JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 8, NO. 2, OKTOBER 2022

Desain Taman Bermain Anak Berbasis Daya Kembang Kognitif Anak di Taman Kota Sewaka Dharma

Sari Yoga Swastiani1, Naniek Kohdrata1*, I Nyoman Gede Astawa2

  • 1.    Program Studi Arsitektur Lanskap, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Indonesia

  • 2.    Program Studi Agroekoteknologi, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Indonesia

Abstract

Children Playground Design Based on Child Cognitive Development at Sewaka Dharma City Park. Denpasar City was awarded the Child-Friendly City award from 2011 to 2019. This achievement needs to be maximized by providing a children playground based on cognitive development, in order to facilitate children's development in the way of thinking and problem-solving. The purpose of this study is to map the existing condition and to create a children playground design based on cognitive development in Sewaka Dharma City Park. These research methods using inventory, analysis, synthesis, concept-making, planning, and design process. The site is divided into four playing spaces based on group age, that are 0-3 years, 3-6 years, 6-8 years, and 8-17 years age groups, each of which aimed to maximize cognitive development. Playground for group age of 0- 3 years is facilitated with sensory games, 3-6 years age with creative games, physical games for the 6-8 years age, and social games for the 8-17 years age. The site is designed with playing facilities that can contribute to users life quality based on their cognitive activity. The results of this research can be taken into consideration for further children playground development, so it will produce recreational facilities that can also improve the quality of human resources in the future.

Keywords: Taman Kota Sewaka Dharma, kota layak anak, cognitive, children playground

  • 1.    Pendahuluan

Kota Denpasar telah meraih penganugrahan Kota Layak Anak (KLA) selama sembilan kali berturut-turut mulai dari tahun 2011 hingga tahun 2019. Menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Permen PPPA) No. 12 Tahun 2011, KLA adalah kabupaten atau kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak, dan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Terdapat indikator-indikator tertentu dalam mewujudkan KLA. Permen PPPA No. 12 Tahun 2011 Pasal 11e menjelaskan bahwa pada klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya, salah satu indikator KLA adalah tersedia fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif yang ramah anak, di luar sekolah, yang dapat diakses semua anak. Maka dalam mewujudkan KLA di Kota Denpasar perlu dimaksimalkan dengan pengadaan taman bermain anak yang sesuai dengan kriteria yang dianjurkan dan terbuka untuk publik secara gratis.

Terdapat beberapa alasan yang mendukung perlunya pengadaan taman bermain anak dalam upaya mewujudkan KLA di Kota Denpasar. Salah satunya dikarenakan anak adalah subjek pembangunan di masa yang akan datang, serta data Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Denpasar 2001-2015 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa penduduk usia anak di Kota Denpasar kurang lebih berjumlah sekitar 30% dari jumlah total penduduk Kota Denpasar. Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan atau menjangkau fasilitas bermain yang aman untuk anak berakibat anak merambah lokasi bermain yang tidak aman, hal ini juga menjadi alasan pentingnya keberadaan taman bermain anak. Selain itu pertumbuhan penduduk Kota Denpasar menurut data dari BPS yang dalam kurun waktu 15 tahun meningkat sebanyak 65% berpotensi mendesak luas Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK), sementara dalam membangun taman bermain anak akan membutuhkan lahan.

Penelitian membahas desain taman bermain anak sebagai wujud pengembangan KLA, berfokus pada pengoptimalan perkembangan kognitif anak. Piaget dan Inhelder (1969) mengemukakan bahwa kegiatan

bermain merupakan latihan untuk mengonsolidasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan kognitif yang baru dikuasai sehingga dapat berfungsi secara efektif, yang mana kegiatan bermain dapat difasilitasi oleh sebuah taman bermain anak. Kognitif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu berhubungan dengan atau melibatkan kognisi, sementara pengertian kognisi sendiri menurut KBBI adalah kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan, termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya, atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Maka dapat dikatakan faktor kognitif merupakan bekal bagi anak dalam memperoleh pendidikan hingga masa mendatang. Lokasi Taman Kota Sewaka Dharma yang berada di pusat Kota Denpasar dan dekat dengan pemukiman warga menjadi pertimbangan peneliti untuk menggunakannya sebagai lokasi penelitian.

  • 2.    Metode

Penelitian dilakukan pada taman bermain anak di Taman Kota Sewaka Dharma, Kelurahan Dauh Puri Kaja, Denpasar, Bali. Luas tapak yang dijadikan sebagai area penelitian berdasarkan hasil observasi peneliti yaitu sebesar 1252,5 m², menyesuaikan dengan luas area yang memiliki peruntukan sebagai taman bermain anak. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

c. Taman Kota Sewaka Dharma

Gambar 1. Lokasi Taman Kota Sewaka Dharma

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, melalui tahap inventarisasi, analisis, sintesis, pembuatan konsep, perencanaan, hingga desain. Inventarisasi dilakukan melalui teknik pengumpulan data wawancara, observasi, kuesioner, dan studi pustaka, dengan jenis data primer dan sekunder. Wawancara dengan Kepala Bidang Pertamanan dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman Dan Pertanahan Kota Denpasar dilakukan dalam rangka pengambilan data administratif, sementara wawancara dengan pendamping anak pada tapak dilakukan ketika diperlukan untuk melengkapi data sosial. Kuesioner ditujukan kepada pendamping anak yang bermain di dalam tapak dengan pertanyaan terkait usia anak yang bermain. Sampel yang digunakan yaitu 30 anak yang bermain di dalam tapak. Pengadaan kuesioner dimaksudkan untuk mengetahui kelompok usia yang memanfaatkan taman bemain anak, sehingga pengadaan fasilitas bermain sesuai dan tepat sasaran.

Data penelitian terdiri dari data administratif, biofisik, dan sosial. Data administratif terdiri dari lokasi, luas, peruntukan, dan pengelolaan. Data biofisik terdiri dari iklim, sumber dan aliran air, tanah, tanaman, dan fasilitas. Data sosial terdiri dari karakter pengguna, perilaku pengguna, dan hubungan antara aktivitas pengguna tapak terhadap penggunaan fasilitas di sekitarnya. Analisis seluruh data mengacu pada kriteria dan indikator desain taman bermain anak oleh Baskara (2011). Untuk data biofisik menggunakan teori mengenai

komponen desain arsitektur lanskap oleh Hakim (2012) sebagai bahan acuan tambahan. Sementara untuk analisis data sosial menggunakan teori perkembangan kognitif oleh Piaget dan Inhelder (1969), serta Khadijah (2016) sebagai bahan acuan tambahan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Inventarisasi dan Analisis

Hal-hal terkait peruntukan, pengelolaan, iklim, sumber dan aliran air, serta hubungan antara aktivitas pengguna tapak terhadap penggunaan fasilitas di sekitarnya tidak menjadi kendala di tapak penelitian. Kendala yang dijumpai di tapak mencakup keamanan dan aksesibilitas tapak, jenis tanah, tanaman, serta fasilitas yang telah ada pada tapak. Tapak belum dibatasi secara fisik menyebabkan kurangnya penilaian tapak dari segi kriteria keamanan, sementara aksesibilitas dari lokasi parkir menuju tapak belum ramah bagi pengguna dengan keterbatasan fisik. Taman Kota Sewaka Dharma memiliki jenis tanah mediteran, yang mana Dariah et al. (2004) menyatakan bahwa nilai erodibilitas atau kepekaan tanah terhadap erosi pada jenis tanah tersebut relatif tinggi. Namun kondisi tanah yang landai dan ditanami tanaman mengurangi peluang tanah mengalami erosi berat, didukung dengan keberadaan retaining wall pada bagian timur dan selatan tapak. Sementara kendala terkait tanaman yang telah ada pada tapak yaitu perakaran pada beberapa pohon yang muncul ke permukaan tanah beresiko membuat anak tersandung. Pertumbuhan rumput yang tidak merata, serta fungsi dan nilai estetis dari perdu dan semak yang telah ada sebelumnya dinilai dari tata letaknya belum maksimal dikarenakan pola peletakan perdu dan semak kurang jelas. Kendala-kendala terkait dengan fasilitas yang telah ada pada tapak, seperti terbatasnya alat bermain pada jenis permainan fisik dan bidang pengembangan kognitif jenis kinestetik, serta belum memenuhi kriteria keselamatan dan kenyamanan. Selain itu tata letak fasilitas yang ada belum memenuhinya kriteria kenyamanan, kemudahan aksesibilitas, dan keindahan menyebabkan perlunya perencanaan kembali pada tapak. Hal tersebut dikarenakan dimensi jalur sirkulasi yang ada, dengan lebar satu meter, tidak ramah bagi pengguna dengan keterbatasan fisik, dan sulit bagi pengguna untuk berjalan berdampingan maupun berpapasan.

Terdapat korelasi antara kebiasaan bermain anak dengan karakter perkembangan kognitifnya. Peneliti membagi anak yang bermain pada tapak berdasarkan kebiasaan bermain pada setiap fase perkembangan oleh Alamo (2002) dalam Baskara (2011), dengan maksud agar dampak dari usaha pemaksimalan perkembangan kognitif anak didapatkan seiring dengan kebiasaan bermainnya tanpa harus bergantung pada usaha orangtua. Hasil kuesioner menyatakan 56% anak yang bermain pada tapak berusia tiga sampai lima tahun, 17% anak berusia enam sampai delapan tahun, 27% anak usia sembilan sampai 17 tahun dan 0% untuk anak berusia nol sampai dua tahun.

  • 3.2    Sintesis

Peneliti menindaklanjuti potensi yang ditemukan dari hasil inventasisasi dan analisis data penelitian dengan perencanaan ruang, sirkulasi, tata hijau, dan fasilitas pada tapak, hingga membentuk desain taman bermain anak. Kendala keamanan tapak diatasi dengan pengadaan pagar fisik untuk membatasi lokasi akses menuju tapak, sementara untuk kendala aksesibilitas dari lokasi parkir menuju tapak memerlukan perbaikan jalur sirkulasi di Taman Kota Sewaka Dharma. Menanggapi jenis tanah pada tapak yang memiliki kepekaan terhadap erosi yang relatif tinggi, sehingga hal tersebut didukung dengan penggunaan tutupan perkerasan dan tanaman. Peneliti mencoba mengatasi kendala perakaran pada beberapa pohon yang muncul ke permukaan tanah dengan penambahan tanah, serta pengadaan jalur sirkulasi pada area lain untuk memfasilitasi anak berlari. Pertumbuhan rumput yang tidak merata diatasi dengan pengurangan pohon di beberapa area. Sementara fungsi dan nilai estetis dari perdu dan semak dimaksimalkan dengan memanfaatkannya sebagai pembatas. Terbatasnya alat bermain pada jenis permainan fisik dan bidang pengembangan kognitif jenis kinestetik diatasi dengan perencanaan fasilitas bermain untuk seluruh kelompok usia anak. Khadijah (2016) menjelaskan bahwa di usia nol sampai dua tahun anak mengalami perkembangan yang cukup signifikan, sejak lahir hingga mulai dapat berjalan, berbicara dan berbahasa, mengingat, dan mengelompokkan, sementara fakta bahwa jumlah penduduk kelompok usia nol sampai empat tahun menurut BPS menempati jumlah tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia anak lainnya menjadikan perlunya fasilitas untuk kelompok usia nol sampai dua tahun tetap diadakan walaupun hasil kuesioner pada kelompok usia tersebut adalah 0%.

Penggunaan material alas bermain rumput dilakukan untuk meminimalisir potensi terjadinya kecelakaan pada anak, sehingga memenuhi kriteria keselamatan. Peneliti perlu mempertimbangkan pengguna dengan keterbatasan fisik pada perencanaan fasilitas bermain untuk memenuhi kriteria kenyamanan. Perencanaan ruang dan jalur sirkulasi dengan dimensi yang ideal dilaksanakan untuk mewujudkan tata letak fasilitas yang memenuhi kriteria kenyamanan, kemudahan aksesibilitas dan keindahan.

  • 3.3    Konsep

Konsep yang menjadi dasar dalam memproduksi desain pada tapak adalah dengan menciptakan taman bermain anak publik berbasis daya kembang kognitif yang sesuai dengan karakteristik tahap perkembangan setiap kelompok usia. Konsep dikembangkan menjadi empat jenis konsep, yaitu konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep fasilitas bermain dan konsep tata hijau. Secara umum, tapak terbagi menjadi ruang pasif dan ruang aktif. Ruang pasif yang hanya dapat dinikmati secara visual difungsikan sebagai dinding antara tapak dengan area di luarnya, sehingga membatasi pergerakan dari luar maupun dalam tapak dan tetap mempertimbangkan keindahannya. Selain daripada ruang pasif merupakan ruang aktif yang menjadi area bagi pengguna beraktivitas. Tidak hanya sebagai penghubung antar ruang, konsep sirkulasi memanfaatkan jalur untuk memaksimalkan perkembangan kognitif pada anak. Jalur sirkulasi perlu didesain agar dapat memfasilitasi anak untuk berjalan, berlari, melompat, belok ke kanan, belok ke kiri, serta berjalan mengelilingi suatu objek, guna merangsang perkembangannya. Konsep tata hijau pada tapak yaitu menggunakan tanaman untuk membantu memaksimalkan perkembangan kognitif pada anak. Sementara pemilihan fasilitas bermain pada masing-masing ruang mengacu pada teori mengenai bidang pengembangan kognitif oleh Khadijah (2016), dan kebiasaan bermain pada setiap fase perkembangan oleh Alamo (2002) dalam Baskara (2011).

  • 3.4    Perencanaan

Pengerjaan design plan dimulai dari perencanaan ruang pada tapak. Pengulangan pola gelombang menjadi dasar yang membentuk bidang ruang pada tapak, yang mana menurut Hakim (2012) pola ini memberikan efek dinamis, riang, lembut, dan gembira. Pembentukan pola membentuk ruang pasif dan ruang aktif yang terdiri dari ruang bermain usia nol sampai tiga tahun, ruang bermain usia tiga sampai enam tahun, ruang bermain usia enam sampai delapan tahun, ruang bermain usia delapan sampai 17 tahun, ruang duduk, serta ruang sentral yang terdiri dari ruang bercocok tanam dan water feature.

Mengacu pada teori komponen arsitektur lanskap oleh Hakim (2012), jalur sirkulasi direncanakan melewati sisi dari ruang bermain agar aktivitas berjalan tidak mengganggu aktivitas bermain di dalam ruang, sehingga pola jalurnya sangat dipengaruhi oleh bentuk ruang-ruang yang dilewatinya. Berdasarkan pada Permen PU No. 03/PRT/M/2014, jalur selebar 1,5 meter merupakan lebar minimal jalur sirkulasi bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus, sementara lebar minimal bagi pejalan kaki dalam keadaan berjalan dan membawa barang adalah 0,75 meter. Maka jalur sirkulasi pada tapak direncanakan memiliki lebar minimal 1,5 meter, memfasilitasi dua pejalan kaki yang berpapasan dan pejalan kaki berkebutuhan khusus.

Habitus tanaman yang digunakan pada tapak yaitu habitus pohon, perdu, semak, dan ground cover. Usaha memaksimalkan perkembangan kognitif memanfaatkan ragam karakter tanaman, mulai dari ragam bentuk, tekstur, dan warna dari tajuk, batang, daun, bunga, dan buah. Secara umum, tanaman yang direncanakan memiliki fungsi sebagai kontrol visual, pembatas fisik, pengendali iklim, pencegah erosi, habitat bagi satwa, serta menambah nilai estetis taman. Pemanfaatan beberapa pohon yang telah ada sebelumnya dan penambahan pohon pada beberapa titik digunakan untuk meneduhi pengguna yang bermain dan dalam rangka usaha mempertahankan kategori indeks kenyamanan tapak yang telah berada dalam kondisi nyaman.

Fasilitas bermain direncanakan dengan menindaklanjuti konsep pengembangan fasilitas bermain pada tahap sebelumnya, daftar fasilitas bermain pada masing-masing ruang yang direncanakan beserta manfaat kognitifnya dapat dilihat pada Tabel 1. Sementara untuk gambaran mengenai tahap perencanaan pada tapak, yang terdiri dari perencanaan ruang, perencanaan sirkulasi, perencanaan fasilitas bermain, dan perencanaan tata hijau, dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1. Daftar Fasilitas Bermain

0-

c. Perencanaan fasilitas bermaPengembangan kinestetik: bermain engklek dengan geraka

dengan satu kaki.

Pengembangan geometri: mengenal penggabungan bentuk dan warna.

6-8     Permainan Seluncuran

Pengembangan kinestetik: kegiatan bermain dengan gerakan memanjat Polypropylene

tahun fisik

Ayunan

Jungkat-jungkit

8-17 Permainan Mounding

dan meluncur.

Pengembangan kinestetik: kegiatan bermain dengan gerakan Polypropylene, mengayunkan badan.                                            besi

Pengembangan kinestetik: kegiatan bermain dengan menggerakan Polypropylene, badan ke atas dan ke bawah.                                         besi

Pengembangan sains permulaan: menyadari konsep keseimbangan berat.

Sebagai fasilitas bagi pengguna bersosialisasi.                           Tanah, rumput

tahun sosial

Seluncuran

Sentral              Rak tanaman

Pengembangan kinestetik: kegiatan berjalan dengan mendaki ke atas.

Pengembangan kinestetik: kegiatan bermain dengan gerakan memanjat Polypropylene dan meluncur.

Pengembangan sains permulaan: mengamati perubahan, melakukan Kayu

Water feature

Jalur                   Jalur dan pola

percobaan sederhana dengan makhluk hidup.

Pengembangan taktil: mengenal tekstur air, melakukan eksperimen Rubber (alas) dengan air.

Pengembangan kinestetik: melatih kemampuan berjalan (lurus, belok Andesit, cat

sirkulasi                berwarna          kiri, belok kanan, serong, memutar).

Umum             Tempat duduk                                                               Besi

Tempat sampah                                                                  Polypropylene

organik-non organik

Keran air

Papan informasi                                                                       Alumunium,

spanduk

Pagar                                                                                Besi

Lampu

Gambar 2. Perencanaan

3.5 Desain

Gambar 3. Design Plan

Desain pada tapak mencoba memberikan kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, bereksperimen, aktif bergerak, dan mengembangkan imajinasinya. Selain anak, pendamping juga menjadi subjek yang dipertimbangkan dalam desain. Dengan pertimbangan bahwa pendamping perlu membagi waktu antara anak dengan pekerjaan, mengimbangi energi dan pergerakan anak, serta menjaga agar anak aman dan selamat saat bermain, sehingga kriteria keamanan dan keselamatan dalam tapak sangat diperhatikan untuk memudahkan pendampingan. Gambaran tampak atas dari hasil desain dapat dilihat pada Gambar 3.

Tapak dapat diakses melalui satu pintu, begitu memasukinya ruang pertama yang dapat diakses adalah ruang duduk. Desain tempat duduk menghindari sudut-sudut yang berpotensi membahayakan anak, desainnya yang berongga dan menggunakan material besi bertujuan agar tempat duduk tidak mudah kotor dan mudah untuk dibersihkan. Selain dapat dimanfaatkan pendamping anak untuk menunggu dan beristirahat, planter berfungsi untuk memanipulasi jalur sirkulasi agar memiliki beragam arah. Ragam arah jalur sirkulasi inilah yang memfasilitasi anak untuk belajar melangkah lurus, belok ke kanan, belok ke kiri, melingkar, berkelok, dan menentukan salah satu dari cabang jalan yang ia temui. Ilustrasi dan lokasi ruang duduk dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Ilustrasi dan Lokasi Ruang Duduk

Ruang bermain usia nol sampai tiga tahun ditandai dengan material rumput sebagai alasnya. Planter di sebelah utara, barat, dan timur ditanami Gardenia jasminoides yang merupakan bunga maskot Kota

Denpasar, sehingga memberikan pengalaman indra penciuman dengan keharumannya dan indra penglihatan dengan keindahan bunganya yang berwarna putih. Pohon Cerbera manghas yang sebelumnya telah berada di sana dipertahankan sebagai peneduh ruang. Kolam pasir yang menjadi atraksi utama dari ruang ini dan rumput yang ada di sekitarnya masing-masing memiliki tekstur yang khas, anak perlu menyatu dengan lingkungan dan merasakan tekstur alas dengan indra perabanya. Pasir sendiri dapat menjadi media bagi anak untuk memanipulasi sesuatu dengan tangannya dan melakukan percobaan dengan lingkungannya. Di tengah kolam pasir terdapat kubah sebagai peneduh, serta memberikan penglihatan bentuk dan warna bagi anak. Sementara di pinggiran kolam pasir bagian utara terdapat alat musik belira dengan desain yang telah dimodifikasi, menyesuaikan dengan kondisi tapak. Adanya belira pada ruang ini melengkapi pengalaman indra anak, yaitu dengan indra pendengaran. Di pojokan sebelah selatan ruang terdapat keran air yang dimaksudkan agar anak tidak ragu untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dan dapat mencuci tangan setelah bermain. Ilustrasi dan lokasi ruang bermain usia nol sampai tiga tahun dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Ilustrasi dan Lokasi Ruang Bermain Usia 0-3


Kemudian di sebelah barat ruang bermain usia nol sampai tiga tahun terdapat ruang bermain usia delapan sampai 17 tahun. Anak pada kelompok usia ini mulai tidak tertarik dengan alat bermain melainkan bermain secara berkelompok dengan aturan permainan tertentu, hal ini lebih efektif untuk memberikan elemen abstrak, sugesti dimana anak-anak akan mampu beradaptasi dengan teman sebayanya melalui cara mereka sendiri (Alamo, 2002 dalam Baskara, 2011). Peneliti memberikan sentuhan pengalaman dengan menghadirkan seluncuran menggunakan material polypropylene, pengguna dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk naik ke area yang paling tinggi, ataupun turun kembali dengan cara meluncur. Beragam aktivitas dapat dilakukan pada ruang ini, mulai dari duduk-duduk dan menikmati suasana tapak, bercengkrama, berkumpul dan memainkan permainan dengan aturan tertentu, serta merangsang anak untuk berjalan mendaki suatu

objek. Ilustrasi dan lokasi ruang bermain usia delapan sampai 17 tahun dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi dan Lokasi Ruang Bermain Usia 8-17 Tahun

Setelah melalui ruang duduk, pengguna akan menemui ruang sentral yang terdiri dari water feature dan ruang bercocok tanam. Water feature tidak menyala setiap waktu, melainkan dalam waktu-waktu tertentu. Ketika sedang menyala, water feature memberikan kesegaran di tengah tapak. Anak dapat melakukan kontak langsung dengan air dan bermain di tengah-tengahnya. Fasilitas ini memberi kesempatan anak untuk merasakan tekstur, memanipulasi bentuk, dan memahani konsep air. Ketika water feature tidak menyala dapat menjadi ruang tambahan bagi anak untuk bermain, dan dapat dimanfaatkan apabila pengelola mengadakan program bermain atau program hiburan bagi anak di dalam tapak.

Di sebelah timur water feature, terdapat area rumput dengan kumpulan pot tanaman di atas rak kayu. Selain untuk memperindah tapak, diharapkan dapat dimanfaatkan anak untuk bercocok tanam dan memajang masing-masing tanamannya di atas rak kayu. Kegiatan ini memberikan pengalaman kepada anak untuk memanipulasi alam di sekitarnya, mengamati perubahan bentuk makhluk hidup dari waktu ke waktu, serta merasakan tektur tanah dan tanaman yang tidak bisa anak dapatkan di dalam ruangan. Ketika kegiatan bercocok tanam belum berjalan, maka area ini dapat dimanfaatkan sebagai ruang pasif atau area bermain tambahan. Ilustrasi dan lokasi ruang sentral dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Ilustrasi dan Lokasi Ruang Sentral

Ruang bermain anak usia tiga sampai enam tahun memiliki empat titik permainan. Titik pertama yaitu substitusi bentuk kotak dan segitiga yang membentuk rumah kayu. Rumah kayu ini dapat dijadikan sebagai objek imajinasi anak, membantu anak memahami penggabungan bentuk, dan sebagai tempat berteduh. Titik ke dua yaitu substitusi bentuk tabung dan kubah yang membentuk kolam, bentuk balok sebagai jembatan, serta kerikil sebagai pengisi kolam. Titik ini memfasilitasi anak untuk memahami konsep penggabungan bentuk, memberikan pengetahuan warna dan pengalaman memanipulasi, serta melatih motoriknya dengan kegiatan berpijak dan berjalan seimbang. Titik ke tiga yaitu permainan engklek yang terdiri dari paduan bentuk persegi, setengah lingkaran, dan dilengkapi dengan paduan warna dan angka. Permainan yang sederhana namun dapat membantu memaksimalkan perkembangan kognitif anak dengan pengetahuan bentuk, warna, dan angka yang diberikan, serta pengalaman melompat yang dapat melatih motoriknya. Fasilitas untuk permainan engklek diwujudkan dengan alas beton yang rata dan cat membentuk pola yang dibutuhkan. Yang ke empat yaitu di sebelah permainan engklek terdapat rangkaian loop yang dapat dijadikan wahana untuk merangkak, memberikan pengetahuan bentuk dan warna. Fasilitas ini diwujudkan dengan material beton yang dicat berwarna-warni. Ilustrasi dan lokasi ruang bermain usia tiga sampai enam tahun dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Ilustrasi dan Lokasi Ruang Bermain Usia 3-6 Tahun

Jenis

Nama Botani

Nama Lokal

Keterangan

Pohon

Polyathea longifolia

Glodokan tiang

Existing

Tamarindus indica

Asem

Existing

Artocarpus heterophyllus

Nangka

Existing

Erythrina cristagali

Dadap merah

Existing

Alstonia scholaris

Pulai

Existing

Manilkara kauki

Sawo kecik

Existing

Lagerstroemia

Bungur

Existing

Swietenia mahagoni

Mahoni

Existing

Handroanthus chrysotrichus

Tabebuya

Existing

Tectona grandis

Jati mas

Perdu

Gardenia jasminoides

Kacapiring

Acalypha siamensis

Teh-tehan

Pandanus amaryllifolius

Pandan wangi

Semak

Ixora coccinea

Soka

Euodia Ridleyi

Brokoli kuning

Ruellia tuberosa L.

Pletekan

Ground cover

Pennisetum purperium schamach.

Rumput gajah

Arachis pintoi

Kacang-kacangan

Ruang bermain usia enam sampai delapan tahun terbentuk oleh rumput sebagai material alas dan berbatasan dengan jalur sirkulasi. Kelompok usia ini senang menguji ketangkasan motoriknya, dan latihan gerakan motorik merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan kognitif, yaitu pengembangan dengan bidang kinestetik. Ruang ini dapat memanfaatkan alat bermain yang telah ada sebelumnya pada tapak, seperti seluncuran, jungkat-jungkit, dan ayunan. Ilustrasi dan lokasi ruang bermain usia enam sampai delapan tahun dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Ilustrasi dan Lokasi Ruang Bermain Usia 6-8 Tahun

Berikut ini merupakan daftar tanaman yang digunakan dalam desain tapak, dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Daftar Tanaman

Lanjutan Tabel 2. Daftar Tanaman

Jenis

Nama Botani                  Nama Lokal        Keterangan

Pohon

Muntingia calabura                   Kersen

Filicium decipiens                  Kerai payung

Syzygium oleina                Pucuk merah

Pterocarpus indicus                 Angsana            Existing

Cerbera maghas                    Bintaro             Existing

  • 4.    Simpulan

Taman bermain anak berbasis daya kembang kognitif didesain berdasarkan karakter perkembangan kognitif dari empat kelompok usia. Kelompok usia nol sampai tiga tahun dengan jenis permainan indra, tiga sampai enam tahun dengan jenis permainan kreatif, enam sampai delapan tahun dengan jenis permainan fisik, dan delapan sampai 17 tahun dengan jenis permainan sosial, kelompok usia dibagi berdasarkan kebiasaan bermain pada setiap fase perkembangan. Dasar pembagian usia ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan usaha mengembangkan kognitif anak dengan kegiatan bermain. Alat bermain didesain sedemikian rupa agar berfungsi untuk memfasilitasi bidang pengembangan taktil, geometri, auditory, kinestetik, aritmatika, dan sains permulaan sebagai usaha memaksimalkan perkembangan kognitif anak, bidang pengembangan yang difasilitasi menyesuaikan dengan kebutuhan dari karakter masing-masing kelompok usia. Bukan hanya area terbatas yang dilengkapi dengan alat bermain, desain tapak dapat membantu memaksimalkan kualitas penggunanya berhubungan dengan aktivitas kognitif. Kualitas anak perlu ditingkatkan agar tidak menjadi beban pembangunan di waktu yang akan datang. Pengembangan taman bermain anak berbasis daya kembang kognitif anak dapat menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di waktu yang akan datang.

  • 5.    Daftar Pustaka

Baskara, M. (2011). Prinsip Pengendalian Perancangan Taman Bermain Anak di Ruang Publik. Jurnal Lanskap Indonesia, 3(1):27-34.

BPS (Badan Pusat Statistik). (2016). Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Denpasar 2001-2015. Badan Pusat Statistik Kota Denpasar. Denpasar.

Dariah, A. et al. (2004). Kepekaan Tanah terhadap Erosi. Dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Puslitbangtanak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat).

Hakim, R. (2012). Komponen Perancangan Arsitektur Lanskap. Bumi Aksara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved Mei 3, 2019, from http://kbbi.web.id/kognitif.

Kemenpppa (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). (2011). Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 1 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak. Menteri Pemberdayaan Perempun dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenpupr (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). (2014). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta.

Khadijah. (2016). Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini. Perdana Publishing.

Piaget, J., & Inhelder, B. (1969). The Psychology of the Child. Basic Books.

30 | jurnal arsitektur lansekap

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap