Identifikasi Risiko Gangguan Muskuloskeletal di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang: Studi Obsevasional
on
ORIGINAL ARTICLE
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 71-75 P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443
Identifikasi Risiko Gangguan Muskuloskeletal di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang: Studi Obsevasional
Dzikra Nurseptiani1*, Dyah Putri Aryanti2, Felia Agustin3
1i2i3Universitas Muhammdiyah Pekajangan Pekalongan, Pekalongan, Jawa Tengah
*Koresponden: dzik.pink@gmail.com
Diajukan: 7 Desember 2023 | Diterima: 15 Januari 2023 | Diterbitkan: 17 Januari 2024
DOI: https://doi.org/10.24843/mifi.id.110196
ABSTRAK
Pendahuluan: Umur lanjut akan mengalami berbagai permasalah yang dapat memengaruhi kondisi tubuh dan pergerakan di sehari-hari, termasuk pada sistem muskuloskeletal non-bedah. Salah satu dampaknya adalah penurunan pada sistem muskuloskeletal akibat penuaan, yang sering kali mengakibatkan gangguan keseimbangan, penurunan fleksibilitas lumbal, nyeri pinggang, osteoarthritis pada lutut, dan penurunan kekuatan otot panggul.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasi langsung, wawancara, dan kuesioner berbentuk Google Form untuk mengumpulkan data. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian dengan analitik dan pendekatan kuantitatif, khususnya cross-sectional. Populasi dalam pengambilan data mencakup 121 lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang, dan metode total sampling digunakan.
Hasil: Analisis data menunjukkan mayoritas lansia berumur 70-74 tahun (59,50%) dan perempuan (82,65%). Gangguan muskuloskeletal non-bedah yang paling umum adalah penurunan fleksibilitas lumbal (44,64%). Hasil analisis faktor menunjukkan adanya hubungan antara (p=0,034) dan jenis kelamin (p=0,000) dengan kejadian gangguan muskuloskeletal non-bedah. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dan kejadian gangguan muskuloskeletal non-bedah (p=0,277).
Simpulan: Lansia dengan umur 70-74 tahun, mayoritas perempuan, dan beragam pekerjaan sebelumnya memiliki kecenderungan mengalami gangguan muskuloskeletal non-bedah. Penurunan fleksibilitas lumbal menjadi masalah utama. Umur dan jenis kelamin memainkan peran dalam kejadian gangguan muskuloskeletal pada lansia.
Kata Kunci: lansia, gangguan musculoskeletal, non-bedah, obervasional
PENDAHULUAN
Kedudukan lansia di Indonesia saat ini di posisi tingkat ke ketiga dunia, dimana sebelumnya ada India dan Cina.1 Diprediksikan bahwa pada tahun 2025, Indonesia akan memiliki sekitar 27,1 juta penduduk lansia. Di tingkat regional, Jawa Tengah menduduki peringkat kedua dalam jumlah lansia tertinggi di Kepulauan Jawa, mencapai 25,86% (Badan Pusat Statistik, 2020).2
Di Kabupaten Pemalang, data menunjukkan jumlah lansia laki-laki dalam rentang umur 60-64 tahun mencapai 29.428 jiwa, 65-69 tahun sebanyak 21.217 jiwa, dan 70-74 tahun sebanyak 12.894 jiwa. Sementara itu, jumlah lansia perempuan dengan rentang umur 60-64 tahun mencapai 30.825 jiwa, 65-69 tahun sebanyak 21.990 jiwa, dan 70-74 tahun sebanyak 15.317 jiwa (BPS Pemalang, 2020).2 Ini menunjukkan bahwa tantangan terkait populasi lansia di Kabupaten Pemalang memerlukan perhatian khusus dalam merancang kebijakan dan program pembangunan di masa depan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, didapati bahwa sebanyak 91 orang lansia mengalami penurunan fungsi muskuloskeletal dengan gangguan pada sistem otot.3 Temuan ini sama dengan kesimpulan dari penelitian di tahun 2018 dengan menunjukkan hasil bahwa permasalahan keseimbangan, penurunan kekuatan otot, dan fleksibilitas menjadi masalah utama pada lansia, yang meningkatkan risiko kejadian jatuh.4
Lansia menghadapi sejumlah masalah, terutama terkait dengan perubahan pada berbagai sistem tubuh, termasuk sistem muskuloskeletal. Salah satu perubahan yang konsisten dan terlihat secara nyata pada lansia adalah penurunan massa otot pada ekstremitas bawah, kekuatan otot, serta perubahan pada komponen saraf. Proses penuaan seringkali mengakibatkan tingkat atrofi yang tinggi pada otot-otot seperti gastrocnemius dan vasti, kelompok otot hamstring, dan quadrisep. Selama penuaan, otot-otot abdominal juga mengalami penurunan massa otot.5
Namun, menariknya, pada lansia yang sedang dalam kondisi tirah baring, kelompok otot abdominal justru dapat mengalami peningkatan massa otot, meskipun kekuatannya menurun. Hal ini menunjukkan kompleksitas perubahan pada sistem otot lansia, yang dapat bervariasi tergantung pada kondisi spesifik dan gaya hidup mereka.6
Untuk mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan pada lansia, perlu diperhatikan beberapa karakteristik berdasarkan data demografi. Karakteristik tersebut melibatkan faktor-faktor seperti umur (dalam tahun), jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), dan pekerjaan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membagi umur lanjut menjadi empat tahap, di mana kategori pertengahan (middle age) berada pada rentang 45-59 tahun, umur yang sudah lanjut (elderly)
pada rentang 60-74 tahun, lanjut tua (old) pada rentang 75-90 tahun, dan kategori sangat tua (very old) mencakup umur di atas 90 tahun.7 Pemahaman tentang karakteristik demografi ini dapat memberikan wawasan lebih lanjut mengenai profil kesehatan dan kebutuhan kesehatan lansia dalam suatu populasi.8
Individu yang sudah memasuki umur lebih dari 60 tahun akan mengalami beberapa permasalahan pada kondisi yang dapat memengaruhi fisik dan kegiatan sehari-hari, termasuk penurunan pada sistem muskuloskeletal.9 Perubahan ini dapat berdampak pada penurunan fungsi kognitif, koordinasi, serta gangguan keseimbangan, kekuatan otot, refleks, proprioseptif, perubahan postur, dan peningkatan waktu reaksi yang terkait dengan sistem informasi sensoris, termasuk sistem visual, vestibular, serta somatosensoris yang melibatkan pengindraan taktil dan proprioceptive. 8
Selain itu, proses pengolahan informasi pusat mempunyai fungsi dalam penentuan titik tumpu tubuh dan penyejajaran gravitasi, sementara efektor melibatkan respons dari otot-otot postural, kekuatan otot, sistem adaptasi, dan gerakan sendi yang memengaruhi setiap aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.10
Menurut penelitian Butarbutar pada tahun 2020, ditemukan bahwa kejadian penurunan fungsi pada sistem muskuloskeletal pada lansia sangat tinggi, dengan 91 lansia mengalami gangguan propioseptif yang meningkatkan risiko jatuh.11 Temuan ini konsisten dengan penelitian serupa oleh Ranti dan rekan-rekannya pada tahun 2018, yang menunjukkan bahwa kejadian paling umum terkait dengan penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia melibatkan gangguan keseimbangan, penurunan kekuatan otot, dan fleksibilitas, semuanya berkontribusi pada peningkatan risiko jatuh.12
Kejadian yang paling umum pada seseorang yang sudah masuk dalam fase usia lanjut akan mengalami penurunan pada tubuh, terutama dalam sistem muskuloskeletal non-bedah yang didampak dari sebuah perjalanan penuaan, dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Usia lanjut tersebut akan mendapatkan gangguan keseimbangan yang meningkatkan risiko jatuh, penurunan fleksibilitas lumbal, nyeri punggung bawah (low back pain), osteoarthritis pada lutut, dan penurunan kekuatan otot dasar panggul.8
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini memiliki tujuan umum, yaitu untuk mengidentifikasi angka kejadian tertinggi dan faktor risiko gangguan muskuloskeletal non-bedah di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang. Tujuan khusus yang sudah dirancang ini adalah untuk menganalisis hubungan antara umur, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan kejadian gangguan muskuloskeletal non-bedah di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang. Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan adanya hubungan antara faktor risiko dengan kejadian gangguan muskuloskeletal pada lansia.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode observasional melalui wawancara, observasi, dan pembagian kuesioner dengan Google Form kepada narasumber/oponen. Tanpa melibatkan intervensi atau memberikan perlakuan, pemilihan metode ini bertujuan untuk mengidentifikasi angka kejadian terbesar pada gangguan muskuloskeletal non-bedah yang dialami lansia, serta untuk mengetahui faktor risikonya.
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data tentang karakteristik responden, jenis kelamin, pekerjaan, dan jenis gangguan muskuloskeletal yang dialami lansia. Setelah distribusi kuesioner, penelitian ini juga memanfaatkan metode dokumentasi untuk memperkuat data, termasuk pengambilan foto, nama, dan jumlah lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata. Pendekatan ini dirancang untuk memberikan gambaran yang komprehensif dan mendalam mengenai masalah yang menjadi dasar penelitian.
Salah satu jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini termasuk dalam kategori cross-sectional karena variabel bebas (independent) melibatkan kategori lansia, jenis kelamin, dan pekerjaan sebelum bergabung di panti, sementara variabel terikat (dependent) adalah kejadian gangguan muskuloskeletal non-bedah pada lansia. Gangguan tersebut mencakup gangguan keseimbangan, penurunan fleksibilitas lumbal, nyeri punggung bawah (low back pain), osteoarthritis pada lutut, dan penurunan kekuatan otot dasar panggul. Semua variabel diukur dengan skala ordinal dan diwawancarai langsung menggunakan kuesioner Google Form. Pendekatan ini memungkinkan analisis hubungan antara variabel bebas dan terikat pada satu titik waktu tertentu untuk memberikan gambaran terinci tentang kondisi yang sedang diteliti.
Pengambilan data dilakukan dengan total sampel sebanyak populasi yang ada, yakni 121 lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata. Pendekatan total sampel dipilih agar dapat mengidentifikasi jenis gangguan muskuloskeletal non-bedah pada seluruh lansia di institusi tersebut. Data penelitian dikumpulkan pada tanggal 31 Agustus 2023, melalui wawancara dan pengisian Google Form yang dilakukan bersama tim penelitian dan penanggung jawab Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang. Proses pengolahan data dilakukan pada tanggal 11 September 2023. Pendekatan ini memastikan representativitas data dari seluruh populasi lansia yang menjadi subjek penelitian.
Kriteria inklusi dalam research ini mencakup seseorang yang sudah berusia lanjut yang tergabung di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata dan bersedia berpartisipasi selama penelitian. Sementara itu, kriteria eksklusi melibatkan individu yang sudah usia lanjut yang tidak bersedia mengikuti penelitian dari awal sampai akhir. Dengan demikian, partisipasi dan keterlibatan penuh dari semua responden diharapkan untuk memastikan data yang konsisten dan representatif sepanjang durasi penelitian.
HASIL
Penelitian ini dilakukan di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang dengan melibatkan 121 orang lansia berumur di atas 60 tahun sebagai responden. Pendataan dilakukan melalui penggunaan kuesioner yang diisi saat itu juga oleh peneliti menggunakan Google Form. Hasil pengolahan data dipresentasikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik lansia (umur, jenis kelamin, pekerjaan) dan jenis gangguan muskuloskeletal non bedah lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata.
Variabel |
F |
% |
60-64 tahun |
4 |
3,31 |
Umur Oponen 65-69 tahun |
45 |
37,19 |
70-74 tahun |
72 |
59,50 |
Laki-Laki |
21 |
17,35 |
Jenis Kelamin Perempuan |
100 |
82,65 |
Tidak bekerja |
2 |
1,66 |
Mengurus cucu |
4 |
3,36 |
Pekerjaan Buruh |
32 |
26,46 |
Pedagang |
14 |
11,57 |
Lainnya |
69 |
57,03 |
Gangguan keseimbangan |
3 |
32,23 |
dan resiko jatuh | ||
Penurunan fleksibilitas |
54 |
44,64 |
lumbal Jenis Gangguan LBP |
3 |
2,48 |
Muskuloskeletal Non OA |
2 |
1,65 |
Bedah Penurunan kekuatan otot | ||
dasar panggul |
0 |
0 |
Nyeri leher |
10 |
8,26 |
Frozen shoulder |
13 |
10,74 |
Dilihat dari Tabel 1, dapat disimpulkan bahwa dari 121 sampel, mayoritas berumur 70-74 tahun (59,50%) atau sebanyak 72 lansia. Jenis kelamin mayoritas responden adalah perempuan, mencapai 100 lansia (82,65%). Tabel tersebut juga menggambarkan keragaman jenis pekerjaan lansia sebelum bergabung di panti pelayanan, terdapat 69 responden dengan beragam jenis pekerjaan (57,03%). Selanjutnya, terkait dengan angka kejadian tertinggi gangguan muskuloskeletal non-bedah pada lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata, penurunan fleksibilitas lumbal mendominasi, mencakup 54 responden (44,64%).
Hasil analisis faktor terkait kejadian gangguan muskuloskeletal non-bedah pada lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata dapat ditemukan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Analisis faktor kejadian gangguan muskuloskeletal non bedah lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata.
Variabel |
nilai p |
OR |
95% CI for EXP (B) | |
Batas Atas |
Batas Bawah | |||
Umur Lansia |
0,034 |
0,196 |
0,040 |
0,875 |
Jenis Kelamin |
0,000 |
0,010 |
0,002 |
0,049 |
Pekerjaan |
0,277 |
0,311 |
0,038 |
2,562 |
Berdasarkan tabel 2 didapatkan hasil analisis umur bahwa p value = 0,034 (<0,05) yang berarti ada hubungan umur lansia dengan kasus gangguan muskuloskeletal non bedah. Sedangkan untuk jenis kelamin didapatkan hasil p value 0,000 (<0,05) yang berarti ada corelation jenis kelamin dengan kasus gangguan muskuloskeletal non bedah. Selanjutnya terkait dengan pekerjaan didapatkan bahwa hasil dari p value 0,277 (>0,05) sehingga tidak ada hubungan status pekerjaan dengan kejadian gangguan muskuloskeletal non bedah.
Berdasarkan Tabel 2, hasil analisis umur menunjukkan bahwa p-value = 0,034 (<0,05), yang mengindikasikan adanya corelation antara umur lansia dengan kasus gangguan muskuloskeletal non-bedah. Sementara itu, untuk jenis kelamin, ditemukan bahwa p-value = 0,000 (<0,05), menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kasus gangguan muskuloskeletal non-bedah. Namun, terkait dengan pekerjaan, hasil p-value adalah 0,277 (>0,05), menunjukkan bahwa tidak ada corelation yang signifikan antara status pekerjaan dengan kejadian gangguan muskuloskeletal non-bedah pada lansia.
DISKUSI
Prevalensi lansia di Indonesia meningkat secara signifikan dari 7,56% pada tahun 2010 berubah 9,7% pada tahun 2019, dengan proyeksi mencapai 15,7% pada tahun 2035. Peningkatan ini akan berdampak, baik dan bersifat positif maupun negatif, terhadap populasi lansia.13 Kondisi penduduk yang semakin tua merupakan isue besar yang tercermin dalam pertumbuhan jumlah dan proporsi lansia di setiap negara. Saat ini, jumlah keseluruhan individu tua di dunia mencapai 703 juta, dan proyeksi menunjukkan bahwa angka ini akan meningkat menjadi 1,5 miliar di tahun 2050. Dengan perkembangan ini, sekitar satu dari enam orang yang berada di dunia akan berumur 65 tahun atau lebih.4 Penuaan dapat membawa sejumlah masalah kesehatan pada lansia, terutama setelah umur 60 tahun. Menurut Riskesdas, lansia sering mengalami beberapa masalah kesehatan pada umur lebih dari 60 tahun. Penelitian juga menunjukkan bahwa perjalanan menuju umur tua umumnya terjadi setelah individu melewati tahap dewasa akhir. Selama perjalanan menuju umur tua tersebut, tubuh dapat mengalami beberapa keluhan kesehatan, seperti keluhan akibat degeneratif. Kasus degeneratif paling sering memengaruhi kondisi fisik lansia, dengan dampak pada sistem Neuromuskular, seperti gangguan keseimbangan, nyeri pinggang bawah, osteoartritis lutut, iskialgia, inkontinensia, dan stroke.4
Hasil penelitian lain berkesimpulan bahwa usia lanjut paling banyak mengalami gangguan muskuloskeletal nonbedah adalah lansia perempuan. Asumsi peneliti adalah jumlah individu berusia tua perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Temuan lain sejalan dengan hasil sebelumnya yang menunjukkan bahwa umur harapan
hidup lansia wanita lebih panjang dibandingkan dengan lanjut usia pria.14 Fase menopause juga menjadi faktor penting, terkait dengan aspek sosial, psikologis, dan emosional akibat perubahan fisiologis pada lansia perempuan.13
Penelitian Wijayanti pada tahun 2019 mendukung hasil ini dengan menunjukkan bahwa lebih banyak wanita mengalami gangguan muskuloskeletal karena cenderung memiliki kekuatan dan kemampuan otot yang lebih kecil. Kecenderungan hormon yang lebih mengikat lemak daripada membangun massa otot juga menjadi faktor kontributor. Penelitian lain menegaskan bahwa lansia wanita pasca menopause mengalami penurunan hormon lebih cepat, menyebabkan permasalahan kesehatan lebih dini dibandingkan dengan laki-laki. Ini dapat mengakibatkan gangguan pada sistem muskuloskeletal non-bedah, termasuk penurunan massa otot, ukuran muscle, transfusi muscle ke otot, dan penurunan kekuatan muscle pada anggota gerak bawah sebesar 40% antara 30 sampai 80 tahun.15
Gangguan pada kasus muskuloskeletal non-bedah yang terjadi pada lansia merupakan masalah yang memengaruhi fungsi normal dari sistem muskuloskeletal. Ini disebabkan oleh aktivitas yang berulang pada masa lampau dan berbagai faktor risiko di tempat kerja, yang dapat menimbulkan permasalahan ketika individu tersebut memasuki fase lansia.16 Faktor lain yang menjadi dasar penyebab gangguan muskuloskeletal non-bedah adalah pekerjaan yang berkaitan dengan posisi duduk saat bekerja, yang dapat menyebabkan otot menjadi tegang dalam waktu yang cukup lama.17
Apabila seseorang mencapai umur lanjut, terjadi penurunan pada massa otot di beberapa bagian tubuh. Perubahan gaya hidup dan penurunan muskuloskeletal secara umum merupakan penyebab utama kehilangan kekuatan otot. Penurunan ini juga dapat disebabkan oleh aktivitas fisik yang terus-menerus dilakukan, terutama dengan bertambahnya umur. Pada saat ini, sistem muskuloskeletal dalam tubuh dapat mengalami kelemahan karena kerusakan pada otot.18
Dari hasil pembuktian research lain, bahwa tidak ada hubungan antara status pekerjaan lansia dengan gangguan muskuloskeletal non-bedah. Hal ini mungkin disebabkan oleh rata-rata lansia di Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang yang memiliki pekerjaan yang ringan, seperti ibu rumah tangga.19
Hasil penelitian sebelumnya mencatat bahwa gangguan pada struktur pada muscle daerah punggung merupakan contoh dari penyebab munculnya berbagai masalah kasus muskuloskeletal pada tubuh, atau kasus lain yang disebabkan oleh trauma, misalnya kekakuan yang terjadi pada muscle atau strain pada daerah ligamen di punggung bagian bawah.6 Contoh lain permasalahan jaringan pada otot yang signifikan adalah penurunan fleksibilitas. Fleksibilitas adalah ketika seseorang mampu melalkukan gerakan dalam lingkup gerak sendi dengan tidak merasa kesulitan. Kemampuan fleksibilitas ini memainkan peran penting dalam menentukan fungsionalitas individu, yang berkontribusi pada produktivitas kerja maupun kehidupan sehari-hari.7
Hasil peneliti lain yang sejalan dengan temuan tersebut telah dilakukan oleh Dewi pada tahun 2015, yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara posisi ketika duduk dengan gaya statis dalam jangka waktu yang lama dengan fleksibilitas punggung pada pembatik di Surakarta. Temuan ini memberikan pemahaman lebih lanjut tentang dampak posisi duduk dan kekakuan otot pada fleksibilitas lumbal, yang dapat berpotensi menyebabkan masalah muskuloskeletal pada populasi yang bersangkutan.20
Fleksibilitas adalah kemampuan kapasitas otot untuk bergerak dan mengubah ukuran menjadi lebih panjang atau mengkerut sesuai dengan Rentang Gerak, dengan rasa nyaman dan daya tahan yang cukup. Fleksibilitas merupakan hal penting untuk mendukung aktivitas fisik dan mencapai kinerja gerakan yang optimal.21 Gangguan gerak dan fungsi pada struktur di sekitar punggung bawah dapat menjadi efek samping akibat penurunan fleksibilitas lumbal atau punggung bawah.3
Kendala dan hambatan yang muncul dalam proses ini adalah kesulitan yang terjadi di sebagian lansia dalam mengisi kuesioner melalui Google Form secara mandiri. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan satu per satu oleh tim penelitian agar dapat mengumpulkan data dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan fleksibilitas lumbal menjadi masalah utama pada lansia, sementara umur dan jenis kelamin terkait dengan faktor risiko gangguan muskuloskeletal non-bedah.
Harapan ke depan dari hasil penelitian ini yaitu adanya penelitian yang berkelanjutan dimana berkaitan dengan exercise yang dapat diberikan kepada individu yang sudah tua dan mengalami penurunan fleksibilitas lumbal. Penelitian-penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut dan solusi untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi risiko gangguan muskuloskeletal pada populasi lansia.
SIMPULAN
Dilihat dari hasil presentasi beberapa tabel di atas, menyimpulkan bahwa rentang umur yang terbanyak adalah 70-74 tahun (59,50%), dengan mayoritas jenis kelamin perempuan sebanyak 100 orang (82,65%), di mana 69 lansia (57,03%) memiliki berbagai macam pekerjaan sebelum bergabung di Panti. Lansia yang paling banyak mengalami gangguan muskuloskeletal non bedah adalah jenis gangguan penurunan fleksibilitas lumbal, mencapai 54 orang (44,64%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan penurunan fleksibilitas lumbal menjadi salah satu kasus tertinggi yang dialami oleh lansia sehingga nantinya peneliti akan membuat sebuah exercise untuk intervensi dalam kasus tersebut agar dapat meminimalisisr keluhan lansia yang tergabung dalam Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang.
UCAPAN TERIMA KASIH ATAU INFORMASI LAINNYA
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan yang telah memberikan dukungan dana internal kepada tim penelitian.
Ucapan terima kasih akan disampaikan kepada Kepala Pimpinan Panti Pelayanan Lansia Bojongbata Pemalang atas izin yang diberikan kepada tim peneliti dalam pengambilan data penelitian.
REFERENCES
-
1. Prastiwi RI, Risy W R, Lestari S. Postur Kifosis Menyebabkan Gangguan Keseimbangan Statis Lansia. J Keterapian Fis. 2020;5(2):140-146. doi:10.37341/jkf.v5i2.225
-
2. KemenKes RI. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Kesehatan Keluarga 2020-2024. Direktrat Kesehat Kel. Published online 2020:19.
-
3. Pradita A. Korelasi Fleksibilitas Otot Lumbal Dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah Correlation Of Lumbal Muscle Flexibility With Low Back Pain. Kieraha Med J. 2022;4(2):95-100.
https://ejournal.unkhair.ac.id/index.php/kmj
-
4. Jayadi T. Hidup Di Usia Lanjut Tetap Sehat, Aktif Dan Produktif. Berk Ilm Kedokt Duta Wacana. 2018;3(2):1. doi:10.21460/bikdw.v3i2.129
-
5. Kehler DS, Theou O. The impact of physical activity and sedentary behaviors on frailty levels. Mech Ageing Dev. 2019;180:29-41. doi:10.1016/j.mad.2019.03.004
-
6. Sulistyaningsih DR. Latihan Otot Dasar Panggul Efektif Untuk Mengatasi Inkontinensia Urin Pada Klien Post Operasi Prostatectomy. Nurscope J Penelit dan Pemikir Ilm Keperawatan. 2015;1(2):1. doi:10.30659/nurscope.1.2.1-8
-
7. Djajasaputra ADR, Halim MS. Fungsi Kognitif Lansia yang Beraktivitas Kognitif secara Rutin dan Tidak Rutin. J Psikol. 2019;46(2):85. doi:10.22146/jpsi.33192
-
8. Zahroh C, Ekawati L, Munjidah A, Afridah W, Noventi I, Winoto PMP. Quality of Life Pada Lansia. J Ilm Keperawatan (Scientific J Nursing). 2020;6(2):248-251. doi:10.33023/jikep.v6i2.648
-
9. Aulia AWD, Sena Wahyu Purwanza, Lilis Sulistiya Nengrum. The Faktor Penyebab Kekambuhan Rheumatoid Arthritis pada Lansia (55 – 85 Tahun). Nurs Inf J. 2022;1(2):61-66. doi:10.54832/nij.v1i2.190
-
10. Shafira N. Laporan Kasus: Amenore Prim. 2019;21(CMML):30-37.
-
11. Anuar R, Imani DR, Norlinta SNO. Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Kebugaran Lansia Dalam Masa Pandemi Covid-19: Narrative Review. FISIO MU Physiother Evidences. 2021;2(2):95-106.
doi:10.23917/fisiomu.v2i2.13978
-
12. Indarwati R, Psik M, Unair FK. Peningkatan Stabilitas Postural Pada Lansia Melalui Balance Exercise. Nurse Media J Nurs. 2010;1(2):59-68.
-
13. Sumandar S, Fadhli R, Mayasari E. Sosio-Ekonomi, Sindrom Metabolik terhadap Kekuatan Genggaman Tangan
Lansia di Komunitas. J Kesehat Vokasional. 2021;6(1):61. doi:10.22146/jkesvo.60813
-
14. Saraswati NL, Nugraha MH, Putra IPY, Thanaya SA. Penyuluhan Perubahan Struktur Fisik Dan Pemeriksaan Postural Pada Lansia Di Banjar Kesian Desa Lebih Gianyar. J Kedokt Univ Udayana. 2020;19(2):166-171.
-
15. Lazdia W, Amelia S, Silviani S. Balance Exercise To Postural Balance in Elderly At Ptsw Kasih Sayang Ibu, Batusangkar. Indones Nurs J Educ Clin. 2018;1(2):117. doi:10.24990/injec.v1i2.63
-
16. Misnaniarti M. Situation Analysis of Elderly People and Efforts To Improve Social Welfare in Indonesia. J Ilmu Kesehat Masy. 2017;8(2):67-73. doi:10.26553/jikm.2017.8.2.67-73
-
17. Kiik SM, Sahar J, Permatasari H. Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia (Lansia) Di Kota Depok Dengan Latihan Keseimbangan. J Keperawatan Indones. 2018;21(2):109-116. doi:10.7454/jki.v21i2.584
-
18. Wardojo SSI, Ritonga SF, Yuliadarwati NM. Analisa faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi muskuloskeletal pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2 di kota malang. J Ilmu Kesehat Bhakti Husada Heal Sci J. 2023;14(02):370-375. doi:10.34305/jikbh.v14i02.783
-
19. Ngadiran A. Hubungan Karakteristik (Umur, Pendidikan, Dan Lama Tinggal Di Panti) Dengan Tingkat Kecemasan Lansia. J Ilmu Kesehat Immanuel. 2020;13(2):104-108. doi:10.36051/jiki.v13i2.95
-
20. Sahara R, Pristya TY. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Low Back Pain (LBP) pada Pekerja: Literature Review. J Ilm Kesehat. 2020;19(3):92-99.
https://journals.stikim.ac.id/index.php/jikes/article/download/585/499/
-
21. Cahyono AD. J urnal AKP J urnal AKP. J AKP. 2015;6(1):34-39.
Karya ini dilisensikan dibawah Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 71-75, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |75|
Discussion and feedback