Analisis Kejadian Gangguan Muskuloskeletal Non Bedah pada Lansia di Kecamatan Kajen: Studi Observasional

Muhammad Ghilang Maulud Setyawan1*, Nurul Aktifah2

1i2Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jawa Tengah

Koresponden: ghilangmauludft@gmail.com

Diajukan: 21 Desember 2023 | Diterima: 17 Januari 2023 | Diterbitkan: 17 Januari 2024

DOI: https://doi.org/10.24843/mifi.id.110 86

ABSTRAK

Pendahuluan: Gangguan muskuloskeletal adalah masalah yang terjadi pada tendon, otot, ligamen, tulang, serta sistem saraf sebagai penggerak. Gangguan ini umumnya muncul akibat trauma dari aktivitas yang tidak baik dan terus-menerus dilakukan, atau karena faktor usia. Kendala muskuloskeletal yang sering dijumpai pada lansia termasuk osteoarthritis, frozen shoulder, nyeri leher, myogenik, gangguan keseimbangan, serta trigger finger.

Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, bertujuan untuk mengidentifikasi angka kejadian gangguan muskuloskeletal pada lanjut usia di daerah Kecamatan Kajen menggunakan metode kuesioner. Jumlah sampel sebanyak 83 orang dengan variabel yang diukur meliputi usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Informasi dianalisis menggunakan uji univariat untuk mendistribusikan frekuensi usia, jenis kelamin, dan pekerjaan, serta analisis bivariat dengan regresi logistik.

Hasil: Berdasarkan analisis data, tidak ditemukan hubungan antara angka kejadian gangguan muskuloskeletal dengan usia dan pekerjaan, dengan nilai p=0,017 dan nilai p=0,482. Namun, jenis kelamin terbukti berpengaruh pada angka kejadian tersebut, dengan nilai p=0,012.

Simpulan: Faktor usia dan pekerjaan tidak menjadi jaminan terjadinya gangguan muskuloskeletal, tetapi jenis kelamin memengaruhi kejadian tersebut. Gangguan pada sistem muskuloskeletal lebih sering ditemui pada wanita, mungkin disebabkan oleh lemahnya otot panggul bawah dan sistem center of gravity (COG) setelah melahirkan, dibandingkan dengan pria.

Kata Kunci: gangguan muskuloskeletal, non bedah, lansia

PENDAHULUAN

Muskuloskeletal menjadi masalah ketika aktivitas sehari-hari dilakukan secara berulang dengan pola yang tidak benar. Sistem muskuloskeletal, yang melibatkan otot, memiliki peran penting dalam memberikan bentuk pada tubuh, menjaga stabilitas, dan berfungsi sebagai penggerak. Keluhan yang dapat muncul meliputi sakit ringan hingga sakit berat.1 Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDCP) menggambarkan gejala yang terkait dengan sistem otot, tendon, ligamen, tulang rawan sendi, persyarafan, struktur tulang, dan pembuluh darah. Keluhan muskuloskeletal seringkali disebabkan oleh pengulangan dan trauma, terutama pada bagian otot skeletal dan sendi.2 Gejala awal penyakit muskuloskeletal meliputi rasa pegal, nyeri, kebas, kesemutan, edema, kaku, tremor, gangguan tidur, dan sensasi terbakar.

Masalah ini dapat menyebabkan kehilangan kemampuan motorik dan koordinasi gerak tubuh, menghambat kemampuan untuk menggunakan tubuh secara maksimal dalam aktivitas sehari-hari.3 Kasus gangguan muskuloskeletal juga dapat memiliki implikasi signifikan pada aspek sosial dan ekonomi. Pada tahun 2020, diperkirakan 1,71 miliar orang mengalami kendala muskuloskeletal di negara maju dengan prevalensi sebesar 441 juta. Prevalensi di wilayah Pasifik Barat mencapai 427 juta, sedangkan di Asia Tenggara mencapai 396 juta.4 Gangguan muskuloskeletal merupakan penyumbang terbesar pada jumlah penderita disabilitas di seluruh dunia, mencapai 149 juta orang, atau sekitar 17% dari total pengidap disabilitas.5 Lansia di Indonesia sering mengalami gangguan muskuloskeletal, seperti yang terlihat pada temuan 482 lansia di 12 kabupaten/kota di Indonesia. Informasi tersebut menunjukkan bahwa 80% mengalami penyakit pada bagian leher, 20% pada bahu, 40% pada punggung, 40% pada pinggang, 20% pada pinggul, 20% pada pantat, 40% pada paha, 60% pada lutut, dan 80% pada betis.6

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, variabel yang diuji melibatkan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan, menunjukkan adanya hubungan antara keluhan Gangguan Muskuloskeletal (MSDs) dengan usia dan gerakan berulang selama bekerja.7 Seiring bertambahnya usia, masalah utama terkait muskuloskeletal muncul karena berkurangnya massa otot tubuh, perubahan pola hidup, kelemahan otot, dan perubahan komponen saraf. Penurunan kekuatan otot, seperti otot gastrocnemius, vastus, dan grup hamstring, meningkat dengan proses penuaan, dengan keluhan nyeri yang semakin meningkat bila disertai kerusakan pada tendon, ligamen, sendi, dan otot.8

Faktor-faktor seperti pekerjaan yang melibatkan aktivitas fisik terus-menerus dan lingkungan kerja dapat memberikan pengaruh pada keluhan muskuloskeletal. Aktivitas fisik yang berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan

sistem tubuh, kelelahan otot, dan penurunan stabilitas sendi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko jatuh.9 Di Kecamatan Kajen, mayoritas penduduk bekerja sebagai petani (bagi laki-laki), ibu rumah tangga, dan pedagang di pasar (bagi perempuan). Dibandingkan dengan wilayah lain yang lebih banyak menghadapi masalah diabetes melitus, kasus gangguan muskuloskeletal pada lanjut usia di Kecamatan Kajen masih kurang dipahami secara mendalam.

Walaupun prevalensi dan dampak global dari gangguan muskuloskeletal telah diakui, penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan dengan menganalisis angka kejadian penyakit muskuloskeletal non-bedah pada lanjut usia di daerah ini. Hipotesisnya adalah bahwa faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dapat berkontribusi pada gangguan muskuloskeletal pada lanjut usia di Kecamatan Kajen. Dengan demikian, penelitian ini diberi judul "Analisis Angka Kejadian Penyakit Muskuloskeletal Non-Bedah pada Lansia di Kecamatan Kajen."

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yang bertujuan untuk mempelajari suatu populasi atau sampel tertentu. Pengambilan sampel dilakukan secara acak, dan data dikumpulkan menggunakan instrumen penelitian dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Strategi penelitian ini bersifat asosiatif, yaitu suatu penelitian deskriptif yang menguji hipotesis tentang dua variabel atau lebih. Penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai cross-sectional karena memungkinkan pengumpulan data pada satu titik waktu dan menggambarkan hubungan antara variabel yang diuji.

Studi ini menggunakan data yang dikumpulkan hanya sekali, terkadang lebih dari sehari, minggu, atau bulan, agar dapat memberikan jawaban yang dibutuhkan oleh penelitian tersebut. Keunggulan dari metode ini adalah biayanya yang terjangkau dan memberikan kontrol yang baik selama pengukuran, sehingga memudahkan dalam menarik kesimpulan. Namun, kelemahannya melibatkan ukuran sampel yang besar, representasi populasi secara efektif, potensi terjadinya bias yang dapat mempengaruhi hasil, dan kebutuhan akan populasi tertentu.10

Metode penelitian yang digunakan adalah observasional dengan melakukan wawancara, observasi, dan menyebarkan kuesioner kepada narasumber/oponen tanpa memberikan intervensi atau perlakuan. Pemilihan Puskesmas Kecamatan Kajen dilakukan karena aktifitas lansia dalam kegiatan Posyandu, memberikan kesempatan untuk pengumpulan data yang baik, dan waktu yang sudah diatur oleh kader dan bidan setempat pada bulan Desember–Mei 2023.

Besar sampel ditentukan dengan mempertimbangkan potensi variasi dan tingkat kepercayaan yang diinginkan dari hasil analisis, yang berjumlah 83 responden. Karena keterbatasan, sampel diambil dari seluruh populasi. Meskipun semakin banyak sampel semakin baik, jumlah sampel minimal yang harus diambil oleh seorang peneliti adalah 30.10

Posyandu merupakan wadah untuk mengumpulkan lansia dengan tujuan untuk memonitoring kesehatan dan penyuluhan, sebagai salah satu program Puskesma. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah lansia yang aktif, sementara kriteria eksklusi melibatkan usia di bawah 60 tahun. Lokasi penelitian adalah wilayah Puskesmas Kecamatan Kajen. Pengambilan sampel dilakukan terhadap seluruh populasi lansia aktif di wilayah Kecamatan Kajen yang tergabung dalam posyandu lansia.

Proses pengumpulan data dilakukan secara personal oleh peneliti menggunakan formulir yang telah disiapkan. Data yang dikumpulkan meliputi variabel bebas seperti usia, jenis kelamin sesuai KTP, pekerjaan sesuai kuesioner, dan variabel terikat yang mencakup gangguan muskuloskeletal dengan memberikan tes spesifik tertentu. Tes spesifik muskuloskeletal yang dilakukan di area lumbal melibatkan palpasi otot spesifik untuk menentukan trigger point, diagnosis osteoarthritis melalui pemeriksaan keterbatasan gerak, munculnya krepitasi, kaku di pagi hari, dan pemeriksaan tambahan terkait keterbatasan dengan tes valgus, varus, balotemen, anterior draw test, dan posterior draw test. Untuk frozen shoulder, melibatkan pemeriksaan pola gerak dengan tes drop arm, codman, empty can, full can, external rotation, dan internal rotation lag sign. Tes lainnya melibatkan infraspinatus test dan hornblower sign, sementara untuk tes keseimbangan digunakan time up and go tes.

HASIL

Untuk memberikan informasi yang lebih komprehensif, karakteristik sampel disajikan dalam bentuk tabel deskriptif dan frekuensi dalam persentase. Responden dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas, dengan jumlah total 83 orang yang diperoleh dari Puskesmas Kecamatan Kajen. Hasil dari kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi frekuensi usia, jenis kelamin dan pekerjaan lansia dan jenis gangguan muskuloskeletal

Variabel

F

%

Usia Responden 60-69 tahun

58

69,88

70-79 tahun

25

30,12

Jenis Kelamin Laki-laki

15

18,07

Perempuan

68

81,93

Pekerjaan

Tidak bekerja

40

48,19

Bekerja

43

51,81

Lanjutan Tabel 1. Distribusi frekuensi usia, jenis kelamin dan pekerjaan lansia dan jenis gangguan muskuloskeletal

Variabel                                      F %

Jenis Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan keseimbangan dan resiko jatuh

9

10,83

Myiogenik

33

39,79

OA

24

28,91

Frozen shoulder

11

13,25

Neck pain

4

4,81

Triger finger

2

2,41

Tabel 1 menunjukkan bahwa (57,84%) dari 48 partisipan berusia antara 60 hingga 67 tahun, dengan (81,93%) di antaranya adalah perempuan. Selain itu, (40,96%) adalah pedagang, dan masalah muskuloskeletal yang paling umum di antara mereka adalah miogenik, mencapai (39,79%).

Tabel 2. Hubungan usia, jenis kelamin, pekerjaan dengan jenis gangguan muskuloskeletal pada lansia

Variabel

Pengukuran

total %     OR p

Kurang % Baik %

Usia

60-69

14

16,87

44

53,01

58

69,88

1 /17

70-79

16

19,28

9

10,84

25

30,12

1,47

0,017

Jenis kelamin

Laki-laki

7

8,43

8

9,64

15

18,07

Q ∩Q

Perempuan

42

50,6

26

31,32

68

81,93

3,03

0,012

Pekerjaan

Tidak Bekerja

18

21,67

22

26,51

40

48,19

1/11

∩ ΛΛ9 0,482

Bekerja

28

33,73

29

34,93

43

51,81

1,41

Berdasarkan Tabel 2 di atas, nilai p=0,017 dan 0,482 menunjukkan tidak ada hubungan antara usia dan pekerjaan dengan jenis dengan gangguan muskuloskeletal pada lansia. ada hubungan positif secara statistik antara jenis kelamin terhadap gangguan muskuloskeletal dengan nilai p=0,012 dan OR 3,03, artinya perempuan lanjut usia mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi dari pada laki-laki.

DISKUSI

Berdasarkan Tabel 1, data menunjukkan bahwa dari 83 responden, sebanyak 58 orang berusia antara 60 hingga 69 tahun, dengan persentase sebesar 69,88%, sementara 25 orang lainnya berusia antara 70 dan 79 tahun, menyumbang persentase sebesar 30,12%. Penelitian ini diselenggarakan oleh Riskudas, yang menyampaikan bahwa masalah pada lansia mulai timbul setelah mencapai usia 60 tahun, dengan penurunan kekuatan otot mencapai 20%. Gejala pertama gangguan muskuloskeletal dan kelemahan otot seringkali muncul pada usia setengah baya, sekitar usia 35 tahun. Rinciannya menunjukkan bahwa risiko rendah terjadi pada usia 36-45 tahun, risiko sedang pada usia 46-55 tahun, dan risiko tinggi pada usia 56-65 tahun terhadap gangguan muskuloskeletal.8 Pengaruh penuaan membawa perubahan pada sistem neurologis dan penurunan fungsi sistem muskuloskeletal, yang pada akhirnya berdampak pada keseimbangan tubuh lansia.12 Beberapa bukti menunjukkan bahwa proses penuaan terjadi setelah tahap dewasa akhir, mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit degeneratif seperti gangguan keseimbangan, nyeri leher, osteoarthritis, triger finger, dan frozen shoulder.6

Hasil penelitian ini juga mengindikasikan adanya hubungan antara jenis kelamin (wanita dan pria) dengan gangguan muskuloskeletal. Wanita, setelah mengalami menopause, mengalami perubahan hormonal yang dapat menyebabkan penurunan kesehatan dibandingkan dengan pria. Selain itu, masalah otot menjadi relevan, karena dua pertiga (60%) perempuan memiliki ukuran dan kekuatan otot yang lebih kecil dibandingkan dengan pria. Kondisi ini menjadikan perempuan lebih rentan terhadap gangguan muskuloskeletal, dengan rasio kejadian sebesar 3:1 dibandingkan dengan laki-laki.13

Meskipun hasil statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara pekerjaan dan gangguan muskuloskeletal, penelitian lain menyatakan sebaliknya. Penelitian tersebut menyoroti terutama sikap kerja yang tidak benar, seperti posisi mengambil barang yang salah, posisi kepala dan pinggang yang terlalu membungkuk, dan duduk dengan posisi membungkuk tanpa relaksasi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan kontraksi otot yang melebihi kapasitasnya dapat menyebabkan trauma pada otot.14

Meskipun penelitian ini memberikan wawasan yang berharga, perlu dicatat bahwa ada batasan tertentu, termasuk kurangnya analisis mendalam tentang posisi kerja dan aktivitas lansia, yang dapat membatasi generalisabilitas temuan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut yang dapat mengatasi batasan ini dan mempertimbangkan faktor-faktor tambahan, seperti gaya hidup dan riwayat kesehatan individu, untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai hubungan antara faktor-faktor ini dengan gangguan muskuloskeletal pada lansia.

Berdasarkan penelitian ini, terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, penelitian ini memiliki batasan dalam analisis mendalam tentang posisi kerja dan aktivitas lansia. Analisis yang lebih rinci tentang faktor-faktor ini dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungannya dengan gangguan muskuloskeletal pada lansia. Kedua, penelitian ini mungkin kurang mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti gaya hidup dan riwayat kesehatan individu yang juga dapat berkontribusi terhadap gangguan muskuloskeletal pada lansia.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, penelitian mendatang sebaiknya memperluas cakupan analisis, terutama dalam hal posisi kerja dan aktivitas lansia. Pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor ini dapat memberikan pandangan yang lebih terperinci tentang penyebab gangguan muskuloskeletal pada lansia. Selain itu, penelitian lebih lanjut sebaiknya mencakup faktor-faktor tambahan seperti gaya hidup dan riwayat kesehatan individu untuk mengidentifikasi kontribusi yang lebih luas terhadap masalah kesehatan ini.

Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi yang signifikan. Pertama, pemahaman bahwa risiko gangguan muskuloskeletal meningkat dengan bertambahnya usia dapat membantu dalam pengembangan intervensi yang lebih efektif untuk mencegah atau mengurangi dampaknya pada lansia. Selain itu, pemahaman bahwa jenis kelamin memainkan peran penting dapat membimbing pendekatan pengelolaan kesehatan yang lebih spesifik untuk wanita lanjut usia.

Secara umum, hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan pada populasi lansia dengan karakteristik serupa. Namun, perlu diperhatikan bahwa penelitian ini memiliki batasan tertentu, seperti fokus pada populasi tertentu dan kurangnya representasi variasi geografis. Oleh karena itu, generalisabilitas hasil penelitian ini dapat ditingkatkan melalui penelitian lebih lanjut yang melibatkan sampel yang lebih luas dan beragam untuk mencakup berbagai konteks dan karakteristik populasi lansia.

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa rentang usia 60-69 tahun mendominasi responden lansia, dengan mayoritas mengalami gangguan muskuloskeletal non-bedah, terutama dari diagnosis myogenik. Terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dan gangguan muskuloskeletal, di mana perempuan memiliki risiko lebih tinggi. Meskipun tidak ada hubungan yang terlihat antara pekerjaan dan gangguan muskuloskeletal berdasarkan hasil statistik, penelitian lain menekankan pentingnya sikap kerja yang benar untuk mencegah trauma otot.

Namun, penelitian ini memiliki kelemahan dalam analisis mendalam terkait posisi kerja dan aktivitas lansia, serta kurangnya pertimbangan terhadap faktor-faktor tambahan seperti gaya hidup dan riwayat kesehatan individu. Oleh karena itu, penelitian mendatang disarankan untuk memperluas cakupan analisis agar dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif. Implikasinya melibatkan pengembangan intervensi yang lebih efektif dalam mencegah atau mengurangi dampak gangguan muskuloskeletal pada lansia, khususnya pada rentang usia yang lebih tua. Kesimpulannya, hasil penelitian ini dapat diterapkan pada populasi lansia dengan karakteristik serupa, meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih luas dan representatif untuk meningkatkan generalisabilitas temuan.

INFORMASI LAINNYA

Peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan atas dukungan keuangan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini. Tanpa kontribusi dan dorongan dari universitas, penelitian ini tidak mungkin terwujud. Terima kasih juga kepada Kepala Desa Kajen atas izin dan dukungannya yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian di wilayah ini.

Tak lupa, apresiasi setinggi-tingginya saya sampaikan kepada semua responden yang dengan sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Kontribusi dan kerjasama dari semua pihak sangat berarti dalam memperkaya data dan hasil penelitian. Semua dukungan yang diberikan menjadi fondasi kuat bagi kemajuan dan kesuksesan penelitian ini. Harapannya, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat dan bernilai positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat. Sekali lagi, terima kasih atas kerjasama, dukungan, dan kontribusi yang luar biasa dari semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Romadhoni DL, Ramadhani AN, dkk. Kelas Sehat Lansia Dalam Mengenal Permasalahan Pada Kasus Muskuloskeletal. GEMASSIKA J Pengabdi Kpd Masy. 2021;5(1):57. Doi:10.30787/Gemassika.V5i1.629

  • 2.    Bedu, H. H. S., Russeng, S. S., dkk. Faktor Yang Berhubungan Dengan Gannguanmuskuloskeletal Factor sassociated With muskuloskeletal Disordersorders ( Msds ) Pada Berbagai Jenis Industri. Published Online 2013.

  • 3.    Hasanuddin U, . Angka Kejadian Gangguan Muskuloskeletal Pada Petugas Kesehatan Di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. 2011;(February).

  • 4.    Cheisario HA, Wahyuningsih AS. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Keluhan Muskuloskeletal Disorder Pada Pekerja Di PT. Indones J Public Heal Nutr. 2022;2(3):329-338.

  • 5.    Dwiseptianto RW, Wahyuningsih AS. Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Sektor Informal. Indones J Public Heal Nutr. 2022;2(1):102-111. Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Sju/Index.Php/IJPHN

  • 6.    Rianti EDD, Soekanto A, dkk. Hubungan Angka Kejadian Keluhan Muskuloskeletal Dengan Usia Di Wilayah Kerja Puksesmas Dukuh Kupang Rw V Surabaya. Biosapphire J Biol Dan Divers. 2023;2(1):36-43. Doi:10.31537/Biosapphire.V2i1.1014

  • 7.    Arifin AN, Darmawan GB. Analisis Faktor Terhadap Angka Kejadian Work Related Muskuloskeletal Disorders Pada Ojek Online Di Kabupaten Sleman. Jurna universtias al irsyad. 2023;16.

  • 8.    Mutiah A. Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders (Msds) Dengan The Brieftm Survey Dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan Msds Pembuat Wajan Di Desa Cepogo Boyolali. J Kesehat Masy Univ Diponegoro. 2013;2(2):18726.

  • 9.    Ramdan IM, Laksmono TB,. Determinan Keluhan Muskuloskeletal Pada Tenaga Kerja Wanita Determinant Of Musculosceletal Disorders Complaint On Female Workers. Kesmas, J Kesehat Masy. 2012;7(4):169-172.

  • 10.    Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D.; 2016.

  • 11.    Ulfa F, Handayani OWK. Indeks Massa Tubuh, Kelelahan Kerja, Beban Kerja Fisik Dengan Keluhan Gangguan Muskuloskeletal. Higeia J Public Heal Res Dev. 2018;2(2):227-238.

  • 12.    Fatejarum A, Saftarina F, dkk. Individual Factors Related To The Occurrence Of Muskuloskeletal Complaints In Farmers At Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu. J Agromedicine Unila. 2020;7(1):7-12.

  • 13.    Christia E, Paul K, dkk. Gambaran Posisi Kerja Dan Keluhan Gangguan Muskuloskeletal Pada Petani Padi Di Desa Kiawa 1   Barat Kecamatan Kawangkoan Utara. Pharmacon.   2016;5(4):267-272.

Https://Ejournal.Unsrat.Ac.Id/V3/Index.Php/Pharmacon/Article/View/14045/13618

  • 14.    Shobur S, Maksuk M, dkk. Risk Factors Of Muskuloskeletal Disorders (Msds) On Weaving Workers In Kelurahan Tuan Kentang Palembang. J Med (Media Inf Kesehatan). 2019;6(2):113-122.


Karya ini dilisensikan dibawah Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 76-80, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |80|