Evaluasi Fungsi Penghijauan pada Median Jalan yang Direndahkan di Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Bali
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 9, NO. 1, APRIL 2023
Evaluasi Fungsi Penghijauan pada Median Jalan yang Direndahkan di Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Bali
I Gusti Gede Arya Sanjaya1, I Gusti Agung Ayu Rai Asmiwyati1*, I Made Sukewijaya2
-
1. Prodi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Indonesia 80236
-
2. Prodi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Indonesia 80236
*Email: [email protected]
Abstract
Evaluation of the Greening Function at the Lowered Road Median on the Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Bali. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra highway is one of the bypass roads in Bali that was created to avoid congestion on the southern side of the island of Bali. This study aims to evaluate the function of the greening of the lowered median on that road and make recommendations as a solution. The method used was observation with the guidance of assessment criteria to obtain data on the function of a shade, glare barrier, and identity giver. To evaluate the function of aesthetic, the method used was observation and Scenic Beauty Estimation (SBE) questionnaire. The interview method was used to obtain data related to plant maintenance, and literature study method was used to obtain secondary data that support research. The results of this study indicate the shade function gets a good category with an average score of 75.6%, the glare barrier function gets a bad category with an average score of 25.9%, and the identity giver function gets a bad category with an average score of 35, 7%. Assesment of the aesthetic function showed 14 photos of low beauty, 30 of medium beauty, and 4 photos of high beauty were obtained. Recommendations given by researchers in the form of arrangement and maintenance recommendations, where the arrangement recommendations emphasize the addition of the number and type of plants.
Keywords: glare barrier, identity giver, road median, scenic beauty estimation, shade.
-
1. Pendahuluan
Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra adalah salah satu by-pass yang ada di Bali yang dibuat untuk menghindarkan kemacetan jalur arteri di sisi selatan Pulau Bali. Jalan ini membentang dari Denpasar hingga Kusamba sepanjang 26,2 km. Jalan ini terdiri dari enam ruas dua arah dan memiliki lebar total 40 m yang meliputi jalur cepat, jalur lambat, bahu jalan, median jalan, dan separator jalan (Pemerintah Kota Denpasar, 2005) Berita: Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Diplaspas. Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra menggunakan dua jenis median jalan yaitu yang direndahkan maupun yang ditinggikan, tetapi jenis median yang direndahkan digunakan lebih dominan sepanjang ±18 km. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ida Bagus Putu Jeladi, S.T. selaku Satker PPK Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan Denpasar mengatakan, penggunaan desain median yang direndahkan ini dipilih demi alasan keamanan karena adanya perbedaan elevasi antara bidang jalan yang satu dengan bidang lainnya, serta didukung juga oleh pihak yang memberikan bantuan dalam pembangunan jalan ini. Median jalan sebagaimana dijelaskan dalam tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota tahun 1997, memiliki delapan fungsi yang salah satunya adalah sebagai penghijauan.
Median yang direndahkan di jalan ini memiliki tanaman existing habitus pohon, perdu, dan semak dengan kondisi individu tanaman yang terlihat kurang baik dan penataanya terlihat kurang beraturan sehingga diduga menciptakan visual yang kurang baik. Pemilihan jenis dan habitus tanaman serta bagaimana penataan dan pemeliharaannya tidak hanya mempengaruhi visual sebuah lanskap jalan, tetapi juga akan sangat mempengaruhi capaian fungsi-fungsi penghijauan lainnya. Dalam Permen PU 05/PRT/M/2012 disebutkan jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau jalan sebaiknya tidak hanya mempunyai satu manfaat melainkan ada manfaat lain yaitu dari aspek ekologis, aspek estetika, aspek keselamatan dan aspek kenyamanan, disamping itu juga manfaat penanaman tanaman di jalan adalah sebagai ciri atau maskot suatu daerah. Dalam Permen PU 05/PRT/M/2008 disebutkan, jalur hijau jalan sebagai salah satu ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi intrinsik (ekologi) dan fungsi ekstrinsik (sosial budaya, ekonomi, dan estetika). Melihat aspek dan fungsi pada kedua peraturan tersebut, maka fungsi yang dapat diadopsi untuk dievaluasi pada median yang direndahkan di Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra adalah fungsi penghijauan sebagai peneduh, penghalang silau, pemberi identitas, dan estetika. Evaluasi ini diperlukan untuk mendapatkan data sejauh mana fungsi penghijauan pada median jalan ini telah terpenuhi. Selain itu hasil rekomendasi penelitian ini bisa digunakan sebagai salah satu acuan dalam upaya optimalisasi fungsi
penghijauan pada median jalan ini. Evaluasi fungsi-fungsi ini memerlukan sebuah panduan kriteria penilaian yang sesuai dengan tujuan dari adanya fungsi tersebut dan terhadap peraturan yang ada. Fungsi estika dapat dievaluasi dengan melibatkan banyak responden sehingga hasilnya lebih objektif.
-
2. Metode
Penelitian ini dilakukan mulai dari Juli 2018 hingga Februari 2019. Proses pengumpulan data diawali dengan segmentasi, area yang menjadi objek penelitian dibagi menjadi tujuh segmen. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, kuesioner, wawancara, dan studi pustaka. Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data terkait pemeliharaan tanaman, dan metode studi pustaka digunakan untuk memperoleh data-data sekunder yang mendukung penelitian. Data fungsi peneduh, penghalang silau, dan pemberi identitas diperoleh dengan melakukan observasi menggunakan panduan kriteria penilaian yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Fungsi Peneduh, Penghalang Silau, dan Pemberi Identitas
Fungsi |
Kriteria Penilaian |
Nilai di Lapang |
Nilai Ideal | |
Peneduh |
1. |
Tanaman habitus Pohon dengan tinggi sedang/tinggi >5 – <15 m |
1-4 |
4 |
2. |
Bentuk tajuk bulat, menyebar, memayung, atau tidak beraturan |
1-4 |
4 | |
3. |
Massa daun padat |
1-4 |
4 | |
4. |
Percabangan ≥2 m dari permukaan tanah |
1-4 |
4 | |
5. |
Tajuk bersinggungan |
1-4 |
4 | |
6. |
Ditanam berbaris secara teratur/kontinu |
1-4 |
4 | |
Penghalang Silau |
1. |
Tanaman habitus Perdu/semak |
1-4 |
4 |
2. |
Bermassa daun padat |
1-4 |
4 | |
3. |
Ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah |
1-4 |
4 | |
4. |
Ditanam rapat/berkelompok dan kontinu |
1-4 |
4 | |
Pemberi Identitas |
1. |
Tanaman memiliki ciri khas/daya tarik |
1-4 |
4 |
2. |
Tanaman asli atau menjadi maskot daerah |
1-4 |
4 | |
3. |
Tanaman memiliki nilai sejarah/filosofi |
1-4 |
4 | |
4. |
Ditanam membentuk suatu pola tertentu yang menarik |
1-4 |
4 | |
5. |
Peletakannya mudah dilihat |
1-4 |
4 |
Sumber: Dewi (2011), DPU (2008), dan DPU (2012) dengan modifikasi
Keterangan: NIlai 1: Buruk, jika ≤40% kriteria terpenuhi
NIlai 2: Sedang, jika >40 - 60% kriteria terpenuhi
NIlai 3: Baik, jika >60 - 80% kriteria terpenuhi NIlai 4: Sangat baik, jika >80% kriteria terpenuhi
Semua data yang terkumpul kemudian diolah untuk mendapatkan skor segmen dan skor fungsi. Langkah pertama untuk mendapatkan skor akhir suatu fungsi adalah dengan mencari nilai masing-masing kriteria suatu fungsi. Nilai kriteria (NK) atau nilai segmen (NS) adalah nilai yang diberikan untuk masing-masing kriteria dari suatu fungsi pada suatu segmen dengan skala 1 – 4, dengan nilai ideal kriteria (NIK) atau nilai ideal segmen (NIS) adalah 4. Langkah selanjutnya adalah menghitung skor kriteria (SK) dengan perhitungan zigma NK dibagi zigma NIK dikali 100 atau menghitung skor segmen (SK) dengan perhitungan zigma NS dibagi Zigma NIS dikali 100. Skor akhir suatu fungsi adalah rata-rata dari skor kriteria (SK) atau skor segmen (SS), yaitu zigma SK dibagi jumlah kriteria masing-masing fungsi (6/4/5) atau zigma SS dibagi jumlah segmen (7).
Fungsi estetika dievaluasi dengan melakukan dua tahapan yang berbeda. Pertama yaitu observasi untuk pengumpulan foto dan kedua menggunakan kuesioner SBE untuk penilaian foto. Ketentuan pengambilan foto yaitu objek diambil pada jarak titik pandang tidak terhalang oleh benda lain. Tinggi pengambilan gambar yaitu setinggi mata manusia dan sejajar pandangan mata normal. Sudut pengambilan gambar yaitu 30° ke kanan dari garis badan jalan. Foto-foto tersebut kemudian dinilai oleh responden pada kuesioner berupa kolom pengisian penilaian dengan skala nilai 1 - 10 scenic beauty. Semakin mendekati 1 maka lanskap dinilai semakin tidak indah, semakin mendekati 10 maka lanskap dinilai semakin indah. Menurut Daniel dan Boster (1976), jumlah responden antara 20 sampai 30 sudah cukup mewakili dan mahasiswa merupakan perwakilan dari total populasi yang dianggap kritis dan peduli terhadap lingkungannya. Sebanyak 50 responden yang merupakan mahasiswa program
studi Arsitektur Lanskap dikumpulkan pada suatu ruangan untuk menilai 48 foto. Foto-foto yang sudah dipilih ditampilkan dalam bentuk slide show masing-masing satu kali selama 8 – 10 detik/foto secara berurutan.
Data penilaian foto yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan metode SBE menurut Daniel dan Boster (1976). Data setiap foto lanskap diurutkan berdasarkan skala penilaian 1 - 10 kemudian dihitung frekuensi (f), frekuensi kumulatif (cf), probabilitas kumulatif (cp) dan nilai Z berdasarkan tabel Z. Dalam menghitung nilai Z untuk nilai cp = 1,00 digunakan rumus cp = 1-1/(2n) dan untuk nilai cp = 0 (Z = ± tak terhingga) menggunakan rumus cp = 1/(2n). Selanjutnya ditentukan nilai rata-rata Z untuk setiap titik dan nilai rata-rata Z sebagai standar untuk perhitungan SBE. Nilai rata-rata Z standar ditentukan dari keseluruhan nilai Z untuk tiap titik yang paling mendekati nol. Nilai SBE lanskap ke-x diperoleh dari perhitungan nilai Z lanskap ke-x dikurangi nilai Z lanskap standar kemudian dikali 100. Seluruh nilai SBE yang telah diperoleh selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kualitas estetika rendah, sedang, dan tinggi menggunakan sebaran normal dengan parameter nilai tengah (μ) dan standar deviasi (σ).
Lokasi penelitian berada pada median jalan di Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra Bali, tepatnya mulai dari simpang empat Pantai Gumicik, Ketewel (Gianyar) – simpang empat Jalan Kepakisan, Gelgel (Klungkung) sepanjang ±18 km yang dibagi menjadi tujuh segmen yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Sukawati
Swietenia mahagoni 89%
Lagerstroemia speciosa 11%
Bougainvillea sp. 91%
Duranta repens 9%
Swietenia mahagoni Bougainvillea sp. Duranta repens
100%
97% 3%
Swietenia mahagoni 84%
Lagerstroemia speciosa 10%
Samanea saman 6%
Lagerstroemia speciosa 59%
Swietenia mahagon 35%
Samanea saman 6%
Bougainvillea sp. Duranta repens
53%
47%
Bougainvillea sp.
100%
Swietenia mahagoni 76%
Samanea saman 13%
Lagerstroemia speciosa 8%
Tabebuia aurea 3%
Bougainvillea sp. 100%
Swietenia mahagoni 82%
Lagerstroemia speciosa 18%
Bougainvillea sp. 100%
Swietenia mahagoni 84%
Lagerstroemia speciosa 16%
Duranta repens 100%
LEGENDA |
Regular Pohon |
Bold Semak/Perdu |
■ ■ ■ ■ ■ I nks^i Ppnplifisn o as ene an |
Sipnmpn 1 |
egmen Segmen 2 |
Sipnmpn 3 |
egmen Segmen 4 |
Segmen 5 |
Segmen 6 |
Segmen 7 |
Gambar 1. Lokasi Penelitian, Segmentasi, dan Komposisi Tanaman (Data Penelitian, 2018 dan Google Maps, 2020 dengan modifikasi)
Tanah asli di lokasi penelitian didominasi oleh tanah regosol dan latosol (Badan Pusat Statistik, 2018a, 2018b), sedangkan tanah di dalam ruang milik jalan telah ditimbun dengan material perkerasan jalan sedalam ±2 m. Iklim pada lokasi penelitian memiliki suhu rata-rata 27,8° C, kelembaban rata-rata 78%, dan curah hujan 1.878 mm/tahun (BMKG Wilayah III, 2018).
Komposisi tanaman pada Gambar 1 menunjukkan terdapat empat jenis tanaman yang termasuk habitus pohon dan dua jenis tanaman yang termasuk habitus perdu/semak. Secara umum Swietenia mahagoni (Mahoni) mendominasi populasi habitus pohon sebanyak 78,4%, diikuti Lagerstroemia speciosa (Bungur) sebanyak 17,1%, lalu Samanea saman (Trembesi) sebesar 4%, dan terakhir Tabebuia aurea (Tabebuya) sebanyak 0,5%. S. mahagoni mendominasi habitus pohon hampir pada setiap segmen kecuali segmen tujuh, dengan persentase >80% di lima segmen. Selain itu masing-masing terdapat satu jenis tanaman habitus perdu dan semak yaitu Bougainvillea sp. (Bugenvil) dengan populasi mencapai 71,8% dan sisanya adalah Duranta repens (Pangkas kuning). Hanya pada segmen lima yang tidak terdapat Bougainvillea dan komposisi perdu/semak hampir seimbang terjadi di segmen empat. Desain penanaman pada median jalan ini berbentuk tiga baris linier, dua baris perdu/semak pada kedua sisi dan satu baris pohon di tengah-tengah median. Pemeliharaan tanaman pada lanskap jalan ini terbilang sangat buruk karena hampir tidak ada kegiatan pemeliharaan yang dilakukan selain pemangkasan rumput dan pembersihan sampah. Hal tersebut disebabkan karena adanya keterbatasan tugas pokok dan fungsi serta alokasi anggaran dana pada Balai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah VIII (BPJN VIII) selaku pengelola jalan ini (Wawancara bersama Bapak Ida Bagus Putu Jeladi, S.T.).
Berikut adalah capaian skor masing-masing segmen dan masing-masing kriteria untuk fungsi peneduh, penghalang silau, dan pemberi identitas yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penilaian Fungsi Penedu |
h, Penghalang |
Silau, dan Pemberi Identitas | ||||||
Kriteria Penilaian |
Segmen |
Skor | ||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
(%) | |
Fungsi Peneduh (Pohon) | ||||||||
1 Tanaman habitus pohon dengan |
3 |
3 |
3 |
2 |
4 |
4 |
1 |
71,4 |
tinggi sedang/tinggi >5 – <15 m | ||||||||
2 Bentuk tajuk bulat, menyebar, memayung, atau |
4 |
3 |
4 |
2 |
4 |
4 |
3 |
85,7 |
tidak beraturan | ||||||||
3 Massa daun padat |
4 |
2 |
3 |
2 |
3 |
4 |
2 |
71,4 |
4 Percabangan ≥2 m dari permukaan tanah |
3 |
3 |
4 |
2 |
4 |
3 |
1 |
71,4 |
5 Tajuk bersinggungan |
2 |
2 |
4 |
2 |
4 |
4 |
1 |
67,9 |
6 Ditanam berbaris secara teratur/kontinu |
4 |
3 |
4 |
3 |
4 |
4 |
2 |
85,7 |
Skor (%) |
83,3 |
66,7 |
91,6 |
54,2 |
95,8 |
95,8 |
41,7 |
75,6 |
Fungsi Penghalang Silau (Perdu/Semak) | ||||||||
1 Tanaman habitus perdu/semak |
1 |
1 |
1 |
1 |
2 |
1 |
1 |
28,6 |
2 Bermassa daun padat |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
25 |
3 Ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
25 |
4 Ditanam rapat/berkelompok dan kontinu |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
25 |
Skor (%) |
25 |
25 |
25 |
25 |
31,3 |
25 |
25 |
25,9 |
Fungsi Pemberi Identitas (Segala habitus tanaman) | ||||||||
1 Tanaman memiliki ciri khas/daya tarik |
1 |
1 |
1 |
1■ |
3 |
2 |
1 |
35,7 |
2 Tanaman asli atau menjadi maskot daerah |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
25 |
3 Tanaman memiliki nilai sejarah/filosofi |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
25 |
4 Ditanam membentuk suatu pola tertentu yang |
1 |
1 |
2 |
1 |
3 |
2 |
1 |
39,3 |
menarik | ||||||||
5 Peletakannya mudah dilihat |
2 |
2 |
2 |
2 |
4 |
2 |
1 |
53,6 |
Skor (%) |
30 |
30 |
35 |
30 |
60 |
40 |
25 |
35,7 |
Keterangan: NIlai 1 (Merah): Buruk, ≤40% kriteria terpenuhi NIlai 2 (Oranye): Sedang, >40 – 60% kriteria terpenuhi NIlai 3 (Kuning): Baik, >60 – 80% kriteria terpenuhi NIlai 4 (Hijau): Sangat baik, >80% kriteria terpenuhi (Nilai ideal) |
Tabel 2 di atas menunjukkan fungsi peneduh adalah fungsi dengan capain terbaik. Capaian tertinggi untuk fungsi peneduh didapat segmen 5 dan 6 dengan sama-sama memperoleh skor sebesar 95,8. Jumlah pohon pada segmen tersebut cukup banyak dan tumbuh dengan baik sehingga kriteria-kriteria fungsi peneduh dapat terpenuhi. Urutan berikutnya adalah segmen 3 dan 1 yang capaiannya masih termasuk kategori sangat baik. Tiga segmen lainnya yaitu segmen 2, 4, dan 7 sama-sama termasuk kategori sedang, dengan segmen 7 mendapat
capaian terendah. Skor yang rendah ini paling banyak disebabkan karena tajuk-tajuk pohon tidak saling bersinggungan dikarenakan jumlah tanaman yang kurang banyak atau jarak tanam yang kurang rapat. Faktor lain yang menyebabkan skor rendah adalah terkait ukuran tanaman. Tanaman L. speciosa khususnya pada segmen 7 dominan tumbuh kerdil dengan massa daun yang tidak padat. Sebagaimana yang disebutkan dalam Permen PU 05/PRT/M/2012, bahwa tanaman peneduh adalah jenis tanaman berbentuk pohon dengan percabangan yang tingginya lebih dari 2 m dan dapat memberikan keteduhan dan penahan silau cahaya matahari bagi pengguna jalan, tidak tercapai dengan baik.
Fungsi penghalang silau adalah fungsi dengan capaian terburuk dengan tidak satupun kriteria yang bisa mencapai nilai ideal. Dalam Permen PU 05/PRT/M/2008 disebutkan ketentuan tanaman untuk fungsi penghalang silau merupakan habitus perdu/semak, ditanam rapat, ketinggian 1,5 m, dan bermassa daun padat. Dilihat dari jenis tanamannya, penggunaan Bougainvillea dan D. repens sudah sesuai dengan kriteria tersebut. Penyebab rendahnya skor yang didapat lebih kepada rasio jumlah tanaman terhadap panjang area yang diamati sangat kecil. Kondisi pertumbuhan tanaman yang ada juga kurang baik, ditunjukkan dengan banyaknya Bougainvillea yang berukuran kerdil dan massa daunnya tidak padat.
Capaian fungsi pemberi identitas juga termasuk kategori buruk dan tidak jauh berbeda dengan fungsi penghalang silau. Faktor utama skor yang rendah dikarenakan tidak adanya tanaman yang merupakan tanaman asli atau menjadi maskot daerah dan memiliki nilai sejarah/filosofi. Kriterianya yang mendapat skor paling tinggi adalah terkait peletakan tanaman. Desain penanaman yang digunakan pada median jalan ini memang sederhana dan tidak menyebabkan antara tanaman yang satu dengan yang lainnya saling menutupi. Ernawati (2003) menyatakan bahwa tanaman sebaiknya disajikan secara massal dengan perubahan tiap jenis minimal sepanjang 240 - 320 m agar pengguna jalan dapat menangkap kesan warna, bentuk maupun tekstur dari tanaman. Penggunaan pola linier memanjang pada seluruh segmen sudah baik, namun tampak terputus di beberapa bagian dikarenakan rasio jumlah tanaman terhadap panjang segmen yang kecil. Kategori sedang hanya bisa dicapai oleh segmen lima, dengan kategori sangat baik pada kriteria nomor 5, dan kategori baik pada kriteria nomor 1 dan 4. 3.3 Evaluasi Fungsi Estetika
Berikut adalah komparasi foto lanskap dengan nilai SBE rendah, sedang, dan tinggi untuk fungsi estetika yang dapat dilihat pada Gambar 2.
a. Foto Lanskap 1 (Rendah)
c. Foto Lanskap 26 (Sedang)
e. Foto Lanskap 8 (Tinggi)
b. Foto Lanskap 28 (Rendah)
d. Foto Lanskap 39 (Sedang)
f. Foto Lanskap 29 (Tinggi)
Gambar 2. Komparasi Foto Lanskap dengan Nilai SBE Rendah, Sedang, dan Tinggi
Foto-foto lanskap dengan tingkat keindahan rendah didominasi oleh median jalan dengan jumlah tanaman sedikit. Tanaman terutama pohon, adalah elemen pembentuk lanskap jalan yang dapat dinilai dari tampilan arsitekturalnya sebagai individu maupun dari polanya saat ditanam berkelompok. Foto lanskap 28 memperlihatkan jumlah tanaman baik itu pohon, semak, maupun perdu sangat sedikit sehingga median terlihat kosong. Area kosong ini diberi nilai rendah karena tidak adanya tanaman sebagai elemen lanskap yang dapat dinilai. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hendriawati (2011) yang berpendapat bahwa lanskap yang nilai kualitas estetiknya rendah memiliki elemen vegetasi yang minim. Selain itu, area kosong yang panjang seperti pada foto lanskap 28 menciptakan kesan gersang yang tidak disukai responden. Lestari dan Gunawan (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa lanskap jalan yang paling disukai adalah yang memiliki suasana teduh dan
nyaman. Faktor lain yang menyebabkan responden memberi nilai tidak indah pada suatu foto lanskap adalah pola penanaman atau bentuk tanaman yang tidak rapi dan turut tertangkapnya pemandangan yang kurang indah akibat ketiadaan tanaman, seperti pada terlihat pada foto lanskap 1. Gunawan (2016), menyebutkan bahwa aspek kerapihan adalah pendukung kuat kualitas estetik tinggi dan elemen bangunan yang tidak beraturan dapat mengurangi kualitas estetika.
Tingkat keindahan sedang didominasi oleh foto-foto lanskap dengan jumlah tanaman yang cukup banyak namun kondisi tanaman dan pola penanamannya kurang baik. Dilihat dari foto lanskap 26 dan 39 terdapat cukup banyak pohon pada area tesebut. Banyaknya jumlah tanaman, terutama pohon sangat berpengaruh pada keindahan pemandangan yang tercipta. Pohon yang tumbuh dengan baik memiliki peran yang penting untuk membentuk pemandangan yang indah di jalan raya, karena menurut Gunawan (2016) tegakan pohon adalah elemen yang sangat kuat mempengaruhi kualitas estetika lanskap. Lestari dan Gunawan (2010) menyebutkan, secara visual bentuk tajuk pohon merupakan komponen visual yang paling mudah dan cepat dikenali melalui indera penglihatan karena terlihat dominan dan memiliki ukuran yang lebih mencolok dibandingkan bagian lain.
Foto-foto lanskap dengan keindahan tinggi memiliki kemiripan pada jenis, jumlah, dan penyusunan tanamannya. Foto lanskap 8 dan 29 memperlihatkan S. mahagoni sangat mendominasi dengan jumlah yang banyak dan memenuhi area sepanjang median. Pohon ini memiliki bentuk tajuk yang tidak beraturan dan cenderung membulat yang menjadi daya tarik utamanya, karena menurut Andi Gunawan (2016) lanskap jalan dengan pohon bertajuk menyebar dan bulat dinilai sebagai lanskap yang memiliki nilai estetika tinggi. Pemilihan pohon bermassa daun padat dan jarak tanam yang ideal menciptakan naungan atau keteduhan serta suasana sejuk dan rindang yang disukai responden. Pohon-pohon tersebut terlihat sudah berusia dewasa dengan pertumbuhan yang baik. Bentuk tajuknya cukup simetris dan seragam antara satu pohon dengan pohon lainnya yang membuatnya terlihat menarik dan sangat menonjol pada kedua foto lanskap tersebut. Bentuk tajuk yang simetris juga mendukung tujuan dari pola dan pengaturan jarak tanam yang ideal. Hal tersebut dipertegas oleh pernyataan Simonds (1983) yang menyebutkan bagian pohon yang paling menarik adalah kanopi atau tajuk pohon karena dapat memberikan identitas dan karakter pada lingkungan. Unsur lain yang mampu menarik perhatian responden adalah kerindangan atau bayangan yang ditimbulkan oleh pohon akibat sinar cahaya yang berkaitan erat dengan ukuran dan bentuk tajuk.
Rekomendasi dibuat berdasarkan hasil evaluasi masing-masing fungsi. Rekomendasi yang diberikan adalah upaya untuk meningkatakan nilai masing-masing fungsi secara umum agar mencapai nilai ideal (sangat baik) dengan tetap memperhatikan peraturan yang ada dan keadaan di lapangan. Rekomendasi pertama yang diberikan adalah terkait penataan karena melihat kurang baiknya penataan lanskap jalan pada lokasi penelitian seperti kurangnya jumlah tanaman, keragaman tanaman sedikit, serta jarak tanam dan pola penanaman yang kurang teratur. Kedua adalah dengan memberikan rekomendasi pemeliharaan yang bertujuan untuk menjaga kondisi ideal yang tercipta setelah realisasi rekomendasi penataan.
-
3.4.1 Rekomendasi Penataan Fungsi Peneduh
Rekomendasi penataan dibuat untuk memperbaiki masalah terkait penataan pada masing-masing fungsi yang dievaluasi seperti kurangnya jumlah tanaman, keragaman tanaman sedikit, serta jarak tanam dan pola penanaman yang kurang teratur. Tanaman yang direkomendasikan untuk fungsi peneduh hanya tanaman habitus pohon. Rekomendasi pohon untuk fungsi peneduh didasarkan pada kebutuhan fungsi ini sesuai dengan kriteria penilaian yang ada. Rekomendasi pohon untuk fungsi peneduh dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Rekomendasi Tanaman Peneduh
No. |
Nama Ilmiah |
Nama Lokal |
No. |
Nama Ilmiah |
Nama Lokal |
1 |
Acacia auriculiformis |
Akasia |
8 |
Mimusops elengi |
Tanjung |
2 |
Cananga odorata |
Kenanga |
9 |
Samanea saman |
Trembesi |
3 |
Cerbera manghas |
Bintaro |
10 |
Spathodea |
Ki acret/Spatodea |
4 |
Filicium decipiens |
Kiara payung |
campanulata | ||
5 |
Lagerstroemia speciosa |
Bungur |
11 |
Swietenia mahagoni |
Mahoni |
6 |
Magnolia alba |
Cempaka putih |
12 |
Syzygium polyanthum |
Salam |
7 |
Maniltoa grandiflora |
Bunga |
13 |
Tamarindus indica |
Asam |
saputangan
Sumber: CAB International (2019), Lestari dan Kencana (2015), National Parks Singapore (2018), Sardiana et al.(2009)
Dilihat dari hasil evaluasi, empat dari enam kriteria penilaian fungsi peneduh masih perlu ditingkatkan karena belum mencapai nilai nilai ideal. Kriteria nomor lima (tajuk bersinggungan) menjadi kriteria yang mendapat skor paling rendah. Pencapaian kriteria nomor lima sangat dipengaruhi oleh jarak tanam dan ketinggian pohon saat usia dewasa. Tiga kriteria lain yang masih perlu ditingkatkan adalah kriteria nomor satu, tiga, dan empat, yaitu terkait ketinggian pohon dewasa >5 – <15 m, massa daun padat, dan ketinggian percabangan pohon dewasa ≥2 m dari permukaan tanah. Maka dari itu jenis pohon peneduh yang digunakan/ditambahkan sebaiknya disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang diperlukan tersebut yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Faktor lain yang menyebabkan beberapa kriteria mendapat skor rendah adalah karena rasio yang kecil antara jumlah pohon dengan panjang sample yang diamati, seperti pada segmen empat dan tujuh. Maka dari itu direkomendasikan untuk menambah jumlah pohon pada segmen tersebut karena masih terdapat area yang kosong. Sangat disarankan menggunakan pola penanaman linier yang akan meningkatkan pencapaian skor kriteria nomor lima (tajuk bersinggungan) dan nomor enam (kontinuitas penanaman), dengan memperhatikan jarak dan titik tanam tidak mengganggu fungsi fasilitas jalan lainnya seperti lampu penerangan jalan dan rambu lalu lintas yang berada di dalam median jalan.
-
3.4.2 Rekomendasi Penataan Fungsi Pengahalang Silau
Berdasarkan hasil evaluasi, rekomendasi yang dapat diberikan untuk fungsi penghalang silau pertama adalah dengan penambahan jumlah dan jenis tanaman. Tanaman existing sangat direkomendasikan sebagai penghalang silau. Jenis tanaman lain yang bisa memenuhi kriteria juga sangat disarankan untuk menambah variasi tanaman. Tanaman yang baik sebagai penghalang silau setidaknya merupakan habitus semak/perdu yang massa daunnya padat dan pertumbuhan dewasanya bisa mencapai 1,5 m. Jenis tanaman yang direkomendasikan untuk fungsi penghalang silau dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekomendasi Tanaman Penghalang Silau | |||||
No. |
Nama Ilmiah |
Nama Lokal |
No. |
Nama Ilmiah |
Nama Lokal |
1 |
Acalypha siamensis |
Teh-tehan |
6 |
Gardenia jasminoides |
Kaca piring |
2 |
Bougainvillea |
Bugenvil |
7 |
Hibiscus rosa-sinensis |
Kembang sepatu |
3 |
Brunfelsia calycina |
Kecubung |
8 |
Murraya paniculata |
Kemuning |
4 |
Duranta repens |
Pangkas kuning |
9 |
Tecomaria capensis |
Tecoma |
5 |
Ervatamia coronaria |
Bunga wari |
10 |
Wormia suffruticosa |
Simpur air |
Sumber: CAB International (2019), Lestari dan Kencana (2015), National Parks Singapore (2018), Sardiana et al.(2009)
Rekomendasi kedua pada fungsi penghalang silau disarankan untuk membuat penataan tanaman yang lebih baik. Fungsi penghalang silau memerlukan kerapatan dan kontinuitas penanaman. Melihat ukuran median yang lebar, sangat direkomendasikan mengikuti pola penanaman sesuai existing yaitu secara linier pada kedua sisi median. Pola penanaman seperti itu selain menjadikan penghalang silau yang baik juga akan memberikan kesan rapi dan menutupi pemandangan yang buruk di dalamnya pada jenis median jalan yang direndahkan. Dampak negatif yang harus diperhatikan adalah tajuk tanaman yang melebar melebihi batas median dan mengganggu lalu lintas kendaraan. Kondisi tersebut dapat diantisipasi dengan melakukan pemangkasan rutin. Kegiatan pemeliharaan tanaman selain pemangkasan juga perlu ditingkatkan, karena salah satu penyebab pencapaian skor rendah adalah kondisi fisik tanaman yang buruk.
-
3.4.3 Rekomendasi Penataan Fungsi Pemberi Identitas
Berbeda dengan dua fungsi sebelumnya, upaya peningkatan nilai fungsi pemberi identitas tidak bisa berfokus pada satu habitus tanaman saja, karena semua habitus tanaman dapat berperan sebagai pemberi identitas. Pada Tabel 5 disajikan jenis-jenis tanaman yang direkomendasikan sebagai pemberi identitas yang dibagi ke dalam beberapa kelompok daya tarik tanaman.
Tabel 5. Rekomendasi Tanaman Pemberi Identitas | |||||
No. |
Nama Ilmiah |
Nama Lokal |
No. |
Nama Ilmiah |
Nama Lokal |
Daya Tarik Bentuk | |||||
1 |
Acacia confusa |
Akasia |
7 |
Plumeria sp. |
Kamboja |
2 |
Areca catechu |
Pinang |
8 |
Pterocarpus indica |
Angsana |
3 |
Cycas spp |
Cycas |
9 |
Samanea saman |
Trembesi |
4 |
Heliconia colinsiana |
Pisang hias |
10 |
Saribus rotundifolius |
Palem sadeng |
5 |
Livistona saribus |
Palem kipas |
11 |
Swietenia mahagoni |
Mahoni |
6 |
Mimusops elengi |
Tanjung |
12 |
Thuja orientalis |
Cemara kipas |
Daya Tarik Warna | |||||
1 |
Bauhinia tomentosa |
Daun kupu-kupu |
7 |
Duranta repens |
Pangkas kuning |
2 |
Bougainvillea glabra |
Bugenvil |
8 |
Ixora grandifolia |
Soka |
chois |
9 |
Lagerstroemia |
Bungur | ||
3 |
Brunfelsia calycina |
Kecubung |
speciosa | ||
4 |
Calliandra |
Kaliandra |
10 |
Lagerstroemia indica |
Bungur kecil |
haematocephala |
11 |
Nerium oleander |
Oleander | ||
5 |
Cassia fistula |
Kasia |
12 |
Senna spectabilis |
Kasia singapur |
6 |
Delonix regia |
Flamboyan |
13 |
Syzygium myrtifolium |
Pucuk merah |
Daya Tarik Aroma | |||||
1 |
Aglaia odorata |
Pacar cina |
5 |
Jasminum sambac |
Melati |
2 |
Brunfelsia americana |
Lady of the night |
6 |
Santalum album |
Cendana |
3 |
Brunfelsia calycina |
Kecubung |
7 |
Talauma candollei |
Cempaka gondok |
4 |
Gardenia jasminoides |
Kaca piring | |||
Maskot Daerah (Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Klungkung) | |||||
1 |
Hibiscus rosa sinensis |
Kembang sepatu |
3 |
Magnolia champaca |
Cempaka kuning |
2 |
Magnolia alba |
Cempaka putih | |||
Bernilai Sejarah/Filosofi (Daerah Bali) | |||||
1 |
Areca catechu |
Pinang |
5 |
Canangium odoratum |
Kenanga |
2 |
Azadirachta indica |
Intaran |
6 |
Codiaeum variegatum |
Puring |
3 |
Borassus flabellifer |
Lontar |
7 |
Cordyline terminalis |
Andong |
4 |
Caesalphinia |
Kembang merak |
8 |
Hibiscus tiliaceus |
Waru |
pulcherrima
Sumber: CAB International (2019), Lestari dan Kencana (2015), National Parks Singapore (2018), Sardiana et al. (2009)
Pemeilihan jenis tanaman untuk fungsi pemberi identitas diutamakan yang memiliki ciri khas yang menonjol seperti warna, bentuk, tekstur, atau aroma. Seperti misalnya tanaman existing D. repens yang warna daunnya sangat cerah serta Bougainvillea dan L. speciosa yang memiliki bunga berwarna-warni. Selain dari ciri khas dan daya tariknya, tanaman yang merupakan habitat asli atau menjadi maskot suatu daerah akan menjadi nilai penting sebagai fungsi pemberi identitas. Suatu lanskap jalan yang ditanami tanaman maskot daerah setempat turut merepresentasikan identitas daerah tersebut yang tentunya akan berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Contoh tanaman yang menjadi maskot daerah adalah cempaka (Magnolia champaca) yang menjadi maskot Kabupaten Klungkung, dan kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis) yang menjadi maskot Kabupaten Gianyar. Tanaman yang mengandung nilai sejarah/filosofi suatu daerah juga bisa digunakan sebagai pemberi identitas. Tanaman seperti ini akan cukup mudah dikenali pengguna jalan apabila memiliki nama atau nilai yang populer di masyarakat. Peletakan tanaman pada titik-titik tertentu yang mudah dilihat juga dapat berperan karena akan mengingatkan pengguna jalan pada lokasi jalan yang dilewati. Selain pemilihan jenis tanaman, pola dan peletakan tanaman yang menarik juga menjadi hal penting untuk menciptakan identitas.
-
3.4.4 Rekomendasi Penataan Fungsi Estetika
Rekomendasi yang dapat diberikan untuk meningkatkan fungsi pencapaian estetika adalah menambahkan tanaman pada area yang masih kosong. Jenis tanaman yang digunakan dapat menyesuaikan
dengan fungsi-fungsi lainnya yang memiliki kriteria tanaman tertentu, karena pada fungsi estetika lebih menekankan pada keberadaan tanaman sebagai elemen utama pembentuk lanskap, kondisi pertumbuhan dan pola penanaman. Pola penanaman harus dibuat lebih menarik dan rapi, karena menurut Ruswan (2006), kualitas estetika lanskap dapat ditingkatkan bila lanskap memiliki kerapian yang baik dan lingkungan sekitar yang bersih dari sampah. Selain itu perlu juga dilakukan pemeliharaan pada tanaman baik yang sudah ada maupun yang akan ditambahkan agar kondisi dan bentuk tanaman terjaga dengan baik.
-
3.4.5 Rekomendasi Pemeliharaan
Rekomendasi pemeliharaan diperlukan untuk menjaga kondisi ideal yang tercipta setelah realisasi rekomendasi penataan. Pemeliharaan tanaman untuk lanskap jalan secara umum mencakup kegiatan pemeliharaan pasca tanam dan pemeliharaan rutin. Pemeliharaan pasca tanam dilakukan sejak selesai penanaman dan berlangsung minimal selama tiga bulan. Pemeliharaan ini merupakan pemeliharaan selama masa tumbuh dan dilakukan secara intensif dengan memperhatikan jenis tanamannya. Pemeliharaan rutin pada tanaman lanskap jalan dilakukan baik pada tanaman lama yang sudah ada maupun merupakan kegiatan lanjutan setelah selesai pemeliharaan pasca tanam. Kegiatan pemeliharaan tanaman lanskap jalan antara lain adalah penyiraman, pendangiran, penyiangan, pemangkasan, pemupukan, pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman, serta penyulaman. Rincian kegiatan pemeliharaan tanaman lanskap jalan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pemeliharaan Pasca Tanam dan Rutin Tanaman Lanskap Jalan
No Kegiatan
Keterangan
1 Penyiraman
-
2 Pendangiran dan
Penyiangan
-
3 Pemangkasan
-
4 Pemupukan
-
5 Pencegahan dan pemberantasan Hama dan penyakit
-
6 Penggantian tanaman/ Penyulaman
-
1. Dilakukan rutin tiap hari terutama pada musim kemarau (pagi pukul 06.00-09.00 dan sore pukul 15.00 – 18.00).
-
2. Menggunakan air bebas kotoran/minyak dengan kisaran suhu 15° - 25° C.
-
1. Pendangiran dan penyiangan sebulan sekali
-
2. Tanaman liar dicabut sampai ke akar
-
1. Untuk pohon dilakukan dua bulan sekali
-
2. Untuk perdu/semak/rumput/penutup tanah dilakukan sebulan sekali
-
3. Pemangkasan juga dapat dilakukan setelah musim berbunga dan di akhir musim hujan
-
4. Untuk pemangkasan batang pohon/perdu/semak dilakukan miring 45°
-
1. Pemupukan dilakukan setiap tiga bulan sekali
-
2. Pemupukan dengan pupuk anorganik dilakukan dengan mencampur pupuk dan air lalu disiram atau disemprotkan pada tanaman
-
3. Pemupukan dengan pupuk organik dilakukan dengan ditaburkan di sekitar tanaman yang telah diangir
-
1. Kontrol dilakukan tiga bulan sekali
-
2. Pemberantasan hama dengan insektisida dilakukan seminggu sekali sampai bebas hama
-
3. Pemberantasan penyakit dengan fungsida dilakukan seminggu sekali, bila penyakitnya berat maka tanaman dapat dibongkar
-
1. Penyulaman pasca tanam dilakukan satu bulan sekali
-
2. Penyulaman rutin dilakukan tergantung kondisi tanaman
-
3. Penyulaman dilakukan dengan mencabut tanaman lalu membuat lubang (pohon; 1m x 1m x 1m semak; 60cm x 40cm), isi lubang dengan komposisi tanah subur dan pupuk kandang perbandingan 3:2, lalu masukkan tanaman pengganti, dipadatkan dan disiram
Sumber: DPU (2012)
-
1. Evaluasi fungsi penghijauan sebagai peneduh, penghalang silau, dan pemberi identitas masing-masing mendapat skor rata-rata 75,6% (Baik), 25,9% (Buruk) dan 35,7% (Buruk). Evaluasi fungsi estetika menunjukkan lanskap pada median jalan di Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra memiliki tingkat keindahan sedang dengan 30 (62,5%) foto lanskap dengan tingkat keindahan sedang dan nilai SBE rata-rata adalah 10.
-
2. Perumusan rekomendasi mengerucut pada penataan dan pemeliharaan tanaman. Penataan mencakup penambahan jumlah dan jenis tanaman sesuai dengan kriteria masing-masing fungsi. Pemeliharaan yang direkomendasikan yaitu pemeliharaan pasca tanam dan pemeliharaa rutin seperti penyiraman,
pendangiran, penyiangan, pemangkasan, dan pemupukan yang dilakukan untuk menjaga kondisi tanaman.
Penelitian ini menghasilkan rekomendasi yang dapat diterapkan agar fungsi lanskap jalan yang dinilai bisa mencapai nilai ideal. Kepada pemerintah dalam hal ini BPJN VIII sebagai pengelola Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra dapat menjadikan rekomendasi dari penelitian ini sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pembuatan program pengelolaan kedepannya. Penelitian ini tidak dapat menilai semua fungsi dan aspek lanskap jalan. Penelitian lebih lanjut dapat mengambil ruas jalan, bagian jalan, atau fungsi dan aspek lanskap jalan yang belum diteliti serta dapat menggunakan penelitian ini sebagai rujukan.
-
5. Daftar Pustaka
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). (2018). Data Iklim Pos Desa Celuk, Pos Gianyar, Pos Banjarangkan, dan Stasiun Geofisika Sanglah, Denpasar. Badung: BMKG Wilayah III Denpasar.
BPS (Badan Pusat Statistik). (2018). Kabupaten Gianyar Dalam Angka 2018. Gianyar: Badan Pusat Statistik
BPS (Badan Pusat Statistik). (2018). Kabupaten Klungkung Dalam Angka 2018. Klungkung: Badan Pusat Statistik CAB International. (2019). Invansive Species Compendium. Available online at: www.cabi.org (Accessed
Desember 2019).
Daniel, T. C. and R. S. Boster. 1976. Measuring Landscape Aesthetics: the Scenic Beauty Estimation Method. USDA Forest Service.
Dewi, K. (2011). Evaluasi Tanaman Tepi Jalan di Kampus IPB Dermaga Bogor. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Dirjen Bina Marga (Direktorat Jenderal Bina Marga). (1997). Buku Nomor: 038/TBM/1997 tentang Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. Jakarta.
DPU (Departemen Pekerjaan Umum). (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta.
DPU (Departemen Pekerjaan Umum). (2012). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2012
tentang Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan. Jakarta.
Ernawati, S. I. (2003). Evaluasi Aspek Fungsi, Estetika dan Agronomis Tanaman Tepi Jalan (Studi Kasus: Jalan Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat). Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Google Maps. (2020). Bali Maps. Available online at: www.google.com/maps (Accessed Juli 2020).
Gunawan, A.. (2016). Estetika Ekologi, Teori dan Konsep untuk Desain Lanskap dan Lingkungan. IPB Press.
Hendriawati F. N. (2011). Identifikasi Eco-Aesthetic Lanskap Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Lestari, G. dan A. Gunawan. (2010). Pengaruh Bentuk Kanopi Pohon Terhadap Kualitas Estetika Lanskap Jalan. Jurnal Lanskap Indonesia, 2(1): 32-33. doi: 10.29244/jli.2010.2.1
Lestari G. dan I. P. Kencana. (2015). Tanaman Hias Lanskap. Penebar Swadaya.
National Parks Singapore. (2018). Plants. Available online at: www.nparks.gov.sg/florafaunaweb (Accessed Mei 2018).
Pemerintah Kota Denpasar. (2005). Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Diplaspas. Tersedia daring di: www.denpasarkota.go.id (Diakses Mei 2017)
Ruswan, M. (2006). Analisis Pengaruh Elemen Lanskap Terhadap Kualitas Estetika Lanskap Kota Depok. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Sardiana I K., W. P Windia, I G. N. Sudiana. I K. K. Dinata, L. G. Astariyani, A. A. I. Asmiwiyati, I W. Sudarka, I K. Sundra. (2009). Tanaman Upakara: Tanaman Sarana Ritual bagi Umat Hindu di Bali. Teknik Bercocok Tanam dan Penataannya pada Pertamanan Bali. Bali Shanti.
Simonds J. O. (1983). Landscape Architecture. Mc Graw-Hill Book Co.
JAL | 100
Discussion and feedback