https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/

DOI: https://doi.org/10.24843/ling.2021.v28.i01.p4

LINGUISTIKA, MARET 2020

p-ISSN: 0854-9613 e-ISSN: 2656-6419

Vol. 28 No.1

Jenis Proses Dalam Sistem Transitivitas Pada Teks Mitigasi Aktivitas Erupsi Gunung Agung, Bali Tahun 2017

1I Wayan Budi Utama Denpasar, Indonesia Email: [email protected]

2

2Putu Sutama

Universitas Udayana, Indonesia Email: [email protected]

Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis proses dalam sistem TRANSITIVITAS pada teks mitigasi aktivitas erupsi gunung Agung, Bali (TMAEGAB) tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk lebih memahami pengalaman yang digambarkan oleh penutur (PVMBG) terhadap fenomena-fenomena kepada mitra tutur melalui jenis proses serta ciri semantik dari unsur prosesnya dalam sistem TRANSITIVITAS, yang termasuk dalam kajian linguistik sistemik fungsional. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang dalam pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik catat. Dalam penganalisisan data menggunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung (BUL) beserta teknik lanjutannya. Kemudian pada penyajian hasil analisis digunakan metode formal dan informal dengan teknik induktif dan deduktif. Hasil dari penelitian ini menemukan jumlah proses yang paling banyak digunakan dalam TMAEGAB ialah jenis proses relasional 417 (35,8%), proses mental 247 (21,2%), proses material 205 (17,6%), model ergatif 158 (13,6%), proses eksistensial 77 (6,6%), dan proses verbal 61 (5,24%).

Kata kunci: Teks Mitigasi Aktivitas Erupsi Gunung Agung Bali, Sistem Transitivitas, Jenis Proses

Vol. 28 No.1

Abstract—This study aims to determine the types of processes in the TRANSITIVITY system in the text of mitigation the eruption activity of Mount Agung, Bali (TMAEGAB) in 2017 issued by the Center of Volcanology and Geological Hazard Mitigation (PVMBG), Geological Agency, Ministry of Energy and Mineral Resources of the Republic Indonesia. This research was conducted to better understand the experience described by speakers (PVMBG) of phenomena to speech partners through the types of processes and semantic characteristics of the process elements in the TRANSITIVITY system, which is included in the study of functional systemic linguistics. This study uses a qualitative descriptive approach in which data collection uses the observation method with note-taking techniques. In analyzing the data, using the split method with techniques for direct elements (BUL) and its advanced techniques. Then, in presenting the results of the analysis, formal and informal methods are used with inductive and deductive techniques. The results of this study found that the number of processes that are most widely used in TMAEGAB is the type of relational processes 417 (35.8%), mental processes 247 (21.2%), material processes 205 (17.6%), ergative models 158 (13 , 6%), existential processes 77 (6.6%), and verbal processes 61 (5.24%).

Keywords: The Text Of Mitigation The Eruption Activity Of Mount Agung Bali, Transitivity System, Type of Proccesses

Vol. 28 No.1

  • 1.    Pendahuluan

Dalam sejarahnya, gunung Agung, Bali termasuk dalam gunungapi aktif yang dalam erupsinya banyak menelan korban jiwa. Pada 17 Mei 1963, erupsi gunung Agung menelan 1138 korban jiwa (Witham, 2005: 198-212). Berselang puluhan tahun, tepatnya pada tanggal 10 Agustus 2017, gunung Agung kembali mengalami peningkatan jumlah gempa vulkanik dan tektonik lokal yang disusul munculnya solfatara pada tanggal 13 September 2017. Terkait kedaaan tersebut, melalui surat resmi yang ditujukan kepada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah berwenang, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (MESDM), menetapkan peningkatan status Gunung Agung dari level I (Normal) ke level II (Waspada).

Selain itu, terdapat pula penetapan status aktivitas lainnya oleh PVMBG terhadap aktivitas gunung Agung, Bali, tepatnya pada tanggal 18 September 2017, ditingkatkan menuju level III (Siaga). Pada tanggal 22 September 2017 dinaikkan dari level III (Siaga) menjadi level IV (Awas). 31 Oktober 2017, diterakan bahwa tepatnya pada 29 Oktober 2017 status aktivitas gunung Agung diturunkan dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga), dan hingga pada hari tersebut, status aktivitas gunung Agung masih level III (Siaga). Selain itu pada 13 Mei 2019, gunung Agung bererupsi dengan rincian situasi yang diterakan dalam teks elektronik yang dikeluarkan oleh PVMBG pada tanggal yang sama.

Penetapan status aktivitas gunungapi serta perkembangan status aktivitas gunungapi yang masih sedikit diketahui oleh masyarakat, khususnya di Bali, menjadi keresahan tersendiri terkait tindakan yang perlu dilakukan oleh masyarakat dalam menanggapi penetapan tersebut. Beranjak dari keresahan tersebut, kiranya perlu untuk dianalisis lebih mendalam teks tersebut di atas, khususnya dari aspek kebahasaan. Hal tersebut dikarenakan baik surat resmi atau teks elektronik yang tentunya termasuk dalam ragam

tulis, bahasa menjadi peran utama terkait fungsi dan penerapannya dalam kesuksesan proses interaksi antar penutur. Jarak penafsiran antara penulis dan pembaca dirasa perlu untuk diperpendek, dengan mengetahui bagaimana perealisasian pengalaman yang dilakukan oleh penulis dalam penanda bahasa yang digunakan, agar pembaca dapat lebih memahami teks yang diberikan. Untuk lebih memahami perealisasian pengalaman yang dilakukan oleh PVMBG melalui teks yang dibuat, ancangan linguistik sistemik fungsional (LSF) dirasa tepat untuk digunakan mengkaji teks-teks tersebut dari segi kebahasaan.

Berdasarkan pandangan LSF, secara kesatuan, keseluruhan surat resmi dan teks elektronik tersebut, diklasifikasikan ke dalam teks mitigasi aktivitas erupsi gunung Agung, Bali (TMAEGAB). Hal tersebut dikarenakan, keseluruhan teks tersebut berperan dalam proses mitigasi, khususnya dalam upaya penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (PP RI No 21 Th 2008). Berdasarkan perspektif linguistik sistemik fungsional, perealisasian pengalaman dengan bahasa termasuk dalam konsep metafungsi bahasa khususnya ideasional: eksperiensial (Halliday & Matthiessen, 2014: 30). Dalam penerapannya, metafungsi idealsional dikaji berdasarkan sistem TRANSITIVITAS yang di dalamnya terdapat enam jenis proses, yang menjadi gambaran pengalaman-pengalaman yang direalisasikan oleh penutur.

Berdasarkan pandangan tersebut, penelitian ini difokuskan untuk mengetahui jenis proses serta ciri semantik unsur prosesnya dalam sistem TRANSITIVITAS dalam cakupan kajian LSF, pada teks mitigasi aktivitas erupsi gunung Agung, Bali tahun 2017. Selain penelitian ini, terdapat pula penelitian sebelumnya yang menggunakan ancangan serupa yaitu linguistik sistemik fungsional dalam aspek sistem TRANSITIVITAS antara lain Sutama (2010), Langkameng (2014), Mekarini (2014), Ngongo (2015), dan Narlianti (2016).

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, terletak pada kajian, khususnya

Vol. 28 No.1

konsep sistem TRANSITIVITAS. Perbedaannya terletak pada sumber data atau teks yang dikaji. Selain tujuan dalam pemahaman yang lebih mendalam terkait perealisasian pengalaman yang ditandai dalam TMAEGAB, perbedaan sumber data juga merupakan salah satu alasan dalam dilakukannya penelitian ini. Guna mengkaji sumber-sumber data yang lain menggunakan kajian linguistik sistemik fungsional.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini bertumpu pada teori linguistik sistemik fungsional yang dikembangkan oleh Michael Alexander Kirkwood Halliday yang berpandangan bahwa, fungsi bahasa dalam penggunaannya terkait dengan konteks situasi (Halliday, 1985:17), dengan pendekatan deskriptif kualitatif yang memandang bahwa penelitian berjalan simultan dengan proses analisis data. Data yang dimaksud ialah data bahasa yang apa adanya dan secara empiris, hidup dengan penuturnya (Mahsun, 2007: 257). Terkait instrumen penelitian, dalam kajian ini, instrumen penelitian ialah peneliti sendiri, yang disesuaikan dengan validasi diri (Sugiono, 2009: 305).

Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik catat (Mahsun, 2007: 29). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah empat surat resmi dan satu teks elektronik yang dikeluarkan oleh PVMBG. (1) Surat PVMBG dengan nomor 1444/45/BGL/2017 pada tanggal 14 September 2017, perihal: Peningkatan Status Aktivitas Gunung Agung, Bali dari Level I (NORMAL) ke Level II (WASPADA) (T1), (2) Surat PVMBG dengan nomor 1462/45/BGL.V/2017 pada tanggal 18 Septeember 2017 perihal: Peningkatan Status Gunung Agung, Bali dari Level II (WASPADA) ke Level III (SIAGA) (T2), (3) Surat PVMBG dengan nomor 1472/45/BGL.V/2017 pada tanggal 22 September 2017 perihal: Peningkatan Status Aktivitas Gunung Agung, Bali dari Level III (Siaga) ke Level IV (Awas) (T3), (4) surat dengan nomor 1901 / 45 / BGL.V / 2017 perihal: Perkembangan Tingkat Aktivitas Gunung Agung,

Bali pada Level III (SIAGA) Tanggal 31 Oktober 2017 hingga pukul 06.00 WITA (T4), (5) MAGMA-VEN Volcanic Eruption Notice – Informasi Erupsi G. Agung tertanggal 31 Mei 2019 (T5). Dalam sumber data tersebut, ditemukan sejumlah 1165 klausa yang menjadi data dalam analisis penelitian ini. Klausa menjadi data dalam penelitian ini, dikarenakan dalam pandangan linguistik sistemik fungsional (LSF) klausa sebagai unit representasi suatu pengalaman yang direalisasikan oleh penutur (Halliday & Matthiessen, 2014: 213).

Dalam proses penganalisisan data, penelitian ini menggunakan metode agih yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa atau wacana pada objek kajian ini sendiri. Seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat), klausa, silabe kata, titi nada dan yang lain. Penggunaan metode agih diikuti oleh teknik dasar yaitu teknik bagi unsur langsung (BUL) dan teknik lanjutan yang dibagi menjadi tujuh macam yaitu: delesi, ekspansi, substitusi, interupsi, permutasi, parafrasa, dan repetisi. Penggunaan ketujuh teknik lanjutan tersebut digunakan sesuai kebutuhan dan saling mengisi satu sama lain dalam penganalisisan. Penggunaan teknik dasar BUL dan lanjutannya akan digunakan untuk menganalisis langsung data yang didapatkan (Sudaryanto, 2015: 18-19, 37)

Dalam penyajian hasil analisis data, penelitian ini menggunakan metode formal dan informal (Mahsun, 2007: 123) dan menggunakan teknik berfikir indukit dan deduktif.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Dalam sistem TRANSITIVITAS, klausa dipandang sebagai suatu representasi pengalaman penutur yang terstruktur atas, unsur partisipan, unsur proses, dan unsur sirkumstan (Halliday & Matthiessen, 2014: 83). Khusus dalam metafungsi ideasional: eksperiensial, dimana klausa dipandang sebagai suatu representasi dalam sistem TRANSITIVITAS, nsur-unsur tersebut dapat diduduki oleh berbagai fungsi, bergantung pada tipe atau jenis proses yang direalisasikan dalam

Vol. 28 No.1

klausa. Berikut dipaparkan baris makna dalam klausa dalam pandangan linguistik sistemik fungsional.

Tabel 3.1

Baris Makna dalam Klausa

Sumber: Halliday & Matthiessen (2014: 83)

Metafungsi

Klausa

sebagai...

Sistem

Struktur

Tekstual

Pesan

TEMA

Tema ^ Rema

Interpersonal

Pertukaran

MOOD

Mood [Subjek + Finit] +

Residu [Predikator

(+Pelengkap)

(+Keterangan)]

Eksperiensial

Representasi

TRANSITIVITAS

Proses + Partisipan (+ sirkumstan) contoh: proses + aktor + sasaran

Unsur proses yang biasanya diisi oleh fungsi predikator dengan kelas verba disebut sebagai unsur inti, karena unsur proses dapat berubah jenis dan perubahan tersebut diikuti oleh unsur lainnya. Berdasarkan klasifikasinya, dalam sistem TRANSITIVITAS, terdapat enam jenis atau tipe proses. Tiga proses utama, terdiri atas, proses material, mental, dan relasional. Sedangkan untuk proses turunan ialah proses tingkah laku, verbal, dan eksistensial (Halliday & Matthiesen, 2014: 214-215). Selain itu terdapat konsep model ergatif yang diterapkan dalam penelitian ini, dikarenakan banyak ditemukan proses yang dihasilkan oleh suatu medium dengan daya mandiri. Model ergatif mempertimbangkan tentang apa yang terjadi, bukan tentang apa yang dilakukan. Yang terjadi dimaksudkan ialah pengaktualisasian suatu proses direpresentasikan sebagai hasil daya mandiri (Halliday & Matthiessen, 2014: 336). Pada model ergatif, entitas atau dalam hal ini disebut medium, mempunyai daya atau kemampuannya sendiri untuk menuju pada suatu keadaan (Wiratno, 2018: 111).

Pada jenis proses utama, masing-masing memiliki jenis turunan. Pada proses material,

terdapat jenis turunan, material: kreatif, dan material: transformatif. Pada proses mental terdapat jenis turunan, mental: kognisi, mental: persepsi, mental: desiderasi, dan mental: emotif. Sedangkan pada proses relasional, terdapat jenis turunan, reasional: identifikatif, dan relasional: atributif. Untuk jenis proses turunan seperti proses tingkah laku, verbal, dan eksistensial, tidak terdapat jenis atau turunan yang lebih spesifik (Halliday & Matthiesen, 2014: 231-232, 256, 262).

Unsur proses dapat diisi oleh fungsi sesuai dengan tipe proses yang direalisasikan: proses: material, kemudian unsur partisipan menyesuaikan dengan proses tersebut, dengan fungsi yang dapat mendudukinya seperti: aktor, atau sasaran. Sedangkan untuk sirkumstan, secara leksikogramatikal dapat diisi oleh fungsi keterangan. Berikut rincian unsur atau elemen yang terdapat dalam struktur klausa sekaligus fungsi yang mendudukinya dalam sistem TRANSITIVITAS.

Tabel 3.2

Tipe Proses dan Elemen dalam Struktur Klausa Pada sistem TRANSITIVITAS

Tipe Unsur atau Elemen

Tipe

Proses:

Fungsi Unsur Proses

Fungsi Unsur Partisipan

Material

Material

+

Aktor

+

Sasaran

Mental

Mental

+

Pengindera

+

Fenomenon

Relasional

Relasional:

Identifikatif

+

Token

+

Nilai

Relasional: Atributif

+

Penyandang

+

Sandangan

Tingkah Laku

Tingkah Laku

+

Petingkah Laku

Verbal

Verbal

+

Pewarta

+

Diwartakan

Eksistensial

Eksistensial

+

Eksisten

  • 3.1    Hasil

Berdasarkan batasan tersebut, keseluruhan klausa yang terdapat dalam TMAEGAB dianalisis berdasarkan struktur klausa dalam sistem TRANSITIVITAS. Setelah itu, didata frekuensi kemunculan unsur proses berdasarkan masing-masing klasifikasi jenis proses. Selanjutnya diberikan persentase berdasarkan masing-masing jenis proses dan turunannya. Berdasarkan langkah-

Vol. 28 No.1

langkah tersebut, berikut dipaparkan frekuensi kemunculan unsur proses di masing-masing jenis proses dan turunan proses dalam TMAEGAB.

Tabel. 3.3

Proses dalam Transitivitas TMAEGAB

NO

TIPE PROSES

TURUNAN PROSES

TOTAL

(%)

1

Proses: material

Kreatif

47

4,03

Transformatif

158

13,56

2

Proses: Mental

Persepsi

148

12,70

Kognisi

74

6,35

Desiderasi

25

2,15

3

Proses: Relasional

Atributif

118

10,13

Identifikatif

299

25,67

4

Proses: verbal

61

5,24

5

Eksistensial

77

6,61

6

Model Ergatif

158

13,56

TEKS

TL

TOTAL PER UNSUR PROSES: MATERIAL

205

TOTAL PER UNSUR PROSES: MENTAL

247

TOTAL PER UNSUR PROSES: RELASIONAL

417

TOTAL PER UNSUR PROSES: VERBAL

61

TOTAL PER UNSUR PROSES: EKSISTENSIAL

77

TOTAL PER UNSUR PROSES: MODEL ERGATIF

158

Total Klausa

1165

TEKS

TL

Persentase Kemunculan (%) Proses Material

17,6

Persentase Kemunculan (%) Proses Mental

21,2

Persentase Kemunculan (%) Proses Relasional

35,8

Persentase Kemunculan (%) Proses Verbal

5,24

Persentase Kemunculan (%) Proses Eksistensial

6,6

Persentase Kemunculan (%) Model Ergatif

13,6

Total Persentase (%)

100

  • 3.2    Pembahasan

    3.2.1    Jenis Proses

Berdasarkan tabel 3.3, telah dipetakan jenis proses dalam sistem TRANSITIVITAS pada TMAEGAB. Jenis proses yang frekuensi kemunculannya paling tinggi dalam TMAEGAB, ialah jenis proses relasional dengan persentase total sebanyak 35,8%, yang didahului oleh proses relasional identifikatif dengan persentase 25,67%, kemudian atributif sebanyak 10,13%. Proses relasional merealisasikan konstruksi kopula, dimana baik fungsi subjek memiliki hubungan dengan fungsi pelengkap (antar partisipan). Pada proses relasional atributif jenis hubungan antar partisipan termasuk dalam hubungan kelas tertentu dengan sub kelas atau tipe dengan sub tipe yang diperankan oleh masing-masing partisipan. Sedangkan dalam proses relasional identifikatif, adanya hubungan simbolisasi antar partisipan (Martin, dkk 1997: 106). Berdasarkan hal tersebut, berarti kemunculan jenis hubungan simbolis antar partisipan yang mendominasi, kemudian jenis hubungan kelas dan sub kelas.

Berdasarkan data klausa dalam TMAEGAB, proses relasional: identifikatif, merepresentasikan hubungan simbolisasi antar partisipan, seperti hubungan simbolisasi antara fakta sebagai subjek dengan definisi fakta tersebut sebagai pelengkap sesuai dengan konteksnya. Fakta yang dimaksud ialah fakta-fakta berupa peristilahan teknis dari bidang mitigasi gunungapi seperti ‘zona prakiraan bahaya’, dengan deskripsinya seperti ‘di seluruh area di dalam radius 4km ...’. Selain itu, banyak juga terdapat hubungan antara fenomena-fenomena kegunungapian seperti ‘suhu udara’ dengan simbolisasi kuantitas atau kualitasnya seperti ‘sekitar 19 - 31°C’. Proses relasional: atributif, merepresentasikan hubungan kelas dengan sub kelas, seperti ‘...potensi ancaman bahaya’ yang merupakan kelas dari sub kelas ‘jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, dan aliran lava’.

Urutan selanjutnya, ialah jenis proses mental, dengan persentase total sebanyak 21,2%, yang didominasi oleh proses mental: persepsi

Vol. 28 No.1

sebanyak 12,70%, kemudian proses mental: kognisi sebanyak 6,35%, dan proses mental: desiderasi sebanyak 2,15%. Dalam penelitian ini tidak ditemukan jenis proses mental: emotif. Proses mental persepsi serta proses mental emotif memiliki daya untuk bereaksi terhadap suatu fakta tetapi tidak dalam memproyeksikan suatu ide. Proses mental persepsi bereaksi terhadap fakta dengan panca indera, seperti: merasakan (sentuhan/ rasa), melihat, mendengar, mencium (bau) dan sebagainya. Sedangkan proses mental emotif bereaksi terhadap fakta berdasarkan perasaan seperti: khawatir, suka, benci, dan sebagainya. Proses mental kognitif dan desideratif dapat memproyeksikan suatu ide, tetapi tidak dapat bereaksi terhadap suatu fakta. Proses mental kognisi memproyeksikan ide terkait informasi yang mungkin atau mungkin tidak valid yang disebut dengan proposisi. Di lain sisi, proses mental desiderasi, memproyeksikan ide terkait sesuatu yang belum terealisasikan dan sesuatu tersebut, masih dalam batas keinginan (Halliday & Matthiessen, 1999: 140-141).

Berdasarkan data klausa pada TMAEGAB, proses mental: persepsi, umumnya merepresentasikan proses melihat serta merasakan fenomena kegunungapian. Unsur pengindera umumnya diisi oleh fungsi subjek seperti ahli gunungapi dari PVMBG dan pihak terdampak seperti masyarakat sekitar hingga pihak pemeritah terkait. Sedangkan unsur fenomenon umumnya diisi oleh fungsi pelengkap seperti fakta tentang kegunungapian ‘perkembangan tingkat aktivitas maupun rekomendasi gunungapi’, atau fenomena kegunungapian seperti ‘fenomena rentetan gempa terasa’. Pada proses mental: kognisi, umumnya merepresentasikan proyeksi suatu ide baik dalam memprediksi, melakukan pertimbangan atau perujukan oleh fungsi pengindera yang diisi oleh fungsi subjek implisit, yaitu PVMBG atau ahli gunungapi. Sedangkan untuk fungsi fenomenon diisi oleh fungsi pelengkap yang umumnya berupa fakta seperti ‘potensi ancaman bahaya’ atau ‘potensi bahaya’, serta berupa fakta sebagai rujukan seperti ‘hasil analisis data visual dan

instrumental’. Pada proses mental: desiderasi umumnya merepresentasikan proyeksi suatu ide yang belum tercapai, seperti pengharapan. Dalam TMAEGAB, fungsi pengindera diisi oleh fungsi subjek implisit yaitu PVMBG atau yang eksplisit seperti ‘semua elemen’, yang memiliki pengharapan dan ditujukan kepada fenomenon yang diisi oleh fungsi pelengkap seperti fenomena kegunungapian ‘letusan...’, serta pihak terdampak ‘seluruh masyarakat’.

Urutan berikutnya ialah proses material dengan total persentase 17,6% yang didominasi oleh proses material: transformatif dengan persentase 13,56%, kemudian proses material: kreatif dengan persentase 4,03%. Proses material merupakan proses yang merepresentasi suatu pengalaman sesuatu yang ‘dilakukan’ dan sesuatu ‘terjadi’. Adanya sesuatu yang dilakukan atau yang terjadi melalui input energi dari dan atau pada partisipan, yang dalam proses material disebut dengan aktor dan sasaran (Halliday & Matthiessen, 2014: 224). Proses material dipandang sebagai proses yang ditandai dengan adanya perubahan dalam dunia material seperti adanya pergerakan, atau perubahan baik seacara kualitas atau kuantitas (Martin, dkk, 1997: 103). Proses material kreatif, memandang adanya luaran atau hasil yang dapat terjadi pada aktor jika dalam model intransitif, sedangkan pada sasaran jika dalam model transitif. Sedangkan pada proses material transformatif, terjadi perubahan atas aspek yang sudah ada pada aktor jika dalam bentuk intransitif dan pada sasaran jika dalam bentuk transitif (Halliday & Matthiessen, 2014: 225-232).

Merujuk pada data klausa dalam TMAEGAB, proses material: transformatif transitif umumnya terjadi perubahan aspek pada fungsi sasaran seperti ‘beberapa desa...’ akibat dari proses material yang dilakukan oleh fungsi aktor seperti ‘aliran piroklastik’. Pada model intransitif, umumnya terjadi perubahan aspek atau kualitas dari fungsi aktor seperti ‘...aktivitas vulkanik G.Agung’ atau ‘abu vulkanik’. Pada proses material: kreatif transitif umumnya terdapat luaran berupa fungsi sasaran itu sendiri seperti ‘jaringan

Vol. 28 No.1

komunikasi’ atau ‘... upaya mitigasi bencana letusan’. Pada bentuk intransitif umumnya luaran terjadi pada fungsi aktor sendiri seperti ‘masyarakat di sekitar G.Agung ...’, untuk tidak atau membuat suatu luaran terkait unsur proses seperti ‘agar tidak beraktivitas’.

Urutan selanjutnya ialah model ergatif dengan persentase total kemunculan 13,56%. Model ergatif ialah salah satu analisis yang memungkinkan terdapat dalam setiap proses pada sistem TRANSITIVITAS. Model ergatif mempertimbangkan tentang apa yang terjadi, bukan tentang apa yang dilakukan. Terdapat dua jenis model ergatif, yaitu ergatif: efektif dan ergatif: sedang. Terdapat dua jenis ergatif yaitu jenis efektif atau sedang. Jenis efektif terjadi apabila tersusun atas unsur agen + proses + medium seperti ‘petani + mengaliri + air’ yang secara alamiah ‘air’ memiliki daya untuk mengalir, tetapi ‘petani’ selaku agen juga dapat menjadi inisiator dalam untuk mengaliri ‘air'. Sedangkan untuk jenis sedang, tersusun atas, medium + proses, seperti ‘gunung + bererupsi’ yang secara almiah gunung sudah memiliki daya sendiri untuk bererupsi. Gunung disebut sebagai medium (Wiratno, 2018: 112)

Berdasarkan data klausa dalam TMAEGAB, tidak diketemukan model ergatif: efektif. Model ergatif: sedang, umumnya terjadi Kemunculan model ergatif, langsung beririsan dengan jenis proses yang lainnya. Dalam penelitian ini hanya ditemukan model ergatif: sedang dimana fungsi medium sekaligus proses ergatif, dapat diisi oleh fungsi subjek seperti ‘erupsi aktivitas G.Agung’ dan atau hanya fungsi subjek seperti ‘G.Agung’.

Urutan selanjutnya, ialah jenis proses eksistensial dengan persentase kemunculan sebesar 6,6%. Proses eksistensial adalah jenis proses yang menunjukkan keberadaan sesuatu atau fenomena. Sesuatu atau fenomena tersebut dapat berupa; manusia, objek, institusi, abstraksi, tetapi juga tindakan atau peristiwa (Halliday & Matthiessen, 2014: 309). Dalam proses eksistensial, sesuatu atau fenomena yang ditunjukkan keberadaannya disebut

dengan eksisten. Dalam proses ini, istilah seperti ‘ada’ atau ‘terdapat’ bukan menunjukan fungsi keterangan tempat, melainkan menunjukkan keberadaan suatu eksisten (Martin, dkk, 1997: 109110). Dalam bahasa Indonesia, proses eksistensial biasanya diawali oleh fungsi predikator ‘ada’, ‘terdapat’, atau ‘muncul’. Posisi fungsi eksisten biasanya terletak setelah fungsi proses: eksistensial (Wiratno, 2018: 106).

Berdasarkan data klausa pada TMAEGAB, unsur partisipan yang diisi oleh fungsi eksisten biasanya diduduki oleh fungsi pelengkap seperti ‘potensi bahaya abu vulkanik...’. Eksisten dijelaskan ‘ada’ atau terdapat eksisten tersebut. Selanjutnya kemunculan jenis proses verbal ialah sejumlah 5,24%. Proses verbal ialah ialah representasi yang mencakup segala bentuk pertukaran makna secara simbolis. Pertukaran makna dapat dilakukan oleh unsur partisipan I, yaitu fungsi pewarta dengan konten yang dinyatakan dalam unsur partisipan II disebut dengan diwartakan. Pewarta dapat diisi oleh manusia bahkan entitas atau fakta yang dapat ‘memberitahukan’ atau ‘menunjukkan’ yang ingin diwartakan. Fungsi diwartakan biasanya diisi oleh sesuatu atau konten yang ingin diberitahukan. (Halliday & Matthiessen, 2014: 303). Selain itu pada proses verbal terdapat satu partisipan lain, selain pewarta dan diwartakan yang disebut dengan penerima. Penerima ialah partisipan yang diberitahukan (sasaran) oleh pewarta terkait yang diwartakan (Wiratno, 2018: 103).

Dalam TMAEGAB, berdasarkan bentuknya tidak ditemukan klausa proses verbal; bentuk klausa proyeksi, melainkan fungsi diwartakan hanya berupa konten dalam klausa yang ingin disampaikan oleh pewarta. Berdasarkan data klausa dalam TMAEGAB, fungsi pewarta biasanya diisi oleh fungsi subjek manusia seperti kata ganti orang pertama jamak ‘kami’, dan suatu fakta seperti ‘pengamatan visual G.Agung dari pos PGA...’. Fungsi diwartakan umumnya diisi oleh fungsi pelengkap berupa konten seperti ‘peningkatan aktivitas G.Agung...’, ‘asap solfatara’, atau ‘kegempaan-kegempaan’. Posisi fungsi diwartakan

Vol. 28 No.1

biasanya bergabung dengan jenis proses lainnya, seperti proses eksistensial dan proses mental.

  • 3.2.2    Ciri Semantik Unsur Proses

Analisis ciri semantik unsur proses dalam sistem TRANSITIVITAS bertujuan untuk mengetahui makna dari unsur proses baik secara gramatikal dan leksikal. Pada pembahasan sebelumnya telah dipetakan frekuensi kemunculan jenis proses yang terdapat pada TMAEGAB serta unsur partisipan yang terdapat di masing-masing jenis proses merujuk pada data klausa. Selanjutnya dibahas ciri semantik di masing-masing jenis proses dalam TMAEGAB. Berikut dipaparkan data klausa dalam jenis proses relasional.

Proses Relasional Atributif (T2) (k141)

...potensi ancaman

(k141) berupa

jatuhan

bahaya

piroklastik, aliran

piroklastik, dan

aliran lava.

Pelengkap/ Subjek

Polar/ Predikator

Pelengkap

Penyandang

Proses: Relasional (Atributif)

Sandangan

Proses Relasional Identifikatif (T5) (k11)

... di Zona

Perkiraan Bahaya

(k11)yaitu

di seluruh area di dalam radius 4 km dari Kawah Puncak G.

Agung

Keterangan/ Subjek

Polar/ Predikator

Pelengkap

Sirkumstan/ Token/ Aktor

Proses: Relasional Identifikatif

Nilai

Ciri semantik unsur proses pada proses relasional atributif dalam T2 dan k141, yang diisi oleh fungsi predikator ‘berupa’ menjadi perantara antara partisipan I ‘...potensi ancaman bahaya’ dalam jenis hubungan kelas yang berhubungan dengan partisipan II ‘jatuhan piroklastik, aliran piroklastik ...’ dalam jenis hubungan anggota kelas. Makna gramatikal terkait hubungan tersebut, menandakan bahwa partisipan II termasuk dalam kelas partisipan I. Partisipan I ^ memiliki rupa ^ Partisipan II.

Dalam proses realsional identifikatif pada T5 dan k11, unsur proses diisi oleh fungsi predikator bentuk aktif ialah ‘yaitu’ yang memprantarai hubungan simbolis antara partisipan I ‘...di zona prakiraan bahaya’ dengan partisipan II ‘di seluruh area di dalam radius 4 km...’. Makna gramatikal terkait hubungan tersebut, menandakan bahwa antar partisipan I dan II, sama-sama menjadi simbol untuk kedudukan masing-masing. Partisipan I ^ ialah ^ Partisipan II.

Dominasi kemunculan proses relasional dalam TMAEGAB menandakan adanya suatu upaya penyadaran terkait klasifikasi atau deskripsi terkait fenomena atau peristilahan teksnis terkait kegunungapian khususnya dalam konteks aktivitas G.Agung. klasifikasi atau deksripsi yang dipaparkan terkait dengan jenis hubungan yang diperankan dalam perealisasian jenis proses relasional.

Jenis hubungan tipe dengan sub tipe atau simbolisasi yang dipaparkan dalam TMAEGAB, didominasi oleh pemaparan keseluruhan data pengamatan G.Agung yang terdiri atas pengamatan visual dan instrumental. Data pengamatan tersebut dipaparkan terperinci baik dari aspek kualitas serta kuantitas. Data pengamatan berupa data hasil dari pengamatan PVMBG, baik menggunakan indera pengelihatan dalam memantau secara visual, atau dengan seismograf dalam memantau secara instrumental aktivitas G.Agung. Selanjutnya dipaparkan data klausa dalam jenis proses mental.

Klausa Proses Mental: Persepsi (T4) k224

(k224) Seluruh masyarakat maupun ... dan instansi terkait lainnya

dapat memantau

perkembangan tingkat aktivitas maupun rekomendasi G. Agung

Subjek

Modal: Prob: Dapat/ Polar/ Predikator

Pelengkap

Pengindera

Proses: Mental (Persepsi)

Fenomenon

Klausa Proses Mental: Kognisi (T1) k407 - 408

Vol. 28 No.1

(k407)

Berdasarkan

hasil analisis data visual dan

instrumental

serta

(k408)

mempertimbangkan

potensi ancaman bahayanya,...

Polar/Predikator

Pelengkap

Konj

Polar/Predikator

(Kelompok Nomina) Pelengkap

Proses: Mental (Kognisi)

Fenomenon

Proses: Mental (Kognisi)

Fenomenon

Klausa Proses Mental: Desiderasi (T3) k202

(k202) ... semua elemen

berharap

letusan tidak terjadi, ...

Subjek

Polar/Predikator

Pelengkap

Pengindera

Proses: Mental (Desiderasi)

Fenomenon

Dalam proses mental; persepsi pada T4, k224, unsur proses diisi oleh fungsi modal^predikator ‘dapat memantau’ secara makna gramatikal menggambarkan fakta dalam fenomenon yaitu‘...perkembangan tingkat aktivitas ...G,Agung’. Runtunannya: pengindera ^ (dapat) melihat ‘fakta’ ^ fenomenon. Proses mental; kognisi pada T1, k407-408, unsur proses diisi oleh predikator ‘berdasarkan’ dan ‘mempertimbangkan’ yang secara makna gramatikal memproyeksikan / memberi gambaran mengacu fenomenon ‘hasil analisis data visual dan instrumental’ serta ‘potensi ancaman bahayanya...’. Runtunannya: mengacu ^ fenomenon ^ mempertimbangkan ^ fenomenon. Proses mental; desiderasi pada T3, k202, unsur proses diisi oleh fungsi predikator ‘berharap’ yang secara makna gramatikal menggambarkan pengharapan pengindera ‘semua elemen’ terkait fenomenon ‘letusan tidak terjadi,...’ . Runtunannya: pengindera ^ berharap ^ fenomenon.

Berdasarkan ciri semantik unsur proses pada jenis proses mental di atas, dapat dilihat bahwa jenis proses mental: persepsi direasliasikan oleh aktivitas pemantauan terkait suatu fakta yang berhubungan dengan perkembangan aktivitas kegunungapian. Dalam jenis proses mental: kognisi direalisasikan dengan aktivitas perujukan untuk suatu pertimbangan. Hal tersebut menandakan, bahwa dalam aktivitasnya, PVMBG memberikan

pertimbangan berdasarkan suatu rujukan tertentu. Untuk jenis proses mental:    desiderasi

direalisasikan dengan suatu harapan terkait pemroyeksian ide yang belum terjadi. Proses mental yang termasuk urutan kedua dalam TMAEGAB, menandakan adanya dominasi proses aktivitas yang menggunakan panca indera terkait pemantauan fenomena gunung api. Selain itu, proses pemroyeksian suatu ide juga banyak muncul terkait aktivitas para ahli gunung api dalam menyampaikan perhitungan berdasarkan rujukan yang mendasar. Selain itu, terdapat banyak harapan-harapan yang disampaikan oleh PVMBG, baik hal tersebut mewakili harapan semua pihak, atau harapan dari PVMBG sendiri. Berikutnya dipaparkan data klausa dengan jenis proses material.

Proses Material: Kreatif

(T3) k273-274

(k273)

Pemerintah

Daerah beserta jajarannya maupun BNPB

agar segera membantu

(k274) dalam membangun

jaringan komunikasi ...

Subjek

Modulasi: Obli: Seharusnya/ Adv/ Polar/ Predikator

Polar/ Pelengkap/ Predikator

Pelengkap

Aktor

Proses: Material:Trans (Kreatif)

Proses: Material: Trans (Kreatif)

Sasaran

Proses Material: Transformatif (T1-T4) k32

(k32) ...aliran piroklastik

yang menghancurkan

beberapa desa ...

Pelengkap/ Subjek

Polar/ Predikator

Pelengkap

Aktor

Proses: Material: Trans (Transformatif)

Sasaran

Ciri semantik dalam proses material kreatif pada k273-274 dalam T3, unsur proses diisi oleh fungsi modulasi^adv^predikator ‘agar segera membantu’ dan predikator ‘dalam membangun’ yang keduanya secara makna gramatikal menggambarkan harapan diadakannya

Vol. 28 No.1

‘perbantuan’ untuk mengadakan ‘pembangunan’ terkait sasaran ‘jaringan komunikasi’ yang dapat dilakukan oleh aktor. Runtunannya: Aktor ^ mengadakan ‘tindakan’ untuk ‘mengadakan’ ^ Sasaran. Selanjutnya untuk proses material; transformatif pada T1-T4, k32, pada unsur proses diisi oleh fungsi predikator ‘yang menghancukan’ yang secara makna gramatikal menggambarkan perubahan aspek fisik sasaran ‘beberapa desa...’ yang disebabkan oleh aktor ‘...aliran piroklastik’. Runtunanya: aktor ^ menyebabkan ‘perubahan aspek’ ^ sasaran.

Berdasarkan data klausa tersebut di atas, kemunculan proses material, direalisasikan oleh aktivitas pihak yang baik eksplisit atau implisit terdapat dalam teks, yang secara kreatif yang berupaya membuat sesuatu atau hal. Dalam proses material transformatif, secara umum direalisasikan oleh perubahan aspek yang terjadi akibat aktivitas gunung Agung, atau jika dalam bentuk intransitif, perubahan aspek terjadi pada fenomena aktivitas gunung Agung, seperti perpindahan aliran piroklastik, atau perubahan kualitas dari fenomena tersebut. Selanjutnya dipaparkan data klausa dengan model ergatif dalam TMAEGAB.

(T2) (k70)

(k69)

Pengamatan instrumental Gunungapi Agung ... 31 Juli 2017,

terekam

(ø oleh pengamat)

(ø G. Agung)

(ø alami)

(k70) 6 kali gempa Vulkanik Dalam ..

(Frase Preposisional) Keterangan

Polar/

Predikator

Subjek

Subjek

Finit

Pelengkap

Proses: Mental (Persepsi)

Pengindera

Medium

Fenomenon/

Proses: Ergatif

Pada T2, k70, unsur proses diisi oleh fungsi pelengkap ‘6 kali gempa vulkanik dalam’ dengan medium elipsis ‘øG.Agung’. Proses ergatif ini bergabung dengan proses mental: persepsi, dengan fungsi pelengkap, selaku fungsi fenomenon dalam runtunan sistem TRANSITIVITAS. Secara makna gramatikal medium mengalami proses ergatif dengan daya yang dimiliki. Runtunannya: medium ^ berproses.

Berdasarkan data klausa di atas, secara umum model ergatif muncul bergabung dengan jenis proses yang lain dalam sistem TRANSITIVITAS, seperti jenis proses mental. Kemunculan model ergatif, umumnya direalisasikan oleh gunung Agung atau aktivitasnya yang memiliki daya mandiri (khusus) dalam pergerakannya. Seperti gunung Agung, memiliki daya untuk gempa atau bererupsi. Selanjutnya, dijabarkan data klausa dengan jenis proses eksistensial.

Klausa Proses Eksistensial

(T4) (k200)

(k199)

Mengingat

(k200) adanya

potensi bahaya abu vulkanik ...

Polar/

Polar/

(Kelompok Nomina)

Predikator

Predikator

Pelengkap

Proses: Mental (Kognisi)

Proses:

Eksistensial

Fenonemon/ Eksisten

Pada T4, k200, unsur proses diisi oleh fungsi predikator ‘adanya’ mendahului eksisten ‘potensi bahaya abu vulkanik...’. Secara makna gramatikal, dinyatakan keberaadan suatu eksisten berupa ‘potensi bahaya abu vulkanik...’ dengan runtunan: adanya ^ eksisten. Kemunculan proses eksistensial umumnya direalisasikan oleh keberadaan suatu fenomena dari aktivitas gunung Agung. Selanjutnya, dijabarkan jenis proses verbal dalam TMAEGAB berdasarkan data klausa berikut.

Klausa Proses Verbal: Pewarta Manusia

(T1-T4) (k17)

(k17) Bersama

kami

sampaikan

peningkatan

(/dengan-surat) ini

aktivitas

G.Agung ...

(Frasa Preposisional) Keterangan

Subjek

Polar/

Predicator

Pelengkap

Pewarta

Proses:

Verbal

Diwartakan

Klausa Proses Verbal: Pewarta bukan Manusia (T3) (k137)

Vol. 28 No.1

(k136)      pengama   menunjuk   (k137)     asap       dikawah

Pasca        tan visual   kan          adanya     solfatara    G.

kenaikan    G.                                          Agung

status ke     Agung

Level III      dari Pos

(Siaga)      PGA

Agung di

Rendang

(Frase        Subjek     Polar/       Polar/      Peleng-     Ketera-

Preposisio               Predikator Predika- Kap        Ngan

nal)                                    Tor

Ketera

ngan

Pewarta    Proses:      Proses:     Diwartak Sirkumst

Verbal       Eksistens an/         an

ial          Eksisten

Berdasarkan data tersebut di atas, ciri semantik dalam proses verbal, pada T1-T4, k17, unsur proses diisi oleh fungsi predikator ‘sampaikan’, yang secara makna gramatikal memberitahukan terkait unsur partisipan II atau diwartakan yang diisi oleh fungsi pelengkap ‘peningkatan aktivitas G.Agung’ dan disampaikan oleh partisipan I atau pewarta dalam fungsi subjek ‘kami’. Runtunannya: pewarta ^ menyampaikan ^ diwartakan. Pada T3, k137, unsur proses diisi oleh fungsi predikator ‘menunjukkan’ yang secara makna gramatikal, menggambarkan unsur partisipan II atau diwartakan dalam fungsi pelengkap ‘asap solfatara’ dan hal tersebut ditunjukkan oleh partisipan I atau pewarta dalam fungsi subjek ‘pengamatan Visual G.Agung...’. Runtunannya: pewarta ^ menunjukkan ^ diwartakan. Data klausa di atas, menunjukkan, bahwa pewarta, tidak hanya dapat diisi oleh manusia melainkan juga dapat diisi oleh suatu hal yang bukan manusia.

Kemunculan proses verbal pada TMAEGAB pada umumnya, ditujukan untuk menggambarkan suatu hal yang khusus terkait fungsi diwartakan. Hal khusus tersebut biasanya memuat pendeskripsian sesuatu terkait fenomena aktivitas gunung Agung. Hal itu menunjukkan bahwa penutur berupaya untuk menjelaskan sesuatu hal, baik berdasar atas suatu rujukan seperti ‘pengamatan visual G.Agung ...’ atau langsung diwartakan oleh pihak penutur.

  • 4.    Simpulan dan Saran

    4.1    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

  • 1.    Jenis proses yang terdapat dalam teks mitigasi aktivitas erupsi gunung Agung, Bali tahun 2017 ialah: proses relasional yang didahului oleh proses relasional: identifikatif kemudian atributif. Selanjutnya diduduki oleh proses mental yang didominasi atas proses mental: persepsi, kemudian   kognisi, dan   desiderasi.

Selanjutnya ialah proses material yang didominasi oleh    proses material:

transformatif kemudian kreatif. Urutan berikutnya ialah model ergatif, kemudian proses eksistensial, dan yang terakhir ialah proses verbal.

  • 2.    Berdasarkan analisis ciri semantik unsur proses dalam masing-masing jenis proses menunjukkan upaya perealisasian suatu pengalaman oleh penutur, berdasarkan frekuensi kemunculannya masing-masing. Kemunculan jenis proses yang didominasi oleh proses relasional menunjukkan adanya upaya penutur untuk menonjolkan secara dominan klasifikasi dan deskripsi atas data pengamatan yang telah didapatkan. Klasifikasi dan deskripsi atas data pengamatan tersebut dilakukan demi memberikan keterangan terkait peningkatan atau penurunan aktivitas gunung Agung. Selanjutnya, pada proses mental, penutur berupaya untuk memberikan pemahaman kepada mitra tutur, mengenai rekaman panca indera yang dilakukan dan memberikan pemahaman bahwa setiap hal yang dilakukan berdasarkan atas proyeksi suatu ide yang berdasar. Selain itu, digambarkan juga bagaimana penutur memiliki suatu ide yang belum terealisasi yang ditandai dengan harapa-harapan oleh penutur. Pada proses material, penutur berupaya menggambarkan pengalaman

    Vol. 28 No.1


suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dan perubahan aspek yang terjadi akibat suatu tindakan baik yang dilakukan oleh pihak PVMBG atau bahkan oleh fenomena aktivitas gunungapi. Dalam model ergatif, digambarkan kemunculan aktivitas-aktivitas akibat daya mandiri dari suatu fenomena aktivitas gunung agung. Proses eksistensial yang digambarkan oleh penutur, menujukkan adanya suatu fenomena atau keberadaan suatu hal terkait aktivitas gunung api. Pada proses verbal, penulis berupaya untuk menjelaskan sesuatu hal, baik dengan rujukan atau langsung diwartakan oleh pihak penutur manusia dan bukan manusia.

memberikan pemahaman secara menyeluruh terhadap pesan untuk lebih memantapkan para mitra tutur dalam membuat keputusan, terkait tindakan yang akan diambil pasca penetapan status aktivitas G.Agung.


  • 4.2    Saran

Setelah pendeskripsian dari hasil penelitian tersebut di atas, terdapat beberapa saran yang dapat disampaikan.

  • 1)    Berdasarkan perealisasian pengalaman melalui jenis proses yang dituturkan dalam TMAEGAB, mitra tutur atau pembaca, dirasa     perlu     lebih     memahami

penggambaran pengalaman-pengalaman yang diutamakan oleh penutur. Penonjolan jenis proses relasional dalam TMAEGAB, menandakan bahwa penutur memfokuskan mitra tutur untuk lebih memahami kondisi aktivitas gunung Agung, dengan melihat runtunan perkembangan dari fenomena aktivitas gunung Agung. Perkembangan tersebut, tergambarkan dalam pemaparan, baik kualitas maupun kuantitas, dari data pengamatan yang dituturkan. Selain itu, adanya suatu penggambaran penyadaran dalam tuturan yang disampaikan.

  • 2)    Status atau penetapan status aktivitas gunung Agung, bukan merupakan satu-satunya hal yang harus diprioritaskan oleh pembaca,     melainkan     bagaimana

perkembangan aktivitas gunung Agung itu sendiri yang seyogyanya perlu diperhatikan secara terperinci. Hal tersebut guna

Vol. 28 No.1

Daftar Pustaka

Halliday, M.A.K. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London: Edwarl Arnold.

Halliday, M.A.K. dan Matthiessen, Christian M.I.M. 1999. CONSTRUING EXPERIENCE THROUGH MEANING: A Language-based Approach to Cognition. London. New York: CONTINUUM.

Halliday, M.A.K, dan Matthiessen. 2014, HALLIDAY’S INTRODUCTION TO FUNCTIONAL GRAMMAR, FOURTH EDITION. New York: Routledge.

Langkameng, Oce A. (2013) TRANSITIVITAS TEKS RITUAL GASAKDA MASYARAKAT ADAT ALOR (TRGMAA). Available at:   < http://langkameng.blogspot.com/2014/09/transitivitas-teks-ritual-

gasakda_15.html> Accessed at: 08 Sep. 2020.

Mahsun. 2007. METODE PENELITIAN BAHASA. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mekarini, N., Sutjaja, I., Pastika, I., & Sutama, P. (2014). IDEOLOGIES BEYOND THE INVITING RAIN TEXT BY BALINESE MIGRANT IN SUMBAWA. E-Journal Of Linguistics, . Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/eol/article/view/10877

Martin, J.R et al. 1997. Working With Functional Grammar. London: Arnold

Narlianti, N. (2016). TRANSITIVITAS DALAM TEKS PERDA KEPARIWISATAAN KABUPATEN TABANAN. JOURNAL OF LANGUAGE AND TRANSLATION STUDIES, . Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/ejl/article/view/23964

Ngongo, M. (2015). ANALISIS TRANSTIVITAS PADA TEKS KETTE KATONGA WERI KAWENDO (TKKWK). Linguistika: Buletin Ilmiah Program Magister Linguistik Universitas Udayana, 22. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/article/view/13995

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.                                        Availabe                                        at:

<https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/36842/PP%2021%20Tahun%202008.pdf> Date accessed: 08 Sep. 2020.

Sudaryanto. 2015. METODE DAN ANEKA TEKNIK ANALISIS BAHASA. Yogyakarta: Duta Wacana University.

Sugiyono, P. D. (2017). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, dan R&D. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.

Sutama, P., Sutjaja, I., Meko Mbete, A., & -, M. (2010). MARRIAGE RITUAL TEXT OF BALINESE TRADITIONAL COMMUNITY: AN ANALYSIS OF FUNCTIONAL SYSTEMIC LINGUISTICS. EJournal Of Linguistics, . Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/eol/article/view/3545

Wiratno, T. (2018). Pengantar ringkas linguistik sistemik fungsional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Witham, C. (2005). Volcanic disasters and incidents: A new database. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 148(3-4), 191-233. doi:10.1016/j.jvolgeores.2005.04.017

54