JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 9, NO. 2, OKTOBER 2023

Identifikasi Pola Dan Fungsi Ruang Puri Agung Jro Kuta, Kecamatan Denpasar Utara, Provinsi Bali

Anak Agung Ngurah Reza Mahafira Putra1, Anak Agung Gede Sugianthara1*, Anak Agung Made Astiningsih2

  • 1.    Prodi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia 80232

  • 2.    Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Denpasar, Indonesia 80232

*E-mail: [email protected]

Abstract

Identification Of Space Pattern and Function of Puri Agung Jro Kuta, North Denpasar Subistrict, Bali Province. Puri is a collection of building units with all their completeness which is the center of royal government in Bali. Puri has a different pattern of space with the pattern of space in traditional Balinese houses in general, but not all puris have the same pattern of space. One of the puris in Bali is Puri Jro Kuta. Puri Jro Kuta has its own uniqueness in terms of space patterns and some of its buildings. The environment around Puri Jro Kuta at first also followed the pattern of Balinese architectural villages in general, but as the times developed, there were some changes in the environment around puri. This research aims to identify the patterns and functions of space, buildings and building functions, as well as patterns and functions of Catus Patha Puri Jro Kuta. The research method uses a survey method with data collection techniques of observation, interviews, and literature study. The identification results of this study indicate that the spatial pattern of Puri Jro Kuta is divided into nine rooms based on the Sanga Mandala principle and there are several additional spaces. Each room has a different function supported by the existence of buildings that also have their respective functions. The spatial pattern of Catus Patha Puri Jro Kuta has changed over time, while the function of catus patha puri has not changed. The results of the research are expected to become a cultural information center which is a form of cultural preservation, so as to maintain the existence and sustainability of puri.

Keywords: Cultural Landscape, Cultural Preservation, Historical Building, Historical Landscape, Puri Jro Kuta

  • 1.     Pendahuluan

Setiap daerah di Indonesia selalu berkembang dari waktu ke waktu, perkembangan yang dalam hal ini menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik (Azizu dkk, 2017), yang kemudian menyisakan berbagai elemen kota sebagai saksi dari perkembangan yang terjadi. Elemen-elemen yang dimaksud adalah berbagai peninggalan atau asset bersejarah yang dapat berupa bangunan bersejarah, monumen atau benda bersejarah lainnya seperti contohnya puri yang terdapat di Bali. Peninggalan atau aset bersejarah tersebut merupakan kekayaan yang tidak dapat tergantikan dan akan memberikan citra terhadap masing-masing kota atau kawasan tersebut (Widayati, 2000).

Puri merupakan suatu kumpulan unit-unit bangunan (kompleks) dengan segala kelengkapannya yang merupakan pusat pemerintahan kerajaan di Bali (Budihardjo, 2013). Puri memiliki pola ruang yang berbeda dengan pola ruang pada rumah tradisional Bali pada umumnya (Pratama, 2017), tetapi tidak semua puri memiliki pola ruang yang sama. Salah satu puri yang terdapat di Bali yaitu Puri Jro Kuta. Puri Jro Kuta memiliki kekhasan tersendiri dari segi pola ruang dan beberapa bangunannya. Dari hasil pra penelitian, pola ruang Puri Jro Kuta memiliki bentuk yang unik tetapi tetap berdasarkan prinsip Sanga Mandala, kemudian terdapat beberapa penambahan ruang diluar sembilan ruang utama. Keunikan lain pada puri ini yaitu tidak adanya ruang Semanggen seperti yang terdapat di puri pada umumnya. Dari segi bangunannya, beberapa bangunan di Puri Jro Kuta memiliki kekhasan tersendiri yang terlihat dari wujud fisik bangunannya. Masing-masing ruang di Puri Jro Kuta memiliki fungsi yang berbeda beda didukung dengan adanya bangunan-bangunan yang memiliki fungsi masing-masing. Penelitian ini juga meneliti mengenai Catus Patha Puri Jro Kuta, karena elemen pada catus patha tersebut berkaitan dengan terjadinya perubahan pada salah satu ruang di Puri Jro

Kuta. Selain itu keberadaan puri juga tidak lepas dari adanya catus patha sebagai pusat perkembangan pada zaman kerajaan.

Itulah sebabnya Puri Jro Kuta menarik untuk dicermati dan diteliti sekaligus sebagai upaya pelestarian budaya dalam bentuk informasi kebudayaan yang dapat bermanfaat untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi pola dan fungsi ruang puri, pola dan fungsi catus patha puri, serta bangunan dan fungsi bangunan Puri Jro Kuta. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pusat informasi kebudayaan mengenai pola dan fungsi ruang puri, pola dan fungsi catus patha puri, serta bangunan dan fungsi bangunan di Puri Jro Kuta. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sarana edukasi dan sebagai informasi wisata bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke Puri Jro Kuta, serta dapat digunakan sebagai referensi terkini mengenai pola dan fungsi ruang di Puri Jro Kuta.

  • 2.     Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan dari bulan April 2021 hingga November 2021. Penelitian ini dilaksanakan di Puri Jro Kuta, Jalan Sutomo No.38 Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali.

  • 2.2    Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta wilayah dan tapak Puri Jro Kuta, sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, alat tulis, lembar daftar pertanyaan, laptop, kamera digital, dan alat ukur meteran.

  • 2.3    Metode Penelitian

Metode penelitian pada penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Kegiatan observasi pada penelitian ini yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung mengenai pola dan fungsi ruang puri, pola dan fungsi catus patha puri, serta bangunan dan fungsi bangunan di Puri Jro kuta. Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara mendalam kepada penglingsir dan keluarga Puri Jro Kuta sebagai informan dari penelitian ini. Studi pustaka dalam penelitian ini bersumber dari jurnal, internet, buku, dan dokumen lainnya.

  • 2.4    Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puri Jro Kuta Denpasar dengan tujuan untuk mengidentifikasi mengenai pola ruang dan fungsi ruang puri, mengidentifikasi pola dan fungsi catus patha puri, mengidentifikasi bangunan dan fungsi bangunan yang terdapat di Puri Jro Kuta.

  • 3.     Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Gambaran Umum

Puri Jro Kuta terletak di Desa Pemecuta Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, dan beralamat di jalan Sutomo Denpasar. Puri Jro Kuta memiliki luas keseluruhan sekitar ± 1,9 Hektare. Adapun batas-batas Puri Jro Kuta adalah pada bagian utara dibatasi oleh pemukiman penduduk, pada bagian timur dibatasi oleh sungai Tukad Badung, pada bagian selatan dibatasi oleh jalan Kumbakarna, dan pada bagian barat dibatasi oleh jalan Soetomo. Puri Jro Kuta terletak di arah Kaja-Kangin (timur laut) dari Catus Patha Puri Jro Kuta yang merupakan persimpangan dari jalan Sutomo, jalan Gambuh dan jalan Kumbakarna.

  • 3.2    Identifikasi Pola Ruang Puri Jro Kuta

Pembagian pola ruang Puri Jro Kuta juga berdasarkan prinsip Sanga Mandala terbagi menjadi sembilan ruang yaitu, Jaba Ancak Saji, Jaba Tengah, Padunungan, Saren Anyar, Jaba Tandeg, Saren Gede, Saren Agung, Jaba Merajan/Suci, dan Merajan Agung. Antara zoning yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan pintu-pintu yang disebut Kori (Penglingsir Puri Jro Kuta I Gusti Ngurah Jaka Pratidya, wawancara 3 April 2021). Pola ruang Puri Jro Kuta dapat dilihat dalam Gambar 1, Gambar 2, dan Tabel 1.

Gambar 1. Pola Ruang Puri Jro Kuta

Tabel 1. Pola Ruang Puri Jro Kuta

Pembagian Ruang

Luas Ruang

Bangunan

Luas Ba

Luas

ngunan

Total

Ruang Terbuka

Jaba Ancak Saji

1.776 m2

Bale Pegambuhan

107,1 m2

181,26 m2

1.594,74 m2

(Nistaning Nista)

Bale Kulkul

29,16 m2

Panggung

45 m2

Jaba Tengah

837 m2

Tidak terdapat bangunan

-

-

837 m2

(Madyaning Nista)

Padunungan

1.330 m2

Bangunan hunian

775 m2

775 m2

555 m2

(Utamaning Nista)

Saren Anyar

1.893 m2

Bale Daja

47,7 m2

1.252 m2

641 m2

(Nistaning Madya)

Jineng

23,8 m2

Bangunan hunian

1.180,5 m2

Jaba Tandeg

586,36 m2

Panggung

97,3 m2

97,3 m2

489,06 m2

(Madyaning Madya)

Saren Gede

1.205 m2

Bale Dauh

30,92 m2

705,88 m2

499,12 m2

(Utamaning Madya)

Bale Daja

42,4 m2

Jineng

23,8 m2

Bangunan hunian

608,76 m2

Saren Agung

920 m2

Bale Pamiosan

26,1 m2

424,5 m2

495,5 m2

(Nistaning Utama)

Gedong

84,1 m2

Saren Dangin

54,3 m2

Saren Dauh

63,6 m2

Saren Delod

63,6 m2

Saren Room

77,8 m2

Pewaregan

55 m2

Jaba Merajan/Suci

721 m2

Pewaregan Suci

86,65 m2

231,63 m2

489,37 m2

(Madyaning Utama)

Bale Kembar

39,48 m2

Gedong Suci

73,5 m2

Bale Panetegan

32 m2

Pamerajan Agung

1.084 m2

Pelinggih

191,42 m2

292,42 m2

791,58 m2

(Utamaning Utama)

Bale Gong

76 m2

Bale Pamiosan

25 m2

Gambar 2. Konsep Sanga Mandala pada pola ruang Puri Jro Kuta (Sumber : Gelebet dan Puja (2002), dan data penelitian diolah)

Masing-masing ruang di Puri Jro Kuta memiliki ruang terbuka atau ruang yang tidak terbangun. Pada ruang yang tidak terbangun tersebut ditanami beberapa tanaman. Tanaman yang terdapat di Puri Jro Kuta memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai penambah estetika, sebagai tanaman perindang/peneduh, sebagi tanaman upacara, dan untuk memenuhi kegiatan keluarga puri. Di Puri Jro Kuta terdapat tanaman langka yaitu soka sati/asoka sejati (Saraca asoca). Tanaman soka sati merupakan tanaman yang disucikan yang biasanya digunakan untuk sarana upacara.

  • 3.3    Identifikasi Fungsi Ruang Puri Jro Kuta

Ruang di Puri Jro Kuta memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ruang Merajan Agung berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan upacara keagamaan dan tempat pemujaan atau persembahyangan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ruang Jaba Merajan/Suci berfungsi sebagai tempat mempersiapan sarana dan prasarana kegiatan upacara keagamaan seperti sesajian. Ruang Saren Agung berfungsi sebagai ruang pusat pertemuan, tempat musyawarah atau paruman keluarga puri, dan tempat melakukan kegiatan upacara keagamaan. Ruang Saren Gede berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga puri. Ruang Jaba Tandeg berfungsi sebagai tempat dilaksanakan pertunjukan kesenian dan sebagai ruang tengah terbuka. Ruang Saren Anyar berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga puri. Ruang Padunung berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga puri. Ruang Jaba Tengah berfungsi sebagai tempat melaksanakan upacara keagamaan dan sebagai ruang terbuka. Ruang Jaba Ancak Saji berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan upacara dan sebagai area untuk mempersiapkan diri dan adaptasi sebelum memasuki daerah yang lebih dalam. Masing-masing ruang di Puri Jro Kuta memiliki bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda.

  • 3.4    Identifikasi Bangunan dan Fungsi Bangunan Puri Jro Kuta

  • 1.    Bale Kulkul

Di Puri Jro Kuta terdapat Bale Kulkul yang fungsinya sebagai tempat meletakkan Kulkul. Kulkul di Puri Jro Kuta berfungsi sebagai alat untuk pertanda jika di Puri Jro Kuta sedang dilaksanakan upacara keagamaan. 2. Bale Pegambuhan

Pada saat upacara, Bale Pegambuhan berfungsi untuk menyajikan kesenian (tari/gambuh), tetapi bila tidak ada upacara Bale Pegambuhan dahulu juga berfungsi sebagai tempat penangkilan (persiapan untuk menghadap raja) dimana para tamu atau masyarakat umum dipersilahkan menunggu pada bangunan ini sebelum mendapat giliran bertemu dengan raja. Bale Pegambuhan memiliki tiang penyangga sebanyak

delapan buah sehingga termasuk ke dalam tipologi bangunan Sakutus. Bale Pegambuhan masih bertahan menggunakan penutup atap alang-alang.

  • 3.    Bale Daja dan Bale Dauh

Bale Daja terletak di bagian utara pada ruang Saren Anyar dan Saren Gede sedangkan Bale Dauh terletak di bagian barat pada ruang Saren Gede. Bale Daja berfungsi sebagai tempat tidur keluarga puri, dan Bale Dauh berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan upacara keagamaan.

  • 4.    Bale Pamiosan Saren Agung

Bale Pamiosan Saren Agung terletak di bagian timur laut pada ruang Saren Agung. Bale Pamiosan tergolong bangunan sakepat karena mempunyai empat tiang utama. Berfungsi sebagai tempat seorang Pedanda (pemimpin upacara) yang memimpin jalannya upacara keagamaan di Saren Agung misalnya upacara metatah (potong gigi), menek kelih (meningkat dewasa), dan sebagainya.

  • 5.    Gedong

Gedong terletak di bagian utara pada ruang Saren Agung. Bale Gedong saat ini berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan alat-alat upacara yang dilakukan di Saren Agung dan sebagai tempat menyimpan barang-barang pusaka peninggalan kerajaan serta barang-barang yang dianggap keramat.

  • 6.     Saren Dangin

Saren Dangin terletak di bagian timur pada ruang Saren Agung. Mempunyai sembilan tiang utama sehingga tergolong bangunan tiang sanga. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat melakukan upacara-upacara keagamaan yang lebih utama.

  • 7.     Saren Dauh dan Saren Delod

Saren Dauh dan Saren Delod terletak di bagian barat dan selatan pada ruang Saren Agung. Kedua bangunan ini sama-sama mempunyai tiang utama sebanyak dua belas. Dahulu berfungsi sebagai tempat peristirahatan keluarga raja, sedangkan saat ini berfungsi sebagai tempat untuk melakukan upacara Manusa Yadnya.

  • 8.     Saren Room

Saren Room terletak di bagian barat pada ruang Saren Agung. Saren Room merupakan bangunan yang dipengaruhi arsitektur Belanda. Bangunan ini memiliki fungsi sebagai tempat peristirahatan raja dan terasnya berfungsi sebagai tempat musyawarah. Saat ini Saren Room hanya berfungsi sebagai tempat musyawarah atau paruman keluarga Puri Jro Kuta.

  • 9.     Pewaregan

Pewaregan terletak di bagian tenggara pada ruang Saren Agung. Berfungsi sebagai dapur.

  • 10.    Pewaregan Suci dan Bale Kembar

Kedua bangunan ini terletak ruang Jaba Merajan/Suci yang berfungsi sebagai tempat untuk mempersiapkan sarana dan prasarana upacara keagamaan, seperti contohnya membuat sesajian untuk upacara. Bale Kembar juga masih bertahan dengan pengunaan bahan atap alang-alang.

  • 11.    Gedong Suci

Gedong Suci terletak di bagian utara pada ruang Jaba Merajan/Suci yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat-alat upacara keagamaan yang dilaksanakan di Merajan Agung.

  • 12.    Bale Panetegan

Bale Panetegan berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan upacara keagamaan. Terletak pada bagian timur laut pada ruang Jaba Merajan/Suci. Bale Panetegan dibangun untuk memenuhi kebutuhan upacara keagamaan (upacara besar) di Puri Jro Kuta. Jika tidak terdapat upacara Bale Panetegan tidak memiliki fungsi.

  • 13.    Bale Pamiosan dan Bale Wong Kilas Merajan Agung

Bale Pamiosan pada Merajan Agung berfungsi sebagai tempat Pedanda (pemimpin upacara) memimpin jalannya upacara yang dilaksanakan di Merajan Agung, sedangkan Bale Wong Kilas berfungsi sebagai tempat menghias gegaluh dan sebagai tempat meletakkan banten apabila terdapat upacara.

  • 14.    Bale Gong

Bale Gong Berfungsi sebagai tempat meletakkan gong (gambelan) yang dimainkan saat dilaksanakan upacara keagamaan di Merajan Agung. Jika tidak terdapat upacara bale ini juga berfungsi sebagai tempat meletakan alat upacara.

  • 15.    Pelinggih

Pelinggih merupakan tempat pemujaan sebagai perwujudan (menstanakan) yang dipuja atau diupacarai. Pelinggih di Merajan Agung masih mempertahankan bentuk dan ornamen aslinya, seperti ornamen pepalihan yang khas dengan detail yang rumit, serta juga tampak adanya pengaruh budaya China yang bisa dilihat dari ornamen salah satu pelinggih yang dihiasi dengan mangkok-mangkok keramik.

  • 16.    Kori

Kori adalah pintu keluar masuk yang menjadi penghubung masing-masing ruang. Kori di Puri Jro Kuta sering digunakan sebagai objek foto oleh wisatawan atau masyarakat sekitar karena masih mempertahan bentuk aslinya seperti pada saat dibangun. Lobang Kori tingginya Apanyuguh (tangan direntangkan keatas) dan lebar lobang Kori Apajengking (tangan bercekak pinggang). Dalam bentuknya yang tradisional Kori dilengkapi dengan tangga-tangga yaitu tangga naik dan tangga turun. Untuk sehari-hari biasanya digunakan pintu harian disamping pintu utama (Kori) yang disebut Betelan.

Bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan tradisional yang dilestarikan oleh pihak puri. Semua bangunan telah mengalami beberapa perbaikan tetapi tetap mempertahankan bentuk aslinya. Bale Panetegan dan Bale Gong merupakan bangunan yang ditambahkan untuk keperluan upacara keagamaan. Sedangkan bangunan yang memiliki ciri khas yaitu Saren Room, Pelinggih, Bale Kembar, dan Kori.

  • 3.5    Pekandelan, Puri Kantor, dan Pertamanan

Selain pembagian sembilan ruang tersebut, di Puri Jro Kuta terdapat beberapa penambahan ruang yaitu Pekandelan, Puri Kantor, dan Pertamanan. Pekandelan dahulu berfungsi untuk menjaga puri dari serangan yang datang dari luar sedangkan saat ini merupakan tempat tinggal abdi puri yang dipercaya. Puri Kantor dibangun dengan campur tangan pemerintah Belanda yang ingin meluaskan daerah jajahan dan untuk mempermudah pengawasan kegiatan Puri Jro Kuta. Puri Kantor saat ini merupakan tempat tinggal keluarga Puri Jro Kuta. Pertamanan merupakan lahan kosong yang terdapat berbagai macam tanaman sehingga diberi nama pertamanan. Pada area ini juga terdapat pamerajan tempat pemujaan Ratu Niang Sakti. Karena lahan yang cukup luas, sebagian areal ini telah difungsikan sebagai garasi oleh keluarga puri. Letak Pekandelan, Puri Kantor, dan Pertamanan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar. 4. Kompleks Puri

  • 3.6    Pola Catus Patha Puri Jro Kut

    • 3.6.1    Zaman Kerajaan

Menurut Aryawan et. al (2019), perkembangan Kota Denpasar dimulai dari lima titik utama yaitu: Puri Denpasar sebagai pusat Kerajaan Badung, Puri Pemecutan yang merupakan tempat tinggal keluarga sulung Raja Badung yaitu I Gusti Ngurah Gde Pemecutan, Puri Kesiman yang merupakan tempat tinggal salah satu putra Raja Badung, Puri Jro Kuta, dan yang terakhir adalah Puri Satria. Sama seperti puri lainnya, keberadaan Puri Jro Kuta pada zaman kerajaan sangat terlihat mencolok dengan adanya penggunaaan tembok dari bahan

bata merah yang pada saat itu penggunaan bata merah hanya diperuntukan bagi kalangan puri, sedangkan untuk rumah masyarakat disekitarnya tidak diperkenankan menggunakan pembatas secara tegas. Tidak adanya perbedaan perkerasan pada jalan sekitar catus patha menyebabkan batas daerah di sekitar puri dengan jalan menjadi tidak jelas. Pembagian pola lingkungan di sekitar Puri Jro Kuta pada masa kerajaan juga mengikuti pola-pola desa arsitektur Bali pada umumnya, dimana puri menempati lokasi kaja-kangin, lapangan yang menempati sudut kelod - kangin, pasar yang menempati sudut kelod-kauh, dan Bale Kulkul yang menempati sudut kaja-kauh. Dari hasil wawancara, posisi puri pada zaman kerajaan hingga saat ini tidak mengalami perubahan. Pola Catus Patha Puri Jro Kuta zaman kerajaan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Sketsa Pola Catus Patha Puri Jro Kuta Zaman Kerajan

  • 3.6.2    Zaman Penjajahan

    • 3.6.2.1    Penjajahan Belanda

Pemerintahan Kolonial Belanda di Denpasar diawali ketika gugurnya Kerajaan Badung dalam Perang Puputan Badung pada tahun 1906. Semenjak saat itu, seluruh pemerintahan beralih ke tangan Pemerintah Kolonial Belanda. Perubahan yang mencolok pada zaman Belanda kala itu yaitu adanya bangunan Puri Kantor yang terletak di sebelah timur Ancak Saji yang sebelumnya adalah lahan kosong pengembangan hunian puri. Keberadaan Puri Kantor ini tidak lepas dari campur tangan pemerintah Belanda yang ingin meluaskan daerah jajahan dan untuk mempermudah pengawasan kegiatan di Puri Jro Kuta. Orang-orang yang ditempatkan oleh Belanda pada Puri Kantor ini yaitu utusan Belanda (kontrolir) dan orang dari keturunan Puri.

Selain itu terdapat perubahan lain yang terjadi yaitu adanya toko-toko China yang terletak di sebelah barat daya catus patha yaitu pada areal pasar zaman kerajaan. Toko-toko China ini berdiri di atas lahan yang diberikan oleh puri, mengingat puri membutuhkan kemampuan bela diri dari orang-orang China tersebut (menguasai kungfu) untuk menjaga pertahanan dari segala macam gangguan yang mengancam, selain itu orang-orang China juga membantu aktivitas perekonomian di puri terutama untuk membeli candu yang pada saat itu hanya bisa didapatkan di luar pulau Bali. Pola Catus Patha Puri Jro Kuta zaman penjajahan Belanda dapat dilihat pada Gambar 6.

  • 3.6.2.2    Penjajahan Jepang

Masuknya tentara Jepang ke Indonesia termasuk ke Bali dengan propaganda Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia yang pada saat itu Jepang dalam keadaan terdesak melawan sekutu, menyebabkan Jepang bersandiwara bersikap murah hati terhadap bangsa Indonesia untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia.

Di Bali sendiri wilayah puri merupakan jantung pertahanan masyarakat Bali, sehingga Jepang memilih puri termasuk Puri Jro Kuta sebagai suatu bentuk kerjasama, namun yang terjadi adalah Jepang ingin menguasai daerah puri. Hal ini terlihat dengan adanya penebangan pohon beringin dan dibongkarnya Bale Kulkul yang berada disebelah barat laut posisi Catus Patha Puri Jro Kuta. Penebangan dan pembongkaran tersebut dengan maksud untuk memperluas daerah perdagangan sehingga membantu perekonomian. Disisi lain, Jepang mempunyai maksud tersembunyi yaitu ingin menghambat aktifitas puri terutama dalam hal kegiatan upacara keagamaan (Ngaben, Memukur dll.) yang memerlukan sarana daun pohon beringin. Bagi Jepang upacara ini dapat mengancam mereka mengingat upacara Ngaben dan Memukur adalah upacara besar yang memerlukan banyak tenaga dan masa yang mencirikan kekuatan dan kebersamaan. Pasar yang tadinya berada di barat daya posisi catus patha, berpindah ke sebelah barat laut posisi catus patha. Areal pasar tersebut digantikan dengan keberadaan toko-toko China yang kian berkembang. Jalan disekitar catus patha pada jaman ini sudah mulai ditata dengan perkerasan (perbedaan material) yaitu pada waktu sistem kerja rodi tentara Jepang. Pola Catus Patha Puri Jro Kuta pada zaman penjajahan Jepang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6. Sketsa Pola Catus Patha Puri Jro Kuta zaman Penjajahan Belanda

Gambar 7. Sketsa Pola Catus Patha Puri Jro Kuta Zaman Penjajahan Jepang

  • 3.6.3    Tahun 2021

Pola ruang Catus Patha Puri Jro Kuta pada saat ini telah mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perkembang jaman. Dengan adanya perkembangan pada pola Kota Denpasar, maka pola lingkungan di sekitar puri juga berubah sesuai dengan perkembangan tersebut. Contoh dari perubahan itu terlihat dari bergantinya lingkungan di sekitar puri dengan perumahan penduduk. Selain itu setelah dibongkarnya Bale Kulkul yang ada di area pasar sekarang pada waktu penjajahan menyebabkan tidak adanya sarana untuk mengumpulkan masyarakat sekitar apabila ada upacara adat maupun keagamaan di Puri Jro Kuta. Maka pada tahun 1977 dibangunlah Bale Kulkul pada Ancak Saji. Disamping itu adanya penanaman pohon beringin pada Ancak Saji (dahulu pohon beringin terletak di area pasar sekarang) yang dimaksudkan untuk mempermudah keluarga puri apabila memerlukan daun beringin untuk upacara-upacara adat dan keagamaan. Pola Catus Patha Puri Jro Kuta pada saat ini (2021) dapat dilihat pada Gambar 8.

KETERANGAN :

I Ruku ______J Notarls


. t ____ Puta

Tiiitgluik Koti Agtiug

I Rumah


A. B. C. D. E. F. G. H. I. J.


Jaba Ancak Saji Jaba Tengah Padunungan Saren Anyar Jaba Tandeg Saren Gede Saren Agung Jaba Merajan/Suci Merajan Agung Pertamanan


a. b.


Bale Pegambuhan Bale Kulkul


I “"""» j<.^l≈...> Ruko ]


Gambar 8. Sketsa pola Catus Patha Puri Jro Kuta Tahun 2021

  • 3.7    Fungsi Ruang Catus Patha Puri Jro Kuta

Fungsi Catus Patha Puri Jro Kuta zaman kerajaan hingga saat ini tidak mengalami perubahan. Pada kegiatan upacara keagamaan catus patha berfungsi untuk upacara ngaben, upacara tawur, dan upacara pengrupukan. Kemudian tersedianya pasar tradisional pada catus patha sebagai sarana pemenuhan kebutuhan sehari-hari sekaligus sebagai tempat yang berpotensi meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Tradisi ogoh-ogoh yang mengelilingi catus patha Puri Jro Kuta sehari sebelum hari raya Nyepi menambah khasanah budaya masyarakat sekitar. Catus Patha Puri Jro Kuta juga dapat digunakan sebagai penunjuk arah apabila melakukan suatu perjalanan mengelilingi Kota Denpasar.

  • 4.     Simpulan dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Pembagian pola ruang Puri Jro Kuta terbagi menjadi sembilan ruang (Sanga Mandala) yaitu, Jaba Ancak Saji, Jaba Tengah, Padunungan, Saren Anyar, Jaba Tandeg, Saren Gede, Saren Agung, Jaba Merajan/Suci, Pamerajan Agung. Antara zoning yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan pintu-pintu yang disebut Kori. Pada puri ini terdapat ruang tambahan yaitu Pekandelan, Puri Kantor, dan Pertamanan. Masing-masing ruang memiliki fungsi yang berbeda-beda dengan didukung adanya bangunan-bangunan yang juga memiliki fungsinya masing-masing. Beberapa bangunan puri yang memiliki kekhasan tersendiri yaitu Saren Room, Bale Pegambuhan, Bale Kembar, dan bangunan Pelinggih. Pola Catus Patha

Puri Jro Kuta dari zaman kerajaan hingga saat ini mengalami perubahan seiring berkembangnya zaman. Perubahan yang mencolok terjadi pada zaman penjajahan Jepang yaitu dengan adanya penebangan pohon beringin dan dibongkarnya Bale Kulkul pada sudut barat laut catus patha yang berubah menjadi pasar. Puri merupakan salah satu warisan budaya yang hendaknya dapat terus dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

  • 4.2    Saran

Keberadaan puri sebagai salah satu titik sentral jaman kerajaan terdahulu, hendaknya dapat terus dijaga dan dilestarikan karena puri merupakan warisan peninggalan sejarah arsitektur tradisional Bali dan arsitektur lanskap tradisional Bali. Jika terdapat penambahan bangunan baru maka sebaiknya dibuat sesuai dengan arsitektur tradisional Bali. Perlu dilakukan penelitian mengenai fungsi puri dimasa mendatang, karena semakin berkembangya jaman dapat mempengaruhi fungsi puri kedepannya.

  • 5.     Daftar Pustaka

Aryawan, P. S., Kohdrata, N., Bawono, R. A. (2019). Transformasi fungsi catus patha sebagai lanskap sejarah di Kota Denpasar. Jurnal Arsitektur Lansekap. 5(2):188-195.

Azizu, N. N., Antariksa, D. K. Wardhani. (2017). Pelestarian Kawasan Bentteng Keraton Buton. Jurnal Tata Kota dan Daerah. 3(1):83-90.

Budihardjo, R. (2013). Konsep Arsitektur Bali Aplikasinya pada Bangunan Puri NALARs, Vol 12 No 1:17-42.

Gelebet, I.N. Dan Puja, I. G. N. A. (2002). Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Badan Pengembangan Kebudayaan dan pariwisata Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Bagian Proyek Pengkajian dan Pemanfaatan Sejarah dan Tradisi Bali. Denpasar.

Nahak, H. M. I. (2019). Upaya Melestarikan Budaya Indonesia Di Era Globalisasi. Jurnal Sosiologi Ilmu Pendidikan. Vol 5 No 1:165-176 ISSN 2622-9617.

Pratama, A.A.N.A.P. (2017). Identifikasi pola ruang dan perubahan fungsi ruang Puri Pemecutan Denpasar.

S.Arsl. Skripsi (Tidak dipublikasikan) Program Studi Arsitektur Pertamanan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Bali.

Widayati, N. (2000). Penyertaan peran serta masyarakat dalam program Revitalisasi kawasan laweyan di Surakarta (sebuah strategi untuk mewujudkan pelaksanaan revitalisasi). Dimensi Teknik Arsitektur. 28(2):88–97.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap

JAL | 199