PENGGUNAAN HIGH HEELS DENGAN SUDUT QUADRICEPS DAN RISIKO TERJADINYA PENURUNAN FUNGSIONAL SENDI LUTUT PADA SALES PROMOTION GIRL DI DENPASAR

Fydananda Nimas Pahlevi1*, Ni Komang Ayu Juni Antari2, I Made Niko Winaya3, Gede Parta Kinandana4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3,4 Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali *Koresponden: [email protected]

Diajukan: 3 Juli 2021 | Diterima: 10 Juli 2022 | Diterbitkan: 5 Mei 2022

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2022.v10.i02.p07

ABSTRAK

Pendahuluan: Survei menunjukkan 37%-69% wanita menggunakan sepatu hak tinggi setiap harinya, persentase tersebut mewakili sebagian besar populasi wanita. Keadaan sosial dan fashion mendorong penggunaan sepatu hak tinggi dalam waktu lama tanpa memikirkan adanya efek gaya berjalan/gait dan fungsi dari ekstremitas bawah. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut pada Sales Promotion Girls di Denpasar.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada bulan Maret 2021. Subjek penelitian adalah SPG mall di Denpasar dengan jumlah 50 responden yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Peneliti melakukan anamnesis dan pemeriksaan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dari mengukur tinggi heels yang digunakan dengan penggaris, mengukur sudut quadriceps menggunakan meteran atau penggaris dan goniometer dan penilaian risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut dengan kuesioner Western Ontario and McMaster (WOMAC).

Hasil: Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah spearman’s rho. Pada perhitungan analisis data, ditemukan nilai p=0,000(p<0,05) dan nilai korelasi r 0,715 untuk sudut quadriceps. Nilai p=0,048 dan nilai korelasi r 0,233 untuk risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut. Selanjutnya adalah uji kanonikal untuk menganalisis hubungan bersama-sama untuk semua variabel. Pada perhitungan data,diperoleh hasil canonical loading sebesar 0,94898 untuk sudut quadriceps,0,95256 untuk risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut, dan 1,00000 untuk penggunaan high heels sehingga semua hasil lebih tinggi dari nilai 0,5.

Simpulan: Terdapat hubungan antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut pada Sales Promotion Girl di Denpasar.

Kata Kunci: high heels, sudut quadriceps, penurunan fungsional sendi lutut

PENDAHULUAN

Selama awal abad ke-21, wanita mulai mengenakan sepatu hak tinggi untuk menjadi lebih cantik dan lebih modis. Penggunaan sepatu hak tinggi menjadi kebiasaan umum yang meningkat secara bertahap di kalangan orang dewasa. Selain itu, sepatu hak tinggi telah menjadi salah satu bagian penting dari busana wanita yang mencerminkan kepribadiannya.1 Penggunaan sepatu dalam bekerja memiliki fungsi estetika dan fungsi kesehatan. Sepatu dilihat dari segi estetika dapat menunjang penampilan, sehingga terkesan lebih menarik. Sepatu dilihat dari aspek kesehatan dapat membantu untuk melindungi dan menjaga kebersihan kaki serta membantu kaki untuk menopang berat tubuh. Sementara sepatu high heels, didefinisikan sebagai sepatu dengan tumit lebih tinggi dari bagian depan. Meskipun banyak peringatan terhadap penggunaannya, sepatu tersebut tetap sangat populer. Survei menunjukkan bahwa antara 37% sampai 69% wanita memakainya setiap hari, mewakili sebagian besar populasi wanita. Keadaan sosial dan fashion mendorong penggunaan sepatu hak tinggi dalam waktu lama tanpa memikirkan adanya efek gaya berjalan/gait dan fungsi ekstremitas bawah.2

Pemakaian high heels memiliki banyak resiko, antara lain strain atau nyeri pada otot, sprain atau nyeri pada ligament, strain dan sprain tersebut muncul akibat posisi kaki yang tidak ergonomis selama pemakaian high heels.3 Risiko lain yang timbul akibat pemakaian high heels yaitu perubahan sudut quadriceps. Perubahan ini terjadi akibat nyeri pada lutut yang akhirnya terjadi perubahan bertahap struktur pada lutut karena selama beraktivitas kebutuhan peredaran darah dapat meningkat sepuluh sampai dua puluh kali. Meningkatnya peredaran darah pada otot-otot yang bekerja, memaksa jantung untuk memompa darah lebih banyak. Saat berdiri lama, otot gastrocnemius cenderung bekerja statis, kerja otot statis ini ditandai oleh kontraksi otot yang lama yang biasanya sesuai dengan sikap tubuh. Nyeri yang dialami akan menyebabkan perubahan posisi tumpuan pada lutut yang menyebabkan perubahan Sudut quadriceps. Pemakaian sepatu hak tinggi yang lama dengan posisi berdiri statik akan menyebabkan stres biomekanik terutama pada lutut. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot dan akan menimbulkan gangguan muskuloskeletal.4

Posisi berdiri akan menyebabkan keadaan kaki mengalami pronasi yang berlebihan, dan sudut quadriceps juga akan lebih besar. Apabila dilakukan dalam waktu yang lama pronasi kaki akan menyebabkan internal rotasi tibia dan menghasilkan pembebanan pada lutut bagian medial, yang kemudian akan terjadi perubahan mekanisme vektor quadriceps.5

Secara biomekanik, pada sendi lutut beban yang diterima dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan jatuh di bagian sentral sendi lutut. Namun ketika menggunakan high heels beban yang diterima sendi lutut menjadi dua kali lebih besar. Cidera sendi lutut tidak terlepas dari peningkatan gaya mekanik yang melalui sendi. Weight bearing juga diduga merupakan faktor yang menyebabkan degenerasi (penurunan fungsi) sendi lutut. Tanda awalnya antara lain nyeri di lutut atau berbunyi saat bangun dari duduk. Yang mana jika keadaan ini dibiarkan akan menyebabkan gangguan aktivitas fungsional karena adanya nyeri dapat membuat kita menghindari aktivitas tertentu yang merangsang nyeri.6

Menurut World heath organization (WHO) kemampuan fungsional adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban kehidupannya, yang beritegerasi atau berinteraksi dengan lingkungan dimana ia berada. Sedangkan ketidakmampuan fungsional, adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis, maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis.7 Penurunan aktivitas fungsional lutut merupakan akibat dari timbulnya nyeri pada lutut, terutama saat melakukan aktivitas atau ada pembebanan pada sendi yang terkena. Akibat keluhan nyeri pasien akan aktivitasnya. Pembatasan aktivitas ini lama kelamaan akan menimbulkan problematika gerak dan fungsi sendi lutut seperti gangguan fleksibilitas, gangguan stabilitas, pengurangan massa otot (atrofi), penurunan kekuatan dan ketahanan otot-otot lokal seperti quadriseps dan hamstring, dimana kedua otot ini sangat penting pada sebagian besar aktivitas fungsional yang melibatkan anggota gerak bawah seperti bangkit dari posisi duduk, berjalan, berlari, melompat, naik dan turun tangga dan dalam waktu lama akan menimbulkan situasi handicap.8

Dalam anatomi manusia, lutut adalah sendi yang menghubungkan femur dan tibia. Persendian pada lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint), yaitu sendi yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Secara anatomis persendian ini lebih kompleks dari pada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa.9 Disamping itu sendi lutut mudah terkena cidera, karena secara fungsional sendi ini memiliki beban kerja yang berat karena harus menopang berat badan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti aktivitas berjalan, aktivitas kerja, aktivitas olahraga dan aktivitas lainya.10 Maka dari itu sangat penting untuk meneliti lebih lanjut mengenai dampak risiko penggunaan high heels terutama pada ekstremitas bawah, dimana pada ekstremitas bawah menjadi penopang berat badan dan lebih banyak aktivitas fungsional yang harus menggunakan ekstremitas bawah.

METODE

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dan menggunakan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di tiga mall di Denpasar yang telah dilaksanakan pada bulan Maret 2021. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan memenuhi kriteria inklusi ekslusi. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu SPG yang berusia 20-40 tahun, memakai tinggi sepatu 3cm, 5cm, dan 7cm, yang bekerja rata-rata 5 jam/hari, memiliki aktivitas fisik ringan-sedang yang diukur menggunakan kuisioner International Physical Activity Questionnaire atau IPAQ, yang memiliki IMT normal (18,5-25), dan bersedia mengisi informed consent. Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu responden yang memiliki riwayat patah tulang pada lutut dengan cara menanyakan langsung kepada responden apakah pernah mengalami patah tulang atau riwayat jatuh pada bagian lututnya dan responden yang memiliki lutut X atau O. Untuk mengukur tungkai X, responden harus dalam posisi berdiri tegak dengan kedua lutut saling bersentuhan, kemudian peneliti mengukur jarak antar medial malleolus menggunakan penggaris. Parameter untuk pengukuran jarak intermalleolar ada tiga tingkatan, yaitu ringan dengan nilai 2-5 cm, sedang dengan nilai 5,1-9 cm, dan berat dengan nilai >9cm. Sedangkan cara pengukuran tungkai O, responden memposisikan kedua kaki saling bersentuhan kemudian ukur jarak antar medial patella. Jarak antar medial patella yang dikatakan tidak normal adalah >8cm. Jumlah responden yang didapatkan pada penelitian ini sejumlah 50 responden. Variabel independen pada penelitian ini yaitu sepatu high heels, variabel dependen pada penelitian ini yaitu sudut quadriceps dan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut, dan variabel kontrol dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, IMT, aktivitas fisik dan durasi penggunaan high heels.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi high heels adalah penggaris. Alat ukur ini memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm, dimana tinggi hak sepatu yang digunakan dalam penelitian adalah 3cm, 5cm, dan 7cm. Pengukuran sudut quadriceps diukur dengan menggunakan penggaris dan goniometer. Alat ukur goniometer cukup sering digunakan untuk mengukur sudut quadriceps karena memiliki validitas (r = 0,87) dan reliabilitas yang cukup tinggi yaitu ICC 0,90 pada sudut quadriceps wanita.11 Pengukuran ini dilakukan dengan cara dengan cara fisioterapis mempalpasi dari lipat paha ke cranio lateral dan di area tersebut ada bagian yang menonjol. Instruksikan responden dalam posisi berdiri dan instruksikan responden untuk menggerakkan ankle kearah inversi, setelah itu palpasi lutut daerah mid patella dengan cara palpasi tulang patella bagian lateral dan medial kemudian tarik garis dan titik tengah tersebut adalah mid patella. Yang terakhir palpasi tuberositas tibia untuk membuat garis yang membentuk sudut quadriceps dengan cara tarik garis kebawah dari mid patella tonjolan tulang dibawah mid patella adalah tulang tuberositas tibia. Ukur sudut quadriceps kemudian catat dan bandingkan apakah sudut tersebut masuk dalam kategori normal (13°-18°), sedang (19º-24º), atau tinggi (25º-30°).4 Risiko penurunan fungsional lutut diukur skala WOMAC (Western Ontario and McMaster). Kuesioner WOMAC yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan versi Bahasa Indonesia dan belum terdapat studi sebelumnya yang melaporkan mengenai nilai validitas dan reliabilitas kuesioner WOMAC versi Bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini responden diminta untuk menjawab dari setiap pertanyaan yang

tertera dalam indeks skala WOMAC. Kemudian hitung jumlah poin yang sudah dijawab oleh responden dan kemudian catat. Terdapat 3 kategori hasil total skor WOMAC dalam penelitian ini, ringan (0-24), sedang (24-48), dan berat (4872).13

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis bivariat menggunakan Spearman’s Rho untuk melihat apakah ada hubungan penggunaan high heels terhadap sudut quadriceps dan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut. Analisis univariat untuk mengetahui data deskriptif dari masing-masing variabel.

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Ethical clearance/keterangan kelaikan etik dengan nomor B/2623/UN14.2.2/PT.01.04/2020. Informed consent telah diperoleh dari subjek penelitian sebelum melakukan penelitian.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah (n)

Persentase (%)

Usia 20-25 tahun

26

52

26-30 tahun

18

36

31-35 tahun

4

8

36-40 tahun

0

0

Tinggi high heels 3cm

19

38

5cm

26

52

7cm

5

10

Sudut quadriceps Normal

12

24

Sedang

35

70

Tinggi

3

6

Risiko penurunan fungsional sendi lutut Risiko ringan

48

96

Risiko Sedang

2

4

Risiko berat

0

0

Berdasarkan pemaparan Tabel 1. usia responden pada penelitian ini sudah berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dan sebaran usia paling banyak pada usia 20-25 tahun dengan persentase 52%, sedangkan sebaran usia paling sedikit pada usia 31-35 tahun 8%.

Tinggi high heels merupakan variabel bebas, pada tabel diatas dapat dilihat bahwa responden pada penelitian paling banyak yang menggunakan high heels dengan tinggi 5cm yaitu sebanyak 52%, sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang menggunakan high heels dengan tinggi 7cm yaitu sebanyak 10%.

Sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut adalah variabel terikat. Sudut quadrices pada penelitian ini memiliki interpretasi yaitu: Normal (13°-18°), sedang (19°-24°), dan tinggi (25°-30°). Berdasarkan tabel diatas, sudut quadriceps pada SPG di Denpasar terbanyak pada kategori sedang sebanyak 70%. Sedangkan pada sudut quadriceps yang tinggi sebanyak 6%.

Risiko penurunan fungsional sendi lutut memiliki 3 interpretasi, yaitu risiko ringan (0-24), risiko sedang (24-48), dan risiko berat (72-96). Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa risiko penurunan fungsional sendi lutut pada SPG didominasi oleh kategori risiko jatuh ringan dengan jumlah responden sebanyak 96%, sedangkan untuk kategori risiko jatuh sedang sebanyak 4%. Pada penelitian ini, hanya digunakan 3 interpretasi saja karena tidak ditemukan SPG dengan interpretasi selain 3 tersebut.

Tabel 2. Uji Spearman’s Rho penggunaan high heels dengan sudut quadriceps

Tinggi High Heels

Sudut Quadriceps

Total           p       Korelasi

Normal          Sedang         Tinggi

3cm

5cm

7cm

11     (57,9%)      8     (42%)     0       0      19     (100%)

1      (3,8%)      25    (96,2%)    0       0      26     (100%)     0,000      0,715

0         0         2     (40%)    3    (60%)    5     (100%)

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui nilai signifikansi atau nilai p=0,000 (p<0.05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,715 dan bernilai positif. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan korelasi yang kuat antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps pada SPG mall di Denpasar.

Tabel 3. Uji Spearman’s Rho penggunaan high heels dengan penurunan fungsional sendi lutut

Tinggi High Heels

Penurunan fungsional sendi lutut

Total           p       Korelasi

Ringan          Sedang      Berat

3cm

5cm

7cm

19    (100%)    0       0       0    0    19    (100%)

25    (96,2%)    1    (3,8%)    0    0    26    (100%)    0,048      0,233

4      (80%)     1    (20%)    0    0    5     (100%)

Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui nilai signifikansi atau nilai p=0,048 (p<0.05) dengan koefisien korelas sebesar 0,233 dan bernilai positif. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan korelasi yang lemah antara penggunaan high heels dengan risiko penurunan fungsional lutut pada SPG mall di Denpasar.

Tabel 4. Uji korelasi kanonikal hubungan bersama-sama antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut

Variabel

Canonical Weight

Canonical Loading

Sudut quadriceps

Y1

0,51657

0,94898

Risiko penurunan fungsional sendi lutut

Y2

0,53517

0,95256

Tinggi high heels

X

1,00000

1,00000

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui dari hasil canonical loading dengan nilai minimum 0,5 untuk melihat pengaruh variabel independen dan variabel dependen, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen yaitu penggunaan high heels dan variabel dependen yaitu sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut atau bisa juga dikatakan penggunaan high heels berkorelasi positif terhadap sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut. Semakin tinggi heels yang digunakan maka semakin besar sudut quadricepsnya dan semakin tinggi pula risiko terjadinya penurunan fungsional pada sendi lutut.

DISKUSI

Karakteristik Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini karakteristik responden merupakan wanita usia produktif yang berusia 20-40 tahun. Persebaran berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 1, yang menunjukkan bahwa responden terbanyak ada pada usia 20-25 tahun yang berjumlah 26 responden. Selanjutnya usia 26-30 tahun yang berjumlah 18 responden, dan yang paling sedikit adalah responden yang berusia 31-35 yaitu berjumlah 6 responden. Sedangkan perseberan berdasarkan tinggi heels yang digunakan responden pada penelitian didominasi oleh responden yang menggunakan high heels dengan tinggi 5 cm yang berjumlah 26 responden dan yang paling sedikit adalah high heels dengan tinggi 7 cm yang berjumlah 5 responden. Menurut Kai-yu, nyeri yang disebabkan pemakaian high heels dapat dialami oleh siapa saja, pada umur berapa saja, tetapi nyeri pada lutut akibat pemakaian sepatu high heels dapat terjadi pada permulaan usia kurang dari 40 tahun. Sedangkan menurut Belchior, nyeri pada bagian anterior lutut merupakan 25% dari cedera pada lutut dan 5% dari setiap cedera olahraga, yang mewakili 20% dari populasi, yang mempengaruhi terutama perempuan muda usia 15-25 tahun.4

Karakteristik responden berdasarkan besarnya sudut quadriceps dengan menggunakan alat ukur meteran, goniometer dan dengan bantuan busur juga. Pegawai SPG yang menjadi responden penelitian ini setidaknya bekerja menggunakan high heels dengan posisi kerja yang mengharuskan berdiri selama sekitar 6-8 jam perharinya. Oleh karena itu dari hasil pengukuran sudut quadriceps menunjukkan bahwa SPG pada tempat pengambilan data lebih banyak yang memiliki sudut quadriceps yang sedang atau sebesar 19º-24º yaitu berjumlah 35 responden atau sekitar 70% dari jumlah keseluruhan yang menjadi subjek penelitian ini. Ada sedikit responden yang memiliki hobi berolahraga seperti senam dan yoga dan beberapa responden melakukan pekerjaan ringan tapi berterusan. Tapi itu tidak menutup kemungkinan adanya perubahan sudut quadriceps yang semakin besar karena keseharian mereka yang bekerja menggunaka high heels. Menurut Charratte, pemakaian sepatu high heels yang lama dengan posisi berdiri statik dan pemakaian yang lama akan menyebabkan stres biomekanik terutama pada lutut.5

Penelitian ini menganalisis adanya hubungan penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut. Risiko penurunan fungsional sendi pada lutut diukur dengan menggunakan skala WOMAC, yang merupakan indeks penilaian yang dapat digunakan untuk menilai keadaan lutut. Berdasarkan tabel 1 distribusi karakteristik subjek penelitian berdasarkan risiko penurunan fungsional sendi lutut, bahwa sekitar 48 responden atau 96% dari total keseluruhan responden penelitian ini masuk dalam kategori ringan. Selain karena usia responden yang masih produktif dan responden masih melakukan aktivitas di rumah ini juga dikarenakan responden tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan ekstremitas bawah atau riwayat trauma patah tulang, tetapi dengan adanya skor risiko penurunan fungsional sendi lutut meskipun masuk dalam kategori rendah, ini sudah menunjukkan bahwa responden memang memiliki risiko penurunan fungsional pada sendi lututnya dan kemungkinan skor risiko penurunan fungsional sendi lutut ini bisa terus bertambah apabila responden tetap menggunakan high heels yang tingginya lebih dari >5 cm.4

Hubungan antara Penggunaan High Heels dengan Sudut Quadriceps

Hubungan antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dapat diketahui dengan menggunakan uji korelasi spearman. Berdasarkan hasil uji data korelasi spearman dengan nilai asymptotic significance (2-sided) pada data yang berjumlah 50 responden, ditemukan nilai p sebesar 0,000 yang mana nilai tersebut lebih kecil dari nilai standar 0,05 (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan penggunaan high heels dengan sudut quadriceps pada SPG mall di Kota Denpasar. Kuat hubungan penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dengan nilai korelasi sebesar 0,715 dengan interpretasi nilai interpretasi kuat (0,51-0,75) dan arah hubungan searah karena nilai korelasinya positif. Artinya semakin tinggi heels yang digunakan maka semakin tinggi pula nilai sudut quadricepsnya.

Hal ini serupa dengan penelitian Putra pada tahun 2017, yang meneliti hubungan antara pemakaian sepatu hak tinggi dengan terjadinya patellofemoral pain syndrom dan perubahan sudut quadriceps pada sales promotion girl di Matahari Kota Jambi. Tinggi heels yang dipakai pada penelitian itu adalah yang tingginya >5cm. Hasil penelitian hubungan antara pemakaian sepatu hak tinggi dengan sudut quadriceps yang menggunakan uji chi square pada penelitian tersebut memperoleh nilai p=0,002. Dengan demikian disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemakaian sepatu hak tinggi dengan perubahan sudut quadriceps pada SPG Matahari Kota Jambi.4

Pada data penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang memakai high heels dengan tinggi >5 cm lebih banyak dibanding yang menggunakan high heels dengan tinggi 3 cm. Sehingga hasil pengukuran sudut quadriceps lebih banyak yang masuk ke kategori sedang atau kisaran 19º-24º. Selain tinggi heels, faktor lain yang mempengaruhi adalah responden harus mempertahankan posisi berdiri dengan menggunakan high heels tersebut selama 6-8 jam perhari dan hanya 1 jam waktu yang diberikan untuk beristirahat pada saat bekerja. Kemudian faktor usia juga berpengaruh terhadap berubahnya sudut quadriceps seseorang.

Hubungan antara Penggunaan High Heels dengan Risiko Penurunan Fungsional Sendi Lutut

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa ada banyak responden yang menggunakan high heels dengan tinggi >5 cm, seperti misalnya responden yang memakai high heels dengan tinggi heels 5 cm berjumlah 26 responden (52%) dan responden yang menggunakan heels dengan tinggi 7 cm berjumlah 5 orang (10%). Jumlah ini bukanlah jumlah yang sedikit jika dibandingkan dengan total keseluruhan responden. Tinggi high heels yang direkomendasikan ialah 34 cm dengan durasi penggunaan tidak lebih dari 3 jam, agar otot kaki tidak mengalami paksaan dalam menahan berat badan (Pramana, 2018). Menurut Dalton, setiap 1 inchi tinggi high heels dapat membuat disitribusi beban tubuh menjadi meningkat sebesar 22% dan 57% setiap 2 inchinya terutama pada bagian lutut. Peningkatan distribusi beban tubuh pada lutut mengakibatkan timbulnya risiko peradangan pada sendi lutut.3

Hubungan penggunaan high heels dengan risiko penurunan fungsional pada sendi lutut berdasarkan hasil pengujian data spearman’s rho dengan nilai asymptotic significance (2-sided) pada data yang berjumlah 50 responden, ditemukan nilai p sebesar 0,048, dimana nilai ini lebih kecil dari nilai standar 0,05 atau p<0,05. Dari hasil uji data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antar penggunaan high heels dengan risiko penurunan fungsional sendi lutut pada SPG mall di Kota Denpasar. Kuat lemahnya hubungan penggunaan high heels dengan risiko penurunan fungsional pada sendi lutut dapat dilihat dari nilai r yang pada penelitian ini memiliki nilai r sebesar 0,233 dengan interpretasi hubungannya lemah (0,00-0,25) dan arah hubungan searah positif karena nilai r positif. Artinya semakin tinggi high heels yang digunakan maka semakin tinggi pula responden memiliki risiko penurunan fungsional pada sendi lutut.

Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Indah, dkk yang dilakukan pada tahun 2020 dengan judul penelitian hubungan tinggi hak sepatu, tipe hak sepatu, dan posisi kerja berdiri dengan keluhan nyeri kaki pada karyawan wanita Matahari Department Store Brylian Plaza Kendari. Penelitian ini menggunakan responden yang menggunakan tinggi hak sepatu 2 cm, 3 cm, 5 cm, dan 7 cm. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square yang dilakukan pada karyawan wanita Matahari Department Store Brylian Plaza Kendari bahwa terdapat hubungan tinggi hak sepatu dengan keluhan nyeri kaki dengan nilai Pvalue sebesar 0,001.14

Pada penelitian yang dilakukan oleh Suci pada tahun 2018 dengan judul pengaruh high heels terhadap peningkatan risiko OA lutut. Alat ukur yang digunakan untuk meneliti risiko OA lutut adalah skala WOMAC, dimana ini merupakan alat ukur yang sama dengan alat ukur yang peneliti pakai untuk mengukur risiko penurunan fungsional sendi lutut. Sedangkan tinggi hak sepatu yang dipakai pada penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok yaitu responden yang menggunakan tinggi high heels 0 cm, 3 cm, 5 cm, dan 7 cm. Hasil penelitian diuji dengan one way anova dengan diperoleh nilai p<0,00, sehingga ada perbedaan antar kelompok yang menggunakan sepatu dengan tinggi hak yang berbeda. Dilanjutkan dengan uji post-hoc didapatkan hasil ada perbedaan yang bermakna pada masing-masing kelompok dengan nilai p=0,000<0,05, baik pada kelompok dengan tinggi hak 0 cm dibandingkan dengan tinggi 3 cm dengan nilai p=0,03, pada kelompok dengan tinggi hak 3 cm dibandingkan kelompok dengan tinggi hak 5 cm didapatkan hasil p=0,00, sedangkan pada kelompok dengan tinggi hak 5 cm dibandingkan kelompok dengan tinggi hak sepatu 7 cm didapatkan hasil p=0,019.3

Menurut Charratte, pemakaian sepatu hak tinggi yang lama dengan posisi berdiri statik dan pemakaian yang lama akan menyebabkan stres biomekanik terutama pada lutut. Hal ini dapat menyebabkan beban tidak jatuh tepat pada mid patella karena adanya perubahan posisi tumpuan pada lutut. Sehingga dapat mengakibatkan adanya nyeri lutut. Sedangkan, nyeri lutut menempati prevalensi yang tertinggi, dikarenakan lutut merupakan salah satu sendi yang paling mobile dan menyangga tubuh.5,15 Pada seseorang yang mengalami penurunan fungsi lutut gejala yang tersering adalah nyeri lutut. Adanya nyeri lutut menyebabkan seseorang takut melakukan aktivitas atau gerakan sehingga menurunkan kualitas hidupnya.16 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Simonsen, dkk pada tahun 2012 dengan melihat 14 wanita yang menggunakan high heels dengan tinggi 9 cm menunjukkan adanya perubahan aktivitas otot pada saat fase menumpu, otot ekstensor knee hanya berfungsi setengah kali bagian pada pengguna high heels, dengan demikian otot sebagai stabilitas aktif hanya bekerja setengah bagian dibanding dengan tanpa high heels, berkurangnya fungsi stabilitas aktif tersebut akan membuat meningkatnya fungsi stabilitas pasif (dalam hal ini tulang dan sendi), beban kerja tulang dan sendi yang meningkat akan meningkatkan pula risiko penurunan fungsional pada lutut akibat seringnya timbul nyeri pada area lutut, sehingga orang-orang yang mengalami hal ini akan menghindari aktivitas tertentu yang memprovokasi nyeri pada area lutut, hal tersebut sejalan juga dengan penelitian Ebbeling, dkk bahwa penggunaan high heels akan berpengaruh terhadap biomekanik pola jalan dari pengguna.17,18

Hubungan Secara Bersama-sama antara Penggunaan High Heels dengan Sudut Quadriceps dan Risiko Penurunan Fungsional Sendi Lutut

Berdasarkan paparan mengenai hubungan penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut secara bersama-sama akan ditentukan korelasinya dengan korelasi kanonik. Analisis korelasi kanonik diawali dengan melihat hasil effect within cells regretion untuk melihat pengaruhnya terhadap uji yang akan digunakan dengan nilai rujukan α = <0,05 dengan melihat sig. of F pada semua uji dan didapatkan hasil sig. of F sebesar 0,000 untuk seluruh variabel.

Berdasarkan output diatas terlihat bahwa semua uji yang digunakan signifikan, yang berarti bahwa korelasi kanonik signifikan untuk digunakan sehingga dapat diproses lebih lanjut.

Proses dilanjutkan dengan melihat tabel eigenvalues and canonical correlation untuk interpretasi fungsi, hasilnya adalah 0,709 dengan kovaraite sebesar 5,03 persen. Sehingga untuk selanjutnya hanya akan menggunakan satu fungsi kanonik yang terbentuk. Proses dilanjutkan dengan menganalisa canonical weight dan canonical loading. Bobot kanonik atau canonical weight, merupakan koefisien kanonik yang telah dibakukan, dapat diinterpretasikan sebagai besarnya keeratan variabel asal terhadap variabel kanonik. Bobot kanonik juga menggambarkan besarnya kontribusi atau pengaruh peubah asal dalam peubah kanoniknya dalam satu kumpulan dengan nilai rujukan 0,5. Pada tabel standarized canonical coeficient for dependent variables pada fungsi 1 dapat dilihat hasil canonical weight untuk sudut quadriceps sebesar 0,51657 dan risiko penurunan fungsional sendi lutut sebesar 0,53517. Peubah yang memiliki angka koefisien yang besar maka memberikan kontribusi lebih pada peubah kanoniknya, begitu pula sebaliknya. Kemudian untuk peubah yang memiliki bobot yang berlawanan tanda, menggambarkan hubungan kebalikan dengan peubah kanonik lainnya, dan peubah yang memiliki tanda sama memiliki hubungan langsung atau searah. Bobot kanonik memiliki bebrapa kelemahan yang menjadikannya jarang digunakan untuk interpretasi fungsi kanonik. Kelemahannya adalah sifat yang hanya menggambarkan besarnya kontribusi peubah-peubah asal terhadap peubah kanoniknya. Kontribusi tersebut dinilai tidak akurat dalam merefleksikan hubungan antar peubah. Selain itu, nilai ini dikatakan tidak akurat untuk menggambarkan hubungan antar peubah karena rentan/sensitif terhadap adanya multikolinieritas. Selain itu, sangat tidak stabil dari satu responden ke responden lain.19

Beban kanonik atau canonical loading juga disebut sebagai korelasi struktur, mengukur korelasi linier yang sederhana antara data observasi di peubah independen atau dependen dengan kumpulan peubah kanoniknya. Dalam SPSS, nilai beban kanonik dapat dilihat pada korelasi antara peubah dependen maupun peubah independen dengan peubah kanoniknya. Peubah asal yang memiliki nilai beban kanonik besar (>0,5) akan dikatakan memiliki peranan besar dalam kumpulan peubahnya. Sedangkan tanda beban kanonik menunjukkan arah hubungannya. Semakin besar nilai beban kanonik maka akan semakin penting peranan peubah asal tersebut dalam kumpulan peubahnya. Beban kanonik lebih baik dalam menginterpretasikan hubungan antar peubah daripada bobot kanonik karena kelemahan-kelemahan yang ada pada bobot kanonik.19

Pada tabel correlation between dependent and canonical variables fungsi 1 mendapatkan hasil sebesar 0,98531 untuk sudut quadriceps dan 0,95256 untuk risiko penurunan fungsional sendi lutut. Sedangkan pada tabel correlations between covariate and canonical variables fungsi 1 mendapatkan hasil canonical loading untuk tinggi high heels sebesar 1,00000. Dari hasil canonical loading dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara variabel dependen yaitu sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut dan variabel independen yaitu tinggi high heels atau bisa juga disebut sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut berkorelasi positif terhadap penggunaan high heels. Semakin tinggi high heels yang dikenakan untuk bekerja dengan posisi berdiri lama maka semakin tinggi juga sudut quadriceps dan risiko penurunan fungsional sendi lutut pada SPG mall.

SIMPULAN

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, (1) terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps, (2) terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan high heels dengan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut, dan (3) terdapat hubungan secara bersama-sama antara penggunaan high heels dengan sudut quadriceps dan risiko terjadinya penurunan fungsional sendi lutut pada SPG mall di Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Silva AM, de Siqueira GR, da Silva GAP. Implications of high-heeled shoes on body posture of adolescents. Rev Paul Pediatr [Internet]. 2013;31(2):265–71. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23828066

  • 2.    Permatasari GA, Winarni TI. PERBEDAAN PENGARUH SEPATU BERHAK WEDGE DAN NON-WEDGE TERHADAP GAIT DAN KESEIMBANGAN. J Kedokt Diponegoro [Internet]. 2017 [cited 2021 Jul 2];6(2):576–82. Available from: https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/18575

  • 3.    Amanati S, R BB, Mukarromah SB. PENGARUH HIGH HEELS TERHADAP PENINGKATAN RESIKO OSTEOARTHRITIS KNEE. J Fisioter dan Rehabil [Internet]. 2018 Jul 16;2(2):32–43. Available from: http://jurnal.akfis-whs.ac.id/index.php/akfis/article/view/20

  • 4.    Hadi P. Jurnal Akademika Baiturrahim Putra Hadi HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN SEPATU HAK TINGGI DENGAN TERJADINYA PATELLOFEMORAL PAIN SYNDROME DAN PERUBAHAN SUDUT QUADRICEPS PADA SALES PROMOTION GIRL DI MATAHARI KOTA JAMBI Putra Hadi Jurnal Akademika Baiturrahim Vol. J Akad Baiturrahim Putra Hadi [Internet].      2017;6(1):64–70.      Available from:

http://jab.stikba.ac.id/index.php/jab/article/view/19

  • 5.    Chevidikunnan MF, Al Saif A, Pai K H, Mathias L. Comparing goniometric and radiographic measurement of Q angle of the knee. Asian Biomed [Internet]. 2017 Jan   31;9(5):631–6. Available from:

https://www.sciendo.com/article/10.5372/1905-7415.0905.433

  • 6.    Shapiro LM, Matzat SJ, Gold GE. Rheumatology E-Book - Google Buku [Internet]. 7th ed. Hochberg, C M, editors. philadelphia: Tannian, Patricia; 2019 [cited 2021 Jul 2].   47 p. Available from:

https://books.google.co.id/books?id=MQBGDwAAQBAJ&pg=PT1491&lpg=PT1491&dq#v=onepage&q&f=false

Berdasarkan Kellgren Lawrence Score Pada Foto Konvensional Lutut Pasien Osteoartritis Sendi Lutut. 2011; Available from: http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/856a11420db1bdc1540c72e8dd67d9f5.pdf

  • 9.    Rohim MF, Kushartanti W. EFEKTIVITAS MANIPULASI “TOPURAK” UNTUK PENYEMBUHAN CEDERA SENDI LUTUT PASIEN LAB /KLINIK OLAHRAGA TERAPI DAN REHABILITASI FIK UNY. MEDIKORA [Internet]. 2019 Feb 6;16(1). Available from: https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/view/23483

  • 10.    Yusdiana Eko Budi MP. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEKSTRA DENGAN MODALITAS ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO. Pena J Ilmu Pengetah Dan Teknol [Internet]. 2012 [cited 2021 Jul 2];(Vol 23, No 1 (2012): JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Edisi September 2012). Available from: http://journal.unikal.ac.id/index.php/lppm/article/view/134

  • 11.    Ferro ES. Reliability and Validity of an Electronic Inclinometer (EI) and Standard Goniometer (SG) for Measuring the Q-angle in 2 Different Positions in a Sample of Women. In: International Journal of Exercise Science: Conference Proceedings [Internet]. 2010 [cited 2021 Jul 7]. p. 4. Available from: https://digitalcommons.wku.edu/ijesab/vol2/iss2/4/

  • 12.    White DK, Master H. Patient-Reported Measures of Physical Function in Knee Osteoarthritis. Rheum Dis Clin North Am [Internet]. 2016;42(2):239–52. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.rdc.2016.01.005

  • 13.   AAOS. Treatment of Osteoarthritis of the Knee-2 nd Edition Evidence-Based Clinical Practice Guideline [Internet].

2013 [cited 2021 Jul 7]. Available from: https://www.aaos.org/globalassets/quality-and-practice-

  • 14.    Chairunnisa Mustafa I, Asfian P, Yunawati I, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Prodi Kesmas FKM P, Halu Oleo Kendari U, Gizi Kesehatan Masyarakat Prodi P, et al. HUBUNGAN TINGGI HAK SEPATU, TIPE HAK SEPATU DAN POSISI KERJA BERDIRI DENGAN KELUHAN NYERI KAKI PADA KARYAWAN WANITA MATAHARI DEPARTMENT STORE BRYLIAN PLAZA KENDARI THE RELATED OF HIGH HEELS, HEELS TYPE AND STANDING WORK POSITIONS WITH LEG PAIN COMPLAINTS [Internet]. Vol. 1, Jurnal Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Halu Oleo. 2020 Jun [cited 2021 Jul 2]. Available from: http://ojs.uho.ac.id/index.php/jk3uho/article/view/12239

  • 15.    Palmieri-Smith RM, Thomas AC, Karvonen-Gutierrez C, Sowers MF. Isometric Quadriceps Strength in Women with Mild, Moderate, and Severe Knee Osteoarthritis. Am J Phys Med Rehabil [Internet]. 2010 Jul;89(7):541–8. Available from: https://journals.lww.com/00002060-201007000-00003

  • 16.    Marlina T. Efektivitas Latihan Lutut Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Osteoarthritis Lutut di Yogyakarta. J Keperawatan Sriwij [Internet]. 2015 [cited 2021 Jul 2];2(1):44–56. Available from: https://core.ac.uk/reader/267824150

  • 17.    Barkema DD, Derrick TR, Martin PE. Heel height affects lower extremity frontal plane joint moments during walking. Gait Posture [Internet].       2012;35(3):483–8.       Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.gaitpost.2011.11.013

  • 18.    Simonsen EB, Svendsen MB, Nørreslet A, Baldvinsson HK, Heilskov-Hansen T, Larsen PK, et al. Walking on High Heels Changes Muscle Activity and the Dynamics of Human Walking Significantly. J Appl Biomech [Internet]. 2012 Feb;28(1):20–8. Available from: https://journals.humankinetics.com/view/journals/jab/28/1/article-p20.xml

  • 19.    Androniceanu A-M, Georgescu I, Tvaronavičienė M, Androniceanu A. Canonical Correlation Analysis and a New Composite Index on Digitalization and Labor Force in the Context of the Industrial Revolution 4.0. Sustainability [Internet]. 2020 Aug 21;12(17):6812. Available from: www.mdpi.com/journal/sustainability

CC⅛ ® I

Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 10, Nomor 2 (2022), Halaman 95-101, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi

| 101 |