PERTANGGUNGJAWABAN INFLUENCER PADA PLATFORM INSTAGRAM TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN (PPH)

Ida Ayu Sita Kharisma Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

DOI: KW.2022.v11.i12.p6

ABSTRAK

Jurnal bertujuan sebagai pengetahuan tentang bagaimana mekanisme serta sistematika dari Pph terhadap influencer dari platform instagram pada era globalisasi atau era modern. Pada jurnal ini saya menggunakan penelitian deskriptif, menggunakan data yang didapatkan melalui observasi dan wawancara serta memanfaatkan bahan hukum primer yang dikaji melalui aturan perundang-undangan yang tentunya berhubungan dengan pajak daerah dan menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku, surat kabar, jurnal, skripsi yang berhubungan dengan judul penelitian yang diangkat. Hasil penelitian ini akan memberikan pertanggungjawaban influencer pada platform Instagram terbilang kecil dikarenakan sulitnya influencer untuk memperoleh informasi mendetail dalam pengenaan pajak penghasilan. Dalam hal ini, DJP dan atau Bapenda Badung sangat memberikan peran yang besar terhadap pembayaran pajak oleh influencer terutama dikarenakan adanya urgensi pembayaran pajak demi pemasukan negara. Berdasarkan hasil yang telah dijelaskan, maka kesimpulannya pemungutan pajak influencer dapat dijadikan sebagai kontribusi dan/atau sumbangsih untuk negara Indonesia karena pajak merupakan pendapatan terbesar untuk negara. Pajak di atas 90% berfungsi untuk keperluan pembangunan, dana darurat, dan keperluan negara lainnya.

Kata Kunci: Tanggung Jawab, Influencer, Pajak.

ABSTRACT

The journal serves as knowledge about how the mechanisms and systematics of income tax on influencers from the Instagram platform in the era of globalization or the modern era. In this journal, I use descriptive research, use data obtained through observation and interviews and utilize primary legal materials studied through laws and regulations which of course are related to local taxes and use secondary legal materials in the form of books, newspapers, journals, theses related to the research title raised. The results of this study will give influencers accountability on the Instagram platform relatively small because it is difficult for influencers to obtain detailed information in the imposition of income tax. In this case, DGT and / or Bapenda Badung play a big role in tax payments by influencers, especially because of the urgency of paying taxes for state income. Based on the results that have been explained, the conclusion is that influencer tax collection can be used as a contribution and/or contribution to the Indonesian state because taxes are the largest income for the state. Taxes above 90% serve for development purposes, emergency funds and other state purposes.

Keywords: Keywords: Responsibility, Influencer, Tax.

  • I.   Pendahuluan

    1.1  Latar Belakang Masalah

50 (lima puluh) juta penduduk Indonesia sudah menggunakan sosial media. Baik untuk keperluan bersosialisasi ataupun memanfaatkan sosial media untuk segi kegiatan usaha atau bisnis. Berkembangnya zaman menyebabkan banyaknya

masyarakat yang mulai mengaplikasikan usahanya di media sosial dengan berbagai kreativitas yang beragam. Perkembangan teknologi informasi ini karena adanya pengaruh Warga Negara Asing (WNA) yang hidup berdampingan dengan warga negara Indonesia. Letak strategis yang dimiliki oleh Indonesia menyebabkan banyak wisatawan asing yang datang dan berkunjung ke Indonesia untuk melihat keindahan Indonesia. Contohnya seperti Bali yang kaya dengan tradisi budaya nya seperti Pura Tanah Lot, Taman Margarana, Pura Rambut Siwi, Pantai Ungasan Jimbaran, Pantai Melasti Jimbaran, dan masih banyak lainnya. Pemasukan masyarakat Bali berasal dari sektor pariwisata, karena banyaknya warga negara asing yang datang ke Bali untuk berkunjung dan berlibur menikmati keindahan alam dan budaya yang ada di Bali. Kebudayaan dan keseharian masyarakat Indonesia juga ikut berkembang mengikuti perkembangan dunia. Saat ini anak-anak sudah bisa menggunakan handphone untuk berkomunikasi jarak jauh sehingga tidak perlu waktu yang lama untuk menghubungi teman saudara, maupun kerabat lainnya yang jaraknya jauh dari tempat kita berada. Selain itu sekarang juga sudah banyak terdapat aplikasi yang membantu untuk mencari informasi terbaru mengenai ter-update yang ada di lingkungan kita.

Teknologi yang berkembang harus dimanfaatkan dengan baik dan benar, jika kita tidak menggunakan perkembangan ini dengan baik maka akan merugikan diri sendiri, masyarakat, dan bangsa Indonesia. Ditengah-tengah kebudayaan dan tradisi yang ada terdapat beberapa perbedaan antara daerah satu dengan daerah yang lainnya. Perbedaan itu tidak menjadi alasan bangsa Indonesia tidak bersatu, namun perbedaanlah yang menyatukan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dengan makna “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu itulah Indonesia. Dengan perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia memudahkan kita masyarakat Indonesia dalam berbagai hal dan kegiatan. Sebagai generasi muda sudah wajib kita menjaga dan meneruskan budaya yang kita miliki, dengan perkembangan zaman kita tidak boleh melupakan tradisi yang sudah diwariskan dari nenek moyang. Beberapa perilaku yang dapat kita laksanakan sebagai generasi muda untuk mempertahankan kebudayaan yang dimiliki:

  • A.    Belajar untuk meraih cita-cita yang diinginkan;

  • B.    Meningkatkan rasa cinta terhadap bangsa Indonesia;

  • C.    Mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai perkembangan yang ada; D. Melatih kemampuan agar dapat bersaing di dunia kerja.

Menjamurnya pekerjaan di sektor informal menjadi salah satu dari sekian faktor yang dimaksimalkan untuk menambah pemasukan negara termasuk para influencer melalui sosial media terkhusus lagi platform Instagram. Influencer adalah seseorang yang sedang dan aktif di media sosial dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (influenced) pengikut (followers) mereka untuk melakukan sesuatu atau membeli sesuatu ketika diminta. Selain itu, mereka juga dikenal sebagai pembuat konten pada sosial media. Influencer dalam platform Instagram biasa dibayar jasanya oleh suatu merek untuk sponsorship, untuk meningkatkan penjualan produk (promosi), dan/atau untuk meningkatkan pengikut (followers) merek tersebut. Platform Instagram merupakan satu dari beberapa media sosial pada masa modern yang dapat dijadikan media untuk menambah penghasilan bagi penggunanya sebagai peluang mencari

pekerjaan dengan perhitungan cost per miles (CPM).1 CPM ini biasanya dimanfaatkan dengan tujuan untuk menentukan biaya penayangan iklan online yang akan dibayar oleh pengiklan seperti misal kegiatan merekomendasikan barang melalui endorsement yang dilakukan oleh Influencer di platform Instagram. Direktorat Jenderal Pajak Indonesia (DJP) bertugas dan berkewajiban untuk memantau aktivitas pegiat sosial media. Influencer dari platform Instagram dianggap memiliki penghasilan tambahan yang diperoleh dari endorsement. Namun, belum banyak yang taat pajak dan memenuhi kewajibannya.

Untuk memantau para pelaku Influencers ini, DJP menciptakan sebuah sistem yang dikenal dengan nama Social Network Analytics (SONETA) yang terhubung ke dalam setiap aplikasi sosial media2. Hal-hal yang dijadikan acuan seperti halnya sering unggah foto kekayaan dan foto saat liburan. Kemenkeu menghimbau kepada banyak influencer Indonesia yang seringkali terlihat menghindari pembayaran pajak. Kemudian penghasilan bebas pajak atau PTKP yang berlaku bagi orang pribadi Rp. 54 juta per tahun.3 Akibatnya, influencer yang menghasilkan pendapatan melebihi batas PTKP harus mengajukan pajak. Kementerian Keuangan mengimbau para pelaku sektor informal tersebut untuk mematuhi pembayaran pajak tanpa paksaan. Khususnya bagi yang penghasilannya melebihi penghasilan bebas pajak dan bagi UKM dengan kriteria tertentu.4 Melansir dari wawancara Kompas TV bersama Staf AhIi Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Ibu Puspita Surono, yang menyarankan terkhusus untuk influencer agar menyisihkan 0,5% pendapatannya untuk negeri ini terlebih lagi untuk 267 juta rakyat yang membutuhkan. Beliau menambahkan bahwa pada tahun 2017, terhitung sebanyak 51 influencer dari platform Instagram yang melaporkan pajaknya dengan nilai mencapai 2,7 miliar rupiah. Pajak ini pun menjadi kontribusi dan/atau sumbangsih untuk negara karena pendapatan terbesar untuk negara adalah pajak terutama di Indonesia sendiri yang mempergunakan pajak di atas 90% untuk keperluan pembangunan, dana darurat, dan lain sebagainya.

Tetapi, disinilah problem menjadi rumit. Tidak banyak influencer yang menerima pembayaran uang dan barang. Pembayaran barang adalah pembayaran sebagai imbalan atas layanan atau barang yang tentunya bukan berupa uang tunai5. Alih-alih dibayar dengan uang tunai, influencer dibayar dengan pakaian, tiket liburan, produk kecantikan, atau apapun yang ‘diberikan’ sebagai imbalan atas konten yang diunggah sebagai konten pada platform Instagram mereka. Tentunya tidak banyak yang mengetahui bahwa hal ini dapat mempengaruhi pengenaan pajak untuk nilai moneter

dari transaksi tersebut. Aturan-aturan ini kemungkinan besar akan mempengaruhi influencer terkenal terlebih lagi yang menjadikan influencer sebagai pekerjaan utama. Secara umum, jika menerima produk-produk gratis seperti yang telah disebutkan sebagai kompensasi, itu dianggap sebagai pendapatan dan influencer sudah sepatutnya membayar pajak atas nilai dari kompensasi tersebut.6

Penulisan jurnal ini jika dibandingkan dengan beberapa studi terdahulu tentunya dapat ditemukan kesamaan namun pembeda pula terutama dalam hal pembahasan dan fokus permasalahannya. Adapun karya tulis tersebut antara lain yang disusun oleh Ni Putu Anggie Oktapyanti dan Sagung Putri ME Purwani pada tahun 2018, dengan judul “Tinjauan Yuridis Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Kegiatan Endorsement dalam Media Sosial”. Tulisan tersebut memiliki keterkaitan dalam hal subjek yang diteliti yaitu pemberi jasa endorse dan lebih berfokus mengenai karakteristik hukum dari perjanjian endorsement. Akan tetapi, dari beberapa studi-studi tersebut diatas memiliki tujuan dan hasil yang berbeda. Dalam penulisan jurnal ini lebih berfokus pada sistematika peraturan yang mengatur PPh dan upaya kepemerintahan untuk pembayaran Pph.

Oleh karena itu, dikarenakan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap pembayaran pajak perlu disampaikan alur dan prosedur pemungutan PPh yang mengacu dengan UU. Republik Indonesia No. 36 Th. 2008 tentang Perubahan Keempat UU No. 7 Th. 1983 tentang Pajak Penghasilan kepada para influencer dalam platform Instagram. Ditemukan penelitian sebelumnya oleh Ni Putu Anggie Oktapyani dan Sagung Putri ME Purwani pada Jurnal Kertha Negara Vol. 05 No. 03, yang berjudul Tinjauan Yuridis Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Kegiatan Endorsement dalam Media Sosial sebagai penelitian terdahulu yang menjadi pembeda dengan jurnal ini terdapat pada perumusan masalahnya yang pertama mengenai pajak penghasilan pada kegiatan endorsement di media sosial dan yang kedua macam-macam kriteria penetapan subjek dan objek pajak endorsement. Rumusan masalah menjadi pembeda dalam 2 (dua) jurnal ini, tetapi tentunya tetap berdasar dengan peraturan yang ada di Indonesia. Dilatarbelakangi oleh masalah yang berbeda, pada jurnal ini merumuskan masalah sistematika pengaturan PPh dan upaya pembayaran pajak oleh influencer dari platform Instagram. Maka berdasarkan dengan hal yang telah disampaikan tersebut serta mengenai permasalahan tersebut topik dari penulisan ini merupakan “PERTANGGUNGJAWABAN INFLUENCER PADA PLATFORM INSTAGRAM TERHADAP PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN (PPH)”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Mengacu pada hal yang dijabarkan, rumusan masalah penelitian ini yaitu:

  • 1.    Bagaimana sistematika pengaturan pengenaan pajak penghasilan (PPh) yang tercantum pada Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh?

  • 2.    Apa upaya yang dapat dilakukan Bapenda Badung untuk mengupayakan pembayaran pajak oleh influencer dari platform Instagram?

  • 2.2 Tujuan Penulisan

Penulisan daripada jurnal ini yakni bertujuan baik demi mengetahui bagaimana mekanisme serta sistematika dari pengenaan pajak penghasilan (PPh) terhadap influencer dari platform Instagram pada era modern ini sebagaimana berdasarkan pada aturan yang terdapat pada Pasal 21 (1) huruf e UU PPh. Selain itu, penting untuk menjadi tujuan pula yaitu mengetahui apa saja upaya yang dapat dilakukan pihak Bapenda Kabupaten Badung teruntuk menangani, menagih, maupun mengupayakan pembayaran PPh oleh influencer dari platform Instagram ini.

  • II.    Metode Penelitian

Empiris adalah jenis penelitian hukum yang digunakan oleh penulis dengan metode empiris.7 Dikatakan empiris dikarenakan penulis melakukan peninjauan berupa wawancara dengan pihak kepemerintahan berdasar dengan penerapan norma hukum terhadap tingkat ketaatan masyarakat yang secara terkhusus influencer pada platform Instagram dalam melaksanakan tanggungjawabnya membayar pajak.8 Barulah kemudian ditemukan Das Sein dengan Das Sollen, yakni terdapat influencer yang kurang paham terlebih lagi tidak tahu sama sekali dengan dikenakannya pajak atas penghasilan yang didapatkannya dari platform Instagram.9 Pendekatan yuridis-sosiologis dilakukan oleh penulis dengan menganalisis undang-undang maupun peraturan lain yang berkaitan dengan isu yang tengah dibahas yakni mengenai kebijakan pembayaran pajak serta upaya penagihan piutang pajak influencer. Seperti halnya UU Republik Indonesia No. 36 Th. 2008 tentang Perubahan Ke-4 atas UU No. 7 Th. 1983 tentang Pajak Penghasilan, UU No. 28 Th. 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Th. 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan pasal 5 (1), pasal 20, dan pasal 23A UUD NRI Th. 1945. Sumber data diperoleh dari observasi dan wawancara. Terbagi menjadi dua bahan hukum tersebut yaitu bahan hukum sekunder dan bahan hukum primer.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Sistematika Pengaturan Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang Tercantum pada Pasal 21 ayat (1) huruf e UU PPh

Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008, menjelaskan bahwa Pasal 21 UU PPh mengatur tentang pembayaran pajak tahunan yang berlaku seperti pemotongan pajak atas pekerjaan atau bea, jasa dan penghasilan wajib pajak pribadi dalam negeri berupa gaji, honorarium, komisi, balas jasa lainnya dalam bentuk dan uraian apapun. Artikel ini hanya berlaku untuk pendapatan alami dan individu penduduk. Besaran PPh akan didenda sesuai Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.

Diatur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, disesuaikan dengan aturan berikut:

  • 1)    Pribadi pajak wajib sejumlah Rp. 36.000.000,00;

  • 2)    Jika sudah kawin dikenakan wajib pajak RP. 3.000.000,00;

  • 3)    Istri dan suami yang penghasilannya digabung Rp. 36.000.000,00;

  • 4)    Tambahan Rp. 3.000.000,00 untuk keluarga.

Penting untuk diketahui bahwa sistem pajak di Indonesia adalah self assesment, yaitu menghendaki Wajib Pajak itu dengan kesadaran sendiri untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan10. Ketentuan mengenai perpajakan penghasilan terdapat dalam Pasal 4 UU. Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa subjek pajak adalah penghasilan, dapat dikenakan pajak. Digunakan penimbunan kekayaan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, dalam bentuk apapun dan atas nama. Pihak yang dapat dikenakan pajak merupakan pihak yang memenuhi syarat subjektif dan syarat obyektif yaitu memiliki NPWP dan PTKP. Pengertian dan pengaturan Pajak Penghasilan usaha didapatkan dengan wajib pajak melalui bruto tertentu. Pasal 2(1) menegaskan bahwa pendapatan yang diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto merupakan pendapatan akhir kena pajak. Adanya self assessment ini menjadikan kesadaran influencer sebagai kunci, selain itu pengetahuan mengenai teknis dan sistematika pajak pun memiliki peranan yang penting.11

Sistematika pengenaan pajak bagi influencer dibagi mengikuti dengan bagaimana proses pembayaran untuk layanan promosi produk mereka yang diberi oleh pengguna jasa Endorsement. Pertama, jikalau dalam proses transaksi tersebut melalui agensi/manajemen yang mempekerjakan influencer, disebutlah pajak tersebur pajak final yang merupakan pajak penghasilan yang dipungut segera setelah barang atau penghasilan diterima sesuai dengan Pasal 23 UU PPh.12 Kedua, apabila pengguna jasa Endorsement menghubungi dan membayar secara langsung kepada influencer terkait, maka influencer berkewajiban menyatakan penghasilan yang diterima dalam SPT pada akhir tahun sesuai dengan Pasal 21 UU PPh, tindakan ini disebut sebagai pajak tidak final.13

Dalam prakteknya, pajak persetujuan tersebut sulit dilaksanakan karena banyak influencer yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya. Apabila Wajib Pajak menyadari tanggung jawabnya untuk membayarkan pajak, tentu pemasukan negara atas pajak akan meningkat dan membantu kesadaran Wajib Pajak lainnya untuk melaporkan pajaknya. Mengingat hingga saat ini banyak influencer yang menunggu ditagih untuk memenuhi kewajibannya dalam pembayaran pajaknya. Perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat dan influencer untuk membayar pajak tepat waktu sebelum ditagih oleh pihak yang berwenang, karena pajak sangat banyak fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pihak yang berwenang juga sebaiknya menambah pengawasan serta memperketat pengaturan agar sanksi yang diberikan dapat tegas kepada pihak yang bersangkutan. Ketika kesadaran masyarakat sudah tercapai maka kehidupan yang akan kita dapatkan yaitu sejahtera.

  • 3.2    Upaya Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung Kabupaten Badung untuk Mengupayakan Pembayaran Pajak oleh Influencer dari Platform Instagram

Kebijakan atas pajak aktivitas Endorsement pada influencer dari platform instagram memiliki berbagai tantangannya, walaupun konsep perpajakan diakui adalah prinsip perpajakan yang bersifat umum. Tujuan dikeluarkannya kebijakan atas pajak aktivitas Endorsement adalah agar para pihak menggunakan layanan tersebut yang ditawarkan oleh influencer menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak. Bersumber dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Ayu Silvia Yulia Ratih selaku Petugas Sub Bidang Penetapan Bapenda Badung menyampaikan bahwa terdapat beberapa tantangan yang dihadapi Bapenda Badung dalam mengupayakan pembayaran pajak oleh influencer dari platform Instagram:

Pertama, sulitnya melakukan pengawasan secara daring. Menurut Ibu Ayu, lebih mudah melakukan pengawasan yang terdapat buktinya secara fisik (physical presence) meskipun penagihan pajak untuk kegiatan pendukung dilakukan berdasarkan aturan perpajakan yang ada, namun pengendaliannya membutuhkan model yang berbeda. Kedua, kurangnya kesadaran dan kompetensi mempengaruhi untuk memenuhi tanggung jawab mereka berdasarkan self-assessment. Ketiga, Bapenda Badung menemukan beberapa kesulitan untuk menemukan data komparatif tentang apakah penghasilan yang disertakan oleh influencer bersangkutan dapat ditemukan keabsahan-nya. Hal ini dikarenakan perbedaan antara operasi model periklanan online dan operasi model promosi penjualan konvensional. Data pembanding jika dikumpulkan dinilai sulit karena influencer meningkat pesat. Ada kemungkinan informasi yang disajikan dari waktu ke waktu akan dibatalkan untuk tujuan sertifikasi atau informasi yang terkait dengan transaksi akan dihapus.

Bapenda Badung mengupayakan untuk memperketat pengawasan bisnis online, pengelola/agen influencer, dan influencer untuk memenuhi tugasnya. Sebab, seperti yang sudah dijelaskan, pendapatan dari kegiatan penunjang ini relatif tinggi. Selain itu, pembayaran untuk layanan influencer terkait pemenuhan daftar termasuk pengiriman produk terhitung barang kena pajak sehingga disini Bapenda Badung memperketat pengawasannya sampai meningkatkan pemasukan dalam hal (PPh) dan (PPN). Bapenda Badung juga mengupayakan pemberian sosialisasi secara intens mengenai sistem self-assessment kepada influencer. Bapenda Badung tahu betul bahwa beberapa influencer berada pada agensi/manajemen yang memperkerjakannya. Kendati demikian, influencer yang bersifat independen haruslah mengetahui tentang kewajibannya untuk membayarkan pajak dan harus sadar bahwa harus memenuhi kewajiban masing-masing sebagai warga negara dalam melaporkan dan menyetor.14 Selain melakukan dan mengadakan sosialisasi yang terbilang persuasif, Bapenda Badung menjelaskan pula terkait dengan sanksi yang dapat diberikan jikalau influencer tidak membayar pajak.

Sesuai (UU KUP) DJP berwenang untuk riset dan jikalau ditemukan bukti adanya pemasukan tidak dilapor, maka diharuskan untuk menerbitkan (SKP) Wajib Pajak isinya yaitu pokok pajak terutang serta sanksi bunga sebesar 2% setiap bulannya (maks

  • 2    tahun)15. Sosialisasi tidak hanya diberikan kepada influencer pada platform Instagram tetapi juga kepada pelaku bisnis online yang juga aktif di media sosial layaknya ecommerce yang tentunya sering menggunakan jasa influencer marketing karena keinginan untuk bertanggung jawab dan memenuhi tugasnya sebagai pemotong (redaktur) ataupun pemungut (kolektor). Usaha untuk menagih kewajiban untuk membayarkan pajak yang tercantum dalam PMK No. 189/PMK.03/2020 dan Peraturan Bupati Badung Nomor 15 Th. 2018 tentang Tata Cara Penagihan Pajak Daerah tentunya dapat diterapkan oleh Bapenda Badung untuk menjalankan kewajibannya. Pelaksanaan pembayaran pajak di Bapenda Badung dapat dilakukan secara online sejak tahun 2013.

  • IV.  Kesimpulan sebagai Penutup

    4.   Kesimpulan

Mengacu dari masalah yang telah dirumuskan, disimpulkan bahwa pemungutan pajak untuk influencer dapat menjadi kontribusi dan/atau sumbangsih untuk negara karena pendapatan terbesar untuk negara adalah pajak terutama di Indonesia sendiri yang mempergunakan pajak di atas 90% untuk keperluan pembangunan, dana darurat, dan lain sebagainya. Mengenai sistematika pengaturan pengenaan pajak penghasilan (PPh) tercantum pada Pasal 21 (1) huruf e UU PPh. Pemungutan pajak endorsement yang dilakukan oleh influencer tidak berbatas pada pajak penghasilan saja namun terdapat indikasi dalam pemberian barang dan juga penawaran jasa yang terutang pajak pertambahan nilai atau PPN. Upaya yang dilakukan Bapenda Badung dalam pembayaran pajak oleh influencer dari platform Instagram adalah dengan memperketat pengawasan bisnis online, agensi influencer, dan influencer untuk memenuhi kewajibannya membayarkan pajak. Penghasilan tinggi, Bapenda Badung memperketat pengawasannya sampai meningkatnya PPN.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Shiefti Dyah Alyusi, 2019. Media Sosial: Interaksi, Identitas, dan Modal Sosial. Jakarta: Prenada Media.

Soeroso, 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika

JURNAL

Ayu Diah Pradnya, Pande Yogantara. “Perlindugan Hukum Bagi Selebgram Yang Melakukan Promosi Terhadap Barang Dan Jasa Milik Pelaku Usaha”. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 3, 2021.

Dintan Falya, Rianda. “Urgensi Peraturan Pajak dalam Aktivitas Endorsement yang Dilakukan oleh Influencer ‘Instagram’”. Jurnal USM LAW REVIEW Vol. 4 No.2, 2021. Howard, P. N, and M. R. Parks. “Social Media and Political Change: Capacity, Constraint, and Consequence”. Journal of Communication, Vol 62 No. 2. 2012.

Intan Puspitasari, Putu; Arya Sumerthayasa, Putu Gede. Penerapan Sistem Online Dalam Pembayaran Pajak Hotel Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 2.

Ni Putu Anggie Oktapyanti, Sagung Putri ME Purwani, 2018, Tinjauan Yuridis Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Kegiatan Endorsement dalam Media Sosial, Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, Vol. 6 No. 3

Ni Made Rai, Ni Putu Purwanti, 2021, “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Jasa Endorse Dalam Perjanjian Endorsement”. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 5.

Puji Astuti Rahayu, Sylvia Fettry Elvira M, and Monica Paramita Putri Dewanti. “Analisis Kebijakan Dan Implementasi Perpajakan Wajib Pajak Orang Pribadi Pembuat Konten Online Di Negara Amerika Serikat, Korea Selatan, Filipina, Dan Indonesia.” Jurnal Riset Akuntansi & Perpajakan (JRAP) Vol. 8 No. 01. 2021.

Puspa Amelia, Waluyo, Sapto. “Analisis Mekanisme Pemerintah Dalam Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Selebgram”. Jurnal Inovasi Penelitian Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Vol. 2 No 11, 2022.

Tahar, Rachman, 2016, Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 15 No. 1

Trisnayanti, Jati, 2015, Pengaruh Self Assessment System , Pemeriksaan Pajak , Dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Vol. 13 No. 1

Valentino, Finanto; Wairocana, I Gusti Ngurah. Potensi Perpajakan Terhadap Transaksi ECommerce Di Indonesia. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 7 No. 1

Vikansari, Ni Putu Suci; Parsa, I Wayan, 2019. Pengawasan Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Youtubers Sebagai Pelaku Influencer Di Platform Media Sosial Youtube, Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum: Vol. 7 No. 2

Yanthi, Ketut Sunianingsih; Parsa, I Wayan. Status Yuridis Dan Potensi E-Commerce Asing Dalam Hukum Perpajakan Di Indonesia. Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum, Vol. 7 No. 3”

INTERNET

Dian Arianti, PPh Final dan PPh Tidak Final,    2015, URL:

https://ichakanya.blogspot.com/2015/09/pph-final-dan-pph-tidak-final.html, diakses 21 Desember 2022

Hendra Kusuma, Selebgram Tak Lapor Penghasilan di SPT, ini Saksinya. 2017, URL: https://finance.detik.com/ , diakses 22 Januari 2023

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 133 Tahun 2008)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 12 Tahun 2022, hlm. 1866-1874