PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN PENGAKHIRAN

PENUGASAN PEGAWAI NEGERI SIPIL ATAS
PERBUATAN TINDAK PIDANA

Dewa Ngakan Gede Kutha Wreshaspatia Praharsena, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: gede.kutha@gmail.com

I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e- mail: sudiartafl@unud.ac.id

DOI: KW.2022.v12.i01.p5

ABSTRAK

Tujuan dilakukannya penelitian yaitu (1) guna mengetahui pengaturan penerbitan surat keputusan pengakhiran penugasan pegawai negei sipil atas perbuatan tindak pidana dan (2) untuk melakukan analisis hukum terkait penerbitan surat keputusan pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil atas perbuatan tindak pidana terkait MA 68 K/TUN/2015. Kajian ini mempergunakan jenis penelitian hukum yang bersifat normative dengan memanfaatkan data-data sekunder yang diperoleh melalui data sekunder serta data primer. Hasil kajian pertama, penerbitan surat pengakhiran tugas pegawai negeri sipil diatur didalam pasal 87 ayat 4 UU no 5 tahun 2014 serta dalam pasal 18 Peraturan BKN (Badan Kepegawaian Nasioanl) no 3 tahun 2020. Kedua, sesuai dengan kasus putusan MA 68 K/TUN/2015 bahwa keputusan pengadilan menolak gugatan tergugat sudah benar, karena penggugat masuk kedalam kualifikasi melakukan perbuatan pidana dengan memanfaatkan jabatan.

Kata Kunci: Pegawai Negeri Sipil, Tindak Pidana, Jabatan

ABSTRACT

The aims of the research are (1) to find out the arrangements for the issuance of decrees on terminating civil servants for criminal acts and (2) to carry out a legal analysis related to the issuance of decrees for ending assignments for civil servants for criminal acts related to MA 68 K/TUN /2015. This study uses a type of legal research that is normative by utilizing secondary data obtained through secondary data and primary data. The results of the first study, the issuance of a civil servant termination letter is regulated in article 87 paragraph 4 of Law No. 5 of 2014 and in Article 18 of BKN Regulation (National Personnel Agency) No. 3 of 2020. Second, in accordance with the case of the Supreme Court decision 68 K/TUN/ 2015 that the court's decision to reject the defendant's lawsuit was correct, because the plaintiff entered into the qualifications of committing a criminal act by utilizing his position.

Keywords: Civil Servant, Crime, Position

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Dalam berkehidupan era ini demi mencapai suatu kehidupan negara yang berstruktur dan berkepribadian seperti ideologi Pancasila banyak hal atau instrument yang harus ada dan ditegakan. Pembentukan instrument seperti penegakan hukum hukum, pemeliharaan lingkungan, jaminan sosial, Pendidikan, kesehatanm dan hubungan yang mengakibatkan timbulnya kerharmonisan, hal ini dapat berjalan apabila terdapat organ pemerintah yang mempuni didalamnya yang dibantu dengan partisipasi positif masyarakat. Maka peran organ pemenrintahan atau PNS dewasa ini

sangatlah sentral dalam mewujudkan pelayanan yang berinti pada tujuan keharmonsinan berbangsa.

Organ pemerintah atau PNS merupakan peran sentral dalam menuju keharmonisan bangsa melalui kebijakan yang dibuat. PNS memiliki tugas Menyusun seluruh aspek yang menjadi lingkup kerja dan wewenangnya tetap terorganisir agar kegiatan birokrasi dan pelayanan berjalan dengan baik. Akan sangat berbahaya serta merugikan apabila PNS bersikap atau melakukan Tindakan-tindakan penyelewengan atau Tindakan yang dapat berdampak merugikan. Indonesia sebagai negara hukum mengatur ruang lingkup kegiatan PNS dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait Aparatur Sipil Negara, PNS merupakan instrument yang menggerakan segala tujuan atau keperluan administrasi di Indonesia. Dasar hukum terkait Pegawai Negeri Sipil pun telah diatur pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait Aparatur Sipil Negara.1 Pengaturan yang menjadi titik focus yang harus ditegaskan diundangkan yakni sanksi. Pada hukum kepegawaian memiliki keterkaitan dengan hukum administrasi negaraa, hal ini terkait dengan adanya wewenang atau kuasa yang dimiliki pejabat negara atau ASN. Atas adanya pengaturan terkait wewenang atau kewenangan dalam hukum positif di Indonesia maka seluruh wewenang yang diberikan yang masuk dan sebagaimana telah diatur dalam hukum positif, maka wewenang yang dilimpahkan dari pemberi wewenang kepada penerima wewenang merupakan suatu suatu kewenangan yang sah. Atas dasar tersebut pasa organ pemerintah dalam membuat atau mengeluarkan suatu keputusan yang berdasar dari sumber wewenang yang diterima tersebut. Secara garis besar terakait sumber kewewenangan pemerintah tersebut dapat dielaborasikan yakni pada pengertian kewenangan atribusi kewenangan yang pembagiannya dilakukan melalui pembagian kekuasaan negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Terbitnya surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil erat kaitannya dengan adanya subjek atau organ pemerintahan yang memiliki kewenangan dalam jabatan yang dimilikinya. Terbitnya surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil merupakan tergolong kedalam wewenang yang diperoleh melalui kewenangan yang bersumber pada delegasi. Sumber kewenangan delegasi terdapat peristiwa atau proses pemberian/pelimpahan wewenang yang ada yang dilakukan pada subjek atau organ pemerintahan. Maka suatu sumber kewenangan pastinya diawali oleh terdapatnya suatu pelimpahan/pemberian wewenang. Delegasi legislasi yakni Presiden menerbitkan aturan pemerintah yakni terkait dengan wewenang pemerintah kepada organ tertentu pemerintah. Contoh yakni pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang tertuang pada pasal 12 ayat 1. Maka, berdasarkan penjelasan tersebut diperoleh bahwa subjek yang berwewenang dalam menerbitkan surat pengakhiran penugasan PNS dilakukan oleh menteri terkait. Setelah mendapati subjek yang berwewenang menerbitkan surat keputusan tersebut maka untuk melengkapi karya tulis ilmiah ini maka penulis melanjutkan untuk menganalisis terkait atas dasar apa subjek pegawai negeri sipil dapat dikenakan atau diberikan surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil dan apa dasar hukumnya.

Penyelewengan atau kegiatan yang bertentangan dengan hukum maupun ideologi negara yang dilakukan oleh PNS atas pemanfaatan wewenang dan hak yang

dimilikinya akan tentu sangat merugikan masyarakat dari berbagai factor. Maka pemberian hukuman yang tegas haruslah suatu hal yang wajib. Berkaca melalui peristiwa yang terjadi dengan diperkuat atas terdapatnya putusan yang memiliki kekuatan hukum yang membuktikan adanya para PNS tersebut terjerat suatu tindakan pidana tindakan pidana, salah satunya yakni korupsi yang mengakibatkan pada pemberian suatu pemecatan atau pengakhiran tugas sebagai PNS.

Dalam menjalankan tugasnya setiap subjek ASN (aparatur sipil negara) wajib berdasarkan asas pemerintahan yang baik atau good governace yakni dengan menerapkan asas-asas seperti adanya kepastian hukum, sikap profesionalitas, akuntabilitas, keadilan serta berbagai asas lainnya yang tertuang pada UU nomor 5 tahun 2014. Berdasar asas good governace, organ pemerintah atau PNS merupakan peran sentral dalam menuju keharmonisan bangsa melalui kebijakan yang dibuat. PNS memiliki tugas Menyusun seluruh aspek yang menjadi lingkup kerja dan wewenangnya tetap terorganisir agar kegiatan birokrasi dan pelayanan berjalan dengan baik. Organ pemerintah atau PNS merupakan peran sentral dalam menuju keharmonisan bangsa melalui kebijakan yang dibuat. PNS memiliki tugas Menyusun seluruh aspek yang menjadi lingkup kerja dan wewenangnya tetap terorganisir agar kegiatan birokrasi dan pelayanan berjalan dengan baik. Akan sangat berbahaya serta merugikan apabila PNS bersikap atau melakukan Tindakan-tindakan penyelewengan atau Tindakan yang dapat berdampak merugikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya suatu kasus yang melibatkan pejabat negara yang berperkara dan telah memunculkan suatu putusan hukum tetap.

Maka, berdasarkan adanya kasus-kasus pada penjelasan diatas patut dilakukan pencarian atau analisis terkait bagaimana proses yang dijalani oleh subjek PNS yang terjerat pidana apakah dengan melakukan suatu tindak kejahatan tersebut dipastikan mereka dilakukan pemberhentian secara tidak hormat atau apakah terdapat penyelesaiannya.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan penerbitan surat keputusan pengakhiran penugasan pegawai negei sipil atas perbuatan tindak pidana?

  • 2.    Bagaimana analisis hukum pada studi kasus (Putusan MA 68 K/TUN /2015) terkait penerbitan surat keputusan pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil atas perbuatan tindak pidana?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan terkait diadakannya penelitian ini adalah:

  • 1.    Bertujuan untuk mengetahui pengaturan penerbitan surat keputusan pengakhiran penugasan pegawai negei sipil atas perbuatan tindak pidana.

  • 2.    Bertujuan untuk melakukan dan mendapati jawaban atas analisis hukum pada studi kasus (Putusan MA 68 K/TUN /2015) terkait penerbitan surat keputusan pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil atas perbuatan tindak pidana

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian hukum normative merupakan suatu penelitian secara garis besar memanfaatkan data yakni diantaranya data sekendur, data ini ini secara harfiah digunakan untuk memantu penelitian hukum normative yang dibagi menjadi 3 bahan hukum primer yakni aturan hukum positif, lebih lanjut lagi bahan hukum sekunder dapat diperoleh dari pencaharian atau pengolahan data yang berasal dari karya ilmiah, pendapat ahli hukum, asas, selanjutnya bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang

diperoleh dari pencaharian melalui kamus hukum atau black dictionary.2 Karya ilmiah yang penulis buat merupakan karya ilmiah yang memiliki kualifikasi penulisan dengan mempergunakan penelitian normative yang memanfaatkan data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran dan pengolahan bahakn hukum primer serta bahan hukum sekunder. Pada pemanfaatan bahan hukum primer penulis mengolah dan menganalisis hukum positif yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait Aparatur Sipil Negara sementara pada pemanfaatan bahan hukum sekunder penulis melakukan analisis, kajian, pengolahan data yang berasal dari karya tulis ilmiah berupa jurnal serta buku.

Dalam pembuatan suatu artikel ilmiah terdapat suatu pendekatan yang dipergunakan. Pendekatan tersebut dibagi atas beberapa pendekatan salah satunya yakni pendekatan dengan melalui analisi dan kajian terhadap peraturan hukum positif atau disebut statue approach, lalu terdapat pendakatan konseptual hukum atau statue approach pada pendekatan ini melakukan kajian atas konsep hukum. Pada karya ilmiah ini penulis menggunakan dan mengkombinasikan kedua konsep tersebut dengan melakukan kajian atas hukum positif yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait Aparatur Sipil Negara dan pengolahan konsep, teori, pendapat ahli yang mana data yang diperoleh tersebut selanjutnya akan diolah dan dikaji dengan sistematis.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Sejarah terkait konsep administrasi kepegawaian tidak hanya diterapkan di Indonesia namun adminitrasi kepegawaian pada dasarnya terdapat serta diterapkan jauh sebelum masa kini oleh negara barat. Beberapa cendikiawan mengemukakan terkait definisi dari pegawai negeri, Kranenburg dalam pendapatnya menyebutkan pegawai negeri yakni pejabat yang dipilih, untuk mewakili seperti anggota legislatif, eksekutif, yudikatif dan lain sebagainya, sementara logeman dalam pendapatnya menyatakan bahwa PNS memiliki ikatan dinas dengan negara.3 Didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya pada pasal 1 ayat (3) yang berbunyi bahwa “ Negara Indonesia adalah negara hukum”, Negara Indonesia yang merupakan negara hukum (rechtstaat) yang berlandaskan atas ideologi Pancasila dan bukan berdasarkan pada kekuasaan semata. Perlindungan atas HAM dan mengatur adanya pemisahan kekuasaan dalam negara merupakan unsur yang harus terpenuhi bilamana suatau negara disebut sebagai negara hukum.4 Indonesia sebagai negara hukum yang mana salah satu syaratnya ialah terkait tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah dibatasi oleh hukum, maka dengan memenuhi unsur sebagai negara hukum terdapat peraturan-peraturan yang mengatur terkait batas-batas tersebut salah satunya adanya pengaturan terkait pegawai negeri sipil selaku subjek dari pemerintah.5 Dasar hukum yang meliputi hukum kepegawaian di Indonesia ialah sebagai ialah UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.

Pengaturan terkait pegawai negeri sipil terdapat dasar hukumnya yang terbaru ialah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait Aparatur Sipil Negara. Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait Aparatur Sipil Negara pada pasal 1 angka 1 menyatakan “Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adala profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintahan dengan perjanjian kerja yang berkerja pada instansi pemerintah”. Pada UU Nomor 5 Tahun 2014 terdapat 2 pengelompokan jenis pegawai ASN yakni PNS dan PPPK. Adapun ruang lingkup yang diatur pada UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ialah meliputi asas, prinsip, penggajian dan tunjangan, hak dan kewajiban, pemberian penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja dan perlindungan. Dalam menjalankan tugasnya setiap subjek ASN (aparatur sipil negara) wajib berdasarkan asas pemerintahan yang baik atau good governace yakni dengan menerapkan asas-asas seperti adanya kepastian hukum, sikap profesionalitas, akuntabilitas, keadilan serta berbagai asas lainnya yang tertuang pada UU nomor 5 tahun 2014.

Berdasar asas tersebut, Organ pemerintah atau PNS merupakan peran sentral dalam menuju keharmonisan bangsa melalui kebijakan yang dibuat. PNS memiliki tugas Menyusun seluruh aspek yang menjadi lingkup kerja dan wewenangnya tetap terorganisir agar kegiatan birokrasi dan pelayanan berjalan dengan baik. Akan sangat berbahaya serta merugikan apabila PNS bersikap atau melakukan Tindakan-tindakan penyelewengan atau Tindakan yang dapat berdampak merugikan, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya PNS merupakan sebagai pelaksana sentral fungsi birokrasi dalam tujuan menciptakan tatanan pemerintahan yang baik.6 Bagian birokrasi merupakan garda terdepan dalam pemberian pelayanan secara langsung kepada masyarakat yang mana memiliki keterkaitan dengan membina SDM didalam pemerintahan oleh karenanya akan muncul perubahan stigma atau pola piker pada hal pelayanan public yang secara tidak langsung membuat system pada hukum kepegawaian dalam lingkup tatanan Lembaga birokrasi dan tatanan manajemen pegawai. Bentuk pikiran atau ide peningkatan hukum kepegawaian mempunyai pengertian perubahan pola pikir pada tatanan pemerintahan dalam tujuan untuk memastikan terselenggaranya kegiatan atau kewajiban dari pada pemerintahan.7

Pada hukum kepegawaian memiliki keterkaitan dengan hukum administrasi negaraa, hal ini terkait dengan adanya wewenang atau kuasa yang dimiliki pejabat negara atau ASN. Pengertian terkait wewenang acap kali dijelaskan melalui peristilahan belanda yakni “bevoegdheid” (bovoegdheid memiliki arti yakni kewenangan atau memiliki kuasa).8 Wewenang masuk kedalam bagian sentral pada hukum pemerintahan, dikarenakan jalannya atau berlangsungnya birokrasi terpengaruh atas adanya wewenang diperoleh suatu organ pemerintah.9 Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diterangkan terkait pengertian dari kewenangan dengan penjelasan bahwa wewenang memiliki arti hak serta kekuasaan dalam melakukan suatu Tindakan atau kegiatan. Hubungan kewewenangan yang didasari dan ditentukan oleh

suatu hukum positif dikatakan sebagai wewenang hukum.10 Atas adanya pengaturan terkait wewenang atau kewenangan dalam hukum positif di Indonesia maka seluruh wewenang yang diberikan yang masuk dan sebagaimana telah diatur dalam hukum positif, maka wewenang yang dilimpahkan dari pemberi wewenang kepada penerima wewenang merupakan suatu suatu kewenangan yang sah. Atas dasar tersebut pasa organ pemerintah dalam membuat atau mengeluarkan suatu keputusan yang berdasar dari sumber wewenang yang diterima tersebut.

Philipus M. Hadjon dalam pendapatnya mengemukakan hal yang berisikan Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah diwajibkan berdasarkan atas kewenanganyang sah. Berdasarkan hal tersebut Adapun kewenangan yang dianggap sah tersebut terbagi menjadi 3 (tiga) sumber kewenangan yakni kewenangan yang bersumber pada atribusi, mandate, dan delegasi.11 Secara garis besar terakait sumber kewewenangan pemerintah tersebut dapat dielaborasikan yakni pada pengertian kewenangan atribusi kewenangan yang pembagiannya dilakukan melalui pembagian kekuasaan negara berdasarkan UUD, pada kewenangan mandate serta delegasi merupakan suatu kewenangan yang terkait dengan pelimpahan. Philipus M Hadjon secara fundamental mengelompokkan perbedaan antara delegasi dan mandate. Terkait dengan kewenangan delegasi terkait tata cara pelimpahannya tercipta dari subjek pemerintah kepada subjek pemerintahan yang lainnya berdasarkan peraturan yang berlaku yang mana terkait tanggung jawab dan terkait tanggung gugat menjadi beban atau tanggung jawab dari delegataris.12 Subjek selaku pemberi delegasi tidak dapat mempergunakan wewenang tersebut, terkecuali dicabutnya pemberian wewenang tersebut yang bertitik tumpu atau berdasar pada ketentuan asas ”contrarius actus”. Asas contrarius actus memiliki arti, seluruh perubahan, suatu peraturan yang dilakukan pencabutan, dilaksanakan oleh pejabat terkait peraturan yang ditetapkan yang dilaksanakan dengan heirarki peraturan yang sama/setara atau yang lebih tinggi. Tata cara terkait kewenangan mandate yakni tata cara pelimbahan terkait kolerasi antara subjek yang memiliki strata atau jabatan yang lebih tinggi dengan bawahan yang memiliki sifat rutin. Dalam hal tata cara sumber kewenangan mandate, terkait dengan tanggung jawabnya, pemberi kuasa atau pemberi mandate tetap bertanggung jawab atas peristiwa yang terjadi atas adanya kegiatan pemberian mandate tersebut.

Terbitnya surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil erat kaitannya dengan adanya subjek atau organ pemerintahan yang memiliki kewenangan dalam jabatan yang dimilikinya. Terbitnya surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil merupakan tergolong kedalam wewenang yang diperoleh melalui kewenangan yang bersumber pada delegasi. Sumber kewenangan delegasi terdapat peristiwa atau proses pemberian/pelimpahan wewenang yang ada yang dilakukan pada subjek atau organ pemerintahan. Maka suatu sumber kewenangan pastinya diawali oleh terdapatnya suatu pelimpahan/pemberian wewenang. Delegasi legislasi yakni Presiden menerbitkan aturan pemerintah yakni terkait dengan wewenang pemerintah kepada organ tertentu pemerintah. Contoh yakni pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang tertuang pada pasal 12 ayat 1. Maka, berdasarkan penjelasan tersebut diperoleh bahwa subjek yang berwewenang dalam menerbitkan surat pengakhiran penugasan PNS dilakukan oleh menteri terkait. Setelah mendapati subjek yang berwewenang menerbitkan surat keputusan tersebut maka untuk melengkapi karya tulis ilmiah ini maka penulis melanjutkan untuk menganalisis terkait atas dasar apa subjek pegawai negeri sipil dapat dikenakan atau diberikan surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil dan apa dasar hukumnya.

PNS sebagai penyelenggara pemerintahan dalam menciptakan suasana good governance diantaranya haruslah memiliki sikap moral yang baik.13 Memiliki sikap moral yang baik akan membawa setiap subjek pegawai negeri sipil mematuhi segala larangan yang diatur dalam bentuk norma atau hukum positif yang berlaku sehingga tidak mempengaruhi pekerjaannya sebagai penyelenggara pemerintahan negara. Namun, pada dewasa ini terdapat beberapa kasus yang menyeret subjek pegawai negeri sipil yang melakukan tindakan yang tidak terpuji salah satunya melakukan tindak pidana. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sebagai hukum yang mengatur ruang lingkup dari pada pegawai negeri sipil mengatur terkait sanksi yang diberikan kepada setiap subjek pegawai negeri sipil yang melakukan tindak pidana. Pengaturan sanksi kepada pegawai sipil yang melakukan tindakan pidana diatur pada pasal 87 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yakni dimana seorang organ pemerintah atau dalam hal ini PNS dapat diberhentikam secara tidak hormat dikarenakan Tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ideologi negara, mendapatkan penjatuhan hukuman pidana yang telah memiliki ketetapan hukum dari pengadilan dimana Tindakan pidana tersebut berkaitan dengan pemanfaatan wewenang jabatan, dihukum penjara paling singkat dengan masa penjara 2 tahun dan melakukan Tindakan pidana yang tergolong suatu Tindakan pidana kategori yang telah direncanakan.

Melihat berdasarkan pengaturan pasal 87 tersebut dapat penulis cermati bahwa ketika subjek pegawai negeri sipil (PNS) melakukan tindak pidana selama kurang dari 2 tahun yang sudah mendapatkan kekuatan hukum atas putusan pengadilan tidak termasuk kualifikasi pemberhentian tidak hormat apabila jenis tindak pidana yang dilakukan oleh subjek pegawai negeri sipil tersbeut tidak tergolong tindak pidana yang memiliki hubungan dengan kejahatan jabatan. Apabila satu unsur yakni tergolong melakukan tindakan pindana kejahatan jabatan maka dapat dikatakan masuk kualifikasi untuk diberikan surat pemberhentian secara tidak hormat meskipun hukuman yang diputus oleh pengadilan kurang dari 2 tahun. Salah satu contoh yang dapat penulis utarakan terkait kejahatan tindak pidana jabatan ialah korupsi dalam lingkup kerja pegawai negeri sipil.

Pegawai Negeri Sipil yang telah secara nyata serta meyakinkan melakukan perbuatan suatu Tindakan yang termasuk dalam kualifikasi pemberhentian atau pemecatan secara tidak hormat akan diberikan surat pengankhiran masa tugas sebagai PNS. Teknis penerbitan surat pemberhentian tersebut diatur pada Peraturan Badan Kepegawaian Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Terkait Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terkait dengan prosedur dalam pemberhentian atau pemecatan secara tidak hormat pada PNS diatur pada pasal 18. Maka atas penjelasan yang dipaparkan telah menjawab terkait permasalahan pertama pada penulisan ini, yakni pengaturan penerbitan surat pengakhiran penugasan

pegawai negeri secara umum dapat diliat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 Pasal 87 dan Peraturan Badan Kepegawaian Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Terkait Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS).

  • 3.2    Analisis Kasus (Putusan MA 68 K/TUN/ 2015)

Terbitnya surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil erat kaitannya dengan adanya subjek atau organ pemerintahan yang memiliki kewenangan dalam jabatan yang dimilikinya. Terbitnya surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil merupakan tergolong kedalam wewenang yang diperoleh melalui kewenangan yang bersumber pada delegasi. Sumber kewenangan delegasi terdapat peristiwa atau proses pemberian/pelimpahan wewenang yang ada yang dilakukan pada subjek atau organ pemerintahan. Maka suatu sumber kewenangan pastinya diawali oleh terdapatnya suatu pelimpahan/pemberian wewenang. Delegasi legislasi yakni Presiden menerbitkan aturan pemerintah yakni terkait dengan wewenang pemerintah kepada organ tertentu pemerintah. Contoh yakni pada P Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang tertuang pada pasal 12 ayat 1. Maka, berdasarkan penjelasan tersebut diperoleh bahwa subjek yang berwewenang dalam menerbitkan surat pengakhiran penugasan PNS dilakukan oleh menteri terkait. Setelah mendapati subjek yang berwewenang menerbitkan surat keputusan tersebut maka untuk melengkapi karya tulis ilmiah ini maka penulis melanjutkan untuk menganalisis terkait atas dasar apa subjek pegawai negeri sipil dapat dikenakan atau diberikan surat pengakhiran penugasan pegawai negeri sipil dan apa dasar hukumnya.

Penyelewengan atau kegiatan yang bertentangan dengan hukum maupun ideologi negara yang dilakukan oleh PNS atas pemanfaatan wewenang dan hak yang dimilikinya akan tentu sangat merugikan masyarakat dari berbagai factor. Maka pemberian hukuman yang tegas haruslah suatu hal yang wajib. Berkaca melalui peristiwa yang terjadi dengan diperkuat atas terdapatnya putusan yang memiliki kekuatan hukum yang membuktikan adanya para PNS tersebut terjerat suatu tindakan pidana tindakan pidana, salah satunya yakni korupsi yang mengakibatkan pada pemberian suatu pemecatan atau pengakhiran tugas sebagai PNS.

Dalam menjalankan tugasnya setiap subjek ASN (aparatur sipil negara) wajib berdasarkan asas pemerintahan yang baik atau good governace yakni dengan menerapkan asas-asas seperti adanya kepastian hukum, sikap profesionalitas, akuntabilitas, keadilan serta berbagai asas lainnya yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasar asas good governace, organ pemerintah atau PNS merupakan peran sentral dalam menuju keharmonisan bangsa melalui kebijakan yang dibuat. PNS memiliki tugas Menyusun seluruh aspek yang menjadi lingkup kerja dan wewenangnya tetap terorganisir agar kegiatan birokrasi dan pelayanan berjalan dengan baik. Organ pemerintah atau PNS merupakan peran sentral dalam menuju keharmonisan bangsa melalui kebijakan yang dibuat. PNS memiliki tugas Menyusun seluruh aspek yang menjadi lingkup kerja dan wewenangnya tetap terorganisir agar kegiatan birokrasi dan pelayanan berjalan dengan baik. Akan sangat berbahaya serta merugikan apabila PNS bersikap atau melakukan Tindakan-tindakan penyelewengan atau Tindakan yang dapat berdampak merugikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya suatu kasus yang melibatkan pejabat negara yang berperkara dan telah memunculkan suatu putusan hukum tetap.

Duduk sengketa pada Putusan MA 68 K/TUN/ 2015 berawal dari adanya gugatan tingkat pertama pada PTUN Jakarta, dengan pihak penggugat bernama Ir.

Sahlan Risad melawan PUPR. Awal mula dilayangkan gugatan oleh penggugat dikarenakan terbitnya surat keputusan a quo yang diterbitkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan perumahaan Rakyat Republik Indonesia. Pada tanggal 12 November 2014 penggugat melakukan gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Dalam perihal penerbitan surat keputusan a quo oleh pejabat tata usaha negara dapat dilayangkan gugatan apabila terindikasi adanya pelanggaran hak, hal ini diatur pada Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1998 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana atas perubahan UU Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan TataUsaha Negara dan terakhir diubah dengan UU Nomor 51 Tahun 2009.14 Berdasarkan peraturan tersebut gugatan yang diajakun sah, dikarenakan perbitan surat keputusan a quo pada 18 Agustus 2014 sementara gugatan dilayangkan pada tanggal 12 November 2014 yang artinya gugatan yang dilakukan oleh saudara penggugat. Pemilihan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai tempat melayangkan gugatan merupakan langkah yang tepat. Hal ini dapat dilihat berdasarkan subjek yang menerbitkan surat keputusan a quo tersebut, pada kasus ini yang menerbitkan surat keputusan merupakan bagian dari pejabat tata usaha negara yang sesuai dengan ketentua padal 1 angka 9 dan pasal 53 ayat 1 UU Nomor 51 Tahun 2009. Sementara untuk locus dari pengadilannya sudah sesuai dengan wilayah yurisdiksi dari tergugat yakni berada pada daerah yurisdiksi Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Pada kasus ini penggugat telah melakukan banding dan melakukan kasasi, berdasarkan proses tersebut didapati bahwa studi kasus Putusan Ma 68K/TUN/2015 telah memiliki kekuatan hukum tetap. Adapun pokok-pokok yang menjadi dasar dan alasan dari pengajuan gugatan ialah:

  • 1.    Bahwa PENGGUGAT pernah meraih Prestasi dalam hal Partisipasi Aktif dalam upaya Kota Bengkulu meraih Piala ADIPURA tahun 2009 – 2010 dan mendapatkan Piagam Penghargaan : Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda Kota Bengkulu

  • 2.    Bahwa dalam PutusanNomor :40/Pid.B/TIPIKOR/2013/PN.BKL tanggal 30 Januari 2014, PENGGUGAT dinyatakan bersalah karena telah melakukan Tindak Pidana Korupsi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu dengan Amar sebagai berikut :

“MENGADILI”

  • 1.    Menyatakan terdakwa Ir. SAHLAN SIRAD, M.E Bin SIRAJUDIN telah terbukti secara sah dan meyakinkan berdasar hukum melakukan tindak pidana : BEBERAPA KALI MELAKUKAN KORUPSI ;

  • 2.    Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh Juta Rupuah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan ;

  • 3.    menetapkan bahwa hukuman tersebut akan dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan.

  • 3.    Bahwa pada tanggal 14 Agustus 2014, PENGGUGAT mendapat kabar dari Isteri PENGGUGAT bahwa ada surat dari TERGUGAT, Nomor : DA/001/F/2013-S, Tentang Pengakhiran Penugasan Pegawai Negeri Sipil Menteri Pekerjaan Umum, tertanggal 30 Januari 2013. Bahwa mendengar kabar tersebut PENGGUGAT sangat

terkejut karena surat TERGUGAT, Nomor : DA/001/F/2013-S, Tentang Pengakhiran Penugasan Pegawai Negeri Sipil Menteri Pekerjaan Umum, tertanggal 30 Januari 2013, baru diterima pada tanggal 14 Agustus 2014

  • 4.    TERGUGAT tidak Cermat, tidak Teliti dan tidak Profesional yaitu dengan 21 menyatakan bahwa PENGGUGAT telah melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Bahwa UU Nomor 20 Tahun 2011 mengatur tentang RUMAH SUSUN, bukan tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan demikian dapat dinilai TERGUGAT tidak Cermat, tidak Teliti dan tidak Profesional dalam menerbitkan Surat Keputusan a quo

  • 5.    Bahwa dalam pertimbangan huruf e Surat Keputusan a quo, TERGUGAT berpedoman pada ketentuan Pasal 87 ayat (4) huruf b UU No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yaitu : “dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum”. Bahwa karena TERGUGAT memasukan Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-undang No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, TERGUGAT juga seharusnya memasukan dan mempertimbangkan pasal 87 ayat (4) huruf d Undang-undang No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yaitu : “dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.”

Bahwa pasal 87 ayat (4) huruf UU No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, mengatur lebih spesifik mengenai hukuman pidana yang dijatuhkan kepada PENGGUGAT yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pasal 87 ayat (4) Undang-undang No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara ; Bahwa dalam amar putusan Pengadilan Negeri Bengkulu PENGGUGAT dihukum pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan sehingga dasar pertimbangan PENGGUGAT menerapkan Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-undang No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara TIDAK TEPAT. Seharusnya TERGUGAT juga memasukan dan mempertimbangkan pasal 87 ayat (4) huruf d Undang-undang No. 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, karena ada kaitannya dengan hukuman Pidana yang dijatuhkan kepada PENGGUGAT.

  • 6.    Tergugat dianggap melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 yang bertentangan dengan asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.

Berdasarkan putusan MA 68 K/TUN/2015 adapun analisis yang dapat penulis berikan sampai dengan adanya putusan final yang berkekuatan hukum tetap. Pada saat melakukan gugatan pertama terdapat pendapat pengadilan yang mengatakan bahwa gugatan penggugat salah tempat, namun berdasarkan putusan saat banding dan pendapat penulis bahwa gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan langkah yang tepat mengingat permasalahan ini melibatkan adanya pengeluaran surat keputusan pejabat tata usaha negara yang berdampak pada subjek hukum perdata yakni Ir. Sahlan Siraid, M.E. Pada dasar gugatan penggugat mencoba memberberkan atau memberikan informasi bawasannya semasa penggugat bertugas penggugat seorang pegawai teladan yang mendapatkan penghargaan sesuai dengan isi dasar gugatan, hal ini merupakan upaya yang dilakukan untuk meringankan atau bahkan untuk membatalkan terbitnya surat keputusan a quo oleh tergugat. Namun, berdasarkan hasil final yang berkekuatan tetap penulis sependapat

dengan hasil dari kasasi yang menyatakan bahwa seluruh gugatan penggugat ditolak, sehingga surat keputusan tersebut batal untuk batal demi hukum. Pertimbangan kesamaan pendapat penulis ialah dengan berfokus pada peraturan pasal 87 ayat (4) huruf b UU Nomor 5 Tahun 2014, pengaturan pasal tersebut telah sesuai kualifikasinya dengan keputusan untuk menerbitkan surat pengentian pegawai, karena tindak pidana yang dilakukan oleh si penggugat ialah dengan melakukan korupsi dengan memanfaatkan posisi jabatannya, sehingga walaupun putusan pengadilan Bengkulu memutus pidana penjara selama kurang dari setahun tetap saja hal tersebut tidak dapat dijadikan pertimbangan karena tindak kejahata tersebut telah tergolong sebagaimana pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

  • IV.    Kesimpulan sebagai Penutup

    4 Kesimpulan

Pegawai Negeri Sipil yang telah secara nyata serta meyakinkan melakukan perbuatan suatu Tindakan yang termasuk dalam kualifikasi pemberhentian atau pemecatan secara tidak hormat akan diberikan surat pengankhiran masa tugas sebagai PNS. Teknis penerbitan surat pemberhentian tersebut diatur pada Peraturan Badan Kepegawaian Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Terkait Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terkait dengan prosedur dalam pemberhentian atau pemecatan secara tidak hormat pada PNS diatur pada pasal 18. Pengaturan penerbitan surat pengakhiran penugasan pegawai negeri secara umum dapat diliat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 Pasal 87 dan Peraturan Badan Kepegawaian Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Terkait Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan putusan MA 68 K/TUN/2015 adapun analisis yang dapat penulis berikan sampai dengan adanya putusan final yang berkekuatan hukum tetap. Pertimbangan kesamaan pendapat penulis ialah dengan berfokus pada peraturan pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, pengaturan pasal tersebut telah sesuai kualifikasinya dengan keputusan untuk menerbitkan surat pengentian pegawai, karena tindak pidana yang dilakukan oleh si penggugat ialah dengan melakukan korupsi dengan memanfaatkan posisi jabatannya, sehingga walaupun putusan pengadilan Bengkulu memutus pidana penjara selama kurang dari setahun tetap saja hal tersebut tidak dapat dijadikan pertimbangan karena tindak kejahatan tersebut telah tergolong sebagaimana pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bappenas. Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Terhadap Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan Yang Baik (Jakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2002), 2

Busroh, A. Asas-Asas Hukum Tata Negara (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1999), 159 Kusnardi, Moh. Ilmu Negara (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000), 46

Jurnal

Astuti, Dessy Dwi, and Nabitatus Sa’adah. "Pelimpahan Kewenangan BPK kepada Perwakilan BPK dalam Pemeriksaan di Daerah." Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 1, no. 1 (2019): 52-63.

Hartini, Sri. "Penegakan hukum netralitas pegawai negeri sipil (PNS)." Jurnal Dinamika Hukum 9, no. 3 (2009): 296-305.

Ihsan, Lalu. "PENYELESAIAN SENGKETA KEPEGAWAIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 1999 DARI ASPEK HUKUM KEPEGAWAIAN DAN SISTEM PERADILAN ADMINISTRASI THE EMPLOY MENTDISPUTE SETTLEMENT ACCORDING TO." Dalam Jurnal IUS 2, no. 5.

Praja, Chrisna Bagus Edhita, Dasep Nurjaman, Dian Arifa Fatimah, and Nilma Himawati. "Strict Liability Sebagai Instrumen Penegakan Hukum Lingkungan." Varia Justicia 12, no. 1 (2016): 42-62.

Ridwan, H. R. "Pertanggungjawaban Publik Pemerintah dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara." Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 10, no. 22 (2003): 27-38.

Rokhim, Abdul. "Kewenangan Pemerintahan Dalam Konteks Negara Kesejahteraan (Welfare State)." Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Dinamika Hukum 136 (2013).

Sely, Anastasia Cindy. "Pertanggungjawaban Hukum Administrasi Negara Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018." PhD diss., Universitas Hasanuddin, 2021.

Sudrajat, T. S. T. (2008). Problematika Penegakan Hukuman Disiplin Kepegawaian. Jurnal Dinamika Hukum, 8(3), 213-220.

Sudrajat, Tedi Sudrajat Tedi. "Problematika Penegakan Hukuman Disiplin Kepegawaian." Jurnal Dinamika Hukum 8, no. 3 (2008): 213-220.

Suhendar, Suhendar. "Kerugian Keuangan Negara Telaah Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara Dan Hukum Pidana." Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 11, no. 2 (2020): 233-246.

Wirahadi, I., Gusti Ngurah Agus Bagus, and I. Wairocana. "Analisis Yuridis Pemilihan Kepala Desa Berbasis E-Voting Pada Pemilihan Kepala Desa Di Kabupaten Jembrana." Jurnal Kertha Negara 8 (2020): 15.

Wishesa, Diasa Inas. "Kewenangan Komisi Aparatur Sipil Negara Dalam Pengawasan Sistem Merit." PhD diss., UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2019.

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6

Peraturan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 343

Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 01 Tahun 2022, hlm. 43-55