E-Jurnal Manajemen, Vol. 11, No. 12, 2022:2065-2084

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2022.v11.i12.p05

HUBUNGAN UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS, INTERNASIONALISASI, PENGELUARAN CSR DENGAN KINERJA PERUSAHAAN

Erna Widiastuty1

Rahmat Febrianto2

1,2 Universitas Andalas, Indonesia Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki dua tujuan. Tujuan pertama adalah untuk memperoleh bukti empiris apakah ukuran perusahaan, profitabilitas, internasionalisasi berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Tujuan kedua yaitu memberikan bukti empiris bahwa pengeluaran CSR perusahaan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Sampel terdiri dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia perioda tahun 2010-2019 dengan total sampel yaitu 341. Pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini memberikan dua bukti. Pertama ukuran perusahaan dan profitabilitas berhubungan positif dan signifikan secara statistik dengan pengeluaran CSR perusahaan. Sebaliknya, internasionalisasi berhubungan negatif dengan pengeluaran CSR. Kedua, pengeluaran CSR berhubungan positif dan signifikan dengan kinerja perusahaan di masa depan. Implikasi praktis dari temuan ini adalah pengeluaran CSR berhubungan dengan kinerja keuangan perusahaan dan pengeluaran ini mungkin saja menjadi sinyal kinerja di masa depan.

Kata kunci; ukuran perusahaan; profitabilitas; internasionalisasi; pengeluaran CSR; kinerja perusahaan

ABSTRACT

This study has two objectives. The first objective is to provide empirical evidence whether company size, profitability, and internationalization relate to its CSR expenditure. The second one is to test whether company’s CSR expenditure correlate with company’s performance. Samples are manufacturing companies listed in Indonesian Stock Exchange. Sampled companies are those listed from 2010 to 2019 and report their CSR expenditure in the annual report. In total 341 samples are used. The findings suggest that firm size and profitability positively and statistically significant relate to CSR expenditure while, on the contrary, internalization negatively correlate with the CSR spending. Second, CSR expenditure positively and statistically significant relate to firm’s future performance. The practical implication of these findings is that CSR expenditure is related to firm’s financial performance and that current expenditure may signal future performance.

Keywords; firm size; profitability; internasionalization; CSR expenditure; firm performance

PENDAHULUAN

Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang terlibat dalam kegiatan corporate sosical responsibility (CSR). CSR berhubungan dengan aktivitas bisnis perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dengan demikian, perusahaan dituntut untuk melaksanakan bisnis tanpa merusak lingkungan. Dalam menjalankan aktivitas operasinya, perusahaan manufaktur berdampak langsung pada masyarakat maupun lingkungan (Testa & D’Amato, 2017). Lebih khusus, Raar (2002) mengkategorikan perusahaan manufaktur ke dalam kelompok dengan risiko yang lebih tinggi karena aktivitas perusahaan tersebut berkaitan langsung dengan konsumen. Ia membagi perusahaan manufaktur dalam kelompok perusahaan yang menghasilkan makanan dan kebutuhan rumah tangga, alkohol dan tembakau, bahan bangunan, ritel, pariwisata, rekreasi dan olahraga, perawatan kesehatan, dan bioteknologi. Dampak langsung yang timbul dari kegiatan operasional perusahaan manufaktur akan meningkatkan tekanan terhadap sektor tersebut untuk bertanggungjawab secara sosial.

Fokus utama CSR adalah praktik bisnis yang berkelanjutan yang dalam melakukan aktivitas CSR memerlukan pengorbanan biaya. Aktivitas CSR yang dilakukan tanpa melakukan pengorbanan dalam bentuk pengeluaran moneter, menurut Verma & Vijaya Kumar (2014), menyebabkan aktivitas CSR sulit dilakukan. Dengan demikian, pengeluaran moneter yang dilakukan perusahaan untuk tujuan CSR menjadi penting karena ada harus ada biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan agar aktivitas CSR bisa memberikan manfaat. Menurut Branco & Rodrigues (2006) perusahaan dengan skala besar menghadapi tekanan dari yang lebih besar dari stakeholder, sehingga manajemen akan mengungkapkan informasi lebih banyak. Menurut Branco & Rodrigues (2006), pengungkapan yang lebih besar mencerminkan keinginan perusahaan untuk mendapatkan legitimasi yang lebih tinggi dari stakeholder (pemangku kepentingan) mereka.

Selain itu, tingkat profitabilitas perusahaan juga berhubungan dengan luas pengungkapan informasi. Tingkat profitabilitas menurut Haniffa & Cooke (2002) terkait dengan fleksibilitas manajemen dalam melakukan pengungkapan informasi, termasuk pengungkapan informasi CSR. Gamerschlag et al. (2011) menggambarkan bahwa perusahaan yang menguntungkan, mengungkapkan informasi yang lebih banyak tentang bagaimana mereka mengungkapkan informasi yang lebih banyak tentang bagaimana mereka menghasilkan keuntungan demi menghindari biaya politis yang tinggi. Salah satu aktivitas yang bisa memberikan keuntungan bagia perusahaan adalah melalui investasi CSR (Griffin, 2008).

Selanjutnya, variabel internasionalisasi perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR. Hal ini karena internasionalisasi merupakan proses menemukan dan memanfaatkan peluang secara kreatif. Perusahaan yang secara operasional mencakup wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah di mana ia berdiri secara natural bisa dinilai lebih mampu memanfaatkan peluang-peluang dibandingkan dengan perusahaan yang hanya beroperasi di dalam batas-batas negaranya saja. Perbedaan sistem hukum, ekonomi, karakteristik pasar, misalnya, mendorong perusahaan menjadi lebih aktif untuk memenuhi aturan, norma, dan tuntutan di negara lain. Menurut Dyduch & Krasodomska (2017) peluang kreatif melalui internasionalisasi di luar pasar domestik perusahaan bertujuan untuk mengejar keunggulan kompetitif. Lebih jauh, Reimann et al. (2015) menyebutkan bahwa jarak administratif antara suatu negara akan memengaruhi komitmen CSR perusahaan induk. Selain itu, internasionalisasi berdampak bagi perusahaan multinasional karena mengintegrasikan pemangku kepentingan yang beragam dan luas ke dalam aktivitas CSR perusahaan (R.L & Mishra, 2020).

Beberapa studi sebelumnya yaitu Chauhan & Amit (2014) dan Saha (2019) memberikan bukti bahwa ukuran perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR

perusahaan. Chauhan & Amit (2014) dan Saha (2019) menguji hubungan karateristik perusahaan seperti ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, leverage, dan kepemilikan saham oleh pemerintah dengan pengeluaran CSR perusahaan. Sementara itu, hasil penelitian yang menguji hubungan internasionalisasi perusahaan dengan pengeluaran CSR dilakukan oleh Dyduch & Krasodomska (2017), Kiliç (2016), dan Manogna & Mishra, (2020) dengan hasil yang beragam. Namun, penelitian yang secara khusus menguji determinan yang mendorong perusahaan melakukan pengeluaran CSR belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, tujuan pertama penelitian ini adalah memberikan bukti empiris bahwa determinan seperti ukuran perusahaan, profitabilitas, dan internasionalisasi berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian Chauhan & Amit (2014) dan Saha (2019). Penelitian ini memasukkan variabel internasionalisasi sebagai determinan yang diduga berhubungan dengan pengeluaran CSR. Pemilihan variabel internasionalisasi adalah karena globalisasi merupakan faktor pendorong yang signifikan bagi perusahaan yang beroperasi dan memiliki entitas di berbagai negara. Menurut Hah & Freeman (2014) perusahaan yang beroperasi secara global menghadapi tantangan dalam mengelola dan mengadopsi CSR untuk memenuhi harapan pemangku kepentingan yang beragam.

Tujuan kedua dari penelitian ini adalah memberikan bukti empiris mengenai hubungan pengeluaran CSR dengan kinerja bisnis perusahaan. Beberapa penelitian sebelumnya seperti Prasetia & Aliudin (2015), Bhattacharyya & Rahman (2019) dan Oware & Malikkarjunappa (2020) yang menemukan bukti bahwa pengeluaran CSR perusahaan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Bhattacharyya & Rahman (2019) menemukan bukti bahwa pengeluaran CSR berkorelasi dengan kinerja perusahaan, tidak tergantung pada level pengeluaran CSR dibandingkan dengan level pengeluaran CSR yang wajib.

Aktivitas operasional bisnis perusahaan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan, sosial dan masyarakat sekitar. Hal tersebut menyebabkan perusahaan melakukan pengeluaran CSR sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/ 2015 tentang Situs Web Emiten atau Perusahaan Publik mengatur kewajiban perusahaan mengungkapkan CSR. Namun, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur tentang persentase pengeluaran CSR perusahaan. Sementara itu, menurut Mobus (2005), pengukuran kinerja perusahaan menjadi rumit karena tidak ada regulasi yang memberikan tekanan kepada perusahaan. Hasil studi Verma & Vijaya Kumar (2014) memberikan bukti empiris bahwa pengeluaran CSR perusahaan di India sangat rendah ketika dilakukan secara sukarela. Dengan demikian pengujian atas hubungan tersebut penting dilakukan karena informasi terkait jumlah moneter pengeluaran CSR perusahaan di Indonesia dilakukan secara sukarela dan bergantung pada diskresi manajemen. Fokus utama CSR adalah praktik bisnis yang berkelanjutan. Sementara itu, aktivitas CSR yang dilakukan perusahaan tanpa mengeluarkan uang sangat sulit dilakukan (Verma & Vijaya Kumar, 2014).

Teori Stakeholders mengisyaratkan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun memiliki tanggungjawab kepada para pemegang saham dan pemangku kepentingan (Chariri & Ghozali, 2007). Pemangku kepentingan terdiri dari individu atau grup (misalnya karyawan dan lembaga pemerintah) yang dapat mempengaruhi atau terpengaruh oleh operasi perusahaan (Freeman & David, 1983). Oleh karena itu, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk secara aktif menyampaikan pesan terkait prospek mereka di masa depan ketika perusahaan berkomitmen untuk melakukan investasi melalui kegiatan CSR. Sebaliknya, ketika perusahaan melakukan pengeluaran CSR maka perusahaan sebenarnya sedang menunjukkan prospek keuangannya di masa depan (Lys et al., 2015).

Teori pensinyalan mengisyaratkan bahwa perusahaan yang berkomitmen untuk melakukan kegiatan. Dalam hal ini, kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan melalui kegiatan CSR, kemudian melakukan pengeluaran CSR, maka perusahaan sebenarnya sedang menunjukkan prospek keuangannya di masa depan (Lys et al., 2015).

Keterbaharuan riset ini adalah pertama, menguji secara komprehensif determinan yang diduga memengaruhi perusahaan melakukan pengeluaran CSR. Kedua, riset ini menguji hubungan antara pengeluaran CSR dengan kinerja bisnis perusahaan. Hal ini karena studi sebelumnya yang menguji pengeluaran CSR masih sangat jarang dilakukan. Oleh karena itu, temuan riset ini diharapkan bisa memberikan bukti empiris yang bisa digunakan oleh regulator untuk menyusun kebijakan pengeluaran CSR di Indonesia.

Penelitian ini didasari pada teori Stakeholder. Teori ini digunakan untuk menurunkan hipotesis. Hipotesis yang pertama adalah bahwa ukuran perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Perusahaan besar akan melakukan lebih banyak aktivitas operasi karena perusahaan besar memiliki sumberdaya yang tinggi sehingga ekspektasi terhadap pengeluaran CSR mereka juga tinggi (Hong et al., 2012, Bhattacharyya & Rahman, 2019). Hasil riset Chauhan & Amit (2014) dan Saha (2019) memberikan bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengeluaran CSR.

Hipotesis kedua adalah bahwa laba perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR. Hipotesis ini didasarkan pada pendapat Gamerschlag et al. (2011) yang menyatakan bahwa laba yang tinggi mendorong perusahaan untuk melakukan pengeluaran CSR yang lebih besar untuk mengurangi dampak dari biaya politis. Di dalam konteks Indonesia, simpulan dari riset Widiastuty & Soewarno (2019) mengisyaratkan bahwa perusahaan melakukan pengeluaran CSR untuk tujuan amal.

. Hipotesis yang ketiga adalah bahwa internasionalisasi perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR. Penelitian yang dilakukan oleh Kolk & Fortanier (2013) dan Dyduch & Krasodomska (2017) memberikan bukti empiris bahwa internasionalisasi perusahaan berhubungan dengan peningkatan aktivitas CSR, termasuk pengeluaran CSR.

Hipotesis keempat ditujukan untuk mencapai tujuan penelitian yang kedua, yaitu hubungan antara pengeluaran CSR dengan kinerja perusahaan. Perusahaan bisa mengisyaratkan prospek keuangan di masa depan melalui pengeluaran CSR yang lebih tinggi (Lys et al., 2015).

Beberapa hasil studi mengenai hubungan pengeluaran CSR dengan kinerja menunjukkan bahwa pengeluaran CSR tidak selalu memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan. Garg & Gupta (2020), misalnya, menemukan bukti empiris bahwa pengeluaran CSR berhubungan negatif dengan kinerja perusahaan. Sebaliknya, Prasetia & Aliudin (2015), Bhattacharyya & Rahman (2019), dan Oware & Malikkarjunappa (2020) menemukan bukti bahwa pengeluaran CSR berhubungan positif dengan kinerja perusahaan. Prasetia & Aliudin (2015) mengisyaratkan bahwa manajer perusahaan berekspektasi investasi CSR perusahaan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, jika perusahan memeroleh dukungan penuh atas tindakannya melalui pengeluaran CSR, maka diharapkan kinerja perusahaan di masa depan meningkat.

METODE PENELITIAN

Sampel adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengungkapkan besarnya pengeluaran CSR di laporan tahunan. Sampel perusahaan manufaktur karena kegiatan operasional perusahaan manufaktur berdampak langsung pada masyarakat dan lingkungan (Testa & D’Amato, 2017). Selain itu, Raar (2002) mengklasifikasikan perusahaan manufaktur masuk ke dalam kelompok dengan risiko yang

tinggi karena berkaitan langsung dengan konsumen. Proses produksi yang dijalani oleh perusahaan manufaktur yang melibatkan dimulai dari pengolahan bahan baku hingga pendistribusian barang mencerminkan kaitan erat antara industri ini dengan konsumennya dan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk perusakan lingkungan. Perioda amatan adaah tahun 2010 hingga 2019. Perusahaan manufaktur yang dipilih sebagai sampel harus mengungkapkan nilai pengeluaran aktivitas CSR mereka. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 341 sampel.

Variabel ukuran perusahaan diproksi dengan tingkat penjualan perusahaan. Variabel profitabilitas perusahaan diukur menggunakan laba operasional perusahaan. Pengukuran profitabilitas ini mengikuti Febrianto & Widiastuty (2006) karena laba operasional lebih mampu menangkap aspek operasional perusahaan dibandingkan dengan angka laba yang lain. Sementara itu, variabel internasionalisasi diukur dengan jumlah negara asing tempat entitas anak perusahaan beroperasi. Data internasionalisasi didapat dengan memeriksa ke dalam laporan tahunan perusahaan dan menghitung jumlah negara yang merupakan cabang perusahaan. Terakhir, variabel pengeluaran CSR diukur dalam unit moneter (mata uang rupiah). Data ini juga diambil secara manual dari laporan tahunan perusahaan. Pengukuran ini mengikuti Lys et al. (2015), dan Bhattacharyya & Rahman (2019).

Persamaan 1 di bawah digunakan untuk menguji hipotesis pertama hingga ketiga. Kemudian, persamaan 2 digunakan untuk menguji hipotesis keempat.

CSR_Expit+i= βo + β1Sizeit-1 + β2Labaopsit-1 + β3lntlit-1 + ε                   (1)

Profitabilitast+ι = αo + αι CSR_Expt + ε                                   (2)

Keterangan:

CSR_Expt+1  : Ln pengeluaran CSR perusahaan i tahun t+1

Sizeit-1        : Ln penjualan perusahaan i pada tahun ke t-1

Labaopsit-1    : Ln laba operasional perusahaan i pada tahun ke t-1

Intlit-1         : Jumlah negara asing tempat entitas anak perusahaan i beroperasi pada

tahun ke t-1

Profitabilitast+1: ROA atau ROE perusahaan i tahun t+1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut


disajikan        hasil        pengujian


statistik        deskriptif


Tabel 1.

Statistik Deskriptif (n=341)

Variabel

Minimum

Maksimum

Mean

Deviasi Standar

Penjualanit-1

24,863

33,108

28,513

1,678

Laba Operasional it-1

17,824

31,186

26,215

1,951

Internasionalisasi it-1

0

4

0,20

0,506

Pengeluaran CSR it+1

15,425

27,394

21,082

2,051

ROA it+1

-22,010

46,300

7,682

9,92

ROE it+1

-74,280

83,700

11,630

18,023

Sumber: SPSS (diolah), 2021

Dari Tabel 1, variabel ukuran perusahaan dideflasi dengan menggunakan logaritma natural dari nilai penjualan. Penggunaan log natural menyebabkan jarak nilai tertinggi, terendah dan mean tidak berbeda jauh. Nilai rata-rata ukuran perusahaan adalah 28,513 dengan deviasi standar 1,678. Variabel ukuran perusahaan tidak berbeda dengan variabel laba operasional. Nilai mean laba operasional sebesar 26,215 dengan deviasi standar 1,951. Secara rerata, perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini memiliki dua negara tempat mereka beroperasi di luar negeri. Variabel pengeluaran CSR perusahaan dideflasi dengan logaritma natural.

Hasilnya, secara rata-rata pengeluaran CSR sebesar 21,082 dengan deviasi standar yaitu 2,051. Variabel ROA dan ROE menunjukkan perbedaan nilai. Nilai mean ROAt+1 sebesar 7,682 dan nilai deviasi standar yang cukup jauh yaitu 9,92. Ini terjadi karena

tingginya rentang nilai antara perusahaan dengan ROA tertinggi dengan terendah. Nilai minimum variabel ROA sebesar -22,010. Variabel ROE menunjukkan nilai mean, tertinggi dan terendah yang memiliki jarak yang juga cukup tinggi. Nilai rata-rata ROE sebesar 11,630 dengan nilai deviasi standar ROE yang cukup tinggi sebesar 18,023. Nilai ROE tertinggi sebesar 83,700, namun memiliki nilai ROE negatif sebesar -74,280. Nilai ROE negatif disebabkan karena terdapat perusahaan sampel yang menjalankan aksi korporasi yaitu pembelian kembali saham perusahaan.

Hasil pengujian hipotesis disajikan di Tabel 2 di bawah ini. Hasil pengujian dengan variabel profitabilitas disajikan menurut ukuran ROA dan ROE.

Tabel 2.

Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel

Ukuran

Internasionalisasi

CSR

Expenditure

Adj

R2

F (p value)

perusahaan (sales)

Laba

Operasional

Regresi

Persamaan 1

3,399 (0,001)***

5,521 (0,000)***

-2,307

(0,022)*

--

0,481

106,037 (0,000)

Regresi

Persamaan 2 (ROA)

--

--

--

5,105 (0,000)***

0,063

26,059 (0,000)

Regresi

Persamaan 2 (ROE)

--

--

--

4,901 (0,000)***

0,058

24,017 (0,000)

Sumber: SPSS (diolah), 2021

Hipotesis pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki nilai t = 3,399 dengan p-value 0,001. Hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis pertama diterima. Artinya ukuran perusahaan, yang diukur dengan nilai penjualan, secara statistik signifikan berhubungan dengan pengeluaran CSR. Temuan

penelitian ini sejalan dengan Chauhan & Amit (2014). Ini sejalan dengan teori Stakeholder bahwa perusahaan yang besar memenuhi kewajiban perusahaan kepada masyarakat dengan cara mengeluarkan biaya tanggungjawab sosial.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa laba perusahaan berhubungan dengan pengeluaran CSR. Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa variabel laba yang diproksikan dengan laba operasional memiliki nilai t = 5,521 dengan nilai p-value 0,000. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa hipotesis kedua diterima. Artinya, variabel laba secara statistik signifikan berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Temuan berbeda dengan Chauhan & Amit (2014) yang menemukan bukti dengan arah yang berlawanan. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan karena pengukuran profitabilitas yang berbeda. Riset ini menggunakan laba operasional yang menurut peneliti berhubungan dengan penciptaan pendapatan oleh perusahaan (Febrianto & Widiastuty, 2006). Simpulan ini sejalan dengan teori Stakeholder yakni perusahaan berusaha memenuhi harapan pemangku kepentingan, yakini bahwa perusahaan tidak hanya memaksimalisasi laba, namun juga menjaga lingkungan.

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa internasionalisasi berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa internasionalisasi yang diproksikan dengan jumlah negara asing tempat entitas anak perusahaan memiliki nilai t = -2,307 dengan nilai p-value 0,022. Dengan demikian hipotesis ketiga diterima. Artinya, variabel internasionalisasi secara statistik signifikan berhubungan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Namun, hubungan ini memiliki arah yang negatif. Temuan ini sejalan dengan Kolk & Fortanier (2013). Mereka menemukan hubungan internasionalisasi negatif dan signifikan. Sementara itu, Dyduch & Krasodomska (2017) dan Manogna & Mishra, (2020) menemukan hubungan positif dan signifikan. Temuan ini berbeda dengan ekspektasi dari teori Stakeholder. Namun Harrison et al. (2015) menduga bahwa jika perusahaan beroperasi di luar dari negara asalnya, maka

perilaku manajer akan berbeda dalam upaya pemenuhan ekspektasi pemangku kepentingan. Perusahan multinasional dapat menerapkan gaya manajemen yang berbeda antar-negara.

Terakhir, hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengeluaran CSR dengan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan pada riset ini diukur dengan menggunakan dua proksi yaitu ROA dan ROE. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengeluaran CSR berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (ROA) yang ditunjukkan dengan nilai t = 4,749 dengan nilai p-value 0,000. Artinya, variabel pengeluaran CSR secara statistik signifikan berhubungan dengan kinerja perusahaan (ROA). Temuan ini sejalan dengan Prasetia & Aliudin (2015), Bhattacharyya & Rahman (2019), dan Oware & Malikkarjunappa (2020). Mereka menemukan bahwa pengeluaran CSR berhubungan dengan kinerja perusahaan (ROA).

Hasil yang sejalan juga didapatkan dari pengujian dengan proksi ROE. Pengujian memberikan bukti empiris bahwa pengeluaran CSR berhubungan dengan kinerja perusahaan (ROE) yang ditunjukkan dengan nilai t = 4,563 dengan nilai p-value 0,000. Artinya, variabel pengeluaran CSR secara statistik signifikan berhubungan dengan kinerja perusahaan (ROE). Temuan ini sejalan dengan Prasetia & Aliudin (2015) dan Purbawangsa et al. (2019). Temuan penelitian ini memberikan mendukung proposisi teori Stakeholder tentang hubungan antara operasi perusahaan dengan kepentingan pemangku kepentingan, tidak hanya kepentingan pemegang saham.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil temuan ini menunjukkan bahwa, pertama, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara ukuran perusahaan dengan pengeluaran CSR. Hal tersebut karena ukuran perusahaan yang besar berperan signifikan dalam mendorong meningkatnya jumlah pengeluaran CSR perusahaan (Lys et al., 2015 dan Saha, 2019). Begitu juga dengan laba yang berhubungan positif dan signifikan dengan pengeluaran CSR perusahaan. Ini artinya, semakin tinggi profit yang diperoleh perusahaan yang ditunjukkan oleh tingkat laba

operasional yang tinggi, semakin tinggi pula pengeluaran CSR perusahaan (Hong et al., 2012). Perusahaan dalam kondisi menguntungkan akan memiliki sumber daya dan sumber dana yang lebih banyak untuk diinvestasikan dalam kegiatan sosial (Purbawangsa et al., 2019). Profitabilitas menjadi pertimbangan penting bagi investor dalam mengambil keputusan mengenai investasi (Kamaliah, 2020).

Selain itu juga, variabel internasionalisasi yang dihubungkan dengan pengeluaran CSR berhubungan negatif dan signifikan. Temuan ini menarik terutama arah hubungan variabel. Penjelasan atas hasil temuan tersebut adalah karena bagi perusahaan yang terdiversifikasi di pasar geografis dan memiliki lebih banyak kelompok pemangku kepentingan sehingga mereka berpotensi menghadapi ancaman yang lebih kuat dan beragam terkait dengan legitimasi. Akibatnya, perusahaan akan termotivasi secara sukarela untuk melakukan pengungkapan informasi lebih banyak. Namun, kami menduga arah hubungan negatif adalah karena ketika perusahaan dari negara asal dengan standar yang relatif ketat dan tekanan publik yang tinggi kemudian memiliki entitas anak yang beroperasi di luar negeri, maka perusahaan mungkin akan 'melarikan diri' dari mata publik dengan menghentikan atau mengurangi pengungkapan CSR mereka. Begitu juga sebaliknya, ketika perusahaan yang berasal dari lingkungan hukum yang lebih longgar beroperasi ke lingkungan yang lebih ketat. Jika perusahaan berasal dari negara dengan standar yang tidak relatif ketat dan memiliki entitas anak yang beroperasi di luar negeri, maka perusahaan akan ‘memperlihatkan diri’ ke publik dengan melakukan aktivitas CSR yang melampaui jumlah investasi rata-rata CSR di negara asal. Asumsi tersebut sejalan dengan Goyal (2006) yang menyarankan agar perusahaan menggunakan CSR sebagai strategi bisnisnya. Menurut Goyal (2006) CSR merupakan salah satu sinyal yang mendorong peningkatan investasi asing. Selain itu CSR juga berkaitan dengan peningkatan reputasi perusahaan (Pham & Tran, 2020), peningkatan kinerja perusahaan (Testa & D’Amato, 2017, Bhattacharyya & Rahman, 2019), dan peningkatan nilai perusahaan (Servaes & Tamayo, 2013, Bhagawan & Mukhopadhyay, 2018).

Hasil temuan kedua adalah pengeluaran CSR berhubungan positif dan signifikan secara statistik dengan kinerja perusahaan (ROA dan ROE). Teori pensinyalan mengisyaratkan bahwa ketika perusahaan berkomitmen untuk melakukan investasi melalui kegiatan CSR dan melakukan pengeluaran CSR, maka perusahaan sebenarnya sedang menunjukkan prospek keuangannya di masa depan (Lys et al., 2015). Ini berarti bahwa pengeluaran CSR perusahaan merupakan upaya manajer mensegariskan kepentingan perusahaan dengan masyarakat maupun pemangku kepentingan. Tindakan CSR yang dilakukan secara sukarela dipandang positif yang kemudian mempengaruhi kepentingan pemegang saham utama dari sudut pandang strategis (R.L & Mishra, 2020). Oleh karena itu, terdapat hubungan positif antara pengeluaran CSR dengan kinerja keuangan. Bahkan menurut Manogna & Mishra (2020) perilaku perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial berhubungan dengan reputasi perusahaan. Selain itu juga, pengungkapan informasi mengenai penggunaan dana CSR perusahaan menambah keyakinan regulator bahwa perusahaan tunduk terhadap regulasi yang berlaku (Oware & Mallikarjunappa, 2020).

Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan manufaktur yang mengungkapkan pengeluaran CSR mereka. Ketersediaan data pengeluaran CSR adalah sebuah kendala yang menghambat peneliti untuk mendapatkan sampel yang lebih besar. Peraturan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan besar biaya yangd dikeluarkan sehubungan dengan tanggung jawab sosial. Peneliti hanya bisa menggunakan data pengeluaran perusahaan yang diungkap di dalam laporan tahunan dan memberikan indikasi bahwa biaya tersebut memang berhubungan dengan tanggung jawab sosial.

Penelitian lain di masa depan bisa mengeksplorasi isu internasionalisasi. Misalnya, internasionalisasi dapat dibagi menjadi menurut keketatan aturan hukum di negara di mana anak perusahaan berada. Sifat operasi di luar negeri bisa menjadi perhatian bagi peneliti di masa depan.

REFERENSI

Bhagawan, P., & Mukhopadhyay, J. P. (2018). Does Mandatory Expenditure on CSR Affect Firm Value? Empirical Evidence from Indian Firms. 1–32.

Bhattacharyya, A., & Rahman, M. L. (2019). Mandatory CSR expenditure and firm performance. Journal of Contemporary Accounting and Economics, 15(3), 100163. https://doi.org/10.1016/j.jcae.2019.100163

Branco, M. C., & Rodrigues, L. L. (2006). Communication of corporate social responsibility by Portuguese banks: A legitimacy theory perspective. Corporate Communications, 11(3), 232–248. https://doi.org/10.1108/13563280610680821

Chauhan, S., & Amit. (2014). A Relational Study of Firm’s Characteristics and CSR Expenditure. Procedia Economics and   Finance,   11(14),   23–32.

https://doi.org/10.1016/s2212-5671(14)00172-5

Dyduch, J.,  & Krasodomska, J. (2017). Determinants of corporate social

responsibility disclosure: An empirical study of Polish listed companies. Sustainability (Switzerland), 9(11). https://doi.org/10.3390/su9111934

Febrianto, R., & Widiastuty, E. (2006). Tiga Angka Laba Akuntansi: Mana Yang Lebih Bermakna Bagi Investor? The Indonesian Journal of Accounting Research,                             9(2),                              15–16.

https://www.researchgate.net/profile/Rahmat_Febrianto/publication/265221234_ TIGA_ANGKA_LABA_AKUNTANSI_MANA_YANG_LEBIH_BERMAKN A_BAGI_INVESTOR_1/links/568cf3f608ae197e426ad644/TIGA-ANGKA-LABA-AKUNTANSI-MANA-YANG-LEBIH-BERMAKNA-BAGI-INVESTOR-1.pdf

Freeman, R. E., & David, L. R. (1983). Stockholders and Stakeholders: A New

Perspective on Corporate Governance. California Management Review, 25(3), 88–106. https://doi.org/10.2307/41165018

Gamerschlag, R., Möller, K., & Verbeeten, F. (2011). Determinants of voluntary CSR disclosure: Empirical evidence from Germany. Review of Managerial Science, 5(2), 233–262. https://doi.org/10.1007/s11846-010-0052-3

Garg, A., & Gupta, P. K. (2020). Mandatory CSR expenditure and firm performance: Evidence from India. South Asian Journal of Business Studies, 9(2), 235–249. https://doi.org/10.1108/SAJBS-06-2019-0114

Goyal, A. (2006). Corporate social responsibility as a signalling device for foreign direct investment. International Journal of the Economics of Business, 13(1), 145–163. https://doi.org/10.1080/13571510500520077

Griffin, A. (2008). NEW STRATEGIES FOR REPUTATION MANAGEMENT Gaining Control of Issues, Crises & Corporate Social Responsibility. Kogan Page London and Philadelphia.

Hah, K., & Freeman, S. (2014). Multinational Enterprise Subsidiaries and their CSR: A Conceptual Framework of the Management of CSR in Smaller Emerging Economies. Journal of Business    Ethics,    122(1),    125–136.

https://doi.org/10.1007/s10551-013-1753-8

Haniffa, R. M., & Cooke, T. E. (2002). Culture, corporate governance and disclosure in      Malaysian      corporations.      Abacus,      38(3),      317–349.

https://doi.org/10.1111/1467-6281.00112

Harrison, J. S., Freeman, R. E., & de Abreu, M. C. S. (2015). Stakeholder theory as an ethical approach to effective management: Applying the theory to multiple contexts. Revista Brasileira de Gestao de Negocios,  17(55),  858–869.

https://doi.org/10.7819/rbgn.v17i55.2647

Hong, H., Kubik, J. D., & Scheinkman, J. A. (2012). Financial contraints on corporate goodness.

Kamaliah. (2020). Disclosure of corporate social responsibility (CSR) and its implications on company value as a result of the impact of corporate governance and profitability. International Journal of Law and Management, 62(4), 339– 354. https://doi.org/10.1108/IJLMA-08-2017-0197

Kiliç, M. (2016). Online corporate social responsibility (CSR) disclosure in the banking industry: Evidence from Turkey. International Journal of Bank Marketing, 34(4), 550–569. https://doi.org/10.1108/IJBM-04-2015-0060

Kolk, A., & Fortanier, F. (2013). Internationalization and environmental disclosure: the role of home and host institutions. Multinational Business Review, 21(1), 87– 114. https://doi.org/10.1108/15253831311309500

Lys, T., Naughton, J. P., & Wang, C. (2015). Signaling through corporate

accountability reporting. Journal of Accounting and Economics, 60(1), 56–72. https://doi.org/10.1016/j.jacceco.2015.03.001

Mobus, J. L. (2005). Mandatory environmental disclosures in a legitimacy theory context. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 18(4), 492–517. https://doi.org/10.1108/09513570510609333

Oware, K. M., & Mallikarjunappa, T. (2020). CSR expenditure, mandatory CSR reporting and financial performance of listed firms in India: an institutional theory perspective. Meditari Accountancy Research, ahead-of-p(ahead-of-print). https://doi.org/10.1108/medar-05-2020-0896

Pham, H. S. T., & Tran, H. T. (2020). CSR disclosure and firm performance: The

mediating role of corporate reputation and moderating role of CEO integrity. Journal      of      Business      Research,      120(July),      127–136.

https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2020.08.002

Prasetia, A. F., & Aliudin, A. (2015). CSR Expenditure Effect to the Financial Performance on the Mining and Financial Service Companies in Indonesia. Australian Academy of Accounting and Finance Review, 1(2), 189–203.

Purbawangsa, I. B. A., Solimun, S., Fernandes, A. A. R., & Mangesti Rahayu, S. (2019). Corporate governance, corporate profitability toward corporate social responsibility disclosure and corporate value (comparative study in Indonesia, China and India stock exchange in 2013-2016). Social Responsibility Journal, 16(7), 983–999. https://doi.org/10.1108/SRJ-08-2017-0160

R.L, M.,  & Mishra, A. K. (2020). Does institutional ownership and

internationalization affect corporate social responsibility in emerging economy firms? An empirical evidence from India. Journal of Asia Business Studies, July. https://doi.org/10.1108/JABS-12-2019-0361

Raar, J. (2002). Environmental initiatives: Towards triple-bottom line reporting. Corporate Communications: An International Journal,  7(3),  169–183.

https://doi.org/10.1108/13563280210436781

Reimann, F., Rauer, J., & Kaufmann, L. (2015). MNE Subsidiaries’ Strategic Commitment to CSR in Emerging Economies: The Role of Administrative Distance, Subsidiary Size, and Experience in the Host Country. Journal of Business Ethics, 132(4), 845–857. https://doi.org/10.1007/s10551-014-2334-1

Saha, A. K. (2019). Relationship between corporate social responsibility performance and disclosures: commercial banks of Bangladesh. Social Responsibility Journal, 15(4), 451–468. https://doi.org/10.1108/SRJ-07-2017-0137

Servaes, H., & Tamayo, A. (2013). The impact of corporate social responsibility on firm value: The role of customer awareness. Management Science, 59(5), 1045– 1061. https://doi.org/10.1287/mnsc.1120.1630

Testa, M., & D’Amato, A. (2017). Corporate environmental responsibility and financial performance: Does bidirectional causality work? Empirical evidence from the manufacturing industry. 13(2). https://doi.org/10.1108/SRJ-02-2016-0031

Verma, A., & Vijaya Kumar, C. V. R. S. (2014). An analysis of CSR expenditure by Indian companies. Indian Journal of Corporate Governance, 7(2), 82–94.

https://doi.org/10.1177/0974686220140201

Widiastuty, E., & Soewarno, N. (2019). Csr expenditure and company performance: Charity or signal? Evidence from Indonesia. Quality Innovation Prosperity, 23(3), 22–37. https://doi.org/10.12776/QIP.V23I3.1273

2084