POSTUR KERJA DENGAN KEJADIAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PERAJIN TANAH LIAT

Kadek Trimayunika Julia1*, Ni Putu Gita Karunia Sarawati2, Ni Wayan Tianing3, Made Hendra Satria Nugraha4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 3Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 3 Juli 2021 | Diterima: 13 Juli 2022 | Diterbitkan: 5 Mei 2022

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2022.v10.i02.p08

ABSTRAK

Pendahuluan: Tuntutan tugas di tempat kerja khususnya pada sektor industri, mengharuskan pekerja untuk bekerja dalam kondisi yang buruk dan dilakukan secara berulang. Hampir 60-70% perajin tanah liat menggunakan tenaga fisik dan sekitar 80% pada proses pembentukan dilakukan dalam posisi duduk. Aktivitas ini diidentifikasi memiliki risiko yang besar memicu timbulnya keluhan musculoskeletal. Posisi tidak alamiah tubuh ketika bekerja seperti punggung yang cenderung membungkuk dan posisi tubuh menjauhi pusat gravitasi tubuh dapat meningkatkan risiko munculnya keluhan pada otot dan tulang atau sering disebut musculoskeletal disorders (MSDs). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara postur kerja dengan kejadian MSDs pada perajin tanah liat di Desa Pejaten, Tabanan.

Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan desain observasional analitik. Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 52 orang berdasarakan hasil kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara, untuk mengetahui tingkat keluhan musculoskeletal responden menggunakan kuisioner Nordic Body Maps (NBM) dan risiko postur kerja menggunakan analisa Rapid Entire Body Assessment (REBA).

Hasil: Uji hipotesis yang digunakan adalah Somer’s D untuk mengalisa hubungan postur kerja dengan MSDs. Diperoleh nilai p=0,021 atau p<0,05.

Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan keluhan musculoskeletal pada perajin tanah liat di Desa Pejaten Tabanan.

Kata Kunci: postur kerja, musculoskeletal disorder, perajin tanah liat

PENDAHULUAN

Kementrian Perindustrian Republik Indonesia saat ini fokus dalam mengembangkan industri kecil menengah produksi gerabah, karena dinilai memiliki peluang besar. Hal ini dilihat dari hasil produk keramik dan gerabah Indonesia yang sudah mampu bersaing hingga tingkat internasional. dibuktikan dengan pencapaian ekspor yang melampaui USD 25,4 juta pada tahun 2018. Pencapaian ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya yakni USD 25,2 juta.1Gerabah merupakan alat atau perkakas yang berbahan baku tanah liat kemudian dibentuk dan dibakar pada suhu 8000 C - 9000 C untuk dijadikan alat yang bernilai guna dalam kehidupan sehari-hari dan umunya berwarna merah seperti genteng dan bata. Bahan baku utama dalam pembuatan gerabah adalah tanah liat atau lempung. Lempung dapat diperoleh dari tempat-tempat tertentu, misalnya di pinggir sungai atau di pegunungan.2,3

Proses pengolahan hingga menjadi gerabah melewati beberapa proses atau tahapan, tahapan tersebut persiapan, pengolahan bahan baku, pembentukan, tahap pengeringan, pembakaran dan terakhir finishing. Proses pembuatan gerabah atau olahan tanah liat tersebut hampir 60-70% pekerjaan menggunakan tenaga fisik dan hampir 80% pada proses pembentukan dilakukan dalam posisi duduk dan aktivitas ini diidentifikasi memiliki risiko yang besar memicu timbulnya keluhan musculoskeletal.4 Musculoskeletal disorder (MSDs) terkait pekerjaan adalah segala jenis gangguan dalam fungsi otot, tulang, tendon dan juga persendian yang biasanya dirasakan jangka waktu yang lama dan melibatkan kinerja yang berulang atau repetitive.5 Beberapa masalah yang sering dijumpai pada perajin tanah liat adalah sakit atau nyeri pada bagian tangan, diikuti nyeri pada bagian bahu, leher belakang, punggung hingga ke kaki. MSDs adalah fenomena multifaktorial yang merupakan hasil dari berbagai faktor risiko, salah satunya adalah postur tubuh yang kurang baik, bahkan dalam situasi yang baik, posisi statis dalam waktu yang lama dapat meningkatkan kerusakan.6 Postur kerja didefinisikan sebagai posisi dan kondisi tubuh atau bagian tubuh selama pekerjaan berlangsung. Ketika bekerja dengan postur janggal atau postur kerja yang tidak alamiah maka tubuh akan membutuhkan energi yang lebih besar. Hal ini diakibatkan energi yang diterima jaringan rangka dari otot yang tidak efisien sehingga meningkatkan risiko kelelahan. Selain itu bekerja dengan mempertahan kerja otot statis yang cukup lama dapat mengakibatkan terjadinya penyumbatan aliran darah. Penyumbatan tersebut menyebabkan tubuh kekurangan O2 dan glukosa pada darah. Terjadi penumpukkan sisa metabolise berupa asam laktat akibat

terganggunya aliran darah yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri dan memberikan pembebanan pada tendon dan otot yang menyebabkan lebih cepat rasa lelah dan memungkinkan munculnya keluhan musculoskeletal.7,8

Gangguan musculoskeletal terkait dengan pekerjaan seringkali terjadi pada sektor informal. Para ahli dari Asia-Pasifik yang berada di Tokyo menyatakan gangguan musculoskeletal terkait pekerjaan merupakan salah satu ancaman besar bagi pertumbuhan ekonomi dan juga produktivitas perusahaan. Tercatat prevalensi Gangguan musculoskeletal secara global berada pada rentang 14%-42%.9 Angka kejadian ini terus meningkat sejak 2012. Berdasarkan jumlah kejadian yang dilaporkan, diketahui sebanyak 32% merupakan kasus cedera musculoskeletal yang diakibatkan dari aktivitas kerja. World Health Organization (WHO) menyebutkan penyakit akibat kerja yang terjadi pada negara-negara berkembang, mengakibatkan jumlah kematian mencapai lebih dari 12 juta penduduk dalam rentang waktu 1 tahun. Berdasarkan jumlah tersebut, lebih dari sebagian dialami oleh pekerja dari sektor informal. Hal ini diakibatkan karena sektor informal tidak memiliki perlindungan terkait dengan kesehatan dan keselamatan bagi pekerjanya.10

Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai gangguan muskuloskeletal terkait dengan pekerjaan masih menjadi alasan utama seseorang kehilangan waktu bekerja, meningkatkan biaya untuk kesehatan, dan kesakitan tenaga kerja di negara-negara industri. Kerajinan tangan merupakan salah satu industri yang memiliki prevalensi keluhan muskuloskeletal yang masih tinggi.11 Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik meneliti lebih jauh hubungan postur kerja dengan kejadian MSDs pada perajin tanah liat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan risiko kerja terhadap kejadian MSDs pada perajin tanah liat di Desa Pejaten, Tabanan, Bali.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan pendekatan cross sectional yakni pengumpulan data yang dilakukan sekali dalam waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan di Desa Pejaten, Tabanan, Bali dengan waktu penelitian dengan waktu penelitian pada bulan Desember 2020-Januari 2021. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 52 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik non probability yaitu consecutive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah perajin gerabah yang bekerja lebih dari 5 tahun, perajin perempuan yang berusia 30-55 tahun, bersedia mengikuti penelitian dan mengisi informed consent. Serta kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah perajin yang memiliki riwayat post cedera tulang belakang, tangan dan kaki.

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah keluhan musculoskeletal yang akan diukur dengan menggunakan kuisioner Nordic Body Map (NBM). Tingkat keluhan responden diketahui melalui wawancara dan keparahan keluhan diukur menggunakan VAS. Sedangkan variabel independent dalam penelitian ini adalah postur kerja dari perajin, tingkat risiko postur kerja analisa menggunakan lembar Rapid Entire Body Assessment (REBA). Analisa REBA dilakukan dengan cara melakukan dokumentasi berupa foto terlebih dahulu kemudian dari foto tersebut peneliti mengetahui seberapa sudut yang dibentuk oleh tubuh hingga akhirnya mendapatkan skor akhir REBA.

Proses analisis data memanfaatkan perangkat lunak SPSS, analisis data yang dilakukan antara lain analisis univariat yakni bertujuan mengetahui karakteristik sampel dan analisis bivariat guna mengetahui hubungan dari variabel dependent dan independent dengan menggunakan uji Somers D. Uji Somers D adalah salah satu dari beberapa uji Non parametrik yang melihat hubungan 2 variabel ordinal yang ditampilkan dalam tabel kontingensi atau tabel silang.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik

Frekuensi (n=52)

Persentase (%)

Masa kerja

≥ 20 tahun

28

53,8

< 20 tahun

24

46,2

Usia

≥ 35 tahun

44

84,6

< 35 tahun

8

5,4

Risiko Postur Kerja

a. Tidak berarti

0

0

b. Rendah

13

25,0

c. Sedang

33

63,5

d. Tinggi

6

11,5

e. Sangat tinggi

0

0

Keluhan MSDs

a. Ringan

21

40,4

b. Sedang

27

51,9

c. Tinggi

4

7,7

d. Sangat tinggi

0

0

Berdasarkan Tabel 1. hasil penelitian menunjukkan sampel penelitian didominasi oleh pekerja dengan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 28 orang (53,8%) kemudian sampel dengan masa kerja kurang dari 20 tahun yakni berjumlah 24 orang (46,2%). Berdasarkan distribusi usia hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel mayoritas berusia ≥ 35 tahun berjumlah 44 orang (84,6%) sedangkan pekerja dengan usia di bawah 35 tahun berjumlah 8 orang (15,4%). Karakteristik berdasarkan risiko postur kerja menunjukkan bahwa postur kerja sampel paling banyak berada pada tingkat risiko sedang yakni sebanyak 33 orang (63,5%) selanjutnya diikuti oleh sampel dengan postur kerja risiko rendah yakni 13 orang (25,0%), risiko tinggi 6 orang (11,5%) dan untuk risiko tidak berarti dan sangat tinggi berjumlah 0. Kemudian distribusi berdasarkan keluhan musculoskeletal,hasl penelitian menunjukkan sampel lebih banyak

mengalami keluhan sedang sebanyak 27 orang (51,9%), kemudian keluhan ringan sebanyak 21 orang (40,4%), tingkat keluhan tinggi sebanyak 4 orang (7,7%) dan keluhan sangat tinggi berjumlah 0.

Tabel 2. Distribusi Nyeri Pada Bagian Tubuh

Merasakan keluhan

Bagian Tubuh             Tidak           Ya

%

N

%

N

0

Leher Atas

45,1

24

54,9

28

1

Leher Bawah

35,3

19

64,7

33

2

Bahu Kiri

51,0

27

49,0

25

3

Bahu Kanan

33,3

18

66,7

34

4

Lengan Atas Kiri

70,6

37

29,4

15

5

Punggung

60,8

32

39,2

20

6

Lengan Atas Kanan

68,6

36

31,4

16

7

Pinggang

43,1

23

56,9

29

8

Pantat

70,6

37

29,4

15

9

Bawah Pantat

82,4

43

17,6

9

10

Siku Kiri

76,5

40

23,5

12

11

Siku Kanan

68,6

36

31,4

16

12

Lengan Bawah Kiri

74,5

39

25,5

13

13

Lengan Bawah Kanan

54,9

29

45,1

23

14

Pergelangan Tangan Kiri

72,5

38

27,5

14

15

Pergelangan Tangan Kanan

60,8

32

39,2

20

16

Tangan Kiri

72,5

38

27,5

14

17

Tangan Kanan

80,4

42

19,6

10

18

Paha Kiri

72,5

38

27,5

14

19

Paha Kanan

62,7

33

37,3

19

20

Lutut Kiri

70,6

37

29,4

15

21

Lutut Kanan

72,5

38

27,5

14

22

Betis Kiri

70,6

37

29,4

15

23

Betis Kanan

66,7

35

33,3

17

24

Pergelangan Kaki Kiri

84,3

44

15,7

8

25

Pergelangan Kaki Kanan

80,4

42

19,6

10

26

Kaki Kiri

84,3

44

15,7

8

27

Kaki Kanan

92,2

48

7,8

4

Tabel 2. menunjukkan distribusi keluhan musculoskeletal yang dirasakan pada bagian tubuh sampel. Keluhan paling banyak dirasakan pada bagian bahu kanan sebanyak 34 orang (66,7%), kemudian sebanyak 33 orang (64,7%) pada bagian leher bawah, sebanyak 29 orang (56,9%) pada daerah pinggang dan sebanyak 28 orang (54,9%) pada bagian leher atas. Tahapan pengolahan tanah liat menjadi gerabah lebih banyak melibatkan kerja dari ekstremitas atas sehingga pada penelitian ini keluhan lebih dominan dirasakan pada ekstremitas atas. Meski demikian, keluhan juga dirasakan oleh pengrain pada ekstremitas bawah namun dalam jumlah yang kecil. Keluhan pada kaki kanan sebanyak 4 orang (78%), keluhan pada pergelangan kaki kiri sebanyak 8 orang (15,7%) dan keluhan pada kaki kiri sebanyak 8 orang (15,7%).

Proses pembentukan dalam pengolahan tanah liat dilakukan oleh pengrajin dengan posisi duduk. Pengrajin dalam penelitian ini menghabiskan 5-6 jam waktu bekerja dengan posisi yang sama dan posisi ini dilakukan berulang setiap harinya. Bekerja dengan posisi duduk memberikan keuntungan pada ekstremitas bawah atau bagian kaki. Bekerja dengan sikap duduk dapat memberikan keuntungan seperti mengurangi pemakaian energi dan beban statis pada kaki. Meski memberi dampak yang baik ketika bekerja, bekerja dengan posisi duduk juga dapat menimbulkan keluhan pada kaki. Hal ini dikarenakan pada saat duduk terjadi penekanan otot kaki sehingga menyebabkan berkurangnya kemampuan aliran balik vena. Berkurangnya kemampuan aliran balik vena mengakibatkan aliran darah dari ekstremitas bawah ke jantung menjadi tidak efisien, pada akhirnya akan memimbulkan keluhan pada ekstremitas bawah.12

Tabel 3. Hasil Uji Somer’s D

Risiko postur

Keeratan

Keluhan musculoskeletal                    Total        p

Hubungan

Ringan      Sedang       Tinggi     Sangat tinggi

Tidak berarti Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Total

0 (0%)         0 (0%)         0 (0%)           0 (0%)            0 (0%)

9 (17,3%)     4 (7,7%)       0 (0%)          0 (0%)         13 (25%)

10 (19,2%) 20 (38,5%)     3 (5,7%)         0 (0%)        33 (63,5%)

2 (3,9%)      3 (5,7%)       1 (2%)          0 (0%)         6 (11,5%)    0,021      0,306

0 (0%)         0 (0%)         0 (0%)           0 (0%)            0 (0%)

21 (40,4%) 27 (51,9%)    4 (7,7%)        0 (0%)        52 (100%)

Tabel 3. menunjukkan distribusi keluhan musculoskeletal berdasarkan risiko postur kerja yang dialami responden yakni postur kerja rendah dengan jumlah responden yang mengalami keluhan ringan sebanyak 9 orang (17,3%) dan keluhan sedang sebanyak 4 orang (7,7%). Sedangkan responden dengan risiko postur kerja sedang yang mengalami keluhan musculoskeletal ringan sebanyak 10 orang (19,2%), kemudian tingkat keluhan sedang 20 orang (38,5%) dan tingkat keluhan tinggi sebanyak 3 orang (5,7%). Kemudian sampel dengan risiko postur kerja tinggi mengalami keluhan muskuloskelatal ringan sebanyak 2 orang 9 (3,9%), keluhan sedang sebanyak 3 orang (5,7%) dan keluhan tinggi sebanyak 1 orang (2%).

Berdasarkan hasil analisa uji Somer’s D didapatkan nilai p= 0,021 yang menunjukkan nilai p < 0,05. Apabila nilai p < 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan keluhan musculoskeletalpada responden. Dengan nilai keeratan hubungan berada pada rentang 0,306 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tingkat keeratan hubungan variabel lemah.

DISKUSI

Karakteristik Sampel

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020 - Januari 2021 bertempat di Desa Pejaten, Tabanan, Bali. Penelitian ini melibatkan perajin tanah liat dengan jumlah sampel sebanyak 52 orang. Rentang usia sampel dalam penelitian ini adalah dari 25-50 tahun, dan didominasi oleh pekerja yang berusia diatas 35 tahun yakni 84,6%. Menurut Chaffin, et al dalam Putri, 2019 mengatakan umumnya keluhan otot rangka mulai dirasakan antara usia 25 hingga 55 tahun. Seiring bertambahnya usia individu mengalami penurunan massa otot, mengalami penurunan elastisitas dari jaringan ikat dan mengalami penipisan pada tulang rawan yang terdapat diantara persendian. Penyembuhan jaringan juga mengalami penurunan seiring bertambahnya usia, sementara secara bersamaan tubuh juga mengalami kerusakan yang sudah terakumulasi sejak lama pada jaringan lunak lama.11 Ketika usia mencapai lebih dari 30 tahun seseorang akan mengalami penurunan cairan , regenerasi jaringan menjadi jaringan parut, dan mengalami kerusakan jaringan. Hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan stabilitas pada pada tulang dan otot. Dengan semakin bertambahnya usia maka risiko terjadi penurunan elastisitas tulang akan semakin tinggi sehingga akan memicu timbulnya gejala.13

Mayoritas pekerja bekerja lebih dari 20 tahun yakni sebanyak 28 orang (53,8%). Sedangkan untuk pekerja yang bekerja kurang dari 20 tahun sebanyak 24 orang (46,2%). Salah satu faktor yang memengaruhi keluhaan muskuloskeletal adalah masa kerja, terutama pada pekerja yang menggunakan kekuatan yang besar ketika bekerja memiliki risiko yang lebih tinggi.13 MSDs adalah penyakit yang memerlukan waktu lama untuk berkembang hingga muncul gejala. Sehingga semakin lama seseorang melakukan pekerjaan atau semakin lama seseorang terpapar faktor risiko yang memicu timbulnya keluhan musculoskeletal maka semakin besar juga risiko seseorang mengalami keluhan musculoskeletal. Aktivitas yang dilakukan jangka waktu yang panjang dan terus menerus akan menimbulkan keluhan. Tekanan fisik yang terjadi dalam kurun waktu tertentu akan menyebabkan berkurangnya kinerja dari otot hal tersebbut disebabkan karena tekanan tersebut terakumulasi terus menerus sehingga menyebabkan memburuknya kondisi kesehatan.14

Hubungan Postur Kerja dengan Kejadian MSDs

Hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji somers d diperoleh nilai Sig = 0,021 (Sig < 0,05) yang artinya terdapat hubungan signifikan antara postur kerja dengan keluhan musculoskeletal pada perajin tanah liat di Desa Pejaten Tabanan. Dengan nilai kekuatan hubungan 0,306 dapat diinterpretasikan sebagai kekuatan hubungan yang lemah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Evadarianto & Dwiyanti (2017) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara postur kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja manual handling dengan nilai koefisien korelasi spearman 0,770.15 Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Andriani et al., (2020) menujukkan adanya hubungan yang signifikan antara postur kerja dengan munculnya MSDs pada penjahit dengan p-value 0,027. Hal ini dikarenakan pada saat bekerja, pekerja menggunakan postur kerja yang statis. Ketika tubuh dalam keadaan statis maka terjadi penyumbatan aliran darah sehingga mengakibatkan berkurangannya jumlah oksigen dan glukosa darah. Selain itu, posisi statis juga mengakibatkan penumpukan sisa meabolisme seperti asam laktat akibat terganggunya aliran darah.9

Nilai kekuatan hubungan dalam penelitian ini lemah, hal tersebut dipicu oleh beban yang kerja yang diambil masih tergolong ringan. Keluhan akan muncul dan semakin meningkat ketika otot menerima beban berlebih secara terus menerus dan dalam durasi lama. Keluhan berkurang dan bahkan tidak terjadi ketika kontraksi otot terjadi 15-20% dari kekuatan otot maksimal. Jika kekuatan otot yang digunakan melebihi 20% dapat mengakibatkan aliran darah ke otot berkurang sehingga menurunkan suplai oksigen yang akhirnya menimbulkan timbunan asam laktat dan terjadi nyeri.10 Postur kerja didefinisikan sebagai posisi dan kondisi tubuh selama pekerjaan berlangsung. Postur kerja terdiri dari 3 macam, yakni postur kerja berdiri, postur kerja duduk, dan postur kerja kombinasi (duduk dan berdiri).16 Awkward posture atau postur canggung dan beban kerja berat merupakan beberapa faktor ergonomi yang paling umum menyebabkan cedera, khususnya keluhan musculoskeletal. Beberapa penelitian menemukan bahwa tuntutan fisik yang berat dan postur kerja buruk dapat menimbulkan keluhan.16 Bekerja dengan mempertahankan posisi yang tidak ergonomis dapat mengakibatkan kelekahan yang lebih cepat dan secara tidak langsung akan memberi pembebanan yang berlebih pada pekerja.17 Postur kerja yang memungkinkan seseorang melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan usaha pada otot yang sedikit merupakan postur kerja yang baik.16

Penggunaan otot statis menyebabkan kelelahan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Hal ini disebabkan karena terjadi penyempitan sirkulasi dengan peningkatan kebutuhan otot akan oksigen dan nutrisi serta kebutuhan untuk membawa produk hasil metabolisme. Akhirnya, hal inilah yang menyebabkan keterbatasan ketika bekerja, kehilangan waktu bekerja dan menurunnya produktivitas kerja.18 Bekerja dengan posisi duduk dapat menimbulkan keluhan pada tulang belakang. Pembebanan semakin bertambah jika saat posisi duduk ditambah aktvitas

seperti mengangkat dan membungkuk. Gerakan pada tulang belakang seperti fleksi, ekstensi dan rotasi ketika duduk mengakibatkan melemahnya otot perut sehingga akan menyebabkan lordosis berlebih. Lordosis pada lumbal akan memberikan penekanan pada saraf dan menyebabkan penonjolan kebelakang diskus intervertebralis.19 Bekerja dengan posisi duduk dalam waktu yang lama melibatkan terlalu banyak fleksi pada punggung akibat kurangnya penyesuaian oleh pekerja, pekerja menyesuaikan postur tersebut dengan membungkukkan leher dan punggung secara berlebihan. Dalam posisi ini akan terjadi peningkatan beban intradiscal dan melemahnya struktur lumbal posterior yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya nyeri punggung bawah. Selain itu duduk lama juga mengakibatkan kelelahan pada otot internal oblique dan transversus abdominis yang dapat menganggu stabilitas tulang belakang dan menyebabkan kerentanan terhadap keluhan musculoskeletal terkait pekerjaan.20

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa postur kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan munculnya keluhan musculoskeletal disorder pada perajin tanah liat di Desa Pejaten, Tabanan.

DAFTAR PUSTAKA

IN DENTISTS. 2013;26(88413):615–20.

  • 6.    Madadizadeh F, Vali L, Rafiei S, Akbarnejad Z, Diseases N, Health E, et al. Electronic Physician ( ISSN : 20085842 ). 2017;(May):4341–8.

  • 7.    Rayyani L, Fitriyana S. Gambaran Postur Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal pada Pegawai Tata Laksana di Universitas Islam Bandung Description of Work Posture and Musculoskeletal Complaint on the Cleaning Service in University of Islam Bandung. 2020;2(22):6–12.

  • 8.   Rosanti E, F MI, R RAA, Arifah DA. PADA TENAGA KERJA BAGIAN PACKING PABRIK ROTI X DI PONOROGO

Universitas Darussalam Gontor RELATIONSHIP BETWEEN WORK POSTURE WITH MSDs IN X BAKERY FACTORY WORKERS IN PONOROGO Abstract dari keluhan yang sangat ringan sampai. 2020;4(2).

  • 9.    Andriani B, Camelia A, Faisya H. F. Analysis of Working Postures with Musculoskeletal Disorders (Msds) Complaint of Tailors in Ulak Kerbau Baru Village, Ogan Ilir. J Ilmu Kesehat Masy. 2020;11(01):75–88.

  • 10.  Tjahayuningtyas A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS ( MSDs

) PADA PEKERJA INFORMAL FACTORS AFFECTING MUSCULOSKELETAL DISORDERS ( MSDs ). 2019;(February):1–10.

  • 11.    Shakerian M, Rismanchian M, Khalili P, Torki A. Effect of physical activity on musculoskeletal discomforts among handicraft workers. 2016;1–6.

  • 12.    Sumardiyono S, Probandari A, Probandari A, Hanim D, Handayani S, Susilowati IH. Effectiveness of Ergonomic Chair against Musculoskeletal Disorders in Female Batik Workers of Sragen District Effectiveness of Ergonomic Chair against Musculoskeletal Disorders in Female Batik Workers of Sragen District. 2014;18(2).

  • 13.    Helmina, Diani N, Hafifah I. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja dan Kebiasaan Olahraga dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Perawat. Caring Nurs Jounal [Internet]. 2019;3(1):24. Available from: journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

  • 14.    Tambuwun JH, Malonda NSH, Kawatu PAT. Hubungan Antara Usia dan Masa Kerja dengan Keluhan Muskulo-skeletal pada Pekerja Mebel di Desa Leilem Dua Kecamatan Sonder. Med Scope J. 2020;1(2):1–6.

  • 15.    Evadarianto N, Dwiyanti E. Postur kerja dengan keluhan. 2017;(April):97–106.

  • 16.    Erick P, Smith D. Musculoskeletal disorder risk factors in the teaching profession : a critical review. 2013;1(3):1-10.

  • 17.    Jalajuwita RN, Paskarini I. Hubungan Posisi Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Unit Pengelasan Pt. X Bekasi. Indones J Occup Saf Heal. 2015;4(1):33.

  • 18.   Ganiyu SO. Patterns of occurrence of work-related musculoskeletal disorders and its correlation with ergonomic

hazards among health care professionals. 2015;3(1).

  • 19.    Kairupan YK, South LF, Kolibu FK. Hubungan Antara Sikap Kerja Dan Indeks Massa Tubuh Dengan Keluhan Nyeri Punggung Pada Pekerja Pembuat Gerabah. Manad Fak Kesehat Masy Univ Sam Ratulangi. 2018;7.

  • 20.    Acaröz Candan S, Sahin UK, Akoğlu S. The investigation of work-related musculoskeletal disorders among female workers in a hazelnut factory: Prevalence, working posture, work-related and psychosocial factors. Int J Ind Ergon. 2019;74(March).

cc⅛ ® I

Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 10, Nomor 2 (2022), Halaman 95-101, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi

| 106 |