Klasifikasi Semantik Adjektiva Bahasa Jawa Dialek Malang
on
https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/
DOI: https://doi.org/10.24843/ling.2021.v28.i01.p03
LINGUISTIKA, MARET 2021
p-ISSN: 0854-9613 e-ISSN: 2656-6419
Vol. 28 No.1
Klasifikasi Semantik Adjektiva Bahasa Jawa Dialek Malang
Ida Ayu Shitadevi email: ([email protected]) Universitas Udayana, Indonesia
Ni Made Dhanawaty email: [email protected] Universitas Udayana, Indonesia
Abstrak―Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan tipe semantis adjektiva bahasa Jawa dialek Malang (BJDM). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekaman tindak tutur penutur asli BJDM dalam konteks kehidupan sehari-hari dan hasil wawancara terstruktur mengenai beberapa topik yaitu mengenai keadaan kota Malang dahulu dan sekarang, lingkungan tempat tinggal, deskripsi keluarga dan kerabat, deskripsi hewan peliharaan, dan kegiatan di desa tempat tinggal.
Untuk menganalisis data-data berupa adjektiva BJDM, peneliti mengacu pada makna semantik adjektiva Dixon (2010) yang dirumuskan secara universal. Metode dan teknik penyediaan data menggunakan metode wawancara dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik lanjutannya berupa teknik rekam. Metode dan teknik analisis yang digunakan adalah metode agih dengan teknik bagi unsur langsung.
Hasil penelitian ini menghasilkan delapan kelompok tipe semantik adjektiva yaitu (1) warna, (2) usia, (3) dimensi, (4) kecepatan, (5) nilai, (6) keadaan, (7) posisi, dan (8) kuantitas. Kelompok makna semantis warna terbagi menjadi warna dasar, corak warna dan warna turunan, makna semantis usia terbagi menjadi usia makhluk hidup dan usia benda mati. Kelompok makna semantis dimensi terbagi menjadi bentuk dan ukuran, kelompok makna semantis nilai terbagi menjadi nilai pada manusia dan nilai pada benda. Kelompok makna semantis kecepatan terbagi menjadi waktu dan pergerakan.
Kata kunci — makna semantis, adjektiva, BJDM
Abstract—This research aims at classifying semantic meaning of adjective in Javanese language Malang dialect (to be called BJDM). This research utilizing data taken from daily conversation of BJDM native speakers, as well as from interviewing the native speakers to talk about selected topics such as Malang city now and then, neighborhood, description of family and relatives, description of pets, and neighborhood activities.
Dixon’s (2010) semantic types associated with adjective which classified for universal language is implemented to analyze the data. To provide the data, the researcher interviewed and recorded the native speakers of BJDM. Analysis method used in this research is distributable method with technique of distributing into components.
This research resulted in eight semantic classes of adjective, which are composed of (1) color, (2) age, (3) dimension, (4) speed, (5) value, (6) condition, (7) position, (8) quantity. Some of these classes are specified into subclasses, as in class of color specified into primary color, color pattern, and secondary color, in class of age specified into age for being and thing, in class of dimension specified into shape and measurement, in class of value specified into value related to human, and value related to non-human, and in class of speed specified into time and movement.
Keywords —semantic types, adjective, BJDM
Vol. 28 No.1
Bahasa Jawa memiliki penutur yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, tidak hanya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, tetapi termasuk di Sumatra, dan daerah lainnya, yang jumlah penuturnya hampir 40% dari penduduk Indonesia (Ogloblin, 2005). BJ yang penuturnya tersebar luas hampir di seluruh Indonesia memiliki sedikit perbedaan-perbedaan kecil di setiap daerah yang menyebabkan bahasa Jawa memiliki sejumlah dialek di daerah yang berbeda. Dialek BJ di antaranya yaitu dialek Solo-Yogyakarta, Surabaya, Rembang, Banyumas, Tegal, dan yang dianggap dialek BJ baku adalah dialek Solo-Yogyakarta (Soedjarwo, 1999).
Selain memiliki beragam dialek, BJ memiliki sistem tingkat kesantunan bahasa yang ditunjukkan melalui perubahan leksikonnya yaitu kasar (ngoko) dan halus (krama). Ragam bahasa yang dijadikan fokus penelitian adalah ragam ngoko dengan alasan penggunaan ragam ngoko lebih sering digunakan oleh penutur BJDM dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan ragam krama yang harus disesuaikan dengan mitra tutur dan konteks tindak tuturnya. Dengan penggunaan yang lebih sering maka ragam ngoko dianggap lebih tepat digunakan sebagai data dalam penelitian ini.
Anggota pada kelas kata dapat menunjukkan kekhasan suatu bahasa tertentu karena adanya perbedaan cara pengungkapan makna. Meskipun terdapat kesamaan dalam mengungkapkan suatu makna melalui sebuah leksikal, anggota kelas kata dalam satu bahasa tidaklah mutlak sama dengan bahasa lainnya (Dixon, 2010). Lebih jauh Dixon (2010) menyatakan bahwa label yang digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu dapat memiliki persamaan pada berbagai bahasa, tetapi hal itu tidak mutlak dan setiap bahasa tetap memiliki perbedaan yang menjadikannya ciri tersendiri bagi bahasa tersebut. Dari persamaan dan perbedaan cara pengungkapan melalui leksikon inilah muncul berbagai macam kajian pada anggota kelas kata. Pengategorisasian kelas kata pada setiap bahasa
tentu memiliki perbedaan, tetapi pasti juga memiliki kesamaan yang sifatnya universal. Dimulai dari asumsi unsur persamaan dan perbedaan inilah, penelitian untuk mengelompokkan makna semantis adjektiva ini dilakukan.
Lokasi penelitian ini adalah di kota Malang raya yaitu mencakup kota dan kabupaten Malang, akan tetapi penjaringan informan dilakukan berdasarkan teknik snowball (Sugiyono, 2016), yaitu dengan mendapatkan satu atau dua informan pada tahap awal. Lalu, untuk melengkapi kemungkinan data yang belum terjaring sepenuhnya, peneliti mencari informan berikutnya.
Data penelitian ini berupa kalimat-kalimat BJDM baik yang diujarkan oleh informan dalam percakapannya sehari-hari maupun hasil wawancara dalam mendeskripsikan topik-topik yang telah ditentukan, yaitu mengenai keadaan kota Malang dahulu dan sekarang, lingkungan tempat tinggal, deskripsi anggota keluarga, dan kegiatan di desa. Instrumen penelitian berupa perangkat wawancara yang berisi rambu-rambu wawancara untuk memancing informan dapat menarasikan cerita dengan lancar, dan alat rekam SmartRecoder versi 1.8.0 dari SmartMob yang berupa aplikasi perangkat lunak pada telepon genggam untuk merekam tindak tutur informan sehari-sehari. Aplikasi ini terpasang pada telepon genggam yang dibawa setiap hari, proses perekaman percakapan sehari-hari dilakukan dengan mengaktifkan aplikasi rekam dan informan dapat beraktivitas seperti biasa.
Dalam penganalisisan data, metode yang diterapkan adalah metode agih. Metode agih adalah metode yang alat penentunya dari bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 2015). Untuk menentukan kelompok makna semantis adjektiva, yang menjadi penentunya adalah unsur-unsur dalam klausa beradjektiva pada bahasa itu sendiri, yakni BJDM. Teknik yang diterapkan untuk mengetahui anggota kelompok makna semantis tertentu melalui teknik ganti yang
Vol. 28 No.1
bertujuan untuk memilah tipe semantis yang serupa, selain itu teknik ganti juga dapat menentukan kategori dari kata-kata yang bikategorial.
Dixon (2010) merumuskan adanya 14 makna semantis adjektiva yaitu (1) dimensi, (2) usia, (3) nilai, (4) warna, (5) properti fisik, (6) properti manusia, (7) kecepatan, (8) kesulitan, (9) kesamaan, (10) kesamaan, (11) kualifikasi, (12) kuantitas, (13) posisi, (14) bilangan kardinal.
Berdasarkan perumusan penelitian terdahulu, pencermatan terhadap adjektiva BJDM dilakukan. Dengan dasar pembanding kelompok makna semantis adjektiva universal Dixon (2010) didapatkan kelompok makna semantis adjektiva BJDM sebagai berikut.
Warna
Makna denotasi warna yang dijadikan leksikon payung adalah definisi pemantulan cahaya oleh benda-benda yang ditangkap mata. Berdasarkan definisi tersebut, anggota adjektiva yang dapat masuk ke dalam kelompok makna semantis warna adalah berkenaan dengan nilai fisik benda yang terkena cahaya dan pantulannya secara konkret dapat ditangkap oleh indera penglihatan manusia. Adanya faktor cahaya dan corak yang memengaruhi persepsi warna maka terdapat tiga subkategori makna semantis warna, yaitu (1) warna dasar, (2) warna bercorak, (3) warna turunan, yang ketiganya dijabarkan sebagai berikut.
-
(1) Warna Dasar
Warna dasar merupakan warna utama atau warna pokok dalam keanggotaan adjektiva warna. Berbagai bahasa memiliki anggota kelompok warna dasar yang berbeda-beda, BJDM termasuk bahasa yang mengenal banyak warna dasar seperti abang ‘merah’, putih ‘putih’, ijo ‘hijau’, biru ‘biru’, kuning ‘kuning’, ireng ‘hitam’, soklat ‘cokelat’.
Selain warna dasar tersebut, BJDM mengenal leksikon-leksikon lain yang digunakan untuk merujuk pada maksud warna yang sama seperti
mangar-mangar yang merujuk pada warna merah khususnya yang muncul pada kulit manusia, bentuk majemuk gabungan dua adjektiva warna dasar abang ireng ‘sangat merah’, barak yang merujuk pada merahnya api. Kedua leksikon tersebut dapat digunakan dengan atau tanpa kehadiran leksikon abang mendahuluinya, seperti pada contoh klausa berikut.
-
(1) rai-ne mangar-mangar
wajah-(POSS 3SG) merah
mari panasan
selesai panasan
‘wajahnya merah setelah berjemur’
-
(2) barak men kompor-e nduk!
merah sekali kompor-(DEF) nduk ‘merah sekali kompornya nduk!’
Pada klasua (1) adjektiva mangar-mangar ‘merah’ berfungsi sebagai predikat klausa dan memberikan spesifikasi warna terhadap nomina wajah. Ketika adjektiva abang hadir dalam klausa, maka adjektiva mangar-mangar dapat memberikan makna penyangatan dengan spesifikasi merah pada kulit manusia. Pada klausa (2) barak ‘merah’ mewatasi kata kompor, tetapi spesifikasi warna yang diberikan bukan untuk memberi ciri pada warna kompor tersebut. Warna barak ‘merah’ memberikan spesifikasi pada sebuah nomina api yang pada klausa tersebut tidak disebutkan karena kata barak ‘merah’ secara khusus merupakan warna merah pada api.
-
(2) Corak Warna
Dalam BJDM yang termasuk corak warna adalah adjektiva lurik, lorek, loreng, blontheng, burik. Pada BJDM corak warna dipahami sebagai bentuk-bentuk dari warna, dan setiap leksikonnya mengacu pada warna benda tertentu. Lurik merupakan corak pada kain tradisional Jawa, warna yang menyertai adjektiva ini didominasi oleh warna coklat. Lorek merupakan corak warna yang merujuk pada bentuk dan warna pada binatang, biasanya binatang yang dapat diberi
Vol. 28 No.1
spesifikasi adjektiva lorek adalah harimau. Loreng adalah bentuk warna yang merujuk pada bentuk dan warna seragam tentara. Blontheng adalah bentuk warna yang tidak beraturan, unsur warna yang menyusun adjektiva blontheng dapat berasal dari berbagai warna. Burik adalah bentuk warna yang merujuk pada bentuk warna pada panci tradisional di Jawa.
Dalam BJDM setiap adjektiva corak warna memiliki rujukan benda yang khusus sehingga dalam mewatasi nomina dengan adjektiva corak warna, penutur dapat langsung memahami bentuk warna yang dimaksud.
-
(3) Warna Turunan
Dalam pengertian warna terdapat unsur cahaya yang memengaruhi perspektif pembiasan yang ditangkap oleh mata. Oleh sebab itu, perspektif yang ditangkap mata yang dipengaruhi intensitas cahaya dimasukkan dalam subkategori warna, yaitu di antaranya peteng ‘gelap’, padhang ‘terang’. Kedua adjektiva ini memiliki pasangan yang membentuk adjektiva majemuk dengan makna penyangatan yaitu peteng dedet ‘gelap gulita’, dan padang jingglang ‘terang benderang’,
Akan tetapi BJDM juga mengenal frasa-frasa yang menyatakan warna yang dipengaruhi intensitas kadar warna itu sendiri, seperti biru dongker ‘biru laut’, ijo pupus ‘hijau muda’, dan untuk menunjukkan intensitas warna yang memudar digunakan adjektiva kepu ‘pudar’ yang memang hanya bisa mewatasi nomina ‘warna’. Adjektiva warna juga dapat diwatasi oleh adjektiva lain untuk menunjukkan intensitas warna seperti abang tuwek ‘merah tua’, biru nom ‘biru muda’. Untuk mendeskripsikan warna-warna pada alam, terdapat ijo royo-royo ‘hijau untuk tanaman’. Akan tetapi, untuk mengacu pada benda alam seperti warna langit atau laut, BJDM meminjam dari bahasa Indonesia, yaitu biru laut dan biru langit. Usia
Secara definisi usia mengandung unsur lamanya sesuatu atau seseorang aktif atau hidup atau ada. Karena usia dapat melekat pada benda dan manusia, subkategori usia dibagi menjadi dua, yaitu usia manusia dan usia nonmanusia.
(1) Usia Manusia
Adjektiva usia yang berkaitan dengan manusia yaitu tuwek ‘tua’, enom ‘muda’. Usia manusia merupakan nomina yang dapat dihitung sehingga adjektiva tuwek dan enom mewatasi suatu umur konkret manusia, atau suatu masa usia manusia, yang terlihat dalam contoh klausa berikut. (3) pas ibu enom biyen, lek sekolah ya
waktu ibu muda dulu, kalau sekolah ya mlaku N-jalan
‘waktu ibu muda dulu, kalau sekolah ya jalan’
-
(4) wong iku wis tuwek, wis gak kuat
orang itu sudah tua, sudah tidak kuat
lapo-lapo
apa-apa
‘orang itu sudah tua, sudah tidak kuat melakukan apapun’
-
(2) Usia Flora dan Fauna
Pewatasan adjektiva enom ‘muda’ terbatas pada nomina buah-buahan saja, sedangkan tuwek ‘tua’ dapat mewatasi nomina tumbuhan, termasuk buah-buahan dan binatang. Hal itu dapat dilihat pada klausa berikut.
-
(5) kowe tuku jagung kok sing tuwek-tuwek kamu beli jagung kok yang tua-tua
ngene?
begini?
‘kamu membeli jagung mengapa yang tua-tua begini?’
-
(6) gedhang-e sik nom nduk,
pisang-(DEF) masih muda nduk, enten-ono mateng
tunggu (IMPR) matang
‘pisangnya masih muda, tunggulah matang’
Vol. 28 No.1
Dalam bahasa Jawa sudah terdapat nama atau istilah tersendiri bagi binatang yang masih muda sehingga adjektiva enom ‘muda’ tidak lagi digunakan untuk mewatasi nomina tersebut. Alternatif lain yang digunakan untuk menunjukkan binatang yang masih muda, digunakan adjektiva cilik ‘kecil’ sebagai pewatas nomina binatang untuk menunjukkan usia yang masih muda. Hal yang sama juga berlaku untuk mewatasi nomina pepohonan atau tanaman, yaitu tidak menggunakan adjektiva enom ‘muda’ tetapi menggunakan adjektiva dari kelompok semantis lain seperti adjektiva pendek ‘pendek’ untuk menyatakan maksud usia pohon yang masih muda melalui bentuk fisik yang terlihat pada tanaman.
(2) Usia Benda Mati
Adjektiva usia yang berkaitan dengan benda mati adalah lawas ‘kuno, lama’, anyar ‘baru’, gres ‘baru’, kinyis-kinyis ‘baru’, mateng ‘masak’. Makna usia yang terkandung dalam adjektiva-adjektiva tersebut berkaitan dengan masa aktif nomina yang diwatasi, atau lama keberadaan nomina tersebut, yang terlihat dalam klausa berikut.
-
(7) hape sik kinyis-kinyis, tas tuku
ponsel masih baru baru saja beli
wis ilang, kebacut!
sudah hilang, keterlaluan!
‘ponsel masih baru, baru saya dibeli sudah hilang, keterlaluan!’
Khusus untuk adjektiva mateng ‘masak’ dapat digunakan untuk mewatasi nomina yang sifatnya dapat mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh sesuatu dalam waktu tertentu. Seperti pada nomina buah-buahan yang dalam kurun waktu tertentun, dalam usia tertentu, dapat dikatakan berusia matang. Hal tersebut tampak pada klausa berikut.
-
(8) kowe gak seneng pelem sing
kamu tidak suka mangga yang masak
mateng-mateng a nduk?
masak ya nduk
‘kamu tidak suka mangga yang masak ya nduk?’
Dimensi
Berdasarkan KBBI daring, dimensi adalah ukuran (panjang, tinggi, lebar, luas, dan sebagainya); matra (ukuran tinggi, lebar, panjang). Dalam pengertian dimensi terdapat unsur ukuran yang berarti sesuatu hal tersebut memiliki suatu bentuk yang dapat diukur. Kedua unsur tersebut, ukuran dan bentuk, memiliki pengertian yang berbeda, menurut KBBI daring, bentuk didefinisikan sebagai (1) lengkung; lentur; (2) bangun; gambaran; (3) rupa; wujud; (4) sistem; susunan (pemerintahan, perserikatan, dan sebagainya); (5) wujud yang ditampilkan (tampak); (6) acuan atau susunan kalimat; (7) kata penggolong bagi benda yang berkeluk (cincin, gelang, dan sebagainya). Unsur pembentuk dimensi dapat berupa hal yang berwujud yang memiliki bentuk dan hal tak berwujud tetapi dapat dinyatakan dengan ukuran, oleh sebab itu kelompok makna semantis dimensi dikategorikan menjadi (1) bentuk, dan (2) ukuran.
Bentuk
Terdapat sejumlah adjektiva yang
kemampuan pewatasannya terbatas pada nomina tertentu saja, seperti hanya pada bentuk hidung, bentuk gigi, bentuk pada permukaan benda, dan bentuk pada tanah. Oleh sebab itu, subkategori bentuk dibedakan menjadi adjektiva bentuk pada (1) manusia dan (2) bentuk pada nonmanusia.
(1)Bentuk Manusia
Bentuk pada manusia adalah bentuk-bentuk khusus yang hanya dapat melekat pada bagian tertentu dari tubuh manusia, seperti adjektiva mrongos ‘tonggos’ untuk mewatasi gigi, khithing ‘puntung’ untuk mewatasi tangan atau jari, njemblung ‘buncit’ untuk mewatasi perut, mbangir ‘mancung’ untuk hidung, gundhek ‘pendek’ untuk mewatasi jemari pendek, nonong ‘dahi menonjol’,
Vol. 28 No.1
monyo ‘bibir maju’, nyenul ‘bulat untuk patat’, nyempluk ‘pipi bulat’, kempot ‘pipi cekung’, ndower ‘bibir besar’, ndomble ‘bibir tebal’, methekel ‘badan perkasa’, kerempeng ‘kerempeng’, ceking ‘ramping’, mecucu ‘bibir mengerucut’, abuh ‘bengkak’ .
Selain adjektiva bentuk dasar monomorfemis seperti yang disebutkan di atas, terdapat juga bentuk majemuk yang unsur pembentuknya dari kelas kata lain. Hasil pembentukannya tidak berkategori adjektiva akan tetapi dapat memberikan spesifikasi dan ciri terhadap nomina yang diwatasi, yaitu tubuh manusia. Bentuk majemuk yang digunakan untuk mendeskripsikan bagian tubuh manusia menggunakan sistem analogi dengan benda lain yang bentuknya mirip seperti tubuh manusia, seperti miji timun ‘berbiji timun’ untuk gigi, mucuk eri ‘berujung duri’ untuk jari, nraju mas ‘berneraca emas’ untuk pundak.
-
(2) Bentuk Nonmanusia
Pada subkategori bentuk nonmanusia, unsur pembeda antar adjektiva adalah unsur bentuk garis yang dimiliki oleh benda, seperti unsur garis lengkung dan garis lurus serta spesifikasi nomina yang dapat berkolokasi. Adapun adjektiva bentuk nonmanusia yang berunsur garis lengkung yaitu bengkong ‘bengkok’, bunder ‘bulat’, menggok ‘belok’, mlenthung ‘benjol’, dhekok ‘lubang besar pada permukaan benda’, jeglong ‘lubang besar pada tanah’, mentiyung ‘melepuh’, mrongkol ‘bulat-bulat berdempetan’, melungker ‘melingkar’; dan adjektiva memiliki unsur garis lurus, yaitu njenthar ‘bangkit’, lempeng ‘lurus’, lancip ‘runcing’, rata ‘datar’.
Ukuran
Ukuran menurut KBBI daring adalah (1) hasil mengukur, (2) panjang, lebar, besar, sesuatu, (3) bilangan yang menunjukkan besar ukuran suatu benda, (4) panjang-pendek, besar-kecil, berat-ringan, luas-sempir sesuatu (tentang percetakan). Berdasarkan definisi tersebut, nomina yang dapat
diukur dan dinyatakan oleh adjektiva berupa nomina konkret.
Tabel Adjektiva Bermakna Semantis Ukuran
jarak |
adoh ‘jauh’, cedhek ‘dekat’, raket ‘sangat dekat’, mepet ‘dekat sekali’, dhempet ‘dekat sampai menempel’ |
panjang |
dawa ‘panjang’, pendhek ‘pendek’, |
tinggi |
dhuwur ‘tinggi’, endhek ‘rendah’, cebol ‘kerdil’ |
luas |
amba ‘luas’, jembar ‘luas’, ciut ‘sempit’ |
kedalaman |
jero ‘dalam’, cethek ‘dangkal’ |
ketebalan |
kandel ‘tebal’, tipis ‘tipis’ |
isi |
kebeg ‘penuh’, kothong ‘kosong’, suwung ‘rumah kosong’, sat ‘kosong untuk air’, |
berat |
abot ‘berat’, entheng ‘ringan’, anteb ‘berat berisi’, lemu ‘gemuk’, kuru ‘kurus’ |
besar |
gedhe ‘besar’, cilik ‘kecil’, kombor ‘pakaian besar’, ngapret ‘pakaian kecil’ |
Adjektiva makna semantis ukuran kebanyakan dapat digunakan untuk mewatasi manusia dan selain manusia, meskipun ada juga adjektiva seperti lemu ‘gemuk’ dan kuru ‘kurus’ yang hanya dapat mewatasi manusia dan binatang. Adjektiva seperti abot ‘berat’, dhuwur ‘tinggi’, gedhe ‘besar’, anteb ‘berat berisi’, kandel ‘tebal’ dapat mewatasi nomina yang berkaitan dengan manusia maupun nonmanusia.
Nilai
Nilai merupakan nomina yang dapat berkolokasi dengan banyak nomina lain dan menciptakan berbagai makna yang berbeda-beda. Menurut KBBI daring, nilai didefinisikan sebagai berikut. (1) harga (dalam arti taksiran harga); (2) harga uang (dibandingkan dengan harga uang yang lain); (3) angka kepandaian; biji; ponten; (4) banyak sedikitnya isi; kadar; mutu; (5) sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan; (6) sesuatu yang menyempurnakan
Vol. 28 No.1
manusia sesuai dengan hakikatnya. Atas dasar kemampuannya melekat pada berbagai jenis nomina konkret dan abstrak, subkategori makna semantis nilai dibedakan menjadi nilai yang melekat pada manusia dan nonmanusia.
Nilai Manusia
Nilai yang berhubungan dengan manusia tidak hanya nilai yang terkait badan kasar secara jasmani saja, akan tetapi perihal abstrak yang menyangkut perasaan dan emosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Selain itu, nilai-nilai yang melekat pada manusia dapat berupa penilaian mengenai baik dan buruk kualitas manusia itu sendiri. Seperti pada definisi nilai yang telah dipaparkan sebelumnya, nilai menyangkut unsur sifat-sifat dan kualitas. Oleh karena itu, subkategori nilai manusia terkosentrasi lagi menjadi dua yaitu (1) nilai rasa manusia dan (2) nilai kualitas manusia.
-
(1) Nilai Rasa Manusia
Leksem rasa sebagai payung subkategori nilai, menurut KBBI daring memiliki definisi (1) tanggapan indra terhadap rangsangan saraf seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas, dingin, nyeri terhadap indra perasa; (2) apa yang dialami oleh badan; (3) sifat rasa suatu benda; (4) tanggapan hati terhadap sesuatu (indra); (5) pendapat (pertimbangan) mengenai baik buruk, salah atau benar. Oleh sebab itu, penilaian yang dilakukan oleh manusia terkait erat pada pancaindra, yang dialami oleh badan, pikiran dan berkaitan dengan perasaan. Nilai rasa manusia dikelompokkan lebih spesifik lagi menjadi nilai rasa indra tubuh, nilai pikiran, dan nilai emosi manusia.
-
(a) Nilai Rasa Indra Tubuh
Nilai yang pertama adalah nilai rasa indra tubuh manusia. Hasil penilaian dari pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa. Akan tetapi, bagian tubuh manusia yang lain juga dapat melakukan penilaian atas hal-hal yang dialaminya, seperti yang dirasakan organ perut, organ kaki, dan juga tulang. Perihal yang menyangkut badan kasar
jasmani manusia tergolong ke dalam subkategori nilai rasa indra tubuh.
Penilaian yang dilakukan oleh mata terhadap hal di luar tubuhnya dapat berupa nilai-nilai fisik manusia dan nilai fisik benda-benda konkret, yang penilaian tersebut menyangkut kualitas sesuatu. Penilaian yang dilakukan oleh mata secara fisik, seperti menilai kecantikan, keindahan, ukuran, dan usia. Untuk menghindari ketumpangtindihan kelompok makna semantis tersebut, penilaian yang dilakukan mata tidak dijabarkan dalam subkategori ini. Akan tetapi sifat atau keadaan yang terjadi pada mata di antaranya adalah adjektiva kero ‘juling’, timbilen ‘bengkak mata’.
Indra pendengaran menghasilkan penilaian terhadap suara-suara berupa gelombang yang ditangkap oleh gendang telinga lalu diterjemahkan oleh otak berupa bunyi keras dan bunyi lemah, dalam BJDM bunyi keras dinyatakan oleh adjektiva banter ‘kencang’, brebeg ‘bising’, oleh sebab bunyi yang keras telinga merasa cumpleng ‘berisik’. Sedangkan bunyi lemah dinyatakan oleh adjektiva alon ‘pelan’. Adjektiva banter ‘kencang’ dan alon ‘pelan’ dalam BJDM digunakan bersamaan untuk merujuk pada bunyi dan mosi pergerakan.
Nilai yang dihasilkan oleh indra penciuman hidung adalah bau-bau yang tidak kasat mata, atau benda tidak konkret tetapi dapat diketahui keberadaannya. Adjektiva yang berkaitan dengan penciuman adalah mambu ‘bau tidak sedap’, wangi ‘harum’, nyegrak ‘menusuk’, pesing ‘pesing’, badeg ‘bau bangkai’, amis ‘anyir’, sangit ‘angit’, penguk ‘bau keringat’, apeg ‘bau lapuk’. Dari kesembilan adjektiva tersebut, hanya adjektiva wangi ‘harum’ yang bermakna positif, selebihnya merupakan bau-bauan yang bermakna negatif.
Berikutnya adalah indra pengecap yaitu lidah yang dapat memberikan nilai terhadap benda-benda konkret yang masuk ke dalam mulut. Penilaian tersebut adalah adjektiva sedep ‘sedap’, enak ‘enak’, legi ‘manis’, kecut ‘asam’, asin ‘asin’, pait ‘pahit’, ampyang ‘hambar’, anyep ‘hambar’,
Vol. 28 No.1
pedhes ‘pedas’, tengik ‘rasa tidak sedap (seperti minyak kelapa yang sudah lama)’.
Indra perasa yang juga disebut indra peraba adalah saraf-saraf manusia yang mengirimkan informasi mengenai nilai fisik suatu benda baik yang berwujud maupun tak berwujud, yaitu berupa adjektiva panas ‘panas’, adhem ‘dingin’, anyes ‘dingin’, anyep ‘dingin’, anget ‘hangat’, alus ‘halus’, kasar ‘kasar’. Selain itu adjektiva yang berkaitan dengan kulit juga termasuk di dalamnya seperti pliket ‘lengket pada kulit’, clekit ‘menusuk-nusuk’, gatel ‘gatal’, mrunthus ‘berbintik’.
Selain kelima indra manusia, bagian tubuh manusia lainnya juga dapat merasakan dan melakukan penilaian atas yang dirasakan, seperti yang dirasakan oleh seluruh badan, perut, atau tulang. Penilaian tersebut berupa adjektiva yang berkaitan dengan tulang, yaitu adjektiva pegel ‘lelah’, ngethok-ngethok ‘linu’, linu ‘linu’, yang berkaitan dengan perut, yaitu adjektiva kolu ‘doyan’, luwe ‘lapar’, mules ‘mulas’, wareg ‘kenyang’, mukok ‘mual’, yang berkaitan dengan kepala yaitu adjektiva ngelu ‘pusing’, puyeng ‘kepala berputar’, yang berkaitan dengan tangan dan kaki gringgingen ‘kesemutan’, yang berkaitan dengan kesehatan tubuh secara umum, yaitu waras ‘sembuh’, seger ‘sehat’, lara ‘sakit’, kesel ‘lelah’, angler ‘nyenyak’. Pada bahasa Jawa standar, waras ‘sembuh’ diartikan sebagai sembuh dari penyakit gangguan jiwa, sedangkan penutur BJDM menggunakan leksikon waras ‘sembuh’ untuk merujuk pada makna sembuh dari berbagai penyakit. Kata yang digunakan penutur bahasa Jawa standar untuk menyatakan sembuh dari penyakit biasa adalah mari ‘sembuh’.
-
(b) Nilai Pikiran Manusia
Kejadian atau hal yang dialami manusia kemudian dirasakan oleh nalar pikiran nilai yang terkandung di dalamnya menghasilkan nilai-nilai tertentu. Terhadap hal yang dapat dinilai oleh pikiran adalah kadar kesulitan suatu hal sehingga adjektiva yang berkaitan dengan nilai pikiran manusia adalah adjektiva angel ‘sulit’, gampang ‘mudah’, ruwed ‘rumit’, njlimet ‘rumit’, mbulet ‘rumit’.
-
(c) Nilai Emosi Manusia
Pengertian emosi menurut KBBI daring adalah (1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; (2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan), keberanian yang bersifat subjektif; (3) marah. Berdasarkan pengertian tersebut emosi hadir karena adanya sesuatu yang dirasakan oleh manusia. Adjektiva yang berkaitan dengan nilai perasaan manusia yang nilainya positif adalah seneng ‘bahagia’, lega ‘lega’, wani ‘berani’, kendel ‘berani’, grapyak ‘ramah’, sedangkan yang bernilai negative, yaitu susah ‘sedih’, kapok ‘jera’, kuwatir ‘khawatir’, ngenes ‘sangat sedih’ nesu ‘marah’, purik ‘marah’, mangkel ‘marah’, gregeten ‘marah’, gething ‘benci’, nelangsa ‘sangat sedih’, getun ‘kecewa’, gela ‘kecewa’, isin ‘malu’, wedi ‘takut’, gumun ‘heran’, mentolo ‘tega’, bosen ‘bosan’, ketar-ketir ‘khawatir’, meri ‘iri’, kereng ‘galak’.
-
(2) Nilai Kualitas Manusia
Kualitas berkenaan dengan tingkatan atau derajat yang mempunyai kadar baik atau buruk. Menurut KBBI daring, kualitas didefiniskan sebagai tingkat baik buruknya sesuatu; kadar, juga sebagai derajat atau taraf yang menyangkut kepandaian, kecakapan, dan sebagainya; mutu. Adapun adjektiva yang berkaitan dengan mutu atau kadar baik buruknya manusia baik secara fisik maupun tingkah laku yang positif, yaitu ayu ‘cantik’, nggantheng ‘tampan’, jawa ‘pengertian’, bagus ‘baik’, beja ‘beruntung’, pinter ‘pintar’, nrimoan ‘menerima apa adanya’, anteng ‘diam’, loman ‘dermawan’, telaten ‘rajin’, sregep ‘rajin’, gemi ‘rajin menabung’, sugih ‘kaya’, pantes ‘pantas’, primpen ‘pintar menyimpan’. Selanjutnya, nilai kualitas yang buruk adalah gendheng ‘gila’, elek ‘jelek’, medhit ‘pelit’, menengan ‘pendiam’, apes ‘apes’, bodho ‘bodoh’, goblok ‘bodoh’, dablek ‘tidak penurut’, kesed ‘malas, mlarat ‘miskin’.
Vol. 28 No.1
Nilai Nonmanusia
Hal yang berkaitan dengan nilai benda dapat berupa harga baik berupa taksiran maupun berupa uang, angka, banyak sedikitnya isi, kadar, mutu, dan hal penting. Berkaitan dengan hal tersebut, adjektiva yang menunjukkan kualitas benda adalah larang ‘mahal’, murah ‘murah’, apik ‘baik’, elek ‘jelek’, penak ‘nyaman’, kuat ‘kuat’, atos ‘keras’, resik ‘bersih’, rusuh ‘kotor’, landhep ‘tajam’, kethul ‘tumpul’, alus ‘alus’, kasar ‘kasar’. Kekayaan adjektiva BJDM untuk menunjukkan nilai kualitas benda memang tidak sebanyak adjektiva dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penutur BJDM meminjam leksikon-leksikon bahasa Indonesia untuk merujuk pada nilai-nilai tertentu seperti asli, palsu, imitasi, dan unggul.
Kecepatan
Dalam ilmu fisika, rumus kecepatan mengandung unsur kecepatan dan jarak tempuh, akibat adanya suatu jarak yang ditempuh maka terjadi suatu pergerakan. Menurut definisi KBBI daring, kecepatan adalah (1) waktu yang digunakan untuk menempuh jarak tertentu; (2) terlampau cepat; (3) tingkat intensitas gerakan di panggung (seni); (4) waktu yang dibutuhkan untuk perpindahan dibagi dengan jarak yang ditempuh (komp). Berdasarkan uraian di atas, unsur penting dalam sebuah kecepatan adalah adanya unsur waktu, jarak (yang telah dibahas pada kategori dimensi), dan efek kecepatan itu sendiri berupa pergerakan yang terjadi. Dalam kategori makna semantis kecepatan ini terdapat dua subkategori, yaitu (1) kecepatan mengenai waktu dan (2) kecepatan mengenai pergerakan.
Waktu
Hal yang berkaitan dengan waktu dalam kelompok makna semantis kecepatan adalah lama suatu hal terjadi dan tempo. Adapun adjektiva yang bermakna semantis waktu adalah suwe ‘lama’, sediluk ‘sebentar’, gelis ‘cepat’, cepet ‘cepat’. Cepat atau lambatnya suatu hal terjadi tentu saja tidak bisa lepas dari pengaruh waktu. Apabila waktu yang diperlukan singkat, semakin tinggi nilai kecepatan suatu hal. Apabila waktu yang
dibutuhkan lebih lama, hal itu termasuk kecepatan dengan nilai rendah. Hal tersebut tampak pada klausa berikut.
-
(9) umur-e sepatu ngene gak suwe
umur-(LIG) sepatu begini tidak lama ‘umur sepatu begini tidak lama’
-
(1) Pergerakan
Adjektiva BJDM yang berkaitan dengan kecepatan pergerakan adalah alon ‘pelan’, banter ‘cepat’, klenuk-klenuk ‘pelan’. Pergerakan dapat terjadi pada makhluk hidup dan benda mati. Dalam BJDM tidak terdapat perbedaan antara pergerakan yang terjadi pada makhluk hidup atau benda mati. Berikut contoh adjektiva alon ‘pelan’ pada klausa.
-
(10) playu-ne alon men ta ya?
laju(POSS 3SG) pelan sekali INTJ ya ‘lajunya pelan sekali ya?’
Keadaan
Hal-hal yang berkaitan dengan rupa, kodrat suatu benda, ciri khas yang ada pada lingkungan dan peristiwa tertentu dapat menimbulkan spesifikasi khusus terhadap nomina tersebut. Adjektiva yang berkaitan dengan makna semantis keadaan adalah nomina konkret dan abstrak, seperti teles ‘basah’, garing ‘kering’, temenan ‘sungguhan’, getokan ‘tidak sungguhan’, nyemek-nyemek ‘setengah kering pada makanan’, mamel ‘setengah kering pada pakaian’, magrong-magrong ‘mewah’, ledeh ‘hancur’, ajur ‘hancur’, wutuh ‘utuh’, mblothong ‘terlalu matang untuk mie instan’, gosong ‘gosong’, padha ‘sama’, bedha ‘beda’, kentel ‘kental’, mblenyek ‘kental’, encer ‘encer’, jemek ‘basah’, alot ‘alot’, buntet ‘buntu’, morat-marit ‘berantakan’, ngapret ‘ketat’, dan kombor ‘longgar’. Berikut adalah klausa yang menunjukkan penggunaan adjektiva keadaan.
-
(11) omah ndik jalan Ijen kabeh
rumah di jalan Ijen semua
magrong-magrong mewah
‘rumah di jalan Ijen semua mewah’
Vol. 28 No.1
Posisi
Menurut KBBI daring, posisi bermakna (1) letak; kedudukan; (2) pangkat dan jabatan. Berdasarkan definisi tersebut, diketahui bahwa yang termasuk ke dalam kelompok makna semantis posisi adalah arah mata angin, kedudukan manusia, letak manusia dan benda. Pada berbagai konteks, tipe semantis posisi banyak ditemukan berkelas kata nomina, tetapi terdapat beberapa kata yang perilakunya mirip adjektiva karena berterima atas sejumlah properti adjektiva seperti pewatas tingkatan rada ‘agak’ dan paling ‘paling’, dan pewatas perbandingan luwih ‘lebih’. Leksikon dengan bikategori tersebut adalah leksikon arah mata angina yaitu lor ‘utara’, kidul ‘selatan’, kulon ‘barat’, etan ‘timur’. Kehadirannya di dalam klausa sebagai adjektiva tidak banyak ditemukan dibandingkan dengan kehadirannya sebagai nomina dalam frasa preposisional. Berikut adalah keadaan yang menghadirkan anggota tipe semantis posisi berkategori adjektiva dan masih berterima atas pemarkah adjektiva seperti penyangatan dan perbandingan.
-
(12) omah-e Pak Budi sik
rumah-(LIG) Pak Budi masih
luwih etan lebih timur ‘rumah Pak Budi masih lebih timur’
Arah mata angin dapat digolongkan adjektiva bermakna semantis posisi juga dikarenakan kemampuan adjektiva arah mata angin untuk diwatasi adverbia ‘paling’ sehingga nampak adanya gradasi yang merujuk pada letak arah mata angin.
Dalam bahasa Indonesia terdapat frasa nomina ‘orang barat’ yang bermakna orang-orang dari negara-negara di belahan barat dunia atau orang-orang dengan budaya barat seperti orang dari Eropa dan Amerika Serikat. Dalam BJDM, untuk merujuk pada hal yang sama, penutur tidak menerjemahkan langsung frase ‘orang barat’ menjadi wong kulon, tetapi tetap meminjam istilah
tersebut dalam bahasa Indonesianya wong barat ‘orang barat’.
Kuantitas
Adjektiva yang bermakna semantis kuantitas menunjukkan jumlah sesuatu atau dalam KBBI disebutkan merujuk pada banyaknya sesuatu tentang bilangan atau sesuatu yang dikumpulkan menjadi satu. Anggota tipe semantis kuantitas adalah akeh ‘banyak’, thithik ‘sedikit’, saipet ‘sedikit’, jangkep ‘genap’. Anggota tipe semantis kuantitas akeh ‘banyak’, thithik ‘sedikit’ berkategori ganda dengan numeralia pokok taktentu saat menerangkan suatu nomina. Akan tetapi, akeh ‘banyak’,dan thithik ‘sedikit’ juga termasuk anggota adjektiva karena
keberterimaannya pada sejumlah fungsi yang dapat diisi oleh adjektiva yaitu sebagai predikat, sebagai parameter dalam konstruksi perbandingan, dan dapat diletakkan dalam tingkatan, seperti contoh berikut.
-
(13) luwih akeh dompet-e ibu
lebih banyak dompet-(LIG) ibu
timbange aku daripada aku ‘lebih banyak dompet ibu daripada aku’
-
(14) sangu-ne Umbar kurang akeh iku? bekal-(LIG) Umbar kurang banyak itu? ‘bekal Umbar kurang banyak itu?’
4. Simpulan
Penelitian terhadap tipe semantis adjektiva BJDM menghasilkan delapan tipe semantis adjektiva, yaitu tipe semantis warna, usia, dimensi, nilai, kecepatan, keadaan, posisi, dan kuantitas. Pengembangan terhadap kelompok makna semantis adjektiva pada bahasa Jawa juga terlihat dari penelitian sebelumnya oleh Arifin (1990) dengan adanya penambahan anggota-anggota adjektiva dalam kelas semantis yang baru. Perbandingan kelompok semantis adjektiva Dixon (2010) terhadap adjektiva BJDM menunjukkan bahwa kelompok makna semantis adjektiva BJDM
Vol. 28 No.1
tidak harus selalu sama dengan set universal yang dicetuskan oleh Dixon (2010). Faktor persepsi dari budaya yang berbeda terhadap sekelompok leksikon menyebabkan terdapat adanya perbedaan, tetapi hal ini tidak menyebabkan set semantik yang satu lebih baik atau kurang dari set lainnya. Rangkuman tipe semantis adjektiva BJDM adalah sebagai berikut.
Warna Dasar | |
Warna | |
1 WARNA |
Bercorak Warna Turunan Usia Manusia |
2 |
Usia Flora |
USIA |
Fauna Usia Benda Bentuk Benda Manusia |
3 DIMENSI |
Ukuran Manusia Nilai Rasa Nilai Kualitas |
4 NILAI |
Benda |
5 KEADAAN |
Waktu |
6 KECEPATAN |
Pergerakan |
7 KUANTITAS | |
8 POSISI |
Vol. 28 No.1
Daftar Pustaka
Arifin, dkk. 1990. Tipe-Tipe Semantik Adjektiva Bahasa Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dhanawaty, N. 1993. Konstruksi Nominal Posesif dalam Bahasa Bali. Dalam Majalah Widya Pustaka.
Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Dixon, R.M.W. 2010. Basic Linguistic Theory Volume II. Oxford: Oxford Press.
Ogloblin, A. 2005. “Javanese.” Dalam: Adelaar dan Himmelmann, ed, The Austronesian Languages of Asia and Madagascar.Oxon: Routledge.
Satyawati, M. 2015. “Gramatical Analysis of Balinese Adjektives”. Internasional Journal of Linguistics 7(3): 109-128. Macrothink Institute.
Shiohara, A & Artawa, K. 2015. “The Definite Marker in Balinese.” Proceeding Second International Workshop on Information Structure of Austronesian Languages.Diunduh dari: URL:
http://hdl.handle.net/10108/84515
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA
Umiyati, M. 2014. “Tipologi Perilaku Gramatikal Adjektiva Bahasa Indonesia.” (disertasi). Denpasar: Universitas Udayana.
40
Discussion and feedback