Analisis Pengaruh Soundscape terhadap Kenyamanan Pengunjung di Taman Kota Sewaka Dharma, Denpasar, Bali
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 9, NO. 2, OKTOBER 2023
Analisis Pengaruh Soundscape terhadap Kenyamanan Pengunjung di Taman Kota Sewaka Dharma, Denpasar, Bali
Ida Ayu Sriwidari1, Cokorda Gede Alit Semarajaya1*, I Made Sukewijaya2
-
1. Prodi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia 80232
-
2. Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia 80232
*E-mail: [email protected]
Abstract
Analysis of the Effect of Soundscape on Visitor’s Comfort in Sewaka Dharma City Park, Denpasar, Bali. Sound is non-physical element that get less attention in creating sense of place. It is relatively difficult to find a good soundscape quality in urban landscape because of the negative impacts of noise. The existence of Sewaka Dharma City Park as public green open space should be a solution of these problems. This study aims to identify sound, analyze effect of soundscape on visitor’s comfort, and provide recommendation to improve the soundscape quality. The study method used was survey, with data collection technics used were observation, questionnaires, and literature study. The data analyzed by quantitative and descriptive analysis. Soundscape of this city park created by combination of natural sounds, human sounds, sounds and society, mechanical sound, and sound as indicator. The most dominant sound heard is the sound of vehicles. Measurement of SPL (Sound Pressure Level) reached 67.5 dB and it exceed the regulation for green open space. Sound assessment indicated natural sounds and sounds from worship place were considered as quite comfortable. Most of human sound and society are considered as not disturbing. Sounds that quite disturbing are are people screaming, vehicles and horns. Noise control was recommended in zone I and J, because it resulted the highest SPL and considered disturbing visitor’s activities, by adding barriers and filters with plants, pavement and water.
Keywords: public open space, sewaka dharma city park, soundscape
-
1. Pendahuluan
Pengalaman ruang berkaitan erat dengan pembentukan kualitas ruang. Pengalaman ruang cenderung dipersepsikan melalui apa yang terlihat saja dan mengabaikan aspek lainnya. Suara adalah salah satu unsur nonfisik yang selama ini kurang diperhatikan, padahal suara berperan sebagai salah satu unsur pembentuk kawasan yang membuat seseorang merasa nyaman atau tidak. Sehingga muncul istilah soundscape yang pertama kali dicetuskan oleh Schaffer (1997). Soundscape adalah kombinasi dari berbagai jenis suara yang berasal secara alami maupun buatan, yang membentuk suasana lingkungan secara mendalam melalui sensasi pendengaran. Namun, sangat sulit menemukan kualitas soundscape yang baik di perkotaan akibat kebisingan. Kebisingan dapat menyebabkan gangguan fisiologis, psikologis, komunikasi dan pendengaran (Yulianto, 2013). Bahkan seseorang yang terpapar kebisingan tinggi (80,2 dB) berisiko dua kali lebih besar mengalami hipertensi, dibandingkan dengan kebisingan rendah (66,4 dB) (Addina & Keman, 2015). Kehadiran ruang terbuka hijau publik seharusnya dapat menjadi solusi atas permasalahan tersebut. Namun, hal ini hanya dapat dicapai jika ruang terbuka publik tertata dengan baik dan mampu memberikan pengalaman soundscape yang sesuai.
Taman Kota Sewaka Dharma merupakan salah satu ruang terbuka hijau publik yang terletak di Kota Denpasar. Lokasinya cukup strategis dan memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang aktivitas masyarakat. Namun, taman ini terletak di Jl. Gatot Subroto yang memiliki lalu lintas dan aktivitas masyarakat yang padat, seperti perdagangan, pemerintahan, pendidikan, dan sebagainya. Banyak kendaraan besar seperti truk dan bus yang melewati jalan ini. Sehingga hal tersebut cenderung menyebabkan timbulnya kebisingan lalu lintas. Tingkat kebisingan di kawasan Taman Kota Sewaka Dharma telah mencapai 92,52 dB (Pradana et al., 2019), dan telah melampaui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa baku tingkat kebisingan kawasan RTH adalah 50 dB. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan ketidaknyamanan bagi pengunjung. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi suara dengan pembagian zona dan titik yang lebih detail, menganalisis pengaruh soundscape terhadap kenyamanan pengunjung, dan memberi rekomendasi untuk meningkatkan kualitas soundscape di taman kota ini.
Penelitian dilaksanakan di Taman Kota Sewaka Dharma yang terletak di Jl. Mulawarman dan Jl. Gatot Subroto, Lumintang, Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Lokasi penelitian dapat dilihat pada tapak yang berada dalam garis kuning pada Gambar 1. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Februari 2022.
Gambar 1. Lokasi Penelitian (Sumber: Google Earth, 2021)
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Sound Level Meter (SLM) Benetech GM1352, stopwatch, kamera, alat tulis, laptop, lembar kuesioner, Google Earth, Microsoft Office, dan Photoshop. Bahan yang digunakan berupa peta dasar lokasi penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pengumpulan data menggunakan teknik observasi, penyebaran kuesioner, dan studi pustaka. Analisis data yang digunakan meliputi analisis kuantitatif dan deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
-
2.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Observasi merupakan teknik pengamatan langsung guna memperoleh data identifikasi sumber suara berdasarkan klasifikasi Schaffer (1997) dan pengukuran suara (sound pressure level). Observasi dilakukan pada hari kerja (Senin, 16 Agustus 2021 dan Kamis, 19 Agustus 2021) dan akhir pekan (Sabtu, 21 Agustus 2021 dan Minggu 22 Agustus 2021) dengan empat rentang waktu penelitian, yaitu pagi (7.00-11.00), siang (11.00-15.00), sore (15.00-18.00), dan malam (18.00-21.00). Dalam penelitian ini, area di Taman Kota Sewaka Dharma dibagi menjadi sepuluh zona dan sembilan belas titik berdasarkan pusat aktivitas pengunjung yang disajikan pada Gambar 2 dan 3. Sehingga diperoleh gambaran bagaimana pengunjung mendengar saat sedang beraktivitas dan didapatkan bagaimana distribusi suara pada masing-masing zona yang berbeda. Berdasarkan Badan Standardisasi Nasional (SNI 8427:2017) tentang pengukuran tingkat kebisingan lingkungan, prosedur pengukuran dilakukan menggunakan alat SLM (Sound Level Meter) yang diarahkan secara vertikal dengan ketinggian mikrofon 1,2 - 1,5 meter dari lantai.
Kuesioner ditujukan kepada pengunjung untuk mencari informasi mengenai pengalaman soundscape di Taman Kota Sewaka Dharma. Data dikumpulkan menggunakan teknik accidental sampling dengan kriteria umur 16-35 tahun, hal ini sesuai dengan usia pengunjung dominan di taman kota ini (Permatasari, 2018). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 160 sampel, yakni 40 responden pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Hal tersebut berdasarkan bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah 30 sampai dengan 500 (Roscoe, 1982 dalam Sugiyono, 2012). Kuesioner disebarkan merata pada sepuluh zona agar jawabannya sesuai dengan kondisi saat dilakukan observasi. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dari sumber literatur terkait ruang terbuka publik, akustik lingkungan, soundscape, dan respon manusia terhadapnya.
Gambar 2. Zona Penelitian
Gambar 3. Titik Penelitian
Gambar 4. Dokumentasi Titik Penelitian
-
2.3.2 Teknik Analisis Data
Analisis kuantitatif dilakukan untuk tabulasi hasil pengukuran suara dan tabulasi data kuesioner. Analisis desktiptif dilakukan untuk menjelaskan data hasil penelitian dan rekomendasi. Penilaian responden dibagi menjadi 5 kategori menggunakan skala likert (1=sangat mengganggu, 2=cukup mengganggu, 3=tidak mengganggu, 4=cukup nyaman, dan 5=sangat nyaman). Dalam hal ini, mengganggu yang dimaksud yaitu apabila pengunjung merasa terganggu dengan suara yang terdengar sehingga merasa tidak nyaman. Kemudian data responden dianalisis dengan menghitung rata-rata dan persentase. Hasil pengukuran SPL (Sound Pressure Level) dianalisis berdasarkan nilai rata-rata pada masing-masing titik dengan rumus logaritma:
lp= loiog-fyio^
) (1)
Keterangan:
Lp = Rata-rata Sound Pressure Level (dB)
Lp = Hasil pengukuran Sound Pressure Level (dB) n = Jumlah sampel
Taman Kota Sewaka Dharma merupakan salah satu ruang terbuka hijau publik di Kota Denpasar yang memiliki luas 21.038 m2. Taman kota ini juga berfungsi untuk mengakomodasi kegiatan masyarakat seperti olahraga, rekreasi, dan edukasi. Batas tapak bagian selatan adalah Jalan Gatot Subroto. Batas bagian utara dan barat adalah Jalan Mulawarman. Batas bagian timur adalah Sungai Tagtag dan Pura Agung Lokanatha. Adapun fungsi sekitar tapak yaitu sebagai kawasan pusat pemerintahan Kota Denpasar, pendidikan, permukiman, serta perdagangan dan jasa.
Gambar 5. Desain Eksisting Taman Kota Sewaka Dharma
-
3.2 Soundscape di Taman Kota Sewaka Dharma
-
3.2.1 Identifikasi Sumber Suara di Taman Kota Sewaka Dharma
-
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa terdapat perbedaan pada identifikasi maupun hasil pengukuran suara pada hari kerja dan akhir pekan. Pada akhir pekan, human sounds dan sound and society lebih banyak terdengar dibandingkan dengan hari kerja. Hal ini disebabkan karena lebih banyaknya aktivitas pengunjung di akhir pekan dibandingkan dengan di hari kerja. Identifikasi sumber suara secara keseluruhan pada taman kota ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Identifikasi Sumber Suara | |
No Aspek |
Hari kerja Akhir pekan 07.00 11.00 15.00 18.00 07.00 11.00 15.00 18.00 Sub-Aspek . . . . . . . . –––––––– 11.00 15.00 18.00 21.00 11.00 15.00 18.00 21.00 |
1 Natural Sound |
Suara burung • ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ Suara serangga ∙∙∙∙∙∙∙∙ Suara angin • ∙ Suara air • ∙ ∙ ∙ ∙ Suara pepohonan • ∙ ∙ ∙ |
2 Human Sounds |
Suara orang berbicara∙∙∙∙∙∙∙∙ Suara orang berteriak • ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ Suara langkah kaki ∙∙∙∙∙∙∙∙ Suara anak-anak • |
3 Sound and Society |
Suara dari pura • ∙ ∙ ∙ Suara dari masjid • ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ Suara orang menyapu • ∙ ∙ ∙ ∙ Suara bermain bola • ∙ ∙ ∙ ∙ Suara orang berkumpul |
4 Mechanical Sounds |
Suara kendaraan ∙∙∙∙∙∙∙∙ Suara alat olahraga • ∙ ∙ ∙ ∙ ∙ |
5 Sounds as Indicator |
Suara klakson kendaran Suara sirine • |
Keterangan: •(Sangat terdengar, dominan), •(Terdengar), (Tidak terdengar)
Pada pagi hari, suara yang terdengar dominan adalah natural sound seperti suara burung dan serangga. Selain itu juga terdengar suara kendaraan dan orang berbicara. Sedangkan pada siang hari
suasananya lebih tenang dan sepi, suara yang dominan terdengar adalah suara angin dan pepohonan, suara burung, dan suara dari tempat ibadah. Pada sore hari, pengunjung mulai berdatangan dan suara yang terdengar dominan adalah suara orang berbicara dan suara kendaraan. Pada malam hari, jumlah pengunjung berkurang dan yang lebih terdengar adalah suara burung, suara serangga, suara dari tempat ibadah, dan suara kendaraan. Suara air hanya terdengar pada pagi hari ketika dilakukan penyiraman tanaman. Air mancur menari biasanya dihidupkan pada malam akhir pekan (sabtu dan minggu), namun hiburan tersebut ditiadakan karena pandemi Covid-19. Kemudian suara sirine muncul beberapa kali pada saat tertentu saja. Setiap zona memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Zona I dan J adalah zona yang paling terpapar kebisingan lalu lintas tinggi. Sedangkan zona B dan G suasanya lebih sunyi dan suara yang dominan terdengar adalah natural sound dan human sound, kebisingan lalu lintas yang terdengar juga tidak setinggi pada zona lainnya.
-
3.2.1 Hasil Pengukuran Sound Pressure Level
Rata-rata SPL di taman kota ini berkisar 46 – 67 dB, nilainya bervariasi sesuai titik dan waktu pengukuran yang disajikan pada Tabel 2. Rata-rata keseluruhannya adalah 56,2 dB. Nilai rata-rata tertinggi dicapai pada titik J2 (67,3 dB), I1 (67,2 dB) dan H2 (65,9 dB). Hal ini disebabkan karena lokasinya yang berada di Jalan Gatot Subroto dengan lalu lintas yang padat dan selalu dilalui kendaraan dari pagi hingga malam hari. Sehingga suara mesin dan klakson kendaraan sangat dominan terdengar. Selain itu, aktivitas yang dilakukan pengunjung juga cukup padat, seperti olahraga (jogging, gym, bermain bola) dan rekreasi (istirahat dan berkumpul). Sedangkan rata-rata terendah dihasilkan pada titik D1 (46,8 dB), B2 (47,8 dB) dan G1 (47,9 dB), karena lokasinya yang jauh dari Jalan Gatot Subroto sehingga suara yang dominan terdengar adalah natural sounds dan human sounds. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persebaran SPL di taman kota ini sangat dipengaruhi oleh jarak dengan jalan raya dan kepadatan aktivitas yang dilakukan pengunjung.
Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa nilai rata-rata SPL tertinggi di taman kota ini telah mencapai 67,5 dB. Hasil pengukuran tersebut telah melampaui standar toleransi tingkat kebisingan menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa tingkat kebisingan kawasan RTH adalah sebesar 50 dB. Kemudian hasil pengukuran pada playground (titik F2) telah mencapai 61,2 dB. Menurut WHO (1999), tingkat tekanan suara pada area playground outdoor tidak boleh melebihi 55 dB, dan pada area taman harus mempertahankan agar nilainya tetap rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata SPL di Taman Kota Sewaka Dharma telah melebihi standar dari peraturan yang telah ditetapkan.
Tabel 2. Rata-Rata Pengukuran SPL
Titik |
Hari Kerja (dBA) |
Akhir Pekan (dBA) | ||||||
07.00– 11.00 |
11.00– 15.00 |
15.00– 18.00 |
18.00– 21.00 |
07.00– 11.00 |
11.00– 15.00 |
15.00– 18.00 |
18.00– 21.00 | |
A1 |
59,1 |
56,4 |
58,2 |
55,5 |
60,1 |
54,1 |
60,1 |
57,0 |
A2 |
55,1 |
53,7 |
56,6 |
54,9 |
57,0 |
56,1 |
57,1 |
56,8 |
B1 |
49,6 |
49,4 |
54,3 |
50,0 |
50,7 |
51,3 |
56,3 |
49,1 |
B2 |
47,9 |
47,8 |
50,9 |
49,3 |
48,8 |
50,2 |
56,7 |
49,8 |
C1 |
59,9 |
55,8 |
59,0 |
56,2 |
60,4 |
53,9 |
58,2 |
57,4 |
C2 |
52,6 |
51,5 |
53,4 |
51,1 |
53,0 |
48,7 |
54,1 |
52,0 |
D1 |
49,6 |
50,5 |
48,4 |
48,7 |
58,3 |
46,8 |
57,9 |
49,2 |
D2 |
52,0 |
49,3 |
53,7 |
49,2 |
52,1 |
48,0 |
55,4 |
48,5 |
E1 |
55,2 |
48,4 |
54,8 |
50,1 |
56,0 |
50,1 |
53,0 |
51,4 |
E2 |
56,4 |
52,4 |
52,5 |
54,6 |
59,1 |
51,4 |
57,0 |
59,3 |
F1 |
53,4 |
50,8 |
53,6 |
50,1 |
55,1 |
53,7 |
54,0 |
53,0 |
F2 |
55,2 |
48,7 |
59,2 |
52,7 |
56,8 |
52,8 |
61,2 |
60,5 |
G1 |
49,4 |
47,9 |
49,8 |
49,5 |
55,3 |
48,2 |
56,4 |
52,9 |
H1 |
63,3 |
57,8 |
63,8 |
63,9 |
65,1 |
59,6 |
64,3 |
65,5 |
H2 |
65,5 |
61,7 |
63,2 |
65,0 |
65,8 |
63,4 |
65,9 |
65,8 |
I1 |
65,0 |
61,9 |
66,9 |
64,0 |
65,4 |
60,7 |
67,2 |
67,1 |
I2 |
60,2 |
56,5 |
60,9 |
58,8 |
61,2 |
57,8 |
65,6 |
62,9 |
J1 |
60,8 |
53,7 |
58,0 |
53,7 |
60,2 |
54,0 |
59,7 |
54,2 |
J2 |
63,8 |
61,8 |
63,7 |
60,5 |
65,5 |
59,9 |
67,3 |
61,9 |
-
3.2.1 Suara Lingkungan yang mempengaruhi Soundscape
Soundscape di Taman Kota Sewaka Dharma sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Selain munculnya natural sounds dan human sounds dari dalam taman, suara-suara dari aktivitas perkotaan pada kawasan tersebut juga memberikan pengalaman berbeda yang dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Sumber Suara dari Lingkungan Sekitar
Jika dilihat dari perancangannya, pada desain Taman Kota Sewaka Dharma telah terdapat pengolahan level ketinggian tapak dan penanaman vegetasi sebagai natural barrier untuk penghalang kebisingan. Sehingga pancaran suara tidak sepenuhnya langsung terpapar ke pendengar, melainkan dipantulkan oleh dinding perkerasan dan direduksi oleh keberadaan vegetasi (Cerwén et al., 2017). Namun nampaknya upaya tersebut belum dapat berfungsi optimal sehingga tingkat kebisingannya yang diterima oleh pendengar masih tinggi. Berikut merupakan ilustrasi dari distribusi suara dari kebisingan lalu lintas dari Jalan Gatot Subroto dan Jalan Mulawarman yang masuk ke tapak.
Gambar 7. Pantulan suara dari Jalan Gatot Subroto (Zona H) dan Jalan Mulawarman (Zona C)
Pada Gambar 8 merupakan ilustrasi dari pantulan suara di Amphiteater. Meskipun posisinya juga terpapar oleh kebisingan, tingkat kebisingannya cukup rendah yaitu 47,9 dB, Hal ini disebabkan karena level ketinggian tapak di amphiteater lebih rendah. Selain itu, juga terdapat penghalang berupa dinding dan layar LCD, sehingga terjadi pemantulan suara yang masuk ke amphiteater.
Gambar 8. Pantulan Suara di Ampiteater
Aktivitas yang dilakukan responden sesuai dengan pembagian waktu penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Pada pagi hari, aktivitas yang dilakukan pengunjung dominan adalah olahraga (87,5%) meliputi jogging, gym, dan yoga. Sedangkan pada siang hari pengunjung lebih banyak melakukan rekreasi (57,5%) meliputi bersantai, beristirahat dan duduk-duduk. Pada sore hari, pengunjung dominan melakukan aktivitas olahraga (67,5%). Begitu pula dengan malam hari, aktivitas dominannya adalah olahraga (72,5%). Selain jogging dan gym, aktivitas bermain bola juga sering kali dilakukan pada malam hari. Hanya sedikit kegiatan edukasi yang dilakukan pengunjung, seperti mengerjakan tugas, kerja kelompok, dan perkumpulan komunitas.
■ Rekreasi
■ Olahraga
Edukasi
Gambar 9. Aktivitas Pengunjung
-
3.3.2 Suara Dominan berdasarkan Persepsi Pengunjung
Hasil pembagian kuesioner menunjukkan bahwa suara yang paling terdengar berdasarkan persepsi pengunjung yaitu suara kendaraan, burung, serangga, pepohonan, manusia berbicara, ibadah, dan klakson. Berdasarkan grafik pada Gambar 10, maka dapat disimpulkan bahwa suara yang paling dominan terdengar baik pada pagi, siang, sore, dan malam hari adalah suara kendaraan. Kemudian diikuti oleh suara burung yang paling dominan terdengar pada pagi hari dan suara orang berbicara yang dominan terdengar pada sore hari.
■ Suara Burung
Suara Serangga
■ Suara Pepohonan
Suara Orang Berbicara
■ Suara Ibadah
■ Suara Kendaraan
Suara Klakson
Gambar 10. Suara Dominan Berdasarkan Persepsi Pengunjung
-
3.3.2 Penilaian Sumber Suara terhadap Suasana Ruang
Suara-suara yang terdengar di Taman Kota Sewaka Dharma diklasifikasikan oleh responden menjadi suara yang sangat mengganggu, cukup mengganggu, tidak mengganggu, cukup nyaman dan sangat nyaman dengan memberikan skor (1-5). Berikut disajikan hasil penilaian sumber suara berdasarkan waktu penelitian.
Suara burung
Suara serangga
Suara angin
Suara air
Suara pepohonan Suara orang berbicara Suara orang berteriak
Suara langkah kaki
Suara anak-anak
Suara dari pura
Suara dari masjid Suara orang menyapu
Suara bermain bola Suara orang berkumpul
Suara kendaraan
Suara alat olahraga Suara klakson kendaran
Suara sirine
■ Cukup Nyaman
■ Sangat Mengganggu
■ Tidak Mengganggu
Suara burung
Suara serangga
Suara angin Suara air
Suara pepohonan Suara orang berbicara Suara orang berteriak
Suara langkah kaki
Suara anak-anak
Suara dari pura
Suara dari masjid Suara orang menyapu
Suara bermain bola Suara orang berkumpul
Suara kendaraan
Suara alat olahraga Suara klakson kendaran
Suara sirine
-
■ Sangat Nyaman
Cukup Mengganggu
Gambar 11. Penilaian Sumber Suara pada Pagi Hari
■ Sangat Nyaman ■ Cukup Nyaman ■ Tidak Mengganggu
Cukup Mengganggu ■ Sangat Mengganggu
Gambar 12. Penilaian Sumber Suara pada Siang Hari
Suara burung
Suara serangga
Suara angin
Suara air
Suara pepohonan
Suara orang berbicara
Suara orang berteriak
Suara langkah kaki
Suara anak-anak
Suara dari pura
Suara dari masjid
Suara orang menyapu
Suara bermain bola
Suara orang berkumpul
Suara kendaraan
Suara alat olahraga
Suara klakson kendaran
Suara sirine
Suara burung
Suara serangga
Suara angin
Suara air
Suara pepohonan Suara orang berbicara Suara orang berteriak Suara langkah kaki
Suara anak-anak
Suara dari pura
Suara dari masjid
Suara orang menyapu Suara bermain bola Suara orang berkumpul
Suara kendaraan
Suara alat olahraga Suara klakson kendaran
Suara sirine
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
-
■ Sangat Nyaman ■ Cukup Nyaman ■ Tidak Mengganggu
-
■ Cukup Mengganggu ■ Sangat Mengganggu
Gambar 13. Penilaian Sumber Suara pada Sore Hari
■ Cukup Nyaman
■ Tidak Mengganggu
-
■ Sangat Nyaman
Cukup Mengganggu ■ Sangat Mengganggu
Gambar 14. Penilaian Sumber Suara pada Malam Hari
-
3.3.4 Kenyamanan Pengunjung terhadap Soundscape
Berdasarkan hasil penilaian di atas, maka persepsi pengunjung secara keseluruhan didapatkan dengan menghitung skor rata-rata pada pagi, siang, sore, dan malam hari. Hasil perhitungan dan pengkategorian dapat dilihat pada Tabel 3. Secara umum pengunjung merasa nyaman terhadap natural sounds dan suara dari tempat ibadah. Sumber suara yang dikategorikan sebagai cukup nyaman yaitu suara burung, angin, air, pepohonan, suara dari pura dan masjid. Suara tersebut lebih menciptakan rasa tenang dibandingkan suara perkotaan yang sehari-hari didengarkan. Pengunjung merasa tidak terganggu dengan human sounds dan sounds and society, yaitu suara orang berbicara, langkah kaki, anak-anak, menyapu, alat olahraga, bermain bola dan berkumpul. Namun pengunjung cukup terganggu dengan suara orang berteriak, serta mecanichal sound dan sound as indicator dari suara mesin dan klakson kendaraan. Suara-suara tersebut dianggap bising sehingga mengganggu konsentrasi dan dapat menyebabkan stress (WHO,1999).
Meskipun suara kendaraan selalu dominan terdengar, ternyata seluruh responden tetap merasa nyaman dan tidak merasa kecewa maupun frustrasi ketika mengunjungi Taman Kota Sewaka Dharma. Selain itu, sebanyak 93% responden menyatakan bahwa mereka dapat melakukan aktivitas yang dilakukan tanpa merasa terganggu di taman kota ini. Hanya terdapat 7% responden yang merasa bahwa aktivitasnya terganggu, yang sebagian besar berada pada zona J. Hal ini sesuai dengan frekuensi pemberian skor 1 atau “sangat mengganggu” yang paling banyak berada pada zona J dan I.
Tabel 3. Kenyamanan Pengunjung terhadap Soundscape
No |
Sumber Suara |
07.00– 11.00 |
Skor 11.00– 15.00– 15.00 18.00 |
18.00– 21.00 |
Rata-Rata |
Keterangan | |
1 |
Suara burung |
4,30 |
4,13 |
4,10 |
4,08 |
4,15 |
Cukup nyaman |
2 |
Suara serangga |
3,83 |
3,10 |
3,40 |
3,28 |
3,40 |
Tidak mengganggu |
3 |
Suara angin |
4,05 |
4,15 |
4,15 |
3,83 |
4,04 |
Cukup nyaman |
4 |
Suara air |
3,95 |
3,80 |
4,03 |
3,58 |
3,84 |
Cukup nyaman |
5 |
Suara pepohonan |
4,10 |
4,08 |
4,18 |
3,98 |
4,08 |
Cukup nyaman |
6 |
Suara orang berbicara |
3,13 |
3,03 |
3,03 |
2,88 |
3,01 |
Tidak mengganggu |
7 |
Suara orang berteriak |
2,50 |
2,18 |
2,35 |
2,10 |
2,28 |
Cukup mengganggu |
8 |
Suara langkah kaki |
3,28 |
3,00 |
3,20 |
3,15 |
3,16 |
Tidak mengganggu |
9 |
Suara anak-anak |
3,38 |
3,10 |
2,95 |
2,98 |
3,10 |
Tidak mengganggu |
10 |
Suara dari pura |
3,65 |
3,63 |
3,60 |
3,75 |
3,66 |
Cukup nyaman |
11 |
Suara dari masjid |
3,50 |
3,48 |
3,50 |
3,45 |
3,48 |
Cukup nyaman |
12 |
Suara orang menyapu |
3,43 |
3,20 |
3,43 |
3,10 |
3,29 |
Tidak mengganggu |
13 |
Suara bermain bola |
3,38 |
3,08 |
3,30 |
3,03 |
3,19 |
Tidak mengganggu |
14 |
Suara orang berkumpul |
3,35 |
2,85 |
3,08 |
2,88 |
3,04 |
Tidak mengganggu |
15 |
Suara kendaraan |
2,38 |
2,13 |
2,48 |
2,23 |
2,30 |
Cukup mengganggu |
16 |
Suara alat olahraga |
3,25 |
3,03 |
3,20 |
2,98 |
3,11 |
Tidak menggangu |
17 |
Suara klakson kendaran |
2,38 |
2,05 |
2,38 |
1,98 |
2,19 |
Cukup mengganggu |
18 |
Suara sirine |
2,60 |
2,23 |
2,43 |
2,20 |
2,36 |
Cukup mengganggu |
Gambar 15 menyajikan suara yang diharapkan terdengar ketika mengunjungi Taman Kota Sewaka Dharma. Suara yang paling banyak diharapkan adalah natural sounds seperti kicauan burung yang dilepas alami. Kemudian diikuti dengan gemercik air, angin, pepohonan, dan serangga. Natural sounds membuat pengunjung merasa tenang, damai dan mampu menghilangkan stress. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hagerhall et al. (2018), bahwa suara alam dapat menurunkan kadar stress. Suara musik juga cukup diharapkan karena menyenangkan untuk didengar sambil beraktivitas. Pengunjung mengharapkan suasana yang tenang dari hiruk piruk kota, bukannya kebisingan lalu lintas yang didominasi oleh suara mesin dan klakson kendaraan.
Suara Air 19%
Suara Burung 54%
Suara Angin 9%
Suara Serangga 3%
Suara Pepohonan 7%
Suara Hewan I 1%
Suara Musik 14%
Suara Orang Berolahraga I 1%
Kesunyian 4%
Keramaian ■ 1%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Gambar 15. Suara yang diharapkan
Berdasarkan persepsi pengunjung, suara-suara yang dianggap mengganggu sebagian besar dinilai pada zona I dan J. Hal tersebut didukung oleh pengukuran SPL yang tergolong tinggi akibat kebisingan lalu lintas. Berbeda halnya dengan zona H yang berada di perempatan sehingga kecepatan pengendara menurun dan saat ini sudah terdapat barrier tanaman yang rapat, hal ini dapat dimaksimalkan lagi agar dapat mereduksi kebisingan dengan lebih baik. Solusi terkait kebisingan pada zona I dan J dapat mengadaptasi teori soundscape action (Cerwén et al., 2017), yaitu pengurangan suara yang tidak diinginkan dan pengenalan suara yang diinginkan. Zona I dan J dengan jalan raya dibatasi oleh tanaman jenis perdu dan pohon yang memiliki jarak tak beraturan dan lebar, sehingga belum dapat mereduksi kebisingan. Rekomendasi dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Pada zona I, penambahan tanaman ditata dengan kerapatan tinggi, dengan kombinasi pohon, semak, perdu, dan ground cover. Kemudian pada zona J, dilakukan penambahan tanaman dan fitur air sebagai suara yang diinginkan. Perbedaan level ketinggian tanah dimodifikasi dengan penanaman bertingkat. Sehingga kebisingan dapat direduksi dan dipantulkan agar tidak langsung terdengar oleh pengunjung. Pemilihan tanaman perlu diperhatikan agar dapat mereduksi kebisingan maksimal atau bahkan dapat mengundang burung. Sebaiknya menggunakan tanaman dengan massa daun padat dan cabang rendah
(Departemen Pekerjaan Umum, 2005), seperti akasia (Acacia mangium), angsana (Pterocarpus indicus), soka (Ixora sp.), pisang-pisangan (Heliconia sp.), sinyo nakal (Duranta repens), rumput dan lain sebagainya.
Gambar 16. Rekomendasi Zona I
Gambar 17. Rekomendasi Zona J
Soundscape di Taman Kota Sewaka Dharma tercipta oleh kombinasi natural sounds, human sounds, sounds and society, mechanical sound, dan sound as indicator. Suara yang paling dominan terdengar adalah suara kendaraan. SPL di taman kota ini telah mencapai 67,5 dB dan melampaui regulasi untuk kebisingan di RTH. Penilaian sumber suara menunjukkan bahwa natural sounds dan suara dari tempat ibadah dianggap cukup nyaman. Sebagian besar human sound dan sound and society dianggap tidak mengganggu. Suara yang cukup mengganggu adalah orang berteriak, kendaraan dan klakson. Upaya pengendalian kebisingan direkomendasikan pada zona I dan J, menggunakan barrier dan filter berupa tanaman, perkerasan dan air.
Analisis dan rekomendasi yang dihasilkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengelolaan Taman Kota Sewaka Dharma agar dapat memberikan pengalaman soundscape yang lebih baik. Diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengendalian kebisingan dengan memperhatikan faktor elemen lanskap untuk memaksimalkan kualitas soundscape di taman kota ini.
-
5. Daftar Pustaka
Addina, S., S. Keman. (2015), Hubungan Kebisingan Lalu Lintas dengan Peningkatan Tekanan Darah pada Tukang Becak di Sekitar Terminal Purabaya Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 8(1):69-80.
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2017. SNI 8427:2017 Pengukuran Tingkat Kebisingan Lingkungan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Cerwen, G. (2017). Sound in Landscape Architecture. Doctoral Thesis. Faculty of Landscape Architecture, Horticulture and Crop Production Science. Swedia.
Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan.
Hagerhall, C., R. Taylor, G. Cerwén, G. Watts, M. V. D. Bosch, D. Press and S. Minta. (2018). Oxford Textbook of Nature and Public Health. Oxford University Press. Oxford.
Kementrian Lingkungan Hidup, (1996), Kep48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Permatasari, S. A., I. G. A. O. Mahagangga. (2018). Studi Komparasi Taman Kota Lumintang dan Taman Kota Puputan Margarana Niti Mandala Renon sebagai Sarana Leisure and Recreation. Jurnal Destinasi Pariwisata. 6(2): 237-244. https://doi.org/10.24843/JDEPAR.2018.v06.i02.p06
Pradana, A., I. M. Tamba, I. K. Widnyana, W. Maba. (2019). Analysis of Traffic Noise in Taman Kota Lumintang Denpasar. International Journal of Contemporary Research and Review. 10(2):20585-20591.
https://doi.org/10.15520/ijcrr.v10i02.652
Schafer, R. M. (1977). The Soundscape: Our Sonic Environment and the Tuning of The World. Clark & Cruickshank. Canada.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Alfabeta. Bandung. WHO (World Health Organization). (1999). Guidelines for Community Noise. World Health Organization.
Geneva.
Yulianto, A. R. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Nonauditory Akibat Kebisingan pada Musisi Rock. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2(1): 1-11.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap
JAL | 209
Discussion and feedback