkurang |
0.426 |
0.620 | |
SOC6 |
Pelestarian kesenian lokal meningkat |
0.446 |
0.616 | |
SOC7 |
Tidak terjadi komodifikasi |
0.307 |
0.654 | |
Manfaat Terhadap |
ENV1 |
Lingkungan di desa semakin lestari |
0.741 |
0.859 |
Lingkungan |
ENV2 |
Jumlah sarana/prasarana umum bertambah |
0.754 |
0.858 |
α = 0.884 |
ENV3 |
Kualitas sarana/prasarana umum meningkat |
0.714 |
0.865 |
ENV4 |
Kawasan pesisir desa semakin tertata |
0.723 |
0.862 | |
ENV5 |
Pelestarian lingkungan semakin giat |
0.605 |
0.876 | |
ENV6 |
Proteksi lahan produktif semakin baik |
0.585 |
0.885 | |
ENV7 |
Sampah dan limbah semakin terkelola |
0.662 |
0.869 | |
Dampak |
IMP1 |
Pariwisata sebagai sumber perekonomian |
0.411 |
0.768 |
Pariwisata |
IMP2 |
Persaingan usaha ekonomi bisa dihadapi |
0.634 |
0.604 |
α = 0.763 |
IMP3 |
Meningkatnya harga barang & properti |
0.456 |
0.745 |
IMP4 |
Meningkatnya pertukaran informasi |
0.407 |
0.749 | |
IMP5 |
Pariwisata meningkatkan kesejahteraan |
0.624 |
0.709 |
IMP6 IMP7 |
Pariwisata meningkatkan kualitas hidup Pariwisata dapat diterima masyarakat |
0.611 0.391 |
0.715 0.752 | |
Keberlanjutan |
SUS1 |
Manfaat pariwisata bagi masyarakat meningkat |
0.385 |
0.718 |
Pariwisata |
SUS2 |
Meningkatnya pelayanan publik |
0.393 |
0.716 |
α = 0.735 |
SUS3 |
Terlindunginya nilai kearifan budaya lokal |
0.218 |
0.751 |
SUS4 |
Terjaganya kebersihan/kelestarian lingkungan |
0.660 |
0.651 | |
SUS5 |
Terjaganya keaslian bentang alam |
0.578 |
0.668 | |
SUS6 |
Pemahaman kepariwisataan masyarakat meningkat |
0.394 |
0.717 | |
SUS7 |
Meningkatnya kontrol masyarakat |
0.527 |
0.686 |
Sumber: Data Primer (2017), Dianalisis
-
3.3 Model Persamaan Struktural
Mencermati hasil uji validitas dan reliabilitas pada Tabel 1 yang menjustifikasi kelima variabel laten pada model gambar 2 telah terefleksikan secara layak, maka operasionalisasi dari SEM yang dikembangkan pada penelitian ini dapat dilakukan seperti terlihat pada gambar 3. Pada gambar tersebut, masing-masing variabel laten direfleksikan oleh tujuh indikator. Bila variabel laten ξj direfleksikan pada p indikator, maka formulasi untuk indikator reflektif xi bisa dinyatakan dalam persamaan (1) dengan pj menyatakan jumlah indikator dari variabel laten ke-j, dan q menyatakan jumlah variabel laten pada model (Hair et al., 2014):
xi = γ0j + γ1j ξj + i ; i = 1, · · · , pj ; j = 1, · · · , q (1)
Gambar 3. Model Operasional Penelitian
Pada terminologi SEM, persamaan (1) disebut persamaan model pengukuran atau measurement model - submodel dari SEM yang mendeskripsikan hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya. Bila ξ dan η masing-masing menyatakan variabel laten eksogen dan endogen, maka hubungan linier dari ηq sebagai fungsi dari ξ1,…, ξk dapat diekspresikan sebagai:
ηq = γ0 + γ1 ξ1 + · · · + γi ξi
+ ζq. (2)
Menggunakan AMOS sebagai alat analisis, SEM yang dibangun dioperasionalisasikan seperti terlihat pada gambar 3:
Tabel 2. Hasil Analisis Uji Multivariate Normal
Indikator |
Uji D'Agostino-Pearson |
Uji Jarque-Bera | ||
Nilai p |
Statistik LM | |||
2 Statistik K |
Nilai p | |||
ECO1 |
0.863 |
0.650 |
0.928 |
0.629 |
ECO2 |
0.337 |
0.845 |
0.342 |
0.843 |
ECO3 |
0.657 |
0.720 |
0.787 |
0.675 |
ECO4 |
1.047 |
0.592 |
1.084 |
0.582 |
ECO5 |
2.337 |
0.311 |
1.798 |
0.407 |
ECO6 |
1.155 |
0.561 |
1.137 |
0.566 |
ECO7 |
1.253 |
0.535 |
1.148 |
0.563 |
SOC1 |
2.746 |
0.253 |
2.032 |
0.362 |
SOC2 |
0.863 |
0.650 |
0.925 |
0.630 |
SOC3 |
4.361 |
0.113 |
3.016 |
0.221 |
SOC4 |
0.408 |
0.815 |
0.556 |
0.757 |
SOC5 |
1.211 |
0.546 |
1.309 |
0.520 |
SOC6 |
0.240 |
0.887 |
0.397 |
0.820 |
SOC7 |
0.240 |
0.887 |
0.398 |
0.820 |
ENV1 |
0.749 |
0.688 |
0.778 |
0.678 |
ENV2 |
1.192 |
0.551 |
1.155 |
0.561 |
ENV3 |
2.257 |
0.324 |
1.717 |
0.424 |
ENV4 |
0.273 |
0.872 |
0.393 |
0.823 |
ENV5 |
0.695 |
0.706 |
0.786 |
0.675 |
ENV6 |
1.705 |
0.426 |
1.579 |
0.454 |
ENV7 |
1.202 |
0.548 |
1.146 |
0.564 |
IMP1 |
0.918 |
0.632 |
1.006 |
0.605 |
IMP2 |
1.172 |
0.558 |
1.141 |
0.565 |
IMP3 |
0.256 |
0.880 |
0.401 |
0.818 |
IMP4 |
2.495 |
0.287 |
2.145 |
0.342 |
IMP5 |
0.484 |
0.785 |
0.610 |
0.737 |
IMP6 |
0.882 |
0.643 |
0.788 |
0.674 |
IMP7 |
0.656 |
0.720 |
0.759 |
0.684 |
SUS1 |
0.620 |
0.734 |
0.733 |
0.693 |
SUS2 |
1.298 |
0.523 |
1.179 |
0.555 |
SUS3 |
0.861 |
0.650 |
0.924 |
0.630 |
SUS4 |
0.484 |
0.785 |
0.610 |
0.737 |
SUS5 |
0.783 |
0.676 |
0.905 |
0.636 |
SUS6 |
1.604 |
0.448 |
1.388 |
0.500 |
SUS7 |
0.404 |
0.817 |
0.553 |
0.758 |
Sumber: Hasil Analisis Data, 2017 |
Tahap pertama dalam menganalisis model penelitian ini adalah mengevaluasi kenormalan matriks data. Salah satu uji yang bisa diaplikasikan adalah statistik D'Agostino-Pearson K2 dan statistik Jarque-Bera LM (DeCarlo, 1997). Hasil analisis menunjukkan seluruh indikator memiliki nilai p dari statistik K2 dan LM tidak nyata pada taraf signi kansi (α) = 5% (lihat Tabel 2). Berdasarkan fakta ini, bisa disimpulkan matriks data telah menyebar multivariate normal merujuk pendapat Hox (1998) yang menyatakan asumsi multivariate normal terpenuhi bila lebih dari setengah jumlah indikator menyebar normal (p > 0.05).
Setelah matriks data terverivikasi normal, analisis sub-model pengukuran yang merepresentasikan kausalitas antara variabel laten dengan indikator-indikator reflektifnya dilakukan. Pada SEM berbasis peragam, analisis ini selalu dilakukan dengan menetapkan regression weight dari salah satu indikator bernilai 1 agar model teridentifikasi. Melalui pengaturan jumlah bootstrap = 200 seperti dianjurkan Bollen (2002), hasil analisis untuk sub-model pengukuran menggunakan AMOS ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Uji Sub-Model Pengukuran
Hubungan Kausal |
Regression Weight |
Simp. Baku |
Critical Ratio |
p Value |
Standard. Weight |
ECO1 ← ECO |
0.921 |
0.135 |
6.811 |
0.000 |
0.597 |
ECO2 ← ECO |
1.064 |
0.156 |
6.805 |
0.000 |
0.570 |
ECO3 ← ECO |
0.805 |
0.123 |
6.553 |
0.000 |
0.564 |
ECO4 ← ECO |
0.927 |
0.137 |
6.771 |
0.000 |
0.564 |
ECO5 ← ECO |
0.902 |
0.105 |
8.558 |
0.000 |
0.717 |
ECO6 ← ECO |
1.035 |
0.111 |
9.335 |
0.000 |
0.780 |
ECO7 ← ECO |
1.000 |
— |
— |
— |
0.726 |
SOC1 ← SOC |
1.000 |
— |
— |
— |
0.590 |
SOC2 ← SOC |
1.076 |
0.162 |
6.640 |
0.000 |
0.617 |
SOC3 ← SOC |
0.991 |
0.162 |
6.102 |
0.000 |
0.570 |
SOC4 ← SOC |
1.204 |
0.173 |
6.945 |
0.000 |
0.695 |
SOC5 ← SOC |
1.162 |
0.194 |
6.005 |
0.000 |
0.577 |
SOC6 ← SOC |
1.214 |
0.175 |
6.927 |
0.000 |
0.718 |
SOC7 ← SOC |
1.136 |
0.180 |
6.318 |
0.000 |
0.645 |
ENV1 ← ENV |
1.562 |
0.210 |
7.419 |
0.000 |
0.811 |
ENV2 ← ENV |
1.523 |
0.210 |
7.252 |
0.000 |
0.865 |
ENV3 ← ENV |
1.484 |
0.204 |
7.284 |
0.000 |
0.868 |
ENV4 ← ENV |
1.204 |
0.188 |
6.416 |
0.000 |
0.624 |
ENV5 ← ENV |
0.962 |
0.161 |
5.981 |
0.000 |
0.556 |
ENV6 ← ENV |
1.208 |
0.207 |
5.826 |
0.000 |
0.531 |
ENV7 ← ENV |
1.000 |
— |
— |
— |
0.553 |
IMP1 ← IMP |
1.000 |
— |
— |
— |
0.420 |
IMP2 ← IMP |
0.754 |
0.171 |
4.419 |
0.000 |
0.503 |
IMP3 ← IMP |
0.813 |
0.216 |
3.758 |
0.000 |
0.360 |
IMP4 ← IMP |
0.825 |
0.177 |
4.656 |
0.000 |
0.574 |
IMP5 ← IMP |
1.140 |
0.222 |
5.125 |
0.000 |
0.728 |
IMP6 ← IMP |
1.087 |
0.216 |
5.022 |
0.000 |
0.684 |
IMP7 ← IMP |
0.799 |
0.174 |
4.585 |
0.000 |
0.568 |
SUS1 ← SUS |
1.000 |
— |
— |
— |
0.613 |
SUS2 ← SUS |
0.830 |
0.137 |
6.068 |
0.000 |
0.551 |
SUS3 ← SUS |
0.953 |
0.149 |
6.387 |
0.000 |
0.597 |
SUS4 ← SUS |
1.191 |
0.171 |
6.978 |
0.000 |
0.688 |
SUS5 ← SUS |
1.303 |
0.191 |
6.839 |
0.000 |
0.674 |
SUS6 ← SUS |
1.016 |
0.175 |
5.805 |
0.000 |
0.547 |
SUS7 ← SUS |
1.052 |
0.158 |
6.650 |
0.000 |
0.652 |
Sumber: Hasil Analisis Data, 2017
Tabel 3 memperlihatkan seluruh nilai regression weight, kecuali 5 nilai yang
ditetapkan sebesar 1.000, memiliki nilai p < 0.05, yang menunjukkan masing-masing variabel laten terbukti signifikan memengaruhi indikator-indikatornya. Mencermati hal ini, seluruh indikator dari kelima variabel laten layak dipertahankan pada analisis sub-model struktural yang mendeskripsikan hubungan korelasional dan atau kausal antarvariabel laten pada SEM. Hasil analisis sub-model struktural diringkas pada Tabel 4:
Tabel 4. Hasil Analisis Uji Sub-Model Struktural
Jenis Hubungan: Korelasional | |||||
Variabel |
Hipo- |
Nilai Simp. |
Nilai |
Nilai | |
Laten |
tesis |
Peragam |
Baku |
p |
Korelasi |
ECO ↔ |
ENV H1 |
0.058 |
0.016 |
0.000 |
0.392 |
SOC ↔ |
ENV H2 |
0.077 |
0.017 |
0.000 |
0.685 |
ECO ↔ |
SOC H3 |
0.060 |
0.017 |
0.000 |
0.394 |
Jenis Hubungan: Kausal | |||||
Variabel |
Hipo- |
Regression Simp. |
Nilai Standard. | ||
Laten |
tesis |
Weight |
Baku |
p |
Weight |
ECO |
→ | ||||
IMP |
H4 |
0.182 |
0.077 |
0.017 |
0.203 |
ENV |
→ | ||||
IMP |
H5 |
0.365 |
0.139 |
0.009 |
0.299 |
SOC |
→ | ||||
IMP |
H6 |
0.544 |
0.169 |
0.001 |
0.456 |
IMP |
→ | ||||
SUS |
H7 |
0.747 |
0.173 |
0.000 |
0.826 |
Besaran Goodness of Fit Model
Nilai χ2 1143.859
Jumlah derajat bebas (df) 553.000
Rasio antara χ2 dengan df2.068
Root Mean Square Error Adjusted (RMSEA)0.078
Goodness of Fit Index (GFI)0.723
Sumber: Hasil Analisis Data, 2017
Sebelum dilakukan interpretasi dari kedua sub-model, seyogyanya kelayakan SEM dievaluasi. Pada SEM berbasis peragam, kelayakan model dinilai dengan memeriksa beberapa nilai fit index, diantaranya rasio nilai χ2/df, nilai RMSEA, dan nilai GFI (Iacobucci, 2010). Menurut Kline (2004), SEM dianggap `baik' bila rasio χ2/df ≤ 3 dan Iacobucci (2010, p.96-97) menyarankankan agar nilai GFI
mendekati 1 serta RMSEA mendekati 0. Memperhatikan nilai-nilai threshold ini, maka dapat disimpulkan dengan mencermati χ2/df < 3; nilai RMSEA = 0.078; dan GFI = 0.723; SEM yang dirancang untuk menjawab kedua tujuan penelitian cukup layak
diinterpretasikan.
Pada sub-model pengukuran, bertambahnya pendapatan masyarakat (ECO6) dan keluarga (ECO7), serta meningkatnya kesempatan kerja (ECO5) merupakan tiga indikator yang dipengaruhi dominan oleh dimensi Manfaat Ekonomi pariwisata di desa-desa pesisir di Kecamatan Mengwi. Indikator dengan standardized weight terkecil ditemui pada meningkatnya partisipasi masyarakat pada
aktivitas kepariwisataan (ECO3) serta bertambahnya potensi pasar bagi produk pertanian yang dihasilkan masyarakat (ECO4). Dominannya persepsi masyarakat mengenai peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja sebagai refleksi kemanfaatan pariwisata pada dimensi ekonomi sejalan dengan riset yang dilakukan peneliti lainnya (Kencana, 2014; Kencana and Manutami, 2017; Sebele, 2010). Pada dimensi sosial budaya, efek terbesar didemonstrasikan terhadap adanya upaya pelestarian kesenian lokal serta efek terkecil ditemukan terhadap proteksi pada areal yang disucikan masyarakat. Kedua hal ini tidak terlepas dari nilai-nilai ekonomis kesenian lokal serta tempat-tempat suci (pura) yang menjadi atraksi budaya bagi wisatawan. Meski memberikan manfaat, masyarakat desa harus bijaksana dalam memilih dan atau mengembangkan atraksi budaya yang berbasis kepada kesenian lokal di wilayahnya agar tidak terjadi komodifikasi nilai-nilai budaya. Wisatawan yang membentuk sisi permintaan pariwisata tidak bisa disalahkan, justru masyarakat yang membangun sisi penawaran pariwisata harus senantiasa bijaksana dalam menawarkan produk atau jasa wisata di wilayahnya (Picard, 2006).
Meningkatnya kualitas (ENV3) dan kuantitas (ENV2) sarana serta prasarana publik merupakan dua indikator yang dipengaruhi
dominan oleh persepsi masyarakat mengenai dampak pariwisata pada dimensi lingkungan. Indikator yang dipengaruhi terkecil adalah persepsi mengenai proteksi lahan produktif di lokasi penelitian (ENV6). Data BPS
menjustifikasi pendapat masyarakat tentang rendahnya proteksi lahan. Pada akhir tahun 2012, luas sawah di ketiga desa tercatat 994 ha, ± 21.6 persen dari total areal sawah di
Kecamatan Mengwi. Pada akhir tahun 2016, luas areal sawah di Desa Cemagi tersisa 979 ha; menurun 1.5 persen dari jumlah 4 tahun sebelumnya (BPS Kabupaten Badung, 2017b). Berkurangnya areal sawah lebih didorong karena kebutuhan areal permukiman akibat pertambahan jumlah penduduk, karena sebab alami maupun urbanisasi.
Dalam posisinya sebagai variabel-variabel laten eksogenus; manfaat ekonomi (ECO), manfaat sosial budaya (SOC), dan manfaat lingkungan (ENV) terbukti memiliki hubungan korelasional yang signifikan dengan koefisien korelasi terbesar dijumpai pada relasi SOC dengan ECO. Fakta ini menjustifikasi diterimanya ketiga hipotesis pertama (H1, H2,
-
4 SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Penelitian mengenai dampak dan keberlanjutan pariwisata pesisir dengan fokus penelitian di Desa Cemagi, Desa Munggu, dan Desa Pererenan di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, menyimpulkan:
-
1. Ketiga dimensi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan; dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dan dimensi lingkungan berpengaruh nyata terhadap persepsi masyarakat mengenai dampak dari aktivitas pariwisata yang berlangsung, dengan pengaruh terbesar berturut-turut diberikan oleh manfaat sosial budaya, disusul manfaat lingkungan, dan manfaat ekonomi;
-
2. Memerhatikan keterkaitan antardimensi, usaha untuk meningkatkan manfaat pada salah satu dimensi harus dilakukan
dan H3). Terhadap dampak pariwisata (IMP) dalam posisi variabel laten endogenus, ketiga dimensi juga terbukti mempengaruhi secara signifikan persepsi masyarakat tentang dampak pariwisata di wilayahnya dengan pengaruh terbesar diberikan oleh manfaat di bidang sosial budaya disusul oleh manfaat lingkungan dan ekonomi. Temuan ini menjustifikasi diterimanya hipotesis-hipotesis H4, H5, dan H6.
Tabel 3 memperlihatkan persepsi dampak pariwisata yang disebabkan oleh ketiga dimensi dominan terefleksikan pada adanya peningkatan kesejahteraan (IMP5) dan kualitas hidup (IMP6) masyarakat, masing-masing dengan standardized weight 0.728 dan 0.684. Dampak ini selanjutnya berpengaruh signifikan (H7 diterima) terhadap keberlanjutan pariwisata pesisir di ketiga desa yang terefleksikan secara dominan pada terjaganya kebersihan lingkungan (SUS4) dan bentang alam (SUS5) sebagai atribut dari destinasi pariwisata pesisir di kawasan ini.
dengan memperhatikan keterkaitannya pada dua dimensi lainnya;
-
3. Pada akhirnya, dampak pariwisata yang dipengaruhi oleh ketiga dimensi juga terbukti berpengaruh pada keberlanjutan pariwisata pesisir di Kabupaten Badung.
Berhubungan dengan temuan penelitian tentang dampak dan keberlanjutan pariwisata pesisir di Kabupaten Badung, direkomendasikan kepada para pemangku kepentingan di kabupaten ini untuk:
-
1. Menguatkan kapasitas masyarakat agar dapat berperan sebagai subyek pada aktivitas kepariwisataan yang berlangsung. Indikator pemahaman masyarakat tentang kepariwisataan (SUS6) yang direfleksikan terendah merupakan fakta empiris untuk memberikan pelatihan agar terjadi
peningkatan kompetensi anggota
masyarakat. Meningkatnya kapasitas
masyarakat secara langsung akan meningkatkan pula partisipasi mereka (ECO3) yang juga terefleksikan secara lemah oleh persepsi masyarakat tentang manfaat ekonomi pariwisata;
-
2. Meningkatkan rasa aman masyarakat dan wisatawan dengan mengoptimalkan peran pecalang desa dan meningkatkan kerjasama dengan kepolisian. Hal ini diperlukan mencermati angka kriminalitas (SOC5) merupakan refleksi dengan pengaruh terkecil dari dimensi sosial budaya masyarakat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Putu Suciptawati dan Made Susilawati di Laboratorium Statistika PS. Matematika UNUD dan G.K Gandhiadi di Laboratorium Komputasi PS.Matematika UNUD - yang memberikan masukan untuk penyempurnaan tulisan ini.
REFERENSI
K.A. Bollen. Latent variables in psychology and the social sciences. Annual Review of Psychological, 53: 605-634, 2002.
BPS. Bali Dalam Angka 2017. CV Bhinneka, 2017.
BPS Kabupaten Badung. Kabupaten Badung Dalam Angka 2017. CV Bhinneka Karya, 2017a.
BPS Kabupaten Badung. Kecamatan Mengwi Dalam Angka 2017. CV Bhinneka Karya, 2017b.
R.W. Butler. Tourism Area Life Cycle. Contemporary Tourism Reviews. Goodfellow Publishers Limited, Woodeaton, Oxford, 2011.
G.A. Churchill. A paradigm for developing better mea-sures of marketing constructs. Journal of Marketing Research, 16(1):64-73, 1979.
Lawrence T. DeCarlo. On the Meaning and Use of Kur-tosis. Pyschological Methods, 2(3):292-307, 1997.
DISPARDA Provinsi Bali. Statistik-Dinas Pariwisata, 2017. URL
http://www.disparda.baliprov.go. id/id/Statistik4.
Joseph F. Hair, Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham, and William C. Black. Multivariate Data Analysis with Readings. Prentice-Hall, Inc., 4th edition, 1995.
Joseph F. Hair, G. Tomas M. Hult, Christian M. Ringle, and Marko Sarstedt. A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). SAGE Publication Inc., 2014.
J. Henseler, C.M. Ringle, and R.R. Sinkovics. The use of partial least squares path modeling in inter-national marketing.
Advances in International Marketing,
20:277-319, 2009.
Hox. An Introduction to Structural Equation Mod-eling. Family Science Review, 11:354373, 1998.
D Iacobucci. Structural equations modeling: Fit Indices, sample size, and advanced topics. Journal of Consumer Psychology, 20(9098), 2010.
C.B. Jarvis, S.B. Mackenzie, and P.M. Podsako . A critical review of construct indicators and measurement model misspeci cation in marketing and con-sumer research. Journal of Consumer Research, 30: 199-218, 2003.
Eka N. Kencana. Partisipasi dan Keberlanjutan Eko-wisata: Aplikasi Model Persamaan Struktural pada Ekowisata di Kintamani. In Eka N. Kencana, G.K. Gandhiadi, Komang G. Sukarsa, Ketut Jayanegara, and N Widana, editors, Prosiding Seminar
Nasional Matematika, pages 343-352.
Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Udayana, November 2014.
Eka N. Kencana. Participation of Balinese Toward Tourism: Can Government and Tourism
Industries A ect Participation? In Agung Suryawan Wiranatha, Eka N. Kencana, Komang Gde Bendesa, Nyoman Darma Putra, and Oka Suryawardani, editors, International Tourism Conference: Promoting Cultural and Heritage Tourism, pages 393-402. Udayana University, 2016.
Eka N Kencana and T Manutami. Structural model to evaluate the e ect of participation and satis-faction on ecotourism sustainability. Journal of Physics: Conference Series,
893(1):012030, 2017. URL
http://stacks.iop.org/1742-6596/893/i= 1/a=012030.
R.B. Kline. Principles and Practice of Structural Equa-tion Modeling. Guildford, New York, 2004.
A. Leksakundilok. Ecotourism and Communitybased Ecotourism in the Mekong Region. Working Paper No. 10, University of Sidney, 2004.
P.E Murphy. Tourism: A Community
Approach. Methuen & Co. Ltd., 1985.
World Tourism Organisation. Sustainable Tourism for Development Guidebook. UNWTO, 2013.
David X. Peng and Fujun Lai. Using partial least squares in operations management research:
A prac-tical guideline and summary of past research. Jour-nal of Operation Management, 30:467-480, 2012.
Michel Picard. Bali: Cultural Tourism and Tourism Culture. PT Gramedia, Jakarta, 2006.
M. Sarstedt, C.M. Ringle, and S.P. Gudergan. Guidelines for treating unobserved heterogeneity in tourism research: A
comment on marques and reis (2015). Annals of Tourism Research, 2015.
L.S. Sebele. Community-based tourism ventures, bene ts and challenges: Khama Rhino Sanctuary Trust, Central District, Botswana. Tourism Management, 31:136-146, 2010.
121
Discussion and feedback