Analisa Indeks Massa Tubuh dan Fleksibilitas Otot Hamstring Lansia di Sesetan: Studi Observasional
on
ORIGINAL ARTICLE
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 87-94 P-ISSN 2303-1921, E-ISSN 2722-0443
Analisa Indeks Massa Tubuh dan Fleksibilitas Otot Hamstring Lansia di Sesetan: Studi Observasional
I Gusti Bagus Ngurah Galang Angob Bramana1*, Komang Tri Adi Suparwati2, I Made Dhita Prianthara3,
I Putu Astrawan4
-
1,2,3,4Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Bali Internasional, Denpasar, Bali
*Koresponden: wahalang@gmail.com
Diajukan: 9 Oktober 2023 | Diterima: 27 Oktober 2023 | Diterbitkan: 17 Januari 2024
DOI: https://doi.org/10.24843/mifi.id.10 8 5
ABSTRAK
Pendahuluan: Seiring bertambahnya usia, fleksibilitas otot mengalami penurunan yang memiliki peran dalam menjaga stabilitas postur tubuh dan pergerakan yang penting dalam kaitannya dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) pada lansia. Penurunan fleksibilitas otot juga dapat mengakibatkan keterbatasan fisik yang berdampak pada produktivitas, kualitas hidup, dan kebahagiaan lansia. Salah satu faktor yang memengaruhi fleksibilitas otot adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara IMT dan fleksibilitas otot hamstring pada lansia.
Metode: Ringkasan metode penelitian menjelaskan desain penelitian yang digunakan. Rancangan penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross-sectional) yang dilakukan pada bulan April 2021. Populasi penelitian melibatkan seluruh lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar, dan sampel dipilih dengan metode pengambilan sampel keseluruhan (whole sampling). Sebanyak 57 sampel penelitian memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. IMT diukur dengan mengukur berat badan dan tinggi badan partisipan, dan kemudian dihitung dengan rumus IMT. Fleksibilitas otot hamstring diukur dengan Chair Sit and Reach Test. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak komputer, dengan uji chi-square test untuk menilai hubungan antara IMT dan fleksibilitas otot hamstring.
Hasil: Hasil analisis hubungan antara IMT dan fleksibilitas hamstring pada lansia dengan uji chi-square test menunjukkan hasil p=0,000 (p<0,05), menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara IMT dan fleksibilitas hamstring.
Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dan fleksibilitas otot hamstring pada lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar.
Kata Kunci: indeks massa tubuh, fleksibilitas hamstring, lansia
PENDAHULUAN
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia telah berdampak positif pada usia harapan hidup.1 Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, dalam Riset Kesehatan Dasar 2013, usia harapan hidup pada tahun 2000-2005 mencapai 66,4 tahun, dan proyeksi pada tahun 2045-2050 menunjukkan kenaikan hingga 77,6 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup ini, jumlah penduduk lansia atau orang lanjut usia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11,34 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia. Angka ini memberikan tantangan signifikan dalam upaya menciptakan kualitas hidup yang sehat dan produktif bagi lansia.2
Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.3 Kehidupan lansia yang produktif sangat penting untuk diwujudkan, disamping untuk meringankan beban usia produktif, juga untuk dapat menjamin kehidupan masa tua yang bahagia dan berkualitas.4 Produktifitas lansia dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan kualitas hidup lansia dengan mengupayakan agar lansia menjalani kehidupan secara optimal dengan menjaga faktor fisik, psikologis, lingkungan dan hubungan sosial yang baik.5 Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas lansia, faktor kesehatan fisik merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia.3
Proses menua yang terjadi pada lansia dapat digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.6 Situasi ini diperburuk dengan gaya hidup sedentary dan masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan latihan fisik yang benar sehingga angka kejadian peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu overweight dan obesitas terus meningkat.7 Pada sudut pandang yang berbeda didapatkan bahwa memasuki usia 70 tahun lansia justru mengalami penyusutan baik dari segi berat badan maupun tinggi badan yang mengakibatkan penurunan IMT atau underweight yang mempengaruhi massa otot serta fleksibilitas otot dan sendi.8 Demikian juga lansia yang memiliki IMT normal tetap mengalami degenerasi otot sehingga lansia baik yang memiliki IMT underweight, normal, overweight, maupun obesitas, dapat mengalami gangguan pada otot dan sendi termasuk penurunan fleksibilitas, sehingga sangat penting untuk memelihara integritas sendi dan ototnya secara teratur untuk memperlambat degenerasi sendi dan otot pada lansia.9
Untuk dapat menjalani dan menikmati proses menua secara optimal, dapat dilakukan dengan mempertahankan kebugaran fisik lansia, salah satunya adalah dengan latihan fleksibilitas yang sangat penting untuk dilakukan karena dengan bertambahnya usia maka fleksibilitas seseorang akan semakin berkurang.9 Fleksibilitas adalah kemampuan yang dimiliki bermacam-macam sendi tubuh untuk dapat bergerak melalui luas/ lingkup gerak sendinya secara penuh. Fleksibilitas merupakan faktor penentu untuk melakukan gerakan pada manusia saat beraktivitas dan salah satu otot yang memegang peranan penting dalam aktivitas adalah otot hamstring.10
Otot-otot paha belakang atau kelompok otot yang disebut hamstring adalah otot-otot yang memiliki peran yang sangat penting dalam stabilisasi postur tubuh, pergerakan ekstremitas bawah dan batang tubuh serta dalam gerakan yang ada kaitannya dengan paha. Otot hamstring yang berfungsi menahan posisi stabilisasi panggul dan punggung bawah ini memungkinkan seseorang untuk berjalan, berlari, duduk, jongkok, melompat, serta mengubah kecepatan dan arah, sehingga sangat penting dalam mendukung seseorang untuk melakukan gerakan dalam aktivitas sehari-hari Activity of Daily Living (ADL).11 Demikian pula pada lansia, fleksibilitas otot yang kurang pada lansia dapat menyebabkan gerakan lebih lamban dan rentan terhadap cedera otot, ligamen, serta jaringan lainnya, sehingga dengan memelihara fleksibilitas otot hamstring dapat menunjang lansia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa ketegangan otot dan rasa sakit, serta dapat meningkatkan kualitas hidup dan produktifitasnya.9
Fleksibilitas pada lansia menjadi sangat penting karena fleksibilitas punggung bawah, kaki dan bahu, termasuk fleksibilitas hamstring juga bertindak sebagai pencegah yang efektif terhadap risiko cedera muskuloskeletal yang dapat mengganggu ADL lansia.12 Pada penelitian yang dilakukan oleh Mistry dkk. pada tahun 2014, ditemukan bahwa fleksibilitas hamstring berkurang seiring bertambahnya usia dan lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.
Walaupun aktivitas dan latihan fisik sangat penting bagi lansia serta walaupun masyarakat telah memiliki pengetahuan mengenai pentingnya latihan fisik, namun kesadaran masyarakat dalam melaksanakan latihan fisik yang benar masih rendah sehingga angka kejadian kenaikan berat badan dan obesitas terus meningkat.7 Dari data global diidentifikasi bahwa wanita kurang aktif dibandingkan pria, dengan 32% wanita dan 23% laki-laki diklasifikasikan sebagai tidak cukup aktif secara fisik.13 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bittencour dkk. pada tahun 2017, didapatkan bahwa orang yang kelebihan berat mengalami perubahan muskuloskeletal dan fungsional. Pada penelitian yang dilakukan oleh Radhakrishnan dkk. pada tahun 2018 terhadap pria pada usia pertengahan berumur 40-50 tahun, didapatkan bahwa partisipan yang diidentifikasi mengalami overweight dan obesitas, mengalami penurunan fleksibilitas otot terutama pada otot punggung dan otot hamstring.
Chen dkk. pada tahun 2019, membuktikan bahwa kelemahan otot dan rasa sakit saat bergerak yang mempengaruhi fleksibilitas lebih sering terjadi pada lansia dengan underweight dibandingkan dengan yang memiliki IMT normal.14 Kelemahan otot dan rasa sakit saat aktivitas fisik pada lansia dengan IMT normal tetap terjadi walaupun dengan intensitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan lansia dengan underweight, overweight, maupun obesitas.14 Data dari Riskesdas Depkes R.I. tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa sebesar 15,4% dan overweight sebesar 13,5%. Jika prevalensi obesitas dan overweight digabungkan, maka prevalensi penduduk Indonesia yang mengalami kelebihan berat badan sebesar 28,9 %.15 Data dari Kemenkes RI menyebutkan bahwa prevalensi obesitas yang paling tinggi adalah menjelang lansia sampai lansia yaitu pada kelompok umur 55-64 tahun yaitu sebesar 23,1%.2 Data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI tahun 2018 memaparkan bahwa proporsi obesitas terus meningkat dalam kurun waktu tahu 2007 sampai dengan tahun 2018. Tingkat ketergantungan lansia ≥60 tahun tercatat lebih tinggi pada daerah perkotaan dibandingkan pedesaan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu teridentifikasi bahwa masih jarang dilakukan penelitian mengenai kekuatan otot hamstring pada lansia dalam konteks komunitas yang dapat dijadikan dasar bagi upaya peningkatan produktivitas lansia berbasis komunitas terutama pada komunitas perkotaan.16
Lansia perlu dipersiapkan dalam upaya memelihara kualitas hidup mereka melalui pemeliharaan kesehatan fisik, terutama otot hamstring, yang memiliki pengaruh paling besar dalam mendukung lansia dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menilai IMT lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar, 2) Untuk mengevaluasi fleksibilitas hamstring pada lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar, 3) Untuk menentukan hubungan antara IMT dan fleksibilitas hamstring pada lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar. Fleksibilitas hamstring pada lansia diukur dengan menggunakan tes Chair Sit and Reach, kemudian dianalisis hubungannya dengan IMT. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kebugaran fisik dan produktivitas lansia berbasis komunitas. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan pendekatan penelitian observasional analitik dan menggunakan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Banjar Alas Arum Sesetan, Denpasar, mulai dari tanggal 5 Mei hingga 5 Juni 2021. Partisipan penelitian terdiri dari lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Partisipan dipilih dari daftar lansia yang terdaftar di Kantor Desa Denpasar Selatan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini mencakup lansia berusia 60 hingga 80 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, yang memiliki kesehatan mental yang baik, mampu berkomunikasi dengan baik, bersedia secara sukarela menjadi sampel penelitian dari awal hingga akhir penelitian dengan menandatangani informed consent, serta tidak mengalami nyeri pada lutut dan pinggang. Kriteria eksklusi meliputi individu yang mengalami disabilitas atau sakit parah, seperti gangguan muskuloskeletal dan neurologi, gangguan kognitif, atau gangguan kejiwaan, dan yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Juga termasuk dalam kriteria eksklusi adalah lansia yang tidak mampu berdiri dan berjalan sendiri tanpa bantuan, serta mereka yang pernah mengalami fraktur pada daerah pinggul.
Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan teknik total sampling, di mana dari total populasi 70 lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar, sebanyak 57 responden memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Besar sampel ini didapatkan dari seluruh sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Variabel bebas dalam penelitian adalah IMT yang dihitung dengan mengukur berat badan dan tinggi badan menggunakan rumus IMT. Sementara itu, variabel terikat adalah fleksibilitas hamstring, yang diukur menggunakan meterline dalam uji Chair Sit and Reach. Tes Chair Sit and Reach melibatkan lansia untuk duduk di kursi dan meluruskan kaki mereka, lalu tangan didorong sejauh mungkin ke depan, dan diukur sejauh berapa centimeter ujung jari bisa mencapai ujung kaki. Pengukuran ulang dilakukan jika posisi duduk lansia tidak benar atau jika posisi kaki masih terlalu ditekuk.
Ketepatan pengukuran dijamin dengan melibatkan seorang pengamat yang memastikan bahwa pengukuran dilakukan dengan konsisten dan benar. Faktor konfounding telah diminimalkan melalui pemilihan partisipan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik sampel penelitian, seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Analisis korelasi menggunakan uji chi-square karena variabel-variabel dalam penelitian berskala ordinal. Interpretasi hasil analisis statistik chi-square pada tingkat kepercayaan 95% dan deviasi 5% adalah sebagai berikut: jika nilai Asymp Sig Pearson Chi Square > 0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima, sementara hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Sebaliknya, jika nilai Asymp. Sig Pearson Chi Square < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Data diukur dan diolah menggunakan perangkat lunak SPSS. Dalam penelitian ini, tidak ada data yang hilang, dan data terdistribusi secara normal.
HASIL
Dalam penelitian ini, responden terdiri dari lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar yang dipilih menggunakan teknik pengambilan sampel total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 57 orang. Karakteristik responden, termasuk usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, dan fleksibilitas otot hamstring, dapat ditemukan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Responden Berdasarkan Usia
Kelompok Usia |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
60-65 |
27 |
47,4% |
66-70 |
27 |
47,4% |
71-75 |
3 |
5,2% |
Jumlah |
57 |
100% |
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan hasil bahwa responden pada usia 60-65 tahun sebanyak 27 responden (47,4%) dan 66-70 tahun sebanyak 27 responden (47,4%), serta responden dengan usia 71-75 tahun sebanyak 3 responden (5,2%). Data IMT pada kelompok usia responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar dapat ditemukan pada Tabel 2.
Tabel 2. IMT Berdasarkan Usia
Usia |
Normal |
IMT |
Overweight |
Total | ||
f |
% |
f |
% |
N |
% | |
60-65 |
15 |
26,4 |
12 |
21 |
27 |
47,4% |
66-70 |
17 |
29,8 |
10 |
17,5 |
27 |
47,4% |
71-75 |
2 |
3,4 |
1 |
1,75 |
3 |
5,2% |
Total |
34 |
59,6 |
23 |
40,3 |
57 |
100 |
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan hasil bahwa pada kelompok usia 60-65 tahun sebanyak 15 responden (26,4%) memiliki IMT normal dan sebanyak 12 responden (21%) memiliki IMT overweight. Pada kelompok usia 66-70 tahun sebanyak 17 responden (29,8%) memiliki IMT normal dan 10 responden (17,5%) memiliki IMT overweight. Selanjutnya pada kelompok usia 71-75 tahun sebanyak 2 responden (3,4%) memiliki IMT normal dan sebanyak 1 responden (1,75%) memiliki IMT overweight. Data fleksibilitas hamstring pada kelompok usia responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar dapat ditemukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Fleksibilitas Hamstring Berdasarkan Usia
Usia |
Fleksibilitas Hamstring |
Total | ||||
Normal |
Overweight | |||||
f |
% |
f |
% |
N |
% | |
60-65 |
16 |
28,1 |
11 |
19,3 |
27 |
47,4% |
66-70 |
10 |
17,5 |
17 |
29,85 |
27 |
47,4% |
71-75 |
1 |
1,75 |
2 |
3,5 |
3 |
5,2% |
Total |
27 |
47,4 |
30 |
52,6 |
57 |
100 |
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan hasil bahwa pada kelompok usia 60-65 tahun memiliki fleksibilitas hamstring normal sebanyak 16 responden (28,1%) dan sebanyak 11 responden (19,3%) memiliki fleksibilitas hamstring terbatas. Pada kelompok usia 66-70 tahun memiliki fleksibilitas hamstring normal sebanyak 10 responden (17,5%) dan sebanyak 17 responden (29,85%) memiliki fleksibilitas hamstring terbatas. Pada kelompok usia 71-75 tahun memiliki fleksibilitas hamstring normal sebanyak 1 responden (1,75%) dan sebanyak 3 responden (3,5%) memiliki fleksibilitas hamstring terbatas. Data responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar berdasarkan jenis kelamin dapat ditemukan pada Tabel 4.
Tabel 4. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Laki-laki |
33 |
57,9% |
Perempuan |
24 |
42,1% |
Jumlah |
57 |
100% |
Berdasarkan Tabel 4 didapatkan hasil bahwa responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 33 responden (57,9%) dan responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 24 orang (42,1%). Data IMT pada kelompok jenis kelamin laki-laki dan perempuan responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar dapat ditemukan pada Tabe 5.
Tabel 5. IMT Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin |
Normal |
IMT |
Overweight |
Total | ||
f |
% |
f |
% |
N |
% | |
Laki-laki |
23 |
40,3 |
10 |
17,6 |
33 |
57,9 |
Perempuan |
11 |
19,3 |
13 |
22,8 |
24 |
42,1 |
Total |
34 |
59,6 |
23 |
40,4 |
57 |
100 |
Berdasarkan Tabel 5 didapatkan hasil bahwa responden jenis kelamin laki-laki yang memiliki IMT normal sebanyak 23 responden (40,3%) dan yang memiliki IMT overweight sebanyak 10 responden (17,6%). Pada jenis kelamin perempuan yang memiliki IMT normal sebanyak 11 responden (19,3%) dan yang memiliki IMT overweight sebanyak 13 responden (22,8%). Data fleksibilitas hamstring pada kelompok jenis kelamin laki-laki dan perempuan responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar dapat ditemukan pada Tabel 6.
Tabel 6. Fleksibilitas Hamstring Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin |
Fleksibilitas Hamstring |
Total | ||||
Normal |
Overweight | |||||
f |
% |
f |
% |
N |
% | |
Laki-laki |
19 |
33,4 |
14 |
24,5 |
33 |
57,9 |
Perempuan |
8 |
14 |
16 |
28,1 |
24 |
42,1 |
Total |
27 |
47,4 |
30 |
52,6 |
57 |
100 |
Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil pada jenis kelamin laki-laki yang memiliki fleksibilitas hamstring norma sebanyak 19 responden (33,4%) dan yang memiliki fleksibilitas hamstring terbatas sebanyak 14 responden (24,5%). Pada jenis kelamin perempuan yang memiliki fleksibilitas hamstring normal sebanyak 8 responden (14%) dan yang memiliki fleksibilitas hamstring terbatas sebanyak 16 responden (28,1%). Data responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar berdasarkan IMT dapat ditemukan pada Tabel 7.
Tabel 7. Responden berdasarkan IMT | ||
IMT |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Normal |
34 |
59,6% |
Overweight |
23 |
40,3% |
Jumlah |
57 |
100% |
Berdasarkan Tabel 7 didapatkan hasil bahwa responden pada kategori IMT normal sebanyak 34 responden (59,6%) dan IMT overweight sebanyak 23 responden (40,3%). Data responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar berdasarkan fleksibilitas hamstring dapat ditemukan pada Tabel 8.
Tabel 8. Responden Berdasarkan Fleksibilitas Hamsting
Fleksibilitas Hamstring |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Normal |
27 |
47,4% |
Terbatas |
30 |
52,6% |
Jumlah |
57 |
100% |
Berdasarkan Tabel 8 didapatkan hasil bahwa responden pada kategori fleksibilitas hamstring normal sebanyak 27 responden (47,4%) dan responden pada kategori fleksibilitas hamstring terbatas sebanyak 30 responden (52,6%). Hubungan antara IMT dengan fleksibilitas hamstring pada responden lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar dapat ditemukan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hubungan IMT dengan Fleksibilitas Hamstring | |
IMT |
Fleksibilitas Hamstring Tot l Normal Terbatas T a p f % f % N % |
Normal Overweight Total |
26 45,6 8 14,0 34 59,6 1 1,7 22 38,6 23 40,3 0,000 27 47,4 30 52,6 57 100 |
Berdasarkan Tabel 9 didapatkan hasil responden pada kategori IMT normal dengan fleksibilitas hamstring normal sebanyak 26 responden (45,6%) dan responden yang memiliki IMT normal dengan fleksibilitas hamstring
terbatas sebanyak 8 responden (4%). Responden pada kategori IMT overweight dengan fleksibilitas hamstring normal sebanyak 1 responden (1,7%) dan responden pada IMT overweight dengan fleksibilitas hamstring terbatas sebanyak 22 responden (38,6%).
Hasil penelitian setelah dilakukan uji chi-square test untuk mencari hubungan IMT dengan fleksibilitas otot hamstring lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar diperoleh nilai p sebesar 0,000. Dari analisis data dengan menggunakan chi-square test, didapatkan p=0,000 dimana p<0,05. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan fleksibilitas otot hamstring lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar.
DISKUSI
Karakteristik Responden
Karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa pada kelompok usia 60-65 tahun berjumlah 27 responden (47.4%), kelompok usia 66-70 tahun juga berjumlah 27 responden (47,4%), dan responden dengan usia antara 71-75 tahun sebanyak 3 responden (5,2%). Situasi kelompok usia lansia pada penelitian ini sesuai dengan proporsi lansia di Provinsi Bali yaitu persentase lanjut usia (elderly) 60-74 tahun lebih banyak dari lanjut usia tua (old) 75–90 tahun.17
Secara khusus dalam penelitian ini, didapatkan bahwa pada seluruh kelompok usia, lansia pada Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar lebih banyak memiliki IMT normal. Pada usia 60-65 sebanyak 15 responden (26,4%) memiliki IMT normal dan sebanyak 12 responden (21%) mengalami overweight. Pada kelompok usia 66-70, sebanyak 17 responden (29,8%) memiliki IMT normal dan 10 responden (17,5%) mengalami overweight. Selanjutnya pada kelompok usia 71-75, sebanyak 2 responden (3,4%) memiliki IMT normal dan 1 responden (1,75%) mengalami overweight Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Dahlan dkk. pada tahun 2018, yang menyatakan bahwa IMT sangat dipengaruhi oleh usia, yaitu mulai meningkat pada masa pre lansia dan menurun saat memasuki usia 70 tahun terlihat dalam penelitian ini bahwa persentase overweight menurun pada kelompok usia yang lebih tua. Overweight pada lansia pada umumnya disebabkan karena penurunan kebutuhan energi, terutama pada kelompok usia 50 hingga 65 tahun yang berkontribusi pada peningkatan lemak tubuh seiring bertambahnya usia. Pada usia 65 tahun ke atas, perubahan hormonal yang terjadi selama penuaan dapat menyebabkan penumpukan lemak yang dikaitkan dengan penurunan sekresi hormon pertumbuhan, penurunan respon terhadap hormon tiroid, penurunan testosteron, dan resistensi terhadap leptin.18 Lansia dengan IMT normal pada umumnya dapat menjaga keseimbangan asupan dan kebutuhan energi yang juga dipengaruhi oleh gaya hidup dan lingkungan yang baik.18
Pada penelitian ini, responden pada kategori fleksibilitas hamstring yang terbatas sebanyak 30 responden (52,6%), selanjutnya responden dengan kategori fleksibilitas hamstring yang normal sebanyak 27 responden (47,4%). Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa pada kelompok usia 60-65 tahun lebih banyak memiliki fleksibilitas hamstring normal yaitu sebanyak 16 responden (28,1%), sedangkan sebanyak 11 responden (19,3%) memiliki fleksibilitas hamstring terbatas. Hasil berbeda pada kelompok usia 66-70 yaitu lebih banyak lansia memiliki fleksibilitas hamstring yang terbatas sebanyak 17 responden (29,85%) dibandingkan dengan yang memiliki fleksibilitas hamstring normal yaitu sebanyak 10 responden (17,5%). Selanjutnya pada kelompok usia 71-75, sebanyak 2 responden (3,5%) memiliki fleksibilitas hamstring terbatas dan 1 responden (1,75%) memiliki fleksibilitas hamstring normal. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Dehnou dan Motamedi (2018) bahwa pada seluruh kelompok usia, lansia mengalami penurunan fleksibilitas dan terjadi secara progresif pada rentang usia 60-79 tahun. Lansia yang memiliki fleksibilitas hamstring baik cenderung pada lansia yang rajin melakukan latihan fisik atau aktif beraktivitas. Lansia dengan pekerjaan yang memerlukan fungsi otot dalam melakukannya, juga cenderung memiliki fleksibilitas otot yang baik.18 Penurunan fleksibilitas pada lansia disebabkan karena menurunya massa dan kekuatan otot rangka terkait proses penuaan.19 Kondisi ini dikenal dengan sarcopenia yang terjadi antara lain akibat penurunan level myosin heavy chain (MHC), resistensi insulin pada lansia akibat degenerai pankreas, serta peningkatan jumlah sitokin yang berakibat meningkatkan stres oksidatif sel sehingga menyebabkan hilangnya neuron motorik tulang belakang karena apoptosis, yang diikuti dengan penurunan jumlah dan ukuran serat otot yang mengganggu kinerja dan mengurangi kapasitas fungsional 20
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 33 responden (57,9%) dan responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 24 orang (42,1%). Dalam penelitian ini, responden laki-laki lebih banyak memiliki IMT normal yaitu sebanyak 23 responden (40,3%) dibandingkan dengan perempuan sebanyak 11 responden (19,3%). Sedangkan overweight lebih banyak dialami oleh perempuan yaitu sebanyak 13 responden (22,8%) dibandingkan pada laki-laki yaitu sebanyak 10 responden (17,5%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Frenzel dkk. pada tahun 2020, menyatakan bahwa gambaran IMT pada kedua jenis kelamin sangat mirip dan meningkat seiring bertambahnya usia, namun pria menunjukkan rata-rata IMT sedikit lebih tinggi daripada wanita.21 Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan pada tubuh lansia antara lain karena penyusutan tinggi badan. IMT juga dipengaruhi oleh bentuk tubuh yaitu semakin menua bentuk tubuh yang langsing akan tetap langsing dan sebagian cenderung menjadi lebih kurus dan rapuh, sedangkan bentuk tubuh gemuk tetap saja gemuk dan cenderung obesitas, yang dimana bentuk tubuh wanita berubah lebih banyak dari pada laki-laki.21 Pada penelitian yang dilakukan oleh Puspaningtyas dan Putriningtyas (2017), didapatkan hasil bahwa overweight dan obesitas pada wanita disebabkan karena perempuan mengalami perubahan hormonal yang drastis setelah menopause dan memiliki persen lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding laki-laki, sedangkan pada laki-laki cenderung menetap karena persentase lemak yang lebih sedikit serta pengaruh hormonal yang tidak terlalu mempengaruhi IMT laki-laki. Adanya hormon testosterone pada laki-laki menyebabkan peningkatan massa otot, penurunan massa lemak, serta peningkatan sensitivitas insulin sehingga meningkatkan kemampuan fungsional otot serta kekuatan dan fleksibilitas otot.18
Dalam penelitian ini juga dijabarkan bahwa lebih banyak laki-laki memiliki fleksibilitas hamstring normal yaitu sebanyak 19 responden (33,4%) dibandingkan dengan perempuan yaitu sebanyak 8 responden (14%). Sedangkan perempuan lebih banyak memiliki fleksibilitas otot hamstring yang terbatas yaitu sebanyak 16 responden (28,1%)
dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebanyak 14 responden (24,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dehnou dan Motamedi (2018), yang menemukan bahwa lansia wanita mengalami lebih banyak penurunan fleksibilitas dibandingkan lansia laki-laki oleh karena adanya ketidakseimbangan hormonal yang terjadi saat wanita mulai memasuki masa pre menopause yaitu adanya penurunan konsentrasi hormon yang berpengaruh pada kelemahan jaringan ikat.19 Penurunan estrogen ketika menopause berpengaruh terhadap kesehatan wanita, yaitu mempengaruhi struktur dari tulang periartikular, lapisan sinovial, otot, ligamen, dan kapsulnya. Berbeda dengan perempuan, laki-laki memiliki hormon protektif, yaitu testosterone sehingga pada laki-laki tidak memiliki fase penurunan fleksibilitas seperti yang terjadi pada perempuan. Testosteron yang dimiliki laki-laki menginduksi hipertrofi otot rangka yang menyebabkan peningkatan kekuatan otot dan kekuatan kaki serta fleksibilitas otot. Selain itu aktivitas fisik aktif lebih banyak ditemui pada jenis kelamin laki-laki sehingga laki-laki cenderung memiliki fleksibilitas otot yang lebih baik dari wanita.22
Dalam penelitian ini responden terbanyak termasuk dalam kategori IMT normal yaitu sebanyak 34 responden (59,6%) diikuti oleh kategori overweight sebanyak 24 responden (40,3%). Hasil yang berbeda didapatkan dalam penelitian oleh Tandirerung dkk. pada tahun 2019, yaitu bahwa lansia lebih banyak memiliki IMT obesitas sebanyak 44%, diikuti berat badan normal 37%, overweight 19%, dan underweight 0%.23 Namun hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauziana dkk. pada tahun 2016, tentang IMT lansia di Singapura yaitu prevalensi terbanyak adalah mereka yang memiliki IMT normal adalah sebesar 52,5% diikuti oleh responden dengan overweight sebesar 33,4%, obesitas 8,7% dan underweight sebesar 5,5%.24 Data Risdekas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi overweight dan obesitas pada tahun 2013 masing-masing sebesar 13,5% dan 15,4%. Jika dibandingkan dengan data nasional maka prevalensi overweight pada penelitian ini lebih besar dari rata-rata nasional. Hal ini bisa disebabkan karena prevalensi overweight di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar memang lebih besar dari rerata nasional sesuai dengan hasil Riskesdas Depkes RI tahun 2013, bahwa Provinsi Bali memiliki prevalensi lebih tinggi dari rerata nasional serta adanya kecenderungan prevalensi obesitas dan overweight mengalami peningkatan dari tahun ke tahun diseluruh negara, termasuk Indonesia.25
Hubungan IMT dengan Fleksibilitas Hamstring
Hasil penelitian setelah dilakukan uji chi-square test menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan fleksibilitas otot hamstring lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar. Hubungan antara IMT dan fleksibilitas hamstring dalam penelitian ini adalah positif dengan nilai p sebesar 0,000. Sebagian besar responden yang overweight memiliki fleksibilitas hamstring yang terbatas (38,6%) serta sebagian besar responden yang dengan IMT normal memiliki fleksibilitas hamstring normal (45,6%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Ding dan Jiang pada tahun 2020, yaitu terdapat hubungan positif yang signifikan antara IMT dengan fleksibilitas yang merupakan salah satu indikator kebugaran seseorang.26
Fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan lingkup gerak sendi (LGS) secara optimal dengan satu atau beberapa sendi tanpa risiko cedera. Otot adalah komponen penting dari kelenturan karena sifat elastisnya. Otot adalah organ aktif yang karena kemampuan kontraksinya menjadi struktur utama dalam fleksibilitas. Serat otot ditutupi oleh membran (sarcolemma) dan dilapisi oleh jaringan penghubung (endomysium). Fleksibilitas akan mengalami keterbatasan apabila terjadi perubahan baik secara anatomi maupun fisiologis dari organ-organ yang mendukung terciptanya fleksibilitas otot. Perubahan-perubahan ini dapat terjadi seiring pertambahan usia serta perubahan IMT.18
Pada lansia terjadi penurunan fleksibilitas karena perubahan fisiologis pada sendi, tendon, ligamen, otot, cairan dan kartilago. Penuaan menyebabkan meningkatnya kekakuan pada kolagen karena bertambahnya jumlah crosslinkages karena kartilago fibrosa menggantikan degenerasi serabut-serabut otot. Proses penuaan juga membuat ligamen memendek serta kehilangan fleksibilitasnya. Elastin juga mengalami degenerasi dan lapisan dermis mengalami penipisan sehingga kehilangan elastisitasnya.9 Lansia juga mengalami perubahan muskuloskeletal antara lain serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, komposisi otot mengalami perubahan, dan aliran darah ke otot berkurang. Proses menua menyebabkan penurunan produksi cairan sinovial pada persendian dan tonus otot, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan.12
Pada seseorang dengan IMT yang tidak normal juga menunjukkan perubahan fleksibilitas. Meningkatnya massa lemak dalam otot dan pemendekan otot yang terjadi pada individu dengan overweight, dapat mempengaruhi penurunan fleksibilitas otot hamstring seseorang. Pada individu dengan overweight mengalami pemendekan otot-otot yang mempengaruhi fleksibilitas hamstring antara lain otot iliopsoas, hamstrings, gastrocnemius, quadriceps, piriformis, dan pectoral.27 Namun pada lansia yang memiliki IMT normal dapat mengalami fleksibilitas terbatas karena seringkali mengalami penyakit degenerasi sendi dan otot, osteoarthritis, serta osteoporosis.27
Seseorang dengan overweight juga mengalami penurunan performa gerakan yang melibatkan otot hamstring antara lain berkurangnya kemampuan fleksi hip, ekstensi hip, dan plantar fleksi.28 Penelitian lainnya didapatkan bahwa baik pada responden dengan overweight maupun underweight mengalami penurunan fleksibilitas otot yaitu menunjukkan performa terbatas dalam chair sit and reach test dan pada kasus underweight hal ini disebabkan karena massa lemak dan massa otot yang kurang.29 Jika dibandingkan antara individu dengan underweight dengan yang mengalami overweight atau obesitas, terbukti bahwa individu underweight memiliki fleksibilitas yang lebih baik.30 Hal ini terutama disebabkan karena seseorang yang gemuk memiliki massa lemak dan otot yang lebih tebal dan berat sehingga mempersulit peregangan otot secara lebih fleksibel. Infiltrasi lemak yang terjadi di dalam jaringan otot seseorang dengan IMT overweight atau obesitas, dapat menyebabkan obesitas sarcopenic sehingga massa otot menyusut yang menyebabkan menurunnya fleksibilitas otot.18 Namun Jarral dkk. pada tahun 2019 menyimpulkan bahwa seseorang dengan overweight tidak selalu mengalami keterbatasan fleksibilitas apabila orang tersebut rajin melakukan stretching dan latihan fisik.
Seseorang dengan IMT normal dalam penelitian oleh Jarral dkk. pada tahun 2019 tidak mengalami masalah fleksibilitas seperti pada individu yang mengalami overweight, obesitas, maupun underweight Kebugaran fisik yang baik pada umumnya ditemukan pada seseorang dengan IMT normal, demikian juga massa otot, fleksibilitas serta kemampuan fungsional otot dalam kehidupan sehari-hari. IMT normal menghindarkan seseorang dari resistensi insulin yang dapat menyebabkan berkurangnya massa otot, Seseorang dengan IMT normal pada umumnya juga lebih mudah melakukan aktivitas fisik sehingga fungsi otot terjaga serta menurunkan risiko cedera saat beraktivitas akibat kelebihan berat badan.31 IMT normal juga cenderung memiliki massa otot yang normal serta tidak menyusut seperti yang terjadi pada seseorang dengan underweight.31
Penelitian mengenai hubungan antara IMT dan fleksibilitas hamstring penting untuk diketahui terutama pada populasi lansia karena upaya pencegahan disabilitas pada lansia yang diakibatkan oleh peningkatan IMT dan kurangnya latihan pada lansia perlu disosialisasikan untuk dapat memulai program latihan sejak dini pada usia muda. Sosialisasi hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong dan memotivasi lansia untuk melaksanakan latihan fisik dalam mencegah disabilitas di masa tua.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain populasi lansia di Banjar Alas Arum Sesetan, Denpasar tidak dapat mewakili populasi lansia karena karakteristik lansia di perkotaan berbeda dengan di pedesaan. Responden tidak dibedakan berdasarkan gaya hidup mereka, sehingga fleksibilitas akibat perbedaan gaya hidup aktif atau sedentary tidak dapat dianalisis. Kelemahan penelitian ini juga tidak melibatkan pengkajian psikologis dan peran lansia dalam keluarga dan komunitas yang mungkin dapat mempengaruhi ADL dan kebiasaan makan lansia. Jumlah sampel dalam penelitian ini masih perlu ditingkatkan dan metode yang berbeda agar hasilnya lebih maksimal seperti misalnya dengan mixed method yaitu penelitian kuantitatif dipadukan dengan kualitatif.
Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan, yaitu bagi lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar agar menjaga keseimbangan Indeks Massa Tubuh (IMT) serta melalukan latihan fisik untuk dapat menjaga fleksibilitas otot hamstring khususnya serta mempertahankan kebugaran tubuh di usia lanjut sehingga dapat beraktivitas normal dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mendukung kebahagiaan dan kualitas hidup yang baik.
Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi untuk seluruh lansia mengingat lansia di pedesaan dan perkotaan memiliki aktivitas fisik yang berbeda sehingga mempengaruhi IMT dan fleksibilitas lansia. Namun, secara umum penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi lahirnya kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan program latihan dan program gizi bagi lansia sekaligus sarana promosi kesehatan pada fasilitas layanan kesehatan primer untuk mewujudkan lansia yang mandiri, produktif dan bahagia. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai penelitian ini mungkin juga dapat mendorong komunitas swadaya masyarakat dalam mewujudkan program latihan dan program gizi lansia melalui pemberdayaan masyarakat. Program berbasis komunitas ini dapat dilaksanakan pada lansia baik di pedesaan maupun di perkotaan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan fleksibilitas otot hamstring pada lansia di Banjar Alas Arum Sesetan Denpasar. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi lahirnya kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan program latihan dan program gizi bagi lansia sekaligus sarana promosi kesehatan pada fasilitas layanan kesehatan primer untuk mewujudkan lansia yang mandiri, produktif dan bahagia. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberdayakan masyarakat untuk program latihan mandiri.
UCAPAN TERIMA KASIH ATAU INFORMASI LAINNYA
IGBNGAB telah melakukan penelitian, bertanggung jawab atas desain penelitian, pengumpulan data, analisis data menggunakan SPSS, dan menyusun naskah hasil penelitian. KTAS, IMDP, dan IPA membantu penelitian literatur dan draft naskah. Peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta penelitian yang telah menyumbangkan waktu dan tenaga mereka dan teman yang membantu pengumpulan data untuk penelitian ini. Penelitian ini bersifat swadana dan merupakan bagian dari skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kemenkes RI. Infodatin: Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Published 2016. Accessed May 6, 2020. https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin lansia 2016.pdf
-
2. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. Published online 2013:1.
-
3. Dahlan AK, Umrah AS, Abeng T. Kesehatan Lansia - Kajian Teori Gerontologi Dan Pendekatan Asuhan. Vol 1.; 2018.
-
4. Suryadi S. Dampak Peningkatan Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia Terhadap Struktur Demografi dan Perawatan Lanjut Usia. J Pengemb Masyarakan Islam. 2018;3(2).
-
5. Adina AF. Hubungan Tingkat Kemandirian Dengan Kualitas Hidup Lansia Di Padukuhan Karang Tengah Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta. Published online 2017:5-13.
-
6. Kurnianto D. Menjaga Kesehatan di Usia Lanjut. J Olahraga Prestasi. 2015;11(2):19-30.
-
7. West SL, Caterini J, Banks L, Wells GD. The epidemic of obesity and poor physical activity participation: Will we ever see a change? J Funct Morphol Kinesiol. 2018;3(2). doi:10.3390/jfmk3020034
-
8. Dey DK, Rothenberg E, Sundh V, Bosaeus I, Steen B. Height and body weight in the elderly. I. A 25-year longitudinal study of a population aged 70 to 95 years. Eur J Clin Nutr. 1999;53(12):905-914.
doi:10.1038/sj.ejcn.1600852
-
9. Ibrahim RC, Polii H, Wungouw H. Pengaruh Latihan Peregangan Terhadap Fleksibilitas Lansia. J e-Biomedik. 2015;3(1). doi:10.35790/ebm.3.1.2015.8074
-
10. Oktavia H. Hubungan Fleksibilitas Otot Hamstringdengan Keseimbangan Dinamis Pada Lanjut Usia Wanita Di Posyandu Makam Haji Kartasura. Univ Muhammadiyah Surakarta. 2016;1(1).
-
11. Ivan Z. Anatomy, physiology and biomechanics of hamstrings injury in football and effective strength and flexibility exercises for its prevention. J Hum Sport Exerc. 2012;7(1 SPECIAL ISSUE). doi:10.4100/jhse.2012.7.Proc1.24
-
12. Arora A, Souza SD, Yardi S. Association between body mass index and hamstring/back flexibility in adolescent subjects. Int J Sci Res. 2016;5(7):96-99.
-
13. World Health Organization. Physical Activity. Published 2022. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity
-
14. Chen C, Winterstein AG, Fillingim RB, Wei YJ. Body weight, frailty, and chronic pain in older adults: A crosssectional study. BMC Geriatr. 2019;19(1):1-10. doi:10.1186/s12877-019-1149-4
-
15. Sugiritama IW, Wiyawan IG, Arijana IGK, Ratnayanti IGA. Gambaran IMT (indeks massa tubuh) kategori berat badan lebih dan obesitas pada masyarakat banjar Demulih, kecamatan Susut, kabupaten Bangli. Univ Udayana. Published online 2015.
-
16. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat RI. 2018;53(9):1689-1699.
-
17. Badan Pusat Statistik. Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Tahunan 2010-2020 Provinsi Bali. Published 2015. https://www.bps.go.id/publication/2015/06/30/3f00ba5011fbbec6989725fe/proyeksi-penduduk-kabupaten-kota-tahunan-2010-2020-provinsi-bali.html
-
18. Batsis JA, Zagaria AB. Addressing Obesity in Aging Patients. Med Clin. 2018;102(1):65-85. doi:10.1016/j.mcna.2017.08.007.Addressing
-
19. Dehnou VV, Motamedi R. Assessing and comparing of balance and flexibility among elderly men and women in the age group of 60-79 years. Iran J Ageing. 2018;13(2):210-220. doi:10.32598/sija.13.2.210
-
20. Meier NF, Lee D chul. Physical activity and sarcopenia in older adults. Aging Clin Exp Res. 2020;32(9):1675-1687. doi:10.1007/s40520-019-01371-8
-
21. Frenzel A, Binder H, Walter N, Wirkner K, Loeffler M, Loeffler-Wirth H. The aging human body shape. npj Aging Mech Dis. 2020;6(1):1-15. doi:10.1038/s41514-020-0043-9
-
22. Farradika Y, Umniyatun Y, Nurmansyah MI, Jannah M. Perilaku Aktivitas Fisik dan Determinannya pada Mahasiswa Fakultas Ilmu - Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. ARKESMAS (Arsip Kesehat Masyarakat). 2019;4(1):134-142. doi:10.22236/arkesmas.v4i1.3548
-
23. Tandirerung FJ, Male HDC, Mutiarasari D. Hubungan indeks massa tubuh terhadap gangguan muskuloskeletal pada pasien pralansia dan lansia di Puskesmas Kamonji Palu. 2019;5(2):9-17.
-
24. Fauziah RN, Setiawan, Witdiawati. Intervensi Perawat Dalam Penatalaksanaan Resiko Jatuh Pada Lansia di Satuan Pelayanan RSLU Garut. J Keperawatan BSI. 2019;7(2):1-10. http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
-
25. Kemenkes RI. Situasi Lanjut Usia. Infodatin. 2016;10(16):5.
-
26. Jiang Y, Ding C, Shen B, Zhao S. The relationship between physical fitness and BMI among chinese university students: Results of a longitudinal study. ACM Int Conf Proceeding Ser. Published online 2021:213-217. doi:10.1145/3456887.3456934
-
27. Bittencourt A, Vieira P, Ferreira M, et al. The impact of overweight on flexibility and functional capacity. J Nov Physiother. 2017;7:1000368.
-
28. Silva FR, Muniz AM de S, Cerqueira LS, Nadal J. Biomechanical alterations of gait on overweight subjects. Res Biomed Eng. 2018;34(4):291-298. doi:10.1590/2446-4740.180017
-
29. Toriola A, Monyeki M, Ajayi-Vincent O, Oyeniyi P, Akindutire I. Relationship between body composition and musculoskeletal fitness in Nigerian children. Published online 2018.
-
30. Jarral S, Karim S, Shehzadi I, Malik MF, Rafaqat A, Akram MJ. Association of body mass index with flexibility in adults. Ital J Sport Rehabiliation posturology. 2019;8:18.
-
31. Yohannes H, Östenberg AH, Alricsson M. Health profile with body mass index and physical fitness in Swedish adolescents: A cross-sectional study. Int J Adolesc Med Health. 2022;34(6):451-458. doi:10.1515/ijamh-2020-0169
Karya ini dilisensikan dibawah Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 87-94, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |94|
Discussion and feedback