PEMBATASAN HAK MEMILIH PEKERJAAN BAGI PEKERJA YANG TELAH DIPUTUS KONTRAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG
on
PEMBATASAN HAK MEMILIH PEKERJAAN BAGI PEKERJA YANG TELAH DIPUTUS KONTRAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN RAHASIA DAGANG
Valentino Juan Sundah Simatupang, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: valen.sims17@gmail.com
I Ketut Westra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: ketutwestrafh@gmail.com
DOI: KW.2022.v12.i01.p6
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah guna menganalisa dan mendalami pula terkait adanya suatu teori hukum dalam pembatasan suatu hak asasi manusia yang berkaitan dengan pembatasan hak memilih pekerjaan atau penghidupan yang layak bagi seorang mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan.. Metode penelitian yang digunakan guna menyusunan penelitian berbentuk jurnal ilmiah ini ialah metode penelitian yuridis normative yang merupakan satu dari sekian model metode penelitian yang meletakan objeknya ialah norma hukum dari sebuah penelitian dengan jenis penelitiaannya yang bersifat deskriptif serta menggunakan pendekatan filosofis dan yuridis. Hasil penelitian menunjukkan hak memilih untuk memperoleh pekerjaan identik dengan HAM pada bidang ekonomi, sosial dan budaya, yaitu hak yang erat kaitannya dengan dunia kerja, hak untuk perkerjaan serta hak bekerja ialah bagian HAM. Perlindungan dan Penggenapan hak tersebut memberi makna mendasar untuk pencapaian standar penghidupan yang baik. Pembatasan hak memilih pekerjaan bagi mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan diterapkan berdasarkan hukum (By Law) yang dalam hal ini ialah pembatasan hak memilih pekerjaan dapat dibatasi oleh negara melalui UU RD itu sendiri yang dapat dilihat pada Pasal 4 huruf (b) yang pada intinya mengatur bahwasannya Pemilik Rahasia Dagang yakni perusahaan dapat membatasi pekerjanya untuk tidak dapat bekerja pada perusahaan kompetitor apabila berhenti bekerja demi kepentingan kerahasiaan dari rahasia dagang perusahaan itu sendiri melalui kontrak atau perjanjian kerja.
Kata Kunci: Pembatasan, Hak Asasi Manusia, Rahasia Dagang, Kontrak Kerja.
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze and delve into the existence of a legal theory regarding the restriction of a human right related to limiting the right to choose a job or a decent livelihood for a former employee, in order to protect a company's trade secrets. The research method used to compose this scientific journal research is the normative juridical research method, which is one of the research methods that focuses on legal norms as the object of study. It is descriptive research with a philosophical and juridical approach. The research results indicate that the right to choose a job is synonymous with human rights in the economic, social, and cultural fields. It encompasses the right to work and the right to a job, which are fundamental aspects of human rights. The protection and realization of these rights are essential for achieving a decent standard of living. The restriction of the right to choose a job for former employees in order to protect a company's trade secrets is implemented based on the law (By Law). In this case, the restriction can be imposed by the state through the relevant laws, such as the Trade Secrets Act, as seen in Article 4, letter (b), which essentially regulates that the trade secret owner, i.e., the company, can restrict its employees from working for a competitor if they resign in order to safeguard the confidentiality of the trade secrets through a contract or employment agreement.
Keywords: Limitation, Human Rights, Trade Secret, Employment Contract.
Dalam kehidupan ini pekerjaan menjadi salah satu keperluan yang wajib dimiliki oleh manusia guna memenuhi seluruh keperluan pokok hidupnya, baik itu bekerja secara sendiri ataupun bekerja pada orang lain. Secara normatif,“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”(untuk selanjutnya disebut dengan “UUD 1945”) telah menjaminkan kepada warga Negaranya hak guna memilih untuk mendapatkan atau memiliki pekerjaan seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.1 Hal serupa pula diatur pada UUD 1945 pada Bab XA mengenai HAM pada Pasal 28A-28J yang pada pokoknya mengatur bahwasannya setiap orang berhak untuk bekerja sesuai dengan kehendaknya dengan mendapatkan upah serta perlakuan yang adil dan layak pada hubungan kerja.2 Berkaca akan hal tersebutlah maka tidak jarang para pekerja berusaha mengembangkan dirinya dengan mendalami suatu fokus bidang keahlian dengan harapan dapat terus mendapatkan penghidupan pada suatu industri yang ditekuninya.
Namun dalam praktiknya sering kali ditemui adanya pembatasan hak yang dialami oleh para pekerja untuk mendapatkan atau memiliki pekerjaan yang diinginkan, hal ini terjadi apabila pekerja tersebut pernah terikat oleh suatu kontrak kerja yang melarang dirinya untuk tidak bekerja pada perusahaan yang berada pada industri yang sama atau lebih dikenal dengan sebutan Confidentiality Agreement.3 Kontrak ini digunakan dengan maksud agar para pekerja tertentu yang mengetahui dan atau memperoleh akses akan rahasia dagang perusahaan agar tidak menggunakan Rahasia Dagang tanpa izin selama bekerja ataupun selepas pekerja tersebut berhenti bekerja lagi.4 Berkaca pada ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (untuk selanjutnya disebut dengan “UU HAM”) lalu dikaitkan dengan Confidentiality Agreement yang umumnya dicantumkan pada kontrak kerja yaitu pada klausul non-kompetisi, maka akan nampak ketidakselarasan antara das sollen dan das sein. Ketidaksesuasian tersebut disebabkan pada peraturan perundang-undangan jelas mengatur bahwasannya setiap orang berhak dan bebas untuk menentukan pekerjaan yang diminatinya dan berhak juga atas ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang adil.5
Confidentiality Agreement yang terkandung dalam klausul non-kompetisi tersebut memang memiliki kekuatan mengikat selaras dengan sifat dari Perjanjian kerja itu sendiri yang bersifat memaksa (dwang contract), klausul non-kompetisi diformulasikan oleh pemilik perusahaan dengan pengaturan untuk tidak boleh berpindah kerja pada perusahaan kompetitor dalam jangka waktu yang ditentukan yang berdampak pada pekerja menjadi tidak dapat bekerja pada bidang industri yang mirip dengan bekas tempat (perusahaan) dirinya dahulu bekerja. Klausul ini telah umum digunakan perusahaan yang memiliki rahasia dagang dengan tujuan untuk melindungi rahasia dagang milik perusahaanya dan juga merupakan upaya preventif dalam mencegah perampasan karyawan oleh perusahaan pesaing.
Pembatasan yang diuraikan diatas sejatinya bukanlah suatu pelanggaran HAM, pembatasan (limitation) HAM yang dalam hal ini pembatasan hak memilih pekerjaan dapat dilakukan asalkan tetap berpegang pada beberapa prinsip, seperti misalnya didefinisasikan secara seksama dan bukan termasuk kerangka untuk tidak memperhitungkan hak tersebut terkait substansi penghormatannya dan tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang atau diskriminatif serta perlu ditetapkan dengan persyaratan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan terkait HAM.6 Ketentuan terkait syarat-syarat pembatasan dapat ditinjau dari berbagai peraturan perundang-undangan yakni, Pasal 29 ayat (3) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 12 ayat (3) Kovenan International tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP), Pasal 21 dan Pasal 22 ayat (2) KIHSP, serta pada Pasal 70 UU HAM.
Pembatasan hak yang dialami oleh para pekerja untuk mendapatkan atau memiliki pekerjaan yang diinginkan tersebut merupakan wujud dari upaya menjaga rahasia dagang perusahaan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (untuk selanjutnya disebut “UU RD”) telah meyakinkan atas adanya pemberian perlindungan hukum teruntuk informasi yang memiliki sifat rahasia dalam sebuah perusahaan yang merupakan wujud dari pencegahan terjadinya perbuatan melawan hukum ataupun praktik persaingan curang/tidak sehat, dengan begitu diharapkan akan memicu peningkatan dan optimisme dari pengusaha didalam memasuki zaman dari era globalisasi perdagangan.7
Di Indonesia pengaturan terkait Rahasia Dagang diatur berdasarkan UU RD. Pengaturan pada Pasal 1 angka (1) UU RD mendefinisikan arti dari rahasia dagang yang pada intinya memiliki makna yaitu “sebuah informasi rahasia di bidang teknologi dan atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum serta harus memiliki nilai ekonomi karena diperuntukan untuk kegiatan usaha serta dalam rangka menjaga kerahasiaannya perlu adanya upaya-upaya dari pemilih rahasia dagang”.8
Dikarenakan demi memberi lindungan akan kerahasiaanya, pemegang hak atas rahasia dagang tersebut sebelum merekrut pekerja sewajibnya merumuskan perjanjian dengan mencantumkan klausul yang mengikat pekerja untuk“tidak diperbolehkan membocorkan informasi yang telah diberikan oleh pemilik kepada”dirinya selama terikat pekerjaan maupun nanti apabila telah putus kontraknya diperusahaan. Unsur – unsur dari Rahasia Dagang antara lain ialah informasi yang dilarang diketahui oleh
kalayak umum, informasi termasuk dalam lingkup teknologi serta bisnis, memiliki nilai jual, dan wajib dilindungi kerahasiaanya oleh pemilik sendiri melalui mekanisme berupa upaya yang pasti.
UU RD, di Indonesia perlu menjamin serta memastikan akan adanya perlindungan hukum terkait seluruh informasi yang dinilai terdapat sifat kerahasian dari suatu perusahaan sehingga akan sulit diketahui pihak lain secara melawan hukum serta dapat menghindari akan adanya praktik persaingan bisnis yang curang dan tidak adil.
Beberapa karya tulis memiliki tema yang serupa dengan tulisan ini, namun memiliki perbedaan dalam uraian pembahasan dan fokus permasalahan yang dibahas. Sebagai contoh karya tulis yang dituliskan oleh “I Made Hari Prawangsa dan I Made Sarjana” pada awal tahun 2023 dengan mengusung judul “Perlindungan Hukum Rahasia Dagang Atas Informasi Bisnis Mantan Karyawan Dalam Perjanjian Kerja”. Karya tulis tersebut menjelaskan terkait bagaimana karyawan dianggap telah melanggar Rahasia Dagang terhadap ketentuan kewajiban yang terlah disepakati oleh kedua belah pihak dalam kontrak kerjanya. Kaitannya karya tulis ini ialah sama-sama mengulas terkait perlindungan Rahasia Dagang dari mantan pekerja akan tetapi dalam karya tulis ini lebih menekankan Pembatasan hak memilih pekerjaan bagi mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan diterapkan berdasarkan hukum (By Law) yang dalam hal ini ialah pembatasan hak memilih pekerjaan dapat dibatasi oleh negara melalui UU RD itu sendiri.
Mengacu pada permasalahan yang telah dipaparkan dalam uraian latar belakang diatas, terdapat beberapa rumusan masalah yang dapat dikaji antara lain:
-
1. Bagaimanakah pengaturan pembatasan hak memilih pekerjaan bagi mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan?
-
2. Bagaimanakah akibat hukum pembatasan hak memilih pekerjaan bagi mantan pekerja?
Tujuan dari dilakukannya penelitian serta ditulisnya jurnal ilmiah ini adalah guna menganalisa dan mendalami pula terkait adanya suatu teori hukum dalam pembatasan suatu hak asasi manusia yang berkaitan dengan pembatasan hak memilih pekerjaan atau penghidupan yang layak bagi seorang mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan.
Metode penilitian yang diterapkan guna menyusunan penelitian berbentuk jurnal ilmiah ini ialah metode penelitian yuridis normative yang merupakan satu dari sekian model metode penelitian yang meletakan objeknya ialah norma hukum dari sebuah penelitian.9 Terkait dengan teori, asas, dan hukum tentang pembatasan hak memilih pekerjaan bagi mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan. Dengan jenis penelitiaannya yang bersifat deskriptif serta menggunakan pendekatan filosofis dan yuridis. Selain daripada hal-hal tersebut yang menjadi data serta sumber terkait penulisan jurnal ilmiah ini ialah bersumber dari buku-buku (kepustakaan) dengan
menggunakan mekanisme pengumpulan data studi tertulis dengan mengola data-data tersebut secara deduktif, yakni berpatok pada prosisi general, yang merupakan sebuah fakta dan telah diketahui dan berhulu pada suatu kesimpulan premis minor (khusus). Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan UUD 1945, UU HAM dan UU RD, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (untuk selanjutnya disebut “UU Ketenagakerjaan”) sebagai sumber hukum utama atau primer dan juga tulisan-tulisan hukum baik berbentuk buku hukum dan ataupun jurnal yang berkaitan dengan pembatasan hak asasi manusia dan rahasia dagang sebagai bahan sekunder.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Pembatasan Hak Memilih Pekerjaan Bagi Mantan Pekerja Demi Perlindungan
-
Rahasia Dagang Perusahaan
Perkerja ialah salah satu faktor produksi utama dalam suatu perusahaan, serta merupakan salah satu asset penting perusahaan, hal ini disebabkan pekerjalah yang menjalankan segala kegiatan industri. Berdasarkan pada hal tersebutlah maka penjelasan umum UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa pada intinya “pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhinya hak-hak dan perlindungan yang setara dan mendasar bagi pekerja. Dalam hubungan pekerjaannya pekerja dengan pengusaha berlaku hukum yang bersifat otonom dan heteronom, dan istilah ini yang menglahirkan hukum perburuhan bersifat hukum privat dan publik”. Bersifat privat memiliki makna bahwasannya antara pekerja pada perusahaan dengan pengusaha memiliki kebebasan untuk merumuskan ikatan serta isi dari hubungan kerja diantara para pihak, serta bersifat publik memiliki makna bahwasannya sifat dari perikatan tersebut adalah mutlak serta memaksa yang harus ditaati oleh para pihak apabila diantra mereka terjalin hubungan pekerjaan.10 Peran pemerintah dapat dilihat pada mekanisme pola perikatan pekerja dengan pengusaha yang menjelma menjadi hubungan industrial yang dimana bukan hanya ada peran antara pekerja dan pengusaha melainkan posisi negara melalui pemerintah sebagai pihak yang netral. Dikarenakan Indonesia yang menganut “Negara Kesejahteraan“ (Welfare state) negara tidak memiliki pengecualian untuk enggan mencampuri segala lini dan aspek kehidupan warga negaranya, dikarenakan target paling utama adalah mewujudkan bagi segenap masyarakatnya kesejahteraan.
Negara melalui pemerintah mengakui Hak Asasi Manusia sebagai hak bagi bagi warga negarannya dalam aspek hukum bisa dilihat pada dasar legitimasinya yang menggunakan instrumen-instrumen hukum internasional seperti Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) tahun 1948 dan beberapa konvenan lainnya yang memiliki kaitan dengan bidang Sosial, Budaya, Politik dan Ekonomi. Ataupun intrumen hukum nasional dengan“legitimasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan perundang-undangan”organic lainnya. Sebagai contoh dalam“Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia” diatur bahwa hak asasi manusia adalah “seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Pada hakikatnya UU
HAM, mengatur mengenai HAM dan kebebasan dasar manusia, pada pokoknya diatur pada Pasal 9 hingga Pasal 66.
Hak memilih untuk memperoleh pekerjaan erat kaitannya dengan isu HAM pada bidang sosial dan budaya, ekonomi, yakni hak terkait dengan kerja, hak untuk perkerjaan serta hak bekerja merupakan bagian HAM. Perlindungan dan penggenapan hak tersebut memberi makna krusial untuk pencapaian garis patok kehidupan yang layak. Maka dari itu pemerintah berperan aktif berupa kewajiban untuk mengrealisasikan hak tersebut semaksimal mungkin.11
Hak atas memilih pekerjaan telah digariskan pada Pasal 23 ayat (1) Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) yang mengatur sebagai berikut:
-
“(1) Everyone has the rights to work, of free choice of employment, to just and fovourable condition of work and to protection against unemployment;”
Yang pada intinya memiliki makna Setiap pribadi memiliki hak atas pekerjaan, memiliki hak pula untuk dapat menentukan pekerjaan, memiliki hak atas kualifikasi perburuhan yang adil dan baik serta memiliki hak untuk mendapat perlindungan dari pengangguran.
Hubungan pekerjaan yang dilakukan pekerja dengan majikan pada kebiasaanya berifat diperatas. Posisi pekerja pada skema ketenagakerjaan, dapat dilihat dari sudut sosial ekonomisnya menggambarkan kedudukan yang dibawah dari pad majikan, maka dari itu pekerja membutuhkan ruang demi meraih posisi yang sejajar dengan majikan. Untuk daripada itu hak guna berkumpul dan berserikat dengan aman dan nyaman menjadi hak sipil serta hak politik yang paling utama diperlukan oleh pekerja. Fungsinya guna menyetarakan kedudukan pekerja yang terlalu dibawah. Dengan memanfaatkan hak tersebut yang adalah hak kolektif, pekerja mudah memperjuangkan hak-hak pekerja yang telah dirampas. Pekerja terutamanya yang merupakan unskill labour kurang memiliki kemampuan atau kepahaman akan proses penentuan klausul-klausul kontrak kerja. Sebagai contoh dengan melakukan negosiasi demi mencapai kemufakatan berkaitan dengan hak lalu kewajiban berserta ketentuan kerja. Di Indonesia wujud dari kesepakatan itu diatur dalam perjanjian kerjasama.12
Bentuk perlindungan hukum pekerja untuk dapat memilih pekerjaan terdapat di dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 5 dan Pasal 11 yang pada intinya mengatur (Pasal 5) “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” (Pasal 11) “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melaui pelatihan kerja. Hubungan kerja ialah suatu perikatan yang dilakukan oleh minimal dua subjek hukum mengenai sebuah pekerjaan”.
Kewajiban negara untuk memahami akan kehormatan sepatutnya menjadi hal yang paling dasar. Pada kaitannya dengan hak sosial, ekonomi dan budaya, negara sewajibnya menghargai sumber daya dari setiap pribadi. Sementara dari aspek tersebut aspek yang menjadi paling utama dari kewajiban untuk melindungi ialah mampu atau tidaknya negara dapat menjunjung eratnya HAM dengan masyarakat dengan pemerintahannya menggunakan sistem hukumnya. Kewajiban untuk menggenapi hak sosial, ekonomi dan budaya adalah kewajiban untuk memberi berbagai dasilitas atau penyediaan langsung. Undang-undang sebagai payung seluruh hukum di bidang HAM tersebut menyatakan terhadap perlindungan, penegakan, pemenuhan, dan pemajuan
HAM terutama menjadi tanggung jawab Negara. Pasal 74 UU HAM mengatur yang pada intinya tidak satu ketentuan dalam perundang-undangan bagi Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun diperbolehkan merusak, merusak, mengurangi HAM atau hak-hak lain yang mendasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.13
Pembatasan HAM atau yang diketahui juga dengan istilah “The Limitation of Human Rights” memiliki makna berupa kewenangan negara untuk dapat pembatasan atas pemenuhan, perlindungan dan penghormatan HAM pada keadaan serta ketentuan tertentu. Manfred Nowak memakai penyebutan untuk pembatasan HAM secara hukum (legal) yaitu “legal restrict human rights”.14
HAM bisa dibatasi dalam hal pemenuhan, penghormatan dan perlindungannya, secara luas pembatasan (limitation) HAM bisa diberlakukan menggunakan syarat yaitu dengan tetap menaati seluruh prinsip, seperti contohnya dalam alasan HAM yang perlu dimaknai artinya secara ketat dan tidak dalam rangka untuk mendikresi pokok dari pengaturan penghormatan terhadap hak ini, pada intinya pembatasan HAM tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan dan bersifat sewenang-wenang dalam kaitannya memandang suku, ras, agama, keyakinan serta status sosial, dan dalam persyaratannya memerlukan ketentuan yang dirancang secara limitatif oleh peraturan perundang-undangan tentang HAM.
Lain halnya dengan pengurangan (derogation) yang hanya boleh dilaksanakan pada keadaan memaksa serta genting, pembatasan (limitation) dapat dilaksanakan pada kondisi yang aman. Hal ini berarti kewenangan negara melalui pemerintah untuk membatasi HAM dalam kondisi dan syarat tertentu.15 Pada Pasal 70 UU HAM mengatur bahwa pembatasan HAM dapat dilakukan berdasarkan tiga hal antara lain; “Dilakukan dengan undang-undang, menjamin untuk pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Pembatasan berdasarkan hukum (By Law) memiliki makna bahwasannya pembatasan hanya bisa diimplementasikan melalui hukum nasional yang dalam proses penyusunannya harus dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat luas.16 Hukum nasional tersebut wajib berlaku secara menyeluruh bagi seluruh masyarakat dan tidak hanya berlaku atau bermaksud pada ruang terbatas tertentu. Sebelum pratik pembatasan dilakukan perlu dipersiapkan terlebih dahulu produk hukumnya. Penerapan dari hukum tersebut dilarang dilakukan secara tidak bertanggung jawab. Pada akhir ketentuannya, produk hukum yang mengatur tentang pembatasan HAM wajib dirancang dan disusun secara transparan dan mudah dijangkau informasinya oleh masyarakat luas.17 Hal ini memiliki urgensitas dikarenakan, selain untuk kepentingan negara untuk mengumumkan penerapan pembatasan, juga guna menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhannya apabila negara didapati menerapkan pembatasan pada kategori hak yang tidak termasuk dalam kategori hak yang bisa atau
boleh diberi pembatasan.18 Dalam konsep ini, negara dengan pengaturan hukumnya wajib memberikan mekanisme rahabilitas bagi korban yang haknya telah terlanjur dilanggar oleh penerapan pembatasan tersebut.
Pembatasan berdasarkan alasan yang sah (legitimate aim) merujuk kepada beberapa kumpulan latar belakang yang oleh hukum diperbolehkan dalam ajang penerapan limitasi HAM. Latar belakang yang sah ini ialah antara lain kesehatan masyarakat, ketertiban umum, keamanan nasional, moral publik, keselamatan publik, dan terhadap kebebasan dan hak pihak atau orang lain atau hak pada reputasi pihak lain.
Pembatasan berdasarkan diperlukannya pada lingkup masyarakat demokratis (necessary in a democratic) pembatasan HAM tidak diperbolehkan terjadi menggunakan cara serta hasil yang dapat mencederai demokrasi. Pada hal ini, maka pembatasan yang terkandung hal yang memiliki sifat yang memaksa, tidak bertanggung jawab, dan diskriminatif harus dinyatakan tidak boleh diterapkan. Melakukan pembatasan harus dibebankan kepada negara. Maka dari hal tersebut pembebanan kewajiban untuk membuktikan bahwasannya pembatasan tersebut penting dan sah adalah milik negara. Alasan-alasan yang sah dalam rangka pembuktian demi menjelaskan pembatasan tersebut harus mampu dilaksanakan oleh negara. Pada intinya pembatasan hak asasi manusia ini diperuntukan untuk menjaga dan merawat agar demokrasi tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Pembatasan (limitation) merupakan strategi yang paling umum diimplementasikan oleh negara guna membatasi hak-hak rakyatnya tanpa menyebabkan suatu pelanggaran HAM. Pada konteks keindonesiaan, contoh pembatasan HAM adalah diberinya pembatasan atas hak seseorang yang telah dipidana penjara disebabkan dirinya yang telah melakukan tindakan kejahatan dengan ancaman hukuman penjara paling sedikit 5 (lima) tahun untuk dapat mengajukan diri menjadi anggota legislatif atau dapat dikatakan telah diambilnya hak politik suatu individu oleh suatu putusan pengadilan disebabkan telah terbukti atas tindak pidana korupsinya.
Dari fakta-fakta dan berdasarkan teori-teori diataslah maka pembatasan HAM yang dalam hal ini ialah pembatasan hak memilih pekerjaan dapat dibatasi oleh negara melalui Undang-undang tentang Rahasia Dagang. Dikarenakan pada hakikatnya seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya Secara normatif, UUD 1945 telah menjaminkan kepada warga Negaranya hak guna memilih untuk mendapatkan atau memiliki pekerjaan seperti yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Maka melalui penjelasan diatas maka mengenai pembatasan hak memilih pekerjaan melalui Undang-undang tentang Rahasia Dagang seluruhnya didasarkan dan dapat dilakukan berdasarkan hukum (By Law) yakni melalui UU RD itu sendiri yang dapat dilihat pada Pasal 4 huruf (b) yang pada intinya mengatur bahwasannya Pemilik Rahasia Dagang yakni perusahaan dapat membatasi pekerjanya untuk tidak dapat bekerja pada perusahaan kompetitor apabila berhenti bekerja demi kepentingan kerahasiaan dari rahasia dagang perusahaan itu sendiri melalui kontrak atau perjanjian kerja.
Berkaca dari aspek yang dijelaskan sebelumnya bahwasannya pembatasan tersebut tidak boleh dilakukan secara kesewenang-wenangan maka dari itu Pemerintah melalui produk hukum berupa UU RD tentang Rahasia Dagang memberikan batasan terkait pelaksanaan pembatasan pekerja untuk tidak dapat bekerja pada perusahaan kompetitor apabila pekerja tersebut mengetahui informasi rahasia dari perusahaan
tempat dirinya bekerja sebelumnya. Suatu Informasi baru dapat dianggap bersifat rahasia jika terdapat suatu informasi yang diketahui secara terbatas oleh pihak tertentu atau lebih singkatnya tidak diketahui secara umum oleh masyarakat. Dan informasi tersebut wajib memiliki nilai jual sehingga pembocoran informasi tersebut mengancam akan timbulnya kerugian.19 Hal-hal tersebut merupakan unsur mutlak dan kait mengkait untuk dapat menggolongkan suatu informasi termasuk sebuah rahasia dagang atau tidak.
Pembatasan hak memilih pekerjaan melalui UU RD semata-mata demi untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak dari pemilik rahasia dagang yang pada pratiknya mungkin saja terjadi terutama pada faktor mobilitas perpindahan tenaga kerja. Untuk mencegah akan kemungkinan pelanggaran tersebut maka pembatasan perlu dilakukan salah satunya sesuai dengan Pasal 4 Huruf b dimana pemilik rahasia dagang dapat membatasi pekerjanya melalui pembuatan-pembuatan perjanjian kerja tertentu (Confidentiality Agreement).20
Hak memilih untuk memperoleh pekerjaan identik dengan HAM pada bidang ekonomi, sosial dan budaya, yaitu hak yang erat kaitannya dengan dunia kerja, hak untuk perkerjaan serta hak bekerja ialah bagian HAM. Perlindungan dan Penggenapan hak tersebut memberi makna mendasar untuk pencapaian standar penghidupan yang baik. Maka dari itu pemerintah memiliki peran berupa kewajiban untuk mengrealisasikan hak tersebut sebaik-baiknya. Peraturan terkait Hak Memilih Pekerjaan Bagi Pekerja telah diatur secara positif pada UU Ketenagakerjaan Pasal 5 dan Pasal 11. Peran pemerintah dapat dilihat pada ilustrasi hubungan pekerja dan pengusaha menjelma menjadi hubungan industrial yang dimana bukan hanya ada peran antara pekerja dan pengusaha melainkan posisi pemerintah ada sebagai pihak ketiga. Dan pembatasan hak memilih pekerjaan bagi mantan pekerja demi perlindungan rahasia dagang perusahaan diterapkan berdasarkan hukum (By Law) yang dalam hal ini ialah pembatasan hak memilih pekerjaan dapat dibatasi oleh negara melalui UU RD itu sendiri yang dapat dilihat pada Pasal 4 huruf (b) yang pada intinya mengatur bahwasannya Pemilik Rahasia Dagang yakni perusahaan dapat membatasi pekerjanya untuk tidak dapat bekerja pada perusahaan kompetitor apabila berhenti bekerja demi kepentingan kerahasiaan dari rahasia dagang perusahaan itu sendiri melalui kontrak atau perjanjian kerja. pembatasan tersebut tidak boleh dilakukan secara kesewenang-wenangan maka dari itu Pemerintah melalui produk hukum berupa UU RD memberikan batasan terkait pelaksanaan pembatasan pekerja untuk tidak dapat bekerja pada perusahaan kompetitor apabila pekerja tersebut mengetahui informasi rahasia dari perusahaan tempat dirinya bekerja sebelumnya. Suatu Informasi baru dapat dianggap bersifat rahasia jika terdapat suatu informasi yang tidak diketahui dan hanya dapat diakses secara terbatas oleh pihak tertentu atau lebih singkatnya tidak miliki secara umum oleh kalayak umum.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Dharmawan, Ni Ketut Supasti, Dkk. Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia (Denpasar, Swasta Nulus, 2018)
Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum (Jakarta, Prenada Media Grup, 2016)
Riyadi, Eko. Hukum Hak Asasi Manusia Perspektif Internasional, Regional, dan Nasional (Depok, Rajawali Pers, 2018)
JURNAL:
Afdal, Windi dan Purnamasari, Wulan. “Kajian Hukum Non-Competition Clause dalam Perjanjian Kerja Menurut Perspektif Hukum Indonesia”. Jurnal Komunikasi Hukum 7, No.2 (2021)
Agus, dede. “Ruang Lingkup Pengaturan Perlindungan Buruh/Pekerja Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”. Jurnal LEGALITAS 4, No. 1 (2019)
Br. Pasaribu, Raras Regina Balqis. “Tinjauan Terhadap Hak Memperoleh Pekerjaan Yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Pekan Baru”. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Riau Pekan Baru (2020)
Buana, Mirza Satria, Djafar, Wahyudi, dan Vikalista, Ellisa. “Persoalan dan Konstruksi Norma Pengarturan Pembatasan Kebebasan Berkumpul di Indonesia”. Jurnal JH Ius Quia Iustum 28, No. 3 (2021)
Dewi, Ni Kadek Ayu Sucipta. “Pengaturan Confidentiality Agreement Terhadap Perlindungan Rahasia Dagang”. Jurnal Kertha Semaya 06, No. 11 (2018)
Istifarroh dan Nugroho, Widhi Cahyo. “Perlindungan Hak Disabilitas Mendapatkan Pekerjaan di Perusahaan Swasta dan Perusahaan Milik Negara”. Jurnal Mimbar Keadilan 12, No. 1 (2019)
Khairunnisa, Andi Akhirah. “Penerapan Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Pembentukan Produk Hukum Oleh Pemerintah”. Jurnal MP (Manajemen Pemerintahan) 5, No. 1 (2018)
Matompo, Osgar S. “Pembatasan Terhadap Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Keadaan Darurat”. Jurnal Media Hukum 21. No. 1 (2014)
Mustari. “Hak Atas Pekerjaan Dengan Upah Yang Seimbang”. Jurnal Supremasi XI, No. 2 (2016)
Nadyya, Ahsana. “Analisis Pengaturan Klausul Non-Kompetisi dalam Perjanjian Kerja: Studi Perbandingan Indonesia, Malaysia, dan Singapura”. Jurnal Humani (Hukum Dan Masyarakat Madani) XI, No.2 (2021)
Sutarko, Ria dan Sudjana. “Klausul Non-Kompetisi Dalam Perjanjian Kerja Dikaitkan Dengan Prinsip Kerahasiaan Perusahaan Dalam Perspektif Hak Untuk Memilih Pekerjaan Berdasarjan Hukum Positif Indonesia”. Jurnal Al Amwal 1, No.1 (2018)
Yusianti, Ni Nyoman Dalem Andi. “Pengaturan Perlindungan Hukum Haki Bidang Rahasia Dagang Terkait Pembocoran Informasi Oleh Pekerja Menurut UU No.30 TH 2000 Tentang Rahasia Dagang”. Jurnal Kertha Semaya 02, No. 02 (2018)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4044)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4274)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Kovenan International tentang Hak Sipil dan Politik (KIHSP)
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 01 Tahun 2022, hlm. 56-66
Discussion and feedback