ORIGINAL ARTICLE

MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA

Volume 10, Nomor 2 (2022), Halaman 79-83 P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443

MEDIAL LONGITUDINAL ARCH (MLA) TERHADAP KELINCAHAN ATLET BASKET ANAK DI DENPASAR

I Gusti Agung Shinta Paramitha Devi1*, Ni Luh Putu Gita Karunia Saraswati2, M. Widnyana3,

I Nyoman Adiputra4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2,3Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

4Departemen Ilmu FaaI, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 30 Juni 2021 | Diterima: 5 Juli 2022 | Diterbitkan: 5 Mei 2022

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2022.v10.i02.p04

ABSTRAK

Pendahuluan: Kelincahan merupakan salah satu komponen penting untuk meningkatkan prestasi pada berbagai cabang olahraga salah satunya basket. Pada anak - anak, kelincahan merupakan salah satu kemampuan motorik yang terus berkembang. Ekstremitas bawah merupakan salah satu komponen utama dalam menjalankan aktivitas fisik dan olahraga. Ekstremitas bawah memiliki bagian penting yaitu Medial Longitudinal Arch (MLA) yang berperan untuk mendistribusikan bobot secara merata pada kaki, serta meningkatkan kecepatan dan kelincahan. Jika terjadi deformitas pada ekstremitas bawah, salah satunya yaitu flat foot, maka akan menyebabkan terganggunya aktivitas fisik serta olahraga. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan MLA terhadap kelincahan atlet basket anak usia 12-14 tahun di Denpasar.

Metode: Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Sampel berjumlah 85 orang atlet basket anak usia 12-14 tahun di Denpasar. Variabel independen yang diukur pada penelitian ini adalah MLA menggunakan wet footprint test, sedangkan t-test digunakan untuk mengukur variabel dependen yaitu kelincahan. Rerata variabel MLA yaitu 1,60±0,493 dan rerata variabel kelincahan yaitu 1,67±0,643.

Hasil: Uji hipotesis yang digunakan ialah uji korelasi analisis non parametrik Spearman Rho untuk menganalisis adanya hubungan, kekuatan hubungan dan arah hubungan dari MLA terhadap kelincahan atlet basket anak usia 12 – 14 tahun di Denpasar. Didapatkan nilai p ialah 0,000 atau p < 0,05 serta nilai koefisien korelasi sebesar 0,502.

Simpulan: Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sedang, signifikan, dan searah antara MLA dengan Kelincahan pada atlet basket anak usia 12 – 14 tahun.

Kata Kunci: arkus pedis, kelincahan, atlet basket

PENDAHULUAN

Olahraga adalah salah satu aktivitas yang dilakukan untuk mencapai berbagai tujuan dan salah satu olahraga yang sangat diminati terutama oleh remaja dan anak – anak baik perempuan ataupun laki - laki adalah olahraga basket.1 Pada olahraga bola basket, salah satu komponen penting yang diperlukan yaitu kelincahan. Kelincahan adalah kemampuan tubuh seseorang untuk mengubah arah serta melakukan gerakan dalam kurun waktu yang singkat tanpa kehilangan keseimbangan.2 Pada kelincahan, terdapat tiga hal penting yang diperlukan yaitu koordinasi gerak tubuh, keseimbangan,dan kemampuan perpindahan tubuh untuk menghindari lawan. 1 Komponen penting pada anak yang terus berkembang yaitu salah satunya keseimbangan dan koordinasi. Keseimbangan, sebagai salah satu faktor pembentuk dari kelincahan sangat diperlukan oleh anak dan juga penting dalam dunia olahraga. Jika keseimbangan seorang atlet tidak bagus, maka akan mempengaruhi kelincahan dan akan berdampak pada performa atlet dalam olahraga. Masalah keseimbangan pada atlet basket anak seperti sering jatuh dan kurang mampu untuk menjaga keseimbangan diri sendiri akan sangat berdampak pada diri sendiri, dan juga pada lingkunganya.3

Ekstremitas bawah adalah salah satu bagian anggota gerak yang sangat penting untuk menjalankan bebagai aktivitas fisik dan olahraga. Salah satu bagian ekstremitas bawah yaitu plantar memiliki arkus yang berperan penting dalam biomekanik ekstremitas bawah agar lebih stabil saat berdiri, menginjak, mendistribusikan bobot secara merata pada kaki, meningkatkan kelincahan dan juga kecepatan saat berjalan serta memberikan stabilitas dan fleksibilitas.4 Secara biomekanis, perubahan kecil pada struktur plantar khususnya arkus dapat menyebabkan deformitas dan mempengaruhi aktivitas fisik dan olahraga. Arkus yang sering mempengaruhi deformitas salah satunya yaitu medial longitudinal arch (MLA). Secara umum terdapat dua jenis bentuk plantar yang berhubungan dengan MLA yaitu normal foot dan flat foot atau pes planus. Plantar yang normal memiliki cekungan di bagian medial. Sementara plantar yang tidak normal memiliki lengkung medial yang datar sehingga terlihat permukaan plantar kontak dengan lantai.2

Deformitas pada ekstremitas bawah sangat sering terjadi pada anak-anak. Sebanyak 90% dari kunjungan klinik untuk masalah pada kaki disebabkan oleh flat foot(FF).5 Arkus atau lengkungan pada kaki mulai berkembang di atas usia tiga tahun.2 Penelitian di India pada tahun 2014 melaporkan bahwa 11,25% dari populasi berusia 18-25 tahun memiliki flat foot bilateral. Di Taiwan juga dilaporkan prevalensi anak usia 6-12 tahun dengan flat foot sebesar 13,88%.

Studi mengenai flat foot di Indonesia melaporkan bahwa 24,14% anak laki-laki berusia 8-12 tahun mengalami flat foot, sedangkan 17,24% anak perempuan juga mengalami flat foot. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat flat foot yaitu overweight, obesitas, jenis sepatu yang digunakan oleh anak-anak, posisi berdiri dan tidur, ruptur ligamen atau tendon pada kaki, gangguan kongenital, pasca-trauma, genetik, dan lesi neurologis.4

Arkus yang tidak tumbuh normal menyebabkan keluhan lelah bila berjalan dengan waktu yang lama, gangguan keseimbangan, sering cidera, dan rasa nyeri. Maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang menderita flat foot akan memiliki kemampuan aktivitas fisik dan fungsi motorik yang kurang baik jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki bentuk MLA normal.2 Kurang baiknya performa motorik juga akan berdampak terhadap kualitas aktivitas fisik tersebut, salah satunya pada kelincahan. Seseorang yang memiliki MLA yang datar atau flat foot dikatakan memiliki kelincahan yang kurang baik jika dibandingkan dengan MLA yang normal, karena pada flat foot terdapat banyak gangguan aktivitas fisik yang dirasakan. Kelincahan adalah salah satu faktor yang penting untuk dimiliki oleh seorang atlet anak – anak maupun dewasa. Pada anak – anak masih banyak terdapat kasus flat foot yang dapat mempengaruhi performa motorik salah satunya kelincahan. Dilihat dari permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat topik ini dengan judul hubungan antara MLA terhadap kelincahan pada atlet basket anak usia 12 – 14 tahun di Denpasar.

METODE

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan desain cross-sectional. Terdapat dua buah variabel pada penelitian ini, satu kedudukan sebagai variabel bebas yaitu MLA sedangkan satu kedudukan sebagai variabel terikat yaitu kelincahan.

Pada penelitian ini yang menjadi sampel yaitu atlet basket anak di Elite Basketball Club dan Merpati Basketball Club yang berusia 12-14 tahun dengan pengambilan sampel secara simple random sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan didapatkan atlet di Elite Basketball Club sebanyak 47 orang dan di Merpati Basketball Club sebanyak 38 orang sehingga total menjadi 85 sampel. Kriteria inklusi: Anggota aktif klub basket di Denpasar, memiliki usia 12 - 14 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tidak memiliki IMT lebih dari normal, memiliki jenis MLA yaitu normal foot atau flat foot, bersedia menjadi responden dan komunikatif dengan mengisi formulir informed consent, mendapat persetujuan dari orang tua, serta hadir untuk mengikuti pengukuran IMT, MLA dan kelincahan. Sedangkan kriteria eksklusi: Memiliki riwayat cidera ekstremitas bawah selama dua bulan terakhir sebelum penelitian dilakukan, dan memiliki jenis MLA yaitu cavus foot serta kriteria drop out : subjek tidak mengikuti prosedur penelitian dengan baik, dan subjek mengundurkan diri. Pada subjek penelitian dilakukan pengukuran derajat MLA menggunakan wet footprint test dan pengukuran kelincahan dengan t-test .Data dianalisis secara univariat dan juga bivariat dengan menggunakan uji spearman’s rho. Ethical clearance atau keterangan kelaikan etik pada penelitian ini yaitu dengan nomor 1653/UN14.2.2.VII.14/LT/2020.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Variabel

Frekuensi (n)

Persentase

Rerata ± SD

Usia

12 Tahun

28

32,9

1,96±0,794

13 Tahun

32

37,6

14 Tahun

25

29,4

Indeks Masa Tubuh

Kekurangan berat badan (tingkat berat)

3

3,5

2,80±0,483

Kekurangan berat badan (tingkat ringan)

11

12,9

Normal

71

83,5

Bentuk MLA

Flatfoot

34

40

1,60±0,493

Normal foot

51

60

Tingkat Kelincahan

Buruk

36

42,4

1,67±0,643

Sedang

41

48,2

Baik

8

9,4

Berdasarkan Tabel 1. dari 85 atlet menunjukan bahwa sampel terbanyak pada usia 13 tahun yaitu 32 orang atau sebanyak 37,6%. Rerata indeks masa tubuh adalah 2,80±0,483 dan sebagian besar sampel memiliki indeks masa tubuh dengan kategori normal sebanyak 71 orang dengan persentase 83,5%, diikuti dengan kekurangan berat badan tingkat ringan sebanyak 11 orang dengan persentase 12,9% kemudian kekurangan berat badan tingkat berat sebanyak 3 orang dengan persentase 3,5%. Dilihat dari sebaran bentuk MLA, sebanyak 85 sampel menunjukkan rerata bentuk MLA adalah 1,60±0,493. Sampel dengan kategori normal foot sebanyak 51 orang dengan persentase 60% sedangkan dengan kategori flat foot sebanyak 34 orang dengan persentase 40%. Menurut data 85 sampel, menunjukkan rerata tingkat kelincahan adalah 1,67±0,643. Sebagian besar sampel memiliki tingkat kelincahan dengan kategori sedang sebanyak 41 orang dengan persentase 48,2%, diikuti dengan sampel yang memiliki tingkat kelincahan dengan kategori buruk sebanyak 36 orang dengan persentase 42,4%, dan sampel yang memiliki tingkat kelincahan dengan kategori baik sebanyak 8 orang dengan persentase 9,4%.

Tabel 2. Hubungan MLA dengan Kelincahan

Korelasi Variabel                            Reliabilitas                          p

MLA dengan Kelincahan                                0,502                     0,000

Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa nilai signifikansi atau nilai p=0,000 (p<0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,502 dan memiliki nilai positif. Hal ini menunjukan terdapat hubungan yang sedang, signifikan, dan searah antara MLA dengan Kelincahan pada atlet basket anak usia 12 – 14 tahun di Denpasar yaitu semakin mendekati normal lengkung MLA, maka semakin baik tingkat kelincahan yang dimiliki.

DISKUSI

Karakteristik Sampel

Pengumpulan data dilaksanakan selama 4 hari dan mendapatkan total keseluruhan sampel pada penelitian ini adalah 85 orang atlet basket anak laki – laki yang berusia 12 – 14 tahun di Denpasar. Pada rentang usia tersebut anak – anak sedang memiliki laju perkembangan sejumlah parameter kinerja fisiologis dan fisik yang sedang berada di puncaknya. Pada usia dari 11 hingga 14 tahun merupakan fase ke dua dari pelatihan olahraga pemuda. Tahap ini bertujuan untuk pengembangan atlet, identifikasi bakat, pengembangan keterampilan teknis dasar, pengembangan keterampilan taktis dasar, dan kompetisi. Terdapat 3 periode yang baik untuk mengembangkan kecepatan dan kelincahan yaitu lari akselerasi dari usia 12 hingga 14 tahun, lari slalom pada usia 13 tahun, dan latihan kecepatan interval pada usia 15 tahun sehingga pada rentang umur tersebut sangat baik untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin menyebabkan terhambatnya perkembangan kecepatan dan kelincahan. Selain itu, anak -anak pada rentang usia 12 – 14 tahun juga sudah mulai aktif mengikuti kegiatan bola basket yang terorganisir seperti pada klub basket dan juga sedang aktif mengembangkan berbagai keterampilan motorik dasar mereka.6

Salah satu faktor yang mempengaruhi MLA adalah indeks masa tubuh (IMT). Persebaran IMT yang telah dibagi berdasarkan kajian pustaka yaitu kriteria ambang batas untuk Indonesia menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 71 orang dengan IMT normal, diikuti dengan kategori kekurangan berat badan tingkat ringan sebanyak 11 orang dan tingkat berat sebanyak 3 orang. Terdapat jutaan anak dan remaja di Indonesia yang masih menderita stunting dan wasting, serta mengalami ‘beban ganda’ (ko-eksistensi kekurangan gizi dan kelebihan gizi di sepanjang kehidupan) yang disebabkan oleh malnutrisi. Terdapat tiga dari sepuluh anak dengan usia lima tahun kebawah menderita stunting, sedangkan satu dari sepuluh anak memiliki kekurangan berat badan untuk usia mereka pada tahun 2018.7

Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa IMT dapat mempengaruhi bentuk dari MLA salah satunya penelitian oleh Genu et al., (2012) yang dilakukan pada 60 subjek yang terdiri dari kelompok subjek obesitas dan subjek non obesitas dengan masing – masing kelompok berjumlah 30 orang. Hasil dari penelitian ini adalah adanya perbedaan yang signifikan antara arch Index kaki kiri dan kaki kanan pada kedua kelompok subjek dengan nilai p < 0,01. Penelitian ini juga menunjukkan terdapat kekuatan korelasi negatif yang kuat (r = -0,6). Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu obesitas dapat menyebabkan MLA pada kaki menjadi rendah sehingga pada penelitian kali ini, sampel harus memiliki kriteria yaitu tidak memiliki IMT lebih dari normal.8

Bentuk dan tinggi dari MLA dapat diketahui dengan melakukan pengukuran berupa wet footprint test yang akan diinterpretasikan melalui clark’s angle. Pengategorian tipe arkus berdasarkan clarke’s angle yaitu normal foot memiliki rentangan 31° - < 45° dan flat foot memiliki rentangan < 31°.9 Berdasarkan karakteristik hasil dari bentuk MLA pada subjek penelitian ini diperoleh paling banyak sampel berada pada kategori normal foot sebanyak 51 orang (60%), dan diikuti kategori flat foot sebanyak 34 orang (40%) dengan IMT anak yang paling dominan yaitu IMT normal. Jika dibandingkan dengan penelitian oleh Maharani et al., (2020), diperoleh prevalensi normal foot sebesar 50% dan prevalensi flat foot sebesar 50% pada rentang usia 10 – 12 tahun. Angka kejadian flat foot lebih kecil pada penelitian ini dikarenakan faktor usia. MLA pada anak sedang berkembang pesat pada usia 5-6 tahun dan mulai tumbuh dengan bentuk normal pada usia 10 tahun. Usia 10 -12 tahun merupakan awal usia dimulainya pertumbuhan normal pada MLA berbeda dengan Usia 12 – 14 tahun yang dapat dikatakan telah memiliki arkus yang normal karena sudah melewati rentang usia pertumbuhan arkus.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh hasil pengukuran kelincahan yaitu hasil terbanyak dengan kategori sedang sebanyak 41 orang dengan persentase 48,2% diikuti dengan kategori buruk sebanyak 36 orang dengan persentase 42,4 % dan kategori baik sebanyak 8 orang dengan persentase 9,4 %. Kelincahan diukur dengan menggunakan t – test dengan interpretasi yaitu kategori baik (9,5 – 10,5 detik), sedang (10,6 – 11,5 detik) dan buruk (>11,5 detik) dimana tes akan diulang sebanyak tiga kali dan hasil tes terbaik yang akan digunakan. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani et al., (2020), hasil pengukuran kelincahan lebih beragam yaitu memperoleh hasil baik sekali sebesar 2,40%, kategori baik sebesar 33,30%, kategori sedang sebesar 33,30%, kategori kurang sebesar 21,40% dan kategori kurang sekali sebesar 9,50%. Persentase dengan tingkat kelincahan yaitu kurang atau buruk lebih banyak pada penelitian ini dikarenakan faktor keadaan lingkungan saat ini yaitu pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak aspek kehidupan terganggu karena sebagai upaya mencegah terjadinya penyebaran virus SARS-CoV-2 contohnya pembatasan jaga jarak yang dilakukan yang dapat menghambat aktivitas fisik sedangkan aktivitas fisik berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot dan tulang, meningkatkan keseimbangan, fleksibilitas dan kebugaran dimana hal tersebut merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kelincahan. Selain itu, latihan pada atlet juga terhambat saat masa pandemi sehingga kemampuan atlet cenderung menurun.11

Hubungan Medial Longitudinal Arch dengan Kelincahan

Hubungan MLA dengan kelincahan atlet basket anak pada usia 12-14 tahun di Denpasar dapat diketahui dengan menggunakan uji spearman. Hasil pengujian data dengan menggunakan uji korelasi analisis non parametrik

spearman’s rho pada jumlah data penelitian sebanyak 85 sampel, ditemukan nilai (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel MLA dengan tingkat kelincahan. Berdasarkan output SPSS dengan menggunakan uji spearman’s rho menghasilkan angka koefisien korelasi yaitu 0,502 yang artinya tingkat kekuatan hubungan korelasi antara variabel MLA dengan tingkat kelincahan adalah sebesar 0,502 atau korelasi sedang. Angka koefisien korelasi sebesar 0,502 sehingga hubungan ke dua variabel tersebut memiliki jenis hubungan yang searah sehingga dapat diartikan bahwa semakin mendekati normal tinggi arkus maka tingkat kelincahan akan semakin baik.

Hasil ini serupa dengan penelitian oleh Sahri et al., (2017) yang meneliti tentang hubungan lengkung telapak kaki dengan kelincahan dengan sampel sebanyak 42 orang anak laki – laki berusia 7 – 9 tahun dan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 22 orang dengan normal foot dan 20 orang dengan flat foot. Pengukuran menggunakan footprint angle dengan pegograf dari Clark dan shuttle run test untuk mengevaluasi kelincahan. Hasil penelitian tersebut adalah (r = 0,345, p = 0,025) yang berarti bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang signifikan (p< 0,05) di mana semakin mendekati normal bentuk kaki anak, semakin baik tingkat kelincahan anak tersebut. Nilai korelasi pada penelitian ini yaitu 0,345 yang berarti kekuatan hubungan pada penelitian ini bersifat lemah (0,20 – 0,399) dengan arah positif.2 Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Firdiansyah (2016), melaporkan bahwa anak dengan lengkung arkus yang normal memiliki kelincahan motorik yang lebih baik daripada anak yang memiliki arkus yang tidak normal (flatfoot). Anak dengan arkus normal memiliki waktu rata-rata yang sanggup ditempuh dengan kategori baik yaitu 12,75 detik, sedangkan anak yang memiliki arkus flat foot berhasil menempuh rata – rata waktu yang dikategorikan “sedang” dengan rata-rata 14,84 detik. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa anak yang memiliki arkus normal memiliki tingkat kelincahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak ang memiliki arkus tidak normal (flat foot).12

Kelincahan merupakan komponen yang sangat penting terutama pada atlet. Pada arkus, MLA memiliki peran yang penting terhadap kelincahan. Dengan adanya MLA, bobot tubuh akan didistribusikan secara merata pada bagian depan dan belakang pada telapak kaki. Setengah dari total berat badan akan ditopang oleh tumit dan setengahnya lagi akan ditopang oleh metatarsal pada saat berdiri normal. Sedangkan pusat gravitasi berada di tengah garis bidang sagital tubuh, sehingga tidak akan ada bagian pada tubuh yang bekerja lebih berat dari yang lainnya.2 Tetapi, pada orang dengan kaki flatfoot, tekanan beban lebih besar pada sisi medial dari kaki jika dibandingkan dengan kaki normal. Selain itu, tekanan puncak pada kaki bagian anterior lateral secara signifikan lebih besar pada orang dengan kaki norma daripada pada orang dengan flatfoot. Sehingga hal – hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat keseimbangan seseorang di mana keseimbangan merupakan komponen penting untuk memiliki kelincahan yang baik.13 Tingkat kelincahan dapat diukur dengan menggunakan t-test di mana terdapat beberapa kategori interpretasi dari t-test untuk laki – laki yaitu kategori buruk dengan durasi lebih dari 11,5 detik, kategori sedang yaitu 10,5 – 11,5 detik dan kategori baik yaitu dengan durasi 9,5 – 10,5 detik. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dimana hasil terbaik akan digunakan untuk menilai tingkat kelincahan dari masing – masing sampel.

Penelitian oleh Roohi et al (2013) dengan jumlah sampel 50 orang menyatakan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada kelincahan pada kelompok anak yang mengalami flexible flat foot dan normal foot dengan rentang usia 14 sampai 17 tahun. Penelitian tersebut menggunakan T- test untuk mengevaluasi kelincahan subjek serta pengukuran waktu tempuh.13 Kelincahan memiliki peran khusus dalam permainan bola basket, karena sejumlah situasi saat permainan berjalan pada permainan bola basket menuntut banyak perubahan arah yang cepat dalam ruang lapangan yang relatif kecil. Latihan pada atlet basket harus menekankan pada latihan ketangkasan dan kelincahan dengan teknik, sprint dan latihan kekuatan, serta pengembangan persepsi dan pengambilan keputusan. Selain itu, komponen – komponen yang mempengaruhi hal – hal tersebut harus diperhatikan sebagai salah satu contoh yaitu bentuk arkus.6

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara MLA dengan tingkat kelincahan atlet basket anak usia 12-14 tahun di Denpasar di mana semakin mendekati normal tinggi MLA maka semakin baik tingkat kelincahan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Darwis N. Perbandingan Agility Antara Normal Foot dan Flat Foot Pada Atlet Unit Kegiatan Mahasiswa Basket Di Kota Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar. Universitas Hasanuddin; 2016.

  • 2.    Sahri S, Sugiarto S, Widiantoro V. Hubungan Lengkung Telapak Kaki Dengan Kelincahan. Jendela Olahraga. 2017;2(1).

  • 3.    Fajar D, Permana W. Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin. Perkemb Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin. 2013;3(1).

  • 4.    Witari NPD, Cahyawati PN, Lestarini A. Prevalence faltfoot in primary school. IOP Conf Ser Mater Sci Eng. 2018;434(1).

  • 5.    Halabchi F, Mazaheri R, Mirshahi M, Abbasian L. Pediatric flexible flatfoot; Clinical aspects and algorithmic approach. Iran J Pediatr. 2013;23(3):247–60.

  • 6.    Jakovljevic ST, Karalejic MS, Pajic ZB, Macura MM EF. Speed and Agility of 12- and 14-Year-Old Elite Male Basketball Players. J Strength Cond Res. 2012;26(9):2453–9.

  • 7.    Noorani. Status Anak Dunia 2019 [Internet]. Unicef Indonesia. 2019. Available from: https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anak-dunia-2019

  • 8.    Ganu SS, Panhale V. Effect of obesity on arch index in young adults. Online J Heal Allied Sci. 2012;11(4):6–8.

  • 9.    Pita-Fernández S, González-Martín C, Seoane-Pillado T, López-Calviño B, Pértega-Díaz S, Gil-Guillén V. Validity

of footprint analysis to determine flatfoot using clinical diagnosis as the gold standard in a random sample aged 40 years and older. J Epidemiol. 2015;25(2):148–54.

  • 10.    Husna I, Sibarani. Pengaruh Pandemi COVID-19 Terhadap Penurunan Aktivitas Fisik pada Remaja selama Lockdown [Internet]. 2021. Available from: https://osf.io/v39tx/

  • 11.    Ockta Firdiansyah. Hubungan Arcus Pedis Terhadap Kelincahan Motorik Pada Anak Usia 3-4 Tahun. Doctora dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2016.

  • 12.    Arévalo-Mora JF, Reina-Bueno M, Munuera P V. Influence of children’s foot type on their physical motor performance. J Am Podiatr Med Assoc. 2016;106(1):15–21.

  • 13.    Nakhostin-Roohi B, Hedayati S, Aghayari A. The effect of flexible flat-footedness on selected physical fitness factors in female students aged 14 to 17 years. J Hum Sport Exerc. 2013;8(3 SUPPL):788–96.

    fc) ©


Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 10, Nomor 2 (2022), Halaman 79-83, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi | 83 |