KEDUDUKAN HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
on
KEDUDUKAN HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA
I Kadek Yudana Billy Aryambau, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]
Dewa Gede Rudy, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2022.v11.i12.p5
ABSTRAK
Tujuan penulisan ini untuk memahami kedudukan hukum anak dari pernikahan tidak sah menurut KUHPerdata, dan mengetahui anak luar nikah sebagai pewaris berdasarkan KUHPerdata. Metode yang digunakan yakni metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan dan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penulisan ini menunjukkan anak yang lahir diluar nikah semata-mata menyandang pertalian seperti yang termaktub dalam hukum perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, lebih lanjut kedudukan anak diluar nikah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Anak tersebut tidak mendapatkan kedudukan hukum maka anak di luar nikah tidak bisa menuntut kekuasaannya sebagaimana anak legal itu. Sebagaimana hak memperoleh nafkah hidup yang sepatutnya diterima oleh anak tersebut dari pemberian ayahnya selaku orang tua, memperoleh rasa cinta kasih serta memperoleh harta kekayaan dari ayahnya. Hak memperoleh harta berlaku untuk anak luar nikah yang telah mendapatkan pengakuand ari orang tuanya baik ayah maupun ibunya. Jika tidak ada penetapan atau pengesahan dari orang tuanya, anak bersangkutan tidak berwenang untuk mendapatkan kekayaan dari orang tuanya.
Kata Kunci : Kedudukan Hukum, Anak Luar Nikah, Hak Waris
ABSTRACT
The purpose of this writing is to understand the legal position of children from illegitimate marriages according to the Civil Code, and to know extramarital children as heirs under the Civil Code. The method used is a normative legal research method using literature studies and a statutory approach. The result of this writing shows that children born out of wedlock solely bear the relationship as stated in civil law with their mother and mother's family, furthermore the position of children out of wedlock is determined through Government Regulations. The child does not have legal standing, so the child out of wedlock cannot claim his power as the legal child is. As the right to earn a living that should be received by the child from the gift of his father as a parent, obtain love and obtain wealth from his father. The right to acquire property applies to extramarital children who have obtained recognition from their parents, both father and mother. If there is no determination or endorsement from his parents, the child concerned is not authorized to obtain wealth from his parents.
Key Words: Government Regulation ,the Civil Code, furthermore
Pernikahan yaitu jalinan ikatan lahir batin antar lawan jenis untuk membentuk rumah tangga yang bahagia. Menurut Soetojo Prawirohamidjojo, tujuan utama dari sebuah perkawinan adalah memperoleh keturunan, memenuhi nalurinya sebagai manusia, membentuk dan mengatur rumah tangga atas dasar cinta dan kasih sayang,
memelihara manusia dari kejahatan, dan menumbuhkan kesungguhan mencari rejeki yang halal dan memperbesar tanggung jawab.1
Kelahiran anak yakni peristiwa hukum yang melahirkan dampak suatu kaidah. Anak dari pernikahan yang legal condong tidak bakal menimbulkan kasus karena tata cara pernikahannya tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang legal saat itu, namun tidak seperti anak yang lahir diluar pernikahan.2 Anak menurut hukum keluarga memiliki jalinan terhadap permasalahan ikatan antara anak dengan orang tuanya serta keluarganya. Pada prinsipnya setiap anak mempunyai hak memperoleh jaminan terhadap jiwa dan raganya. Anak dari pernikahan yang legal mempunyai harkat serta martabat dalam hukum, sedangkan anak luar nikah mendapat julukan anak haram, anak sumbang. Perkara peran anak lahir luar nikah dalam tinjauan hukum keluarga ialah perkara yang akan mendapatkan reaksi yang negatif, sebab yang diulas ialah merupakan suatu yang tidak biasa serta sebagai keburukan keluarga. Namun demikian, hukum wajib menyampaikan tanggapan pada problematika yang dialami warga selaku tatanan untuk menyampaikan kejelasan hukum, menilik anak yang lahir diluar pernikahan tidak berakibat pada perspektif hukum saja namun berakibat pada perkara sosial yang bisa membatasi masa depan hidup anak.3
Dari Pasal 43 UU Perkawinan Tahun 1974, kemudian Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengujian UU pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final4 melalui putusannya bahwa “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologis dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.5 Dalam hukum positif seorang anak luar kawin juga harus mendapatkan haknya untuk bisa hidup secara layak dari ayah biologisnya, seperti biaya pemeliharaan dan pendidikan yang akan menunjang hidupnya.6
Insiden kelahiran seorang anak dari tidak adanya jalinan ikatan pernikahan legal berakibat pada harkat dan martabat sang anak, maka dalam kaidah perdata dijuluki anak ilegal. Anak yang lahir diluar pernikahan mempunyai pengaruh tidak baik dihadapan hukum serta anak tersebut memiliki status yang tidak jelas sebab tidak mempunyai keterangan otentik untuk memastikan bahwa dia merupakan anak legal dari kedua orang tuanya, derajatnya dihadapan hukum akan diperlakukan sebagai anak ilegal. Pengaruhnya, anak bersangkutan cuman mempunyai ikatan keperdataan
terhadap ibu dan keluarga ibunya, lalu dengan ayah kandungnya tidak terjadi ikatan hukum. Derajat seorang anak mempunyai jabatan hakiki terhadap aktivitas berkeluarga serta bernegara sebab anak ialah merupakan generasi muda untuk penerus cita-cita perjuangan bangsa.7 Peraturan Hak Asasi Manusia (HAM) suatu negara hukum dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi penduduknya. Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setiap orang berhak membentuk keluarga untuk mempunyai anak dengan pernikahan secara sah. Tetapi, fakta membuktikan jika terdapat seorang anak lahir diluar pernikahan, kelahirannya menimbulkan problema keluarga mengingat anak itu diperoleh karena jalinan diluar pernikahan yang mana agama melarang adanya perbuatan tersebut dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Beberapa referensi menyatakan anak yaitu seorang yang berumur dibawah delapan belas tahun (18) tahun, terhitung yang masih ada dalam rahim (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002) mengenai Perlindungan Anak dan anak yang sah merupakan anak terlahir dari pernikahan yang secara legal (Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan), inti Pasal 272 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah anak diluar pernikahan legal, seorang ibu yang telah melahirkan anak, namun tidak diakibatkan karena laki-laki dari pernikahan legal terhadap ibu dari anak itu, sehingga tidak dapat digolongkan anak zina serta anak sumbang. Berdasarkan KUH Perdata terdapat (3) kategori hukum anak diluar nikah yakni:
-
1. Anak diluar nikah, anak tersebut tidak mendapatkan pengakuan dari orangtuanya;
-
2. Anak diluar nikah, yang memperoleh pengakuan dari orangtuanya;
-
3. Anak diluar nikah telah sah, karena kedua orang tuanya melakukan pernikahan yang legal.
Berdasarkan H. Herusuko yang dikutip Abdul Manan (2019),8 banyak faktor penyebab terjadinya anak diluar kawin, diantaranya:
-
1. Anak yang dilahirkan seorang wanita, tetapi tidak terikat perkawinan dengan pria yang menyetubuhinya dan tidak mempunyai ikatan perkawinan dengan pria dan wanita lain;
-
2. Anak yang lahir dari seorang wanita yang kelahirannya diketahui dan dikehendaki oleh salah satu atau kedua orang tuanya, hanya saja salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan yang lain;
-
3. Anak yang lahir dari seorang wanita, tetapi laki-laki yang menghamilinya tidak diketahui, misalnya akibat perkosaan;
-
4. Anak yang lahir dalam masa iddah perceraian, tetapi anak tersebut merupakan hasil hubungan dengan pria yang bukan suami ibunya;
-
5. Anak yang lahir dari seorang wanita yang ditinggal suaminya lebih dari 300 hari, anak tersebut tidak diakui oleh suaminya sebagai anak yang sah;
-
6. Anak yang lahir dari seorang wanita, padahal agama mereka menentukan lain;
-
7. Anak yang lahir dari seorang wanita, sedangkan pada mereka berlaku ketentuan negara yang melarang mengadakan perkawinan;
-
8. Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, tetapi anak tersebut sama sekali tidak mengetahui kedua orang tuanya;
-
9. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat di Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama;
-
10. Anak yang lahir dari perkawinan secara adat, tidak dilaksanakan secara adat, tidak dilaksanakan menurut agama dan kepercayaannya, serta tidak
didaftarkan di Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama.
Menurut penelitian Kumoro, hak dan kedudukan anak luar nikah dalam warisan menurut KUHPerdata membahas bagaimana KUHPerdata mengenal ketentuan anak yang lahir diluar nikah dan serta hak dan kedudukan anak di luar nikah. Pernikahan yang ditetapkan sebagai ahli waris diputuskan berdasarkan KUHPerdata. Selain itu merujuk pada penelitian Triwati et al yang berjudul Kedudukan Anak di Luar Pernikahan Dalam Pewarisan berdasarkan KUHPerdata, hanya mengkaji
KUHPerdata. Terkait dengan penelitian tersebut penulis akan mengkaji tentang kedudukan serta hak waris pada anak yang dilahirkan di luar nikah berdasarkan KUHPerdata.9 Bersumber pada latar berlakang tersebut peneliti akan mengkaji mengenai Kedudukan Hukum Anak di Luar Nikah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Berdasarkan uraian tersebut, penulis merumuskan sebuah topik tulisan ilmiah dengan judul “Kedudukan Hukum Anak di Luar Nikah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, yang akan mengulas bagaimana kedudukan hukum anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata serta bagaimana hak waris anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata. Penulis juga menelusuri beberapa tulisan lain yang terkait dengan konteks Kedudukan Hukum Anak di Luar Nikah. Salah satunya adalah tulisan dari Siska Lis Sulistiani dengan judul “Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam”.10 Pada intinya tulisan tersebut menjelaskan mengenai bagaimana kedudukan anak luar kawin dalam Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 serta membahas mengenai bagaimana kedudukan anak luar kawin menurut hukum positif dan hukum islam. Kemudian tulisan tersebut penulis jadikan perbandingan serta semakin tertarik untuk membahas bagaimana kedudukan di luar kawin menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan penjelasan di atas yaitu:
-
1. Bagaimana kedudukan hukum anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata ?
-
2. Bagaimana hak waris anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata ?
Terdapat beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu:
-
1. Memahami kedudukan hukum anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata
-
2. Memahami hak waris terhadap anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata
Penulis menggunakan metode hukum normatif dalam penulisan artikel ini. Metode normatif ini menitikberatkan pada kajian suatu norma dan peraturan perundang-undangan. Kemudian metode yang digunakan dalam membuat tulisan ini yakni studi kepustakaan serta pendekatan perundang-undangan dengan menitikberatkan KUHPerdata sebagai objek kajian penulis. Selain itu, penulis juga menggunakan rujukan literatur dalam mengkaji permasalahan penulis. Literatur yang digunakan tersebut berupa buku-buku, jurnal ilmiah yang penulis unduh melalui internet serta penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat.
Berdasarkan Hukum Perdata, anak luar yang lahir di luar nikah sebagai dianggap anak ilegal dan nantinya dapat berubah menjadi legal. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara pengesahan dan pengakuan. Pengakuan tersebut ditetapkan oleh ayah karena keturunan diluar nikah. Berdasarkan Pasal 280 KUHP dimana pengakuan pada seorang anak diluar nikah melahirkan ikatan keperdataan antara anak dengan ibunya ataupun bapaknya. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, anak diluar pernikahan memiliki ikatan keperdataan terhadap ibu serta keluarga ibunya. Determinasi tersebut ditetapkan sebagai aturan-aturan nasionak untuk seluruh masyarakat Indonesia maupun masyarakat keturunan Indonesia. Pengesahan serta pengakuan tersebut berdampak melahirkan suatu ikatan kekeluargaan antara anak dengan orang tua. Pasal 284 KUHP menyebutkan tentang pengakuan anak diluar nikah, sepanjang hayat ibunya, tidak bakal diterima disemua kalangan bila sang ibu tidak menyetujuinya. Determinasi itu mengatakan kalau pengakuan anak bisa dilakukan karena adanya permintaan dari ibunya. Pasal 278 KUHP membahas mengenai intimidasi pidana untuk orang yang melegalkan anak luar nikah yang tidak merupakan keturunannya.11 Kedudukan anak dalam KUHPerdata yaitu sebagai berikut:
-
1. Anak sah;
-
2. Anak luar nikah.
Disebutkan pada Pasal 250 KUHPerdata menyatakan “Setiap anak yang dilahirkan atau tumbuh sepanjang pernikahan memperoleh pengakuan dari ayahnya.” Anak ilegal dikategorikan sebagai anak zina dan anak sumbang, anak luar nikah dapat dilegalkan ataupun ditetapkan oleh kedua orangtuanya menjadi anak legal. Akibatnya anak luar nikah akan memperoleh proteksi hukum, kesejahteraan maupun kebutuhan anak sedikit. Perihal tersbut sangat berdampak pada keberlanjutan hidup dari pihak ibunya maupun keluarga dari pihak ibu untuk mencukupi seluruh keperluan anak baik secara material, mengenai proteksi hukum, kapasitas anak sebagai ahli waris, serta kesejahteraan anak bersangkutan. Bertentangan terhadap anak dari anak luar
nikah, tidak adanya tugas serta keharusan dalam bentuk apapun kepada anaknya walaupun secara biologis dia adalah bapak dari anak yang bersangkutan.12
Adapun status hukum anak yang dilahirkan di luar perkawinan sebagai unifikasi dalam bidang Hukum Perkawinan Nasional tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang dinyatakan dalam Pasal 43 ayat (1) sebagai berikut : “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarganya ibunya”. Dengan demikian, anak luar kawin tersebut hanya mempunyai pertalian kekeluargaan dengan segala implikasinya dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, dan tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayah yang membenihkannya. Adapun pengakuan anak luar kawin berdasarkan Pasal 281 KUHPerdata dapat ditempuh 3 cara yaitu akta otentik, akta kelahiran, dan akta khusus yang berisikan pengakuan anak yang dibuat oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.13
Selain itu, terkait aspek hak keperdataan anak luar kawin khususnya dalam mengakses dokumen keperdataan diantaranya akta kelahiran berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2007 menyatakan terdapat tiga jenis akta kelahiran yang dikeluarkan dan ketiganya sah di mata hukum.
-
1. Pertama, dalam akta tertulis nama anak, ibu, dan ayahnya. Ini merupakan bayi yang lahir dari pernikahan resmi yang dibuktikan dengan buku nikah yang dikeluarkan kantor urusan agama (KUA);
-
2. Kedua, dalam akta kelahiran hanya ditulis nama anak dan ibu saja;
-
3. Ketiga jika dalam akta kelahirannya itu, hanya tercantum nama anak saja, tanpa nama ibu dan nama ayahnya, yang berarti bayi ditemukan yang tidak jelas siapa nama ayah dan nama ibunya.
Hal ini menjadi jalan tengah bagi anak luar kawin agar tetap dapat mengakses pendidikan yang didukung dengan dokumen-dokumen kependudukan yang sudah seharusnya didapatkannya.14
Wewenang untuk menjadi ahli waris yang berhubungan terhadap kebendaan ataupun hak waris selaku pangkal atau landasan untuk mendapatkan hak kebendaan itu sudah diatur dengan cara legal pada KUHPerdata. Pada kehidupan masyarakat kedudukan anak luar nikah memiliki kedudukan yang sangat lemah, terutama dalam perlindungan hukum dalam perihal tata cara peralihan harta waris ahli waris. Hal pewarisan kepada keturunan luar nikah diatur pada Pasal sebagai berikut: A. Pasal 866 KUHPerdata
-
1. Jika yang wafat mewariskan generasi penerus baik seorang suami maupun istri, maka anak-anak luar nikah memperoleh 1/3 persen dari yang sepatutnya diperoleh selaku anak-anak yang legal (Pasal 863 KUHPerdata);
-
2. Jika yang wafat tidak mewariskan generasi penerus ataupun suami maupun istri, namun menyisakan untuk keluarga kandung, terhadap keturunan selanjutnya
(bunda, ayah, nenek, dan seterusnya), ataupun kerabat laki-laki serta wanita ataupun generasi penerusnya, sehingga anak-anak yang diakui itu akan memperoleh ½ dari harta kekayaan (peninggalan). Tetapi, bila ada kerabat dalam memiliki hubungan kekerabatan yang lebih jauh, keturunan yang telah ditetapkan akan memperoleh ¾ persen dari kekayaan tersebut (Pasal 863 KUHPerdata;
-
3. Hak anak luar nikah, wajib diserahkan terlebih dahulu. Setelah itu sisanya dibagi kepada pewaris yang legal (Pasal 864 KUHPerdata);
-
4. Jika yang wafat tidak memiliki keturunan legal, mereka akan mendapatkan semua harta kekayaan tersebut (Pasal 865 KUHPerdata);
-
5. Jika anak luar nikah tersebut wafat terlebih dahulu, maka hak beliau dapat dipindahtangankan kepada keturunannya yang legal (Pasal 866 KUHPerdata).
Berdasarkan KUHPerdata, yang berhak mewaris hanyalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung maupun orang tua, saudara, nenek atau kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya. Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris ada empat golongan besar yakni:
-
- Golongan I : Suami atau istri yang hidup terlama dan anak dan keturunannya;
-
- Golongan II : Orang tua dan saudara kandung pewaris;
-
- Golongan III : Keluaarga dalam garis lurus keatas setelah bapak dan ibu pewaris;
-
- Golongan IV : Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya sampai derajad ke enak dihitung dari pewaris.
Berdasarkan KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah harta waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila terjadinya suatu kematian (Pasal 830 KUHPerdata), dan adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau istri dari pewaris (Pasal 832 KUHPerdata), Seberapa besar harta waris yang diperoleh anak di luar perkawinan. Pada bagian anak luar kawin jika mewaris bersama ahli waris golongan I, apabila pewaris meninggal dunia dengan meninggalkan keturunan yang sah dan/atau suami/istri yang hidup terlama, maka anak luar kawin yang diakuinya mewaris 1/3 (sepertiga) bagian dari yang mereka sedianya harus mendapat seandainya mereka adalah anak sah (Pasal 863 KUHPerdata bagian pertama). Bagian anak luar kawin jika mewaris bersama ahli waris golongan 2 dan golongan 3 berdasarkan Pasal 863 KUHPerdata dikatakan bahwa apabila anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan ahli waris golongan II atau golongan III, maka anak luar kawin mendadpat ½ (setengah) atau separuh dari harta warisannya. Bagian anak luar kawin jika mewaris bersama ahli waris golongan IV berdasarkan Pasal 863 ayat (1) KUHPerdata dikatakan bahwa bagian anak luar kawin apabila hanya ada sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh adalah ¾ (tiga per empat). Maksud kata “sanak saudara dalam derajat yang lebih jauh” Pasal 863 KUHPerdata tersebut adalah ahli waris golongan IV. Bagian anak luar kawin jika menjadi satu-satunya ahli waris ketika seorang pewaris tidak meninggalkan ahli waris dari golongan I sampai dengan golongan IV, akan tetapi hanya meninggalkan anak luar kawin, keadaan yang
sedemikian, maka anak luar kawin yang diakui oleh pewaris secara sah akan mewaris seluruh harta warisan tersebut (Pasal 865 B.W).15
Hak mewaris berlaku untuk anak luar nikah yang telah ditetapkan bapak dan/atau ibunya. Jika tidak adanya penetapan dari bapak dan/atau ibu, anak diluar nikah tidak memiliki wewenang atas kekayaan tersebut. Kehadiran di pernikahan ilegal dan telah dikukuhkan oleh Majelis Hakim senantiasa memperoleh harta warisan. Bila ahli waris lain menyanggah,16 perihal perselisihan waris terdapat anak yang dilahirkan di luar nikah dapat dilakukan menggunakan akta pembatalan yang telah disahkan oleh lembaga berwenang. Keputusan hukum adanya akta pengukuhan dilakukan melalui putusan pengadilan yang merupakan kesaksian serta dasar guna merebut wewenang anak diluar nikah agar mendapatkan hak warisnya. Dalam peraturan perdata terdapat dua hak waris anak diluar nikah yakni hak waris aktif dan hak waris pasif. Hak waris aktif ialah bila seorang pewaris mewariskan keturunan yang legal dan keturunan di luar nikah, dapat pula dilihat kalau anak diluar nikah memiliki hak yang sama dengan keturunan yang legal, dapat dipastikan anak tersebut akan mendapatkan warisan sebagian dari kekayaan itu. Namun hak waris pasif yakni bila keturunan diluar nikah mewariskan kekayaan wajib diberikan kepada orang yang memiliki kewenangan terhadap kekayaan tersebut.17
Dasar hukum mengenai ketetapan untuk keturunan yang tidak legal adalah keturunan yang dilahirkan dari pernikahan tidak legal dapat mewaris dengan catatan anak tersebut telah diakui secara legal dari pihak ibu ataupun bapaknya. Berdasarkan tata cara dalam kajian keperdataan bahwa orang yang memiliki pertalian hukum dengan si pewaris saja yang dapat menjadi ahli waris. Diatur dalam Pasal 280 KUHPerdata, tentang penetapan anak luar nikah, yang menimbulkan ikatan keperdataan anak dan orang tua yang mengesahkannya. Jika keturunan luar nikah tidak memperoleh pengesahan maka anak yang bersangkutan tidak memperoleh kekayaan dari bapak ataupun kekayaan dari ibunya. Tetapi tidak seluruh keturunan yang dilahirkan diluar nikah dapat ditetapkan sebagai anak sah oleh bapak maupun ibunya.18 Keturunan yang terlahir dari perizinan dan sumbang atau dari hubungan di luar nikah tidak mendapatkan pengakuan sebab bertentangan dengan kesusilaan, perihal itu sudah ditetapkan melalui Pasal 283 KUHPerdata.19
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas disimpulkan bahwa jika kedudukan hukum dari anak luar nikah berdasarkan KUHPerdata ialah anak yang lahir diluar nikah yang hanya memiliki pertalian perdata terhadap ibunya serta keluarga ibunya, berikutnya kedudukan anak diluar nikah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Anak itu tidak mempunyai proteksi hukum maka anak luar nikah tidak memiliki kewenangan seperti keturunan yang legal tersebut. Seperti hak memperoleh nafkah hidup yang wajib ditanggung oleh bapaknya, memperoleh rasa cinta serta kekayaan dari bapaknya. Hak mendapatkan ahli waris ini ditetapkan bagi anak luar nikah dimana telah diakui bapak dan/atau ibunya. Tidak adanya pengesahan dari bapak dan/atau ibu, keturunan diluar nikah tidak memiliki wewenang untuk mewarisi harta kekayaan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
A Mannan, 2019, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta : Prenada Media Group, hal 14
Harun Utuh, 2021, Status hukum anak luar kawin dan perlindungannya, Surabaya : Bina Ilmu, hal 17
Ketut Artadi, 2020. Hukum Adat Dengan Aneka Masalahnya, Denpasar : Pustaka Bali Post, hal 13
Siska Lis Sulistiani. 2019, Kedudukan Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda Agama Menurut Hukum Positif fan Hukum Islam. Bandung : Refika Aditama, hal 5
Soetojo Prawirohamidjojo. 2020, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia. Jakarta : Airlangga University Press, hal 28-29
JURNAL
Abdul Hali, Musthofa. (2020), Implikasi Putusan MK Terhadap Status Hukum Anak
Luar Nikah. Jurnal Pemikiran Keislaman Vol 23 No.1 Januari, hal 7
Eddo Febriansyah. (2019). Tinjauan Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII/2010 tentang Kedudkan Anak di Luar Nikah yang diakui dalam pembagian Waris. Jurnal Hukum Unnes Vo;. 4 No.1. hal 9
Hamzah, Andhika, Yusuf. (2018), “Status Hukum Anak di Luar Perkawinan (Studi Komparatif Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Undang – UndangNomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam).” Jurnal Ilmiah
Haryani, Anik Tri. (2022), Hak Keperdataan Anak di Luar Kawin Pasca Judicial review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010. Jurnal Konstitusi, Vol.12 No.1 Maret
Khatulistiwa, Rossy Novita (2021), Uji Material Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan Implikasi Terhadap Sistem Hukum Keluarga di Indonesia. Jurnal Universitas Brawijaya
Nelli, Jumni. (2022), Nasab Anak Luar Nikah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Nasional. UIN Suska
Ni Putu Eliana Trisnayani, (2021), Hak Waris Anak Luar Kawin Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat Bali (Suatu Tinjauan
Perbandingan Hukum), Jurnal Private Law Fakultas Hukum Universitas Mataram, Volume 1, hal 5
Ristiah, Kiki., Rahmawati, Novi Adawiyah, Robiah dan Astuti,Widia. (2021), Hak Waris dan Kedudukan Hukum Anak diluar Nikah Dalam Hukum Perdata.” Jurnal Mahasiswa Karakter Bangsa 1, No. 2 (2021) : 176
Siska Lis Sulistiani, (2020), Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam, Journal of Islamic Family Law, Volume 2, Nomor 2, hal 171-184
Susanto,M, Hajir, Puspitasari, Yonika, dan Marwa, Muhammad, Habibi, Miftakhul. (2021), “Kedudukan Hak Keperdataan Anak Luar Kawin Perspektif Hukum Islam.” Jurnal Justisi
Triwati, Novika, Ginting, Muhammad, Reza, dan Silalahi, Rumela. (2022),
Kedudukan Anak Di Luar Perkawinan Dalam Pewarisan Menurut KUH – Perdata.”Jurnal Rectum 4, No. 1 (2022) : 153 – 173
Watulingas, Marshall, Christian. (2010), Hak dan Kedudukan Hukum Anak di Luar Nikah dari Perspektif Hukum Perdata.” Jurnal Lex Privatum VII, No. 3 (2019) : 29 – 35
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 12 Tahun 2022, hlm. 1856-1865
Discussion and feedback