IMPLIKASI HUKUM PENGATURAN BANK TANAH SEBAGAI PENYEDIA DALAM PENGADAAN TANAH BERDASARKAN UU CIPTA KERJA
on
IMPLIKASI HUKUM PENGATURAN BANK TANAH SEBAGAI PENYEDIA PENGADAAN TANAH BERDASARKAN PERPU 2/2022 TENTANG CIPTA KERJA
Natasha Handayani Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : natashadewi26@gmail.com
Dewa Gde Rudy, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: dewarudy1959@gmail.com
DOI: KW.2022.v11.i09.p7
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaturan mengenai Bank Tanah yang baru ini disahkan dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai penyedia dalam pengadaan tanah sesuai dengan fungsi yang ada dalam UU Cipta Kerja lalu diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja dan implikasi hukum atas pengaturan Bank Tanah yang akan dibawa ke depannya. Dalam studi jurnal ini menggunakan salah satu jenis penelitian yaitu penelitian hukum normatif dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada serta literatur yang berkaitan. Hasil studi ini menunjukkan Bank Tanah pada akhirnya disahkan dalam UU Cipta Kerja jo. Perpu Cipta Kerja yang sebelumnya sempat ingin disahkan dalam RUU Pertanahan namun tidak kunjung disahkan; Bank Tanah merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah; Bank Tanah memiliki fungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah, selain itu Bank Tanah memiliki tujuan untuk memfasilitasi investasi, dan menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria. Mengenai implikasi hukum atas adanya pengaturan Bank Tanah ini masih belum jelas dikarenakan belum terlaksananya penyelenggaraan Bank Tanah namun dari beberapa pendapat, implikasi yang dibawa ada yang menguntungkan dan merugikan melihat dari setiap perspektif masyarakat serta faktor penentu dari segi perencanaan dan pelaksanaan yang harus benar dan sesuai aturan yang ada.
Kata Kunci : Bank Tanah, Implikasi Hukum, Pengadaan Tanah, Perpu Cipta Kerja
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the regulation regarding the Land Bank which was recently ratified in Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation as a provider in land acquisition in accordance with the functions contained in the Job Creation Act then replaced with Government Regulation in place of Law No.2 of 2022 concerning Job Creation and the legal implications of the Land Bank arrangement that will be brought forward. In this journal study, one research type is normative legal research using existing laws and regulations and related literature. The results of this study show that the Land Bank was finally ratified in the Job Creation Law jo. Job Creation Government Regulation which was previously contained in the Land Bill which was never finalized; Land Bank is an Indonesian legal entity established by the central government which is given special authority to manage land; The Land Bank has the function of carrying out the planning, acquisition, procurement, management, utilization, and distribution of land, in addition, the Land Bank has the objective of facilitating investment and ensuring the availability of land in the framework of a just economy for the public interest, social interest, social development interests, economic equity, land consolidation, and agrarian reform. Regarding the legal
implications of this Land Bank arrangement, it is still unclear because the implementation of the Land Bank has not yet been implemented, but from some opinions, the implications that are brought are beneficial and detrimental from every perspective of the community as well as the determining factors in terms of planning and implementation which must be correct and according to the rules which exist.
Keywords : Land Bank, Legal Implications, Land Procurement, Government Regulation on Job Creation
Tanah merupakan salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan baik bagi manusia, tumbuhan, maupun hewan. Pengertian tanah dalam arti yuridis dibatasi secara resmi sesuai dengan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam isi pasal 4 ayat (1) UUPA tidak dijelaskan secara jelas mengenai pengertian tanah, namun tanah disamakan dengan permukaan bumi. Manusia sangat bergantung dengan tanah dan alam karena selain menjadi tempat kita berpijak dan tinggal, tanah juga menjadi sumber mata pencaharian manusia yang dapat menghidupi kita seperti adanya tanah dalam bidang pertanian dan pekerjaan lain dalam bidang tanah. Dengan demikian, tanah perlu ketentuan hukum guna terjaminnya keadilan atas tanah yang merupakan hal penting serta krusial dalam kehidupan masyarakat. Di Indonesia sendiri yang mengatur mengenai pertanahan yakni hukum agraria yang secara formil dituangkan dalam bentuk UUPA. Setelah mengkaji beberapa literatur dalam buku Mochtar bahwa terdapat fungsi yang dilandaskan oleh 3 (tiga) nilai fundamental yaitu kepastian hukum; nilai dasar keadilan; dan nilai kemanfaatan sebagai acuan dan arahan dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum. Sehubungan dengan pendapat Mochtar maka jika mengaitkan dengan substansi dan sejarah pembentukan dalam UUPA, terlihat bahwa ketiga nilai tersebut mengacu kepada pengarah dan acuan dalam pembentukannya.1
Kebutuhan tanah yang meningkat dalam melaksanakan pembangunan berpengaruh kepada kebijakan pemerintah pada bidang pengadaan tanah, yang mana pembangunan ini baik ditujukan untuk kepentingan umum maupun kepentingan pihak swasta.2 Pertumbuhan penduduk yang kian pesat tidak beriringan dengan ketersediaan lahan untuk tempat hunian dan pembangunan sarana lain terutama untuk kepentingan umum. Ketersediaan tanah bukan benar-benar karena tidak ada lagi tanah, melainkan tanah yang dibutuhkan sudah terdapat hak-hak atas tanah terutama tanah yang berada pada daerah perkotaan. Area yang luas dan relatif tetap adalah wilayah perkotaan namun diiringi dengan tingkat kebutuhan tanah yang semakin meningkat dikarenakan aktivitas pergerakan ekonomi yang cepat.3 Permasalahan yang sering dijumpai ketika pemerintah memiliki proyek dan hendak akan memulai mengerahkan kepada tahap pembangunan ditemui hambatan ketersediaan lahan yang dikehendaki belum tersedia. Publikasi jurnal yang ditulis oleh Rafli, disebutkan yang pada intinya pemerintah mengalami hambatan yang sulit yang mengakibatkan biaya
membengkak karena eksekusi pembebasan penguasaan dalam proses pembebasan lahan. Sebab itulah proses pengadaan yang lama dan berlarut-larut terjadi karena hal tersebut.4 Aturan dalam undang-undang tersendiri mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum sudah dibuat dan dilaksanakan, yaitu UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah (UU 2/2012) Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kemudian, mengenai reforma agraria dijelaskan dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2021 tentang Bank Tanah (PP 64/2021), yang mana PP a quo menjelaskan bahwa reforma agraria merupakan kondisi dimana struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dilakukan upaya tata kembali dalam pelaksanaan yang lebih adil melalui penataan aset dan akses untuk rakyat Indonesia yang makmur. Selain itu, perlu diketahui bahwa reforma agraria juga dilaksanakan oleh Bank Tanah di luar kawasan hutan. Sebelum adanya UU Cipta Kerja, reforma agraria sudah direncanakan dalam nawa cita Jokowi dan Jusuf Kalla dan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria (Perpres 86/2018). Reforma agraria memang memiliki tujuan baik dimana peruntukannya demi kemakmuran rakyat yang berkeadilan namun pelaksanaannya harus benar-benar tepat sasaran.
Bank Tanah sendiri sudah direncanakan dari lama. Dimana sebelumnya pengaturan yang mengatur bank tanah menjadi perdebatan dalam draf RUU Pertanahan yang sempat dibuat namun tak kunjung rampung, namun rumusan ketentuan Bank Tanah tersebut disalin dan disahkan melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang sekarang sudah diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja). Hal tersebut menjadi tanya bagi banyak pihak, bukan tanpa sebab melainkan karena isi dari ketentuan Bank Tanah yang menuai kontra di dalam RUU Pertanahan namun malah disahkan dalam Perpu Cipta Kerja tanpa analisis mendalam. Terdapat berbagai pendapat baik optimis dan pesimis mengenai Bank Tanah ini. Pendapat yang bernada optimis mendukung dibentuknya bank tanah sebagai suatu gagasan yang baik, meskipun upaya untuk mewujudkannya tidak mudah. Pihak yang pesimis lebih merasa khawatir akan munculnya calo tanah (spekulan) gaya baru, dan di samping itu pula pendapat bahwa manfaat bank tanah bagi rakyat kecil masih diragukan.5 Bank Tanah sendiri dijelaskan dalam undang-undang yang mengaturnya selaku badan khusus yang ditujukan untuk melakukan kelola tanah dan mengenai hal yang lebih jelas dan khusus dijelaskan dalam peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) yaitu Himawan Arief Sugoto menyatakan bahwa land manajer pada bank tanah diarahkan untuk mengelola tanah guna kepentingan umum, pembangunan, sosial, dan reforma agraria.6 Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui sekilas urgensi dan sistem dari bank tanah.
Dalam studi ini, ditemukan banyak kontroversi mengenai keberadaan bank tanah. Dimulai dari rumusan pasal bank tanah yang kurangnya analisis
mendalam, lalu tumpang tindih dengan beberapa ketentuan serta tugas dan fungsi dari Kementerian ATR/BPN. BPN sendiri merupakan lembaga pemerintahan yang memiliki tugas dan kewenangan untuk melaksanakan dan mengembangkan segala urusan administrasi pertanahan termasuk segala permasalahan pertanahan yang juga diselesaikan oleh BPN.7 Salah satu Guru Besar Fakultas Hukum dari Universitas Gadjah Mada memberikan pendapatnya terkait reforma agraria yang disampaikan oleh Maria SW, bahwa jika tanah yang dimiliki bank tanah asalnya dari tanah negara bekas Hak Guna Usaha dan tanah terbengkalai dan peruntukan tanah reforma agraria diberikan kepada redistribusi tanah pertanian maka akan muncul persoalan akibat tanah tersebut masuk ke dalam kelompok tanah objek reforma agraria (TORA) yang diatur pada Perpres 86/2018.8 Perpu Cipta Kerja mengenai bank tanah terdapat penjelasan dan aturan bahwa yang pada intinya Bank Tanah harus memiliki sifat transparan, akuntabel, dan non-profit dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Arti non profit disini menjadi kontroversi karena dianggap bahwa bank tanah tidak mendapatkan keuntungan sama sekali. Adanya kekhawatiran tersendiri mengenai bank tanah inilah, sehingga dianggap perlunya pengawasan yang ketat terkait bank tanah ini.
Melihat pada penelitian Ranitya Ganindha, lebih condong menjelaskan terkait sulitnya mendapatkan tanah bagi pemerintah guna sebagai media pembangunan untuk kepentingan umum sehingga diperlukan peraturan ataupun regulasi yang nantinya menjadi payung hukum dasar pelaksanaan badan bank tanah di Indonesia.9 Lalu dalam penelitian Oswar Mungkasa menjelaskan faktor terpenting bank tanah didasari pada peristiwa pembangunan infrastruktur guna kepentingan umum yang terkendala disebabkan oleh sulitnya proses pembebasan tanah.10 Terkait dengan kedua penelitian tersebut, penulis memiliki ide untuk lebih membahas mengenai sistem dari bank tanah sendiri serta membahas mengenai implikasi hukum dari bank tanah dengan regulasi yang sudah ada terutama mengenai fungsinya sebagai penyedia pengadaan tanah bagi masyarakat. Pengaturan mengenai bank tanah dalam Perpu Cipta Kerja ini terkesan memaksa serta kurang diatur dengan jelas sebelum adanya peraturan turunan serta implementasi yang nyata semenjak disahkannya undang-undang a quo. Berangkat dari kontroversi dan pendapat banyak orang yang tidak setuju dengan aturan mengenai bank tanah, penulis melakukan penelitian yang membahas mengenai bank tanah. Penelitian ini menekankan mengenai aturan dari bank tanah itu sendiri apakah sudah jelas atau masih tumpang tindih bahkan melanggar undang-undang maupun aturan lainnya. Oleh karena itu, penulis memiliki gagasan untuk melakukan studi dengan judul “Implikasi Hukum Pengaturan Bank Tanah Sebagai Penyedia Pengadaan Tanah Berdasarkan Perpu 2/2022 Tentang Cipta Kerja”.
-
1. Bagaimana pengaturan tentang Bank Tanah sebagai penyedia pengadaan tanah seperti diatur dalam Perpu Cipta Kerja?
-
2. Bagaimana implikasi hukum atas pengaturan tentang Bank Tanah sebagai penyedia pengadaan tanah seperti diatur dalam Perpu Cipta Kerja tersebut?
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis urgensi mengenai aturan Bank Tanah yang baru ini disahkan dalam Perpu Cipta Kerja sebagai penyedia dalam salah satu fungsinya dalam undang-undang a quo yaitu pengadaan tanah serta menganalisis implikasi hukum ataupun dampak yang akan dibawa atas adanya pengaturan bank tanah yang tela. Penelitian studi ini dilakukan dengan melihat Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan pendapat dari berbagai ahli dan penulis lain yang membahas berkaitan dengan topik ini. Dalam jurnal ini memberikan kejelasan mengenai bank tanah yang aturannya sudah sesuai dengan tujuan dan manfaatnya atau belum.
Dalam penulisan studi ini diperlukan metode penelitian untuk membahas kajian dengan tepat sesuai tujuannya. Metode yang digunakan penulis yaitu metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang mana penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian terhadap bahan pustaka serta data sekunder. Pengertian lain mengenai penelitian hukum normatif disebut juga dengan hukum kepustakaan, untuk meneliti dan mengkaji bahan pustaka yang ada dengan mengacu pada norma hukum yang ada.11 Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan penelitian primer yaitu UUD 1945 NRI, UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA), Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah (PP 64/2021), dan Peraturan Presiden No. 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah (Perpres 113/2021), serta untuk bahan hukum sekunder yakni karya ilmiah seperti buku-buku hukum dan jurnal hukum ataupun literatur yang berkaitan dengan topik yang diangkat.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3. 1 Pengaturan tentang Bank Tanah Sebagai Penyedia Pengadaan Tanah Seperti Diatur Dalam Perpu Cipta Kerja
Bank Tanah diatur dalam Perpu Cipta Kerja , khususnya dalam Pasal 125 – Pasal 135. Dalam undang-undang, bank tanah hanya dijelaskan sebatas badan khusus yang mengelola tanah, namun mengacu pada PP 64/2021 menjelaskan yang pada intinya bank tanah sebagai badan hukum khusus (sui generis) di Indonesia yang memiliki kewenangan khusus untuk mengelola tanah serta dibentuk langsung oleh pemerintah pusat. Sebelumnya bank tanah ini sudah dari lama ingin dibentuk dan diatur dalam RUU Pertanahan. Namun karena menuai protes dan penolakan yang meluas sehingga RUU Pertanahan gagal disahkan. Tidak lama kemudian muncul UU Cipta Kerja yang disahkan dan di dalamnya
mengatur regulasi mengenai bank tanah yang sekarang telah diganti dengan Perpu Cipta Kerja. Tidak heran jika banyak orang bahkan akademisi berpendapat bahwa UU Cipta Kerja ataupun Perpu Cipta Kerja ini janggal, terkesan tergesa-gesa dan memaksa.
Bank Tanah memiliki peran esensial dalam meningkatkan produktivitas dalam pemanfaatan tanah yang merupakan salah satu sarana manajemen sumber daya. Kendali pasar dan keseimbangan tanah pasar lokal merupakan metode yang diusung dalam bank tanah. Bernhard Limbong dalam bukunya berpendapat bahwa yang menjadi fungsi dari bank tanah yaitu menjamin adanya tanah yang tersedia untuk pembangunan di masa mendatang, adanya tepat guna APBN/APBD, berkurangnya pergesekan dalam proses pembebasan tanah, dan berkurangnya akibat buruk pembebasan tanah.12 Mengacu pada Perpu Cipta Kerja Pasal 126 ayat (1) yang pada intinya bank tanah hadir guna menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria berkaitan dengan terwujudnya ekonomi berkeadilan. Berdasarkan pasal a quo kita ketahui bahwa tujuan bank tanah sendiri dalam rangka mewujudkan ekonomi berkeadilan dengan menjamin tersedianya tanah dan sudah dijelaskan peruntukkan dari bank tanah tersebut. Namun benarkah jaminan dan peruntukkan bank tanah akan sesuai dengan pelaksanaannya.
Pada awal rencana pembentukannya, bank tanah dimandatkan untuk mengumpulkan dan mengelola tanah terlantar di Indonesia. Bank Tanah (land banking) dalam pengertiannya merupakan suatu sistem pembelian tanah ataupun properti dengan harga masa kini yang kemudian disimpan dan dikembangkan guna kebutuhan tertentu di masa mendatang sehingga muncul nilai tambah tersendiri, pengertian tersebut dikemukakan oleh Ali Tranghada.13 Sehingga konsep dari bank tanah ini mengelola tanah guna mengurangi adanya spekulan tanah yang memasang harga tinggi saat ada urgensi yang membutuhkan tanah tersebut. Bank tanah juga hadir karena tanah merupakan faktor penting untuk melakukan pembangunan dan banyak hal lain demi masyarakat, contohnya adalah pemukiman warga dan lahan pertanian. Semakin kesini semakin sulit untuk mendapatkan tanah karena semakin bertambah pula jumlah penduduk selain itu ditambah juga dengan adanya spekulan tanah yang membuat ketersediaan tanah semakin langka. Mengacu pada UUPA, ditegaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial, maka tidak benar jika masyarakat merasa dirugikan dengan adanya hak atas tanah yang sudah dimiliki pada seseorang dan digunakan untuk kepentingan pribadinya. Fungsi sosial dari hak atas tanah memiliki tujuan untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga tanah yang diperjualbelikan harus memperhatikan kepentingan umum.14
Beberapa berita dan seminar menyebutkan bahwa bank tanah ada sebagai land manager dimana bentuk dari bank tanah yakni badan hukum di Indonesia yang diberi kewenangan untuk mengelola tanah. Setelah disahkan PP 64/2021 sebagai aturan khusus guna mengatur lebih lanjut mengenai Bank Tanah sesuai Pasal 135 Perpu Cipta Kerja, terdapat penjelasan yang rinci mengenai tugas dan fungsi bank tanah dibandingkan dengan penjelasan dalam Perpu Cipta Kerja.
Tugas dan fungsi bank tanah yaitu perencanaan, perolehan tanah, pengadaan tanah, pengelolaan tanah, pemanfaatan tanah, dan pendistribusian tanah. Sedangkan mengenai struktur dari bank tanah dijelaskan juga dalam peraturan pemerintah yang merupakan turunan dari Perpu Cipta Kerja, yang terdiri dari komite, dewan pengawas, dan badan pelaksana. Berdasarkan fungsi, tugas, serta struktur yang dijelaskan dalam PP 64/2021 sudah cukup jelas mengenai sistem dari pelaksanaan bank tanah. Selain itu mengenai penyelenggaraan, tugas, serta pengangkatan struktur bank tanah diatur lebih lanjut dalam Perpres 113/2021.
Mengenai fungsi pengadaan tanah, terdapat tugas dalam menjalankan setiap fungsi tersebut dimana salah satunya bank tanah memiliki tugas sebagai badan yang menyediakan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara langsung. Sebagai upaya pembangunan kepentingan umum, aturan mengenai pengadaan tanah sudah diatur dalam UU 2/2012, dimana dalam undang-undang a quo mengartikannya sebagai kegiatan yang menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada pihak yang berhak dengan layak dan adil. Perihal pernyataan tersebut, bank tanah dipastikan memberikan kerugian yang pantas bagi pihak yang berkaitan dengan tanah sasarannya. Namun, regulasi mengenai aspek ganti rugi sendiri belum diatur secara konkret bahwa ganti kerugian tersebut benar-benar menjamin kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum diberikan ganti rugi. Terdapat fakta bahwa kerap terjadi pemiskinan di setiap pembangunan untuk kepentingan umum (public interest) yang dialami oleh para pemilik tanah.15 Sehingga hal demikian harus benar-benar diawasi dan dijamin demi kepentingan masyarakat dan pihak yang terkena dampaknya. Dalam penyelenggaraannya juga, bank tanah melihat dari asas kemanfaatan dan asas prioritas dimana melalui asas tersebut kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara diutamakan sesuai Pasal 14 ayat (3) PP 64/2021.
Reforma agraria menjadi salah satu objek dari bank tanah yang akan dijamin ketersediaan tanahnya namun banyak yang belum mengetahui mengenai reforma agraria itu sendiri. Reforma Agraria merupakan program pemerintah dalam meresktrukturisasi kepemilikan dan penguasaan atas tanah bagi rakyat Indonesia. Pada awal reformasi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, reforma agrarian merupakan rencana pemerintah untuk melakukan redistribusi tanah kepada sejumlah rumah tangga yang dikategorikan petani miskin.16 Sedangkan dalam penjelasan Perpu Cipta Kerja dijelaskan mengenai pengertian dari reforma agraria sebagai kondisi tertatanya kembali struktur penguasaan, penggunaan, pemilikan, dan kemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset untuk kemakmuran rakyat Indonesia serta hal tersebut dilaksanakan di luar kawasan hutan. Ketersediaan tanah reforma agraria dijelaskan dalam Perpu Cipta Kerja yakni paling sedikit 30%. Mekanisme pelaksanaan reforma agraria melalui pemberlakuan penataan aset dan penataan akses tercantum dalam pengertiannya. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden No 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria (Perpres 86/2018) disebutkan bahwa “Penataan Aset adalah penataan kembali, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam pemilikan tanah”, dan dalam Pasal 1 angka 3
Perpres 86/2018 juga disebutkan bahwa “Penataan Akses adalah pemberian kesempatan akses permodalan maupun bantuan lain kepada Subjek Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat”. Adapun redistribusi tanah dan legalisasi aset merupakan mekanisme dari penataan aset sedangkan dalam pelaksanaan penataan akses dilaksanakan dengan berbasis klaster demi meningkatkan skala ekonomi, nilai tambah serta mendorong inovasi kewirausahaan Subjek Reforma Agraria. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Perpres 86/2018 menjelaskan mengenai apa yang menjadi subjek dari reforma agraria yaitu penerima TORA yang sudah memenuhi syarat dan ditetapkan untuk menerima TORA, TORA sendiri merupakan singkatan dari Tanah Objek Reforma Agraria. Para pakar hukum sempat ragu dan mengkritik bahwa mekanisme dari bank tanah yang objek utamanya merupakan tanah terlantar tidak membawa keuntungan kepada masyarakat melainkan malah menguntungkan pihak swasta maupun investor. Untuk implikasinya sendiri akan dijelaskan dalam pembahasan berikutnya, namun yang pasti kekhawatiran para pakar hukum agraria tidak akan terjadi jika pemerintah benar-benar mengawasi dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang sudah diatur tanpa merugikan pihak manapun terutama masyarakat. Bank Tanah untuk reforma agraria ini memang diatur dalam Perpu Cipta Kerja, pengimplementasiannya juga sudah dijelaskan dan jika benar-benar dilaksanakan maka bisa menjadi harapan bagi para rakyat yang bekerja dalam sektor agraria seperti petani.
-
3. 2 Implikasi Hukum Atas Pengaturan Tentang Bank Tanah Sebagai Penyedia Pengadaan Tanah Seperti Diatur Dalam Perpu Cipta Kerja
Regulasi tentang bank tanah yakni tercantum dalam Perpu Cipta Kerja yang telah disahkan dengan berbagai macam polemik dan protes dari berbagai pihak. Turunan dari Perpu Cipta Kerja tersebut yaitu PP 64/2021 dan Perpres 113/2021. Bank Tanah menjadi salah satu perhatian yang menuai protes dari berbagai pihak. Pasalnya Bank Tanah sebelumnya sempat diatur dalam RUU Pertanahan namun tidak jadi disahkan karena terjadi protes yang meluas. Dalam Perpu Cipta Kerja khususnya dari Pasal 125 - Pasal 135 dijelaskan terkait fungsi dari badan bank tanah.
Mengenai dampak yang akan dibawa oleh bank tanah sendiri belum terlihat jelas setelah disahkannya Perpu Cipta Kerja. Namun beberapa orang telah berpendapat mengenai keuntungan dan kerugian dari adanya bank tanah dan ada yang berpendapat optimis maupun pesimis terhadap regulasi pembentukan bank tanah ini. Beberapa orang yang memiliki pendapat optimis terhadap bank tanah umumnya mendukung dibentuknya bank tanah sebagai suatu gagasan yang baik meskipun upaya untuk mewujudkannya tidak mudah. Pendapat yang pesimis khawatir akan munculnya calo tanah (para spekulan) gaya baru, dan di samping itu ada pula pendapat bahwa manfaat bagi rakyat kecil masih diragukan.17 Pasalnya sampai sekarang dari semenjak disahkannya Perpu Cipta Kerja yang berisi peraturan mengenai Bank Tanah beserta peraturan turunannya, belum ada pergerakan berarti dari pelaksanaan badan bank tanah tersebut bahkan masyarakat sendiri banyak yang belum mendengar dan mengetahui mengenai badan bank tanah ini. Jika kita melihat isi dari pasal 10 Perpu Cipta Kerja, terdapat perluasan arti pengadaan lahan demi kepentingan umum, dalam pasal tersebut
memang terlihat lebih condong ke arah investor dimana perluasan tersebut terdiri dari kawasan industri hulu dan hilir minyak dan gas, kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, kawasan pariwisata, dan kawasan lainnya yang mana konsekuensinya bisa menimbulkan kerugian masyarakat dengan kondisi sosial yang mengebawahkan masyarakat.18
Berdasarkan pandangan dari sisi reforma agraria, terdapat kekeliruan terhadap hal dasar dalam memposisikan reforma agraria mengacu pada Pasal 126 Perpu Cipta Kerja karena reforma agraria adalah sebuah perbaikan atas kesenjangan struktur kepemilikan, penguasaan serta pengusahaan tanah. Sementara reforma agraria dikatakan sebagai penyedia pengadaan tanah, yang artinya setara dengan pengadaan tanah pada umumnya yaitu pembangunan infrastruktur dengan proses pembelian atau ganti kerugian. Menurut pendapat beberapa orang, dengan adanya pembangunan PSN (Proyek Strategis Nasional), klaim aset negara, Kawasan Ekonomi Khusus, klaim kawasan hutan dan hak pengelolaan bank tanah itu sendiri yang mana bank tanah bisa menjadi kebalikan dari tujuan yang ingin dicapai dimana tanah milik petani dan masyarakat adat bisa saja tergusur dengan adanya alasan kepentingan-kepentingan oknum tersebut. Maka dari itu diperlukannya sebuah pengawasan yang ketat mengenai adanya lembaga bank tanah ini agar kerjanya sepadan dengan fungsi dan tujuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan yang akan ingin dicapai. Selama ini ATR/BPN dan pemerintah daerah memiliki satu koordinasi terhadap semua objek tanah negara untuk reforma agraria sehingga menimbulkan tumpang tindih dan perlu adanya pengawasan terhadap bank tanah. Tumpang tindih mengenai aturan bank tanah juga terjadi dari sisi kelembagaan dimana fungsi bank tanah sesuai yang tercantum dalam Perpu Cipta Kerja tumpang tindih dengan tugas serta fungsi dari Kementerian ATR/BPN sehingga dapat mematisurikan fungsi dari Kementerian ATR/BPN. Perpu Cipta Kerja yang selama ini dikatakan lebih sederhana dan efisiensi tugas serta fungsi kelembagaan justru malah sebaliknya. Keuntungan dan kerugian dari adanya bank tanah yang merupakan dua sisi yang berbeda harus dilihat untuk melihat sekiranya implikasi apa yang akan dibawa. Menurut pendapat dalam buku Tanawijaya, terdapat kemungkinan keuntungan dari adanya pembentukan bank tanah, yaitu tersedianya tanah dengan luas areal tanah yang tertentu, cepat, dan tepat waktu lebih dapat dilakukan developer atau pengusaha dan pemerintah, karena pada saat pembelian tanah terlebih dahulu melihat rencana tata ruang wilayah tersebut maka tanah yang berada dibawah kuasa oleh bank tanah cenderung lebih sesuai, tersedianya informasi yang cepat dan akurat dalam hal memperoleh tanah bagi perusahaan real estate tanpa melakukan perijinan dan pembelian yang tidak wajar, dengan adanya lembaga ini diharapkan dapat mengelola harga tanah sehingga bisa dikendalikan, subsidi silang bisa terlaksana dan terwujudnya dayaguna pembangunan prasarana lingkungan, sarana lingkungan dan utilitas umum serta terwujudnya kawasan pemukiman yang sesuai dengan rencana mengenai tata ruang yang sudah dibuat sebelumnya.19 Dari keuntungan-keuntungan disebutkan oleh Tanawijaya tersebut dapat dilihat bahwa dampak yang dibawa dari pembentukan badan bank tanah tidak sepenuhnya menimbulkan kerugian meskipun dalam implementasinya belum terlihat akan membawa dampak seperti apa.
Berdasarkan pendapat Tanawijaya selain keuntungan terdapat kerugian dari pembentukan bank tanah antara lain, rancangan tata ruang yang sudah dibentuk oleh pemerintah menjadi alasan masyarakat pemilik tanah untuk cepat menjual tanahnya, terjadinya kenaikan harga yang berlipat ganda dikarenakan sudah dikelola oleh pihak pengelola sedangkan penjualan tanah sebelumnya masih berdasar pada harga dasar, berdasarkan Pasal 6 UU Pokok Agraria yang pada intinya menjelaskan bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial bertentangan dengan tanah yang merupakan alat komoditi, juga bertentangan dengan Pasal 13 UU Pokok Agraria yang melarang munculnya kegiatan monopoli di bidang agraria.20 Setelah dijelaskan keuntungan dan kerugian mengenai pembentukan bank tanah menurut Tanawijaya, tidak bisa langsung disimpulkan apakah pendapat ini benar atau tidak karena hingga saat ini pelaksanaan dari bank tanah belum juga terdengar. Namun, setelah melihat benefit and cost analysis dari pembentukan bank tanah, maka terjadi apa yang disebut dengan diffused cost/concentrated benefit artinya beberapa pihak tertentu saja yang dapat keuntungan, dan concentrated cost artinya ada pihak-pihak tertentu yang dapat mengenyam keuntungan, karena usaha yang dilakukan dengan modal dan strategi, tanpa memperdulikan pihak lain yang menderita (individualisme).21
Dari pembahasan diatas terlihat keuntungan dan kerugian dari adanya bank tanah menurut pendapat ahli. Terdapat banyak faktor penentu yang menjadi keberhasilan adanya pembentukan bank tanah. Menurut Limbong, faktor penentu keberhasilan bank tanah yaitu kemauan politik (political will), tertib sertifikasi pertanahan, tata ruang, sumber daya manusia serta sistem penunjang yang mahir, dan aktifnya partisipasi masyarakat. Namun untuk dampak pasti yang diberikannya ke depannya dari adanya pembentukan badan bank tanah ini masih belum dapat diketahui dikarenakan pelaksanaannya yang belum ada dan aturan turunannya pun baru saja disahkan tahun 2021. Faktor penentu apakah bank tanah akan berjalan sesuai tugas dan fungsi serta akan memberi dampak baik atau buruk terdapat dari orang yang menjabat di dalam badan bank tanah tersebut, dari segi perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan juga harus benar dan sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dan dicita-citakan oleh negara dan juga masyarakat. Bank tanah juga telah disahkan melalui Perpu Cipta Kerja beserta dengan peraturan turunannya.
Bank Tanah diatur dalam Perpu Cipta Kerja, khususnya dalam Pasal 125 – Pasal 135. Peraturan turunannya seperti PP 64/2021 yang menjelaskan mengenai bank tanah yang lebih terperinci dan Perpres 113/2021 yang lebih menjelaskan mengenai struktur dan bagaimana bank tanah terselenggara, kedua aturan ini juga sudah disahkan. Pasal 1 angka 1 PP 64/2021 yang pada intinya menjelaskan bahwa bank tanah merupakan salah satu badan hukum khusus di Indonesia yang yang memiliki kewenangan khusus untuk mengelola tanah serta dibentuk langsung oleh pemerintah pusat. Sebelumnya bank tanah ini sudah dari lama ingin dibentuk dan diatur dalam RUU Pertanahan, namun karena menuai protes dan penolakan yang meluas sehingga RUU Pertanahan gagal disahkan. Tidak lama kemudian muncul UU Cipta Kerja yang disahkan yang telah diganti dengan
Perpu Cipta Kerja dan di dalamnya mengatur regulasi mengenai bank tanah, dimana badan ini menjadi salah satu upaya penting dalam meningkatkan produktivitas pemanfaatan tanah melalui sarana manajemen sumber daya. Mengenai tugas dan fungsinya tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) PP 64/2021. Secara konseptual, kebijakan dan strategi untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan penggunaan tanah harus dimuat dalam kebijakan bank tanah. Kehadiran lembaga bank tanah sebagai angin sejuk dalam menjamin ketersediaan tanah untuk beberapa kepentingan berkaitan dengan terwujudnya ekonomi berkeadilan. Mengenai dampak yang akan dibawa oleh bank tanah sendiri belum terlihat jelas setelah disahkannya Perpu Cipta Kerja. Beberapa orang yang memiliki pendapat optimis terhadap bank tanah umumnya mendukung dibentuknya bank tanah sebagai suatu gagasan yang baik meskipun upaya untuk mewujudkannya tidak mudah. Terdapat faktor penentu yang menjadi keberhasilan adanya pembentukan bank tanah. Menurut Limbong, faktor penentu keberhasilan bank tanah yaitu kemauan politik (political will), tertib sertifikasi pertanahan, tata ruang, sumber daya manusia serta sistem penunjang yang mahir, dan aktifnya partisipasi aktif masyarakat. Bahwa sebenarnya faktor penentu apakah bank tanah akan berjalan sesuai tugas dan fungsi serta akan memberi dampak baik atau buruk terdapat dari orang yang menjabat di dalam badan bank tanah tersebut, dari segi perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan juga harus benar dan sejalan dengan tujuan dan cita-cita negara dan juga masyarakat. Dengan demikian pelaksanaan dari peraturan pemerintah serta peraturan presiden yang ada untuk mendukung bank tanah harus betul-betul diawasi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bernhard Limbong, Bank Tanah, (Jakarta: Margaretha Pustaka, 2013)
Effendi, Jonaedi dan Johnny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris.
(Jakarta: Prenada Media,2018)
Sudiarta, I Ketut, dkk. Diktat Hukum Agraria. (Denpasar:Universitas Udayana,2017)
JURNAL ILMIAH
Ariyani, Ni Made Desy; Parsa, I Wayan, “Konsolidasi Tanah Sebagai Upaya Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas Pemanfaatan Tanah Perkotaan Secara Optimal”, Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, [S.1], v. 7, n.4, p. 1-15, (Juni 2019)
Ganindha, Ranitya, “Urgensi Pembentukan Kelembagaan Bank Tanah Sebagai Alternatif Penyediaan Tanah Bagi Masyarakat Untuk Kepentingan Umum”, Arena Hukum Volume 9, Nomor 3, (Desember 2016)
Havik, Antonius, dkk, “Mengupas Omnibus Law Bikin Ga(k)Law: Jilid II: Pembahasan Agraria dan Lingkungan”, Sebuah Kajian, Kajian 5 Jilid II (2020)
Kasenda, Dekie GG, “Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum”, Jurnal Morality, Vol. 2, No. 2, (Desember 2015)
Mochtar, Hairani, “Keberadaan Bank Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.18, No.2 (Desember 2013)
Mungkasa,Oswar, “Bank Tanah sebagai Alternatif Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum”, Majalah Agraria Edisi 2 (2015)
Noegroho, Noegi, ”Penerapan Konsep Land Banking Di Indonesia Untuk Pembangunan Perumahan MBR Di Kawasan Perkotaan”, CornTech, Volume 3, Nomor 2, (Desember 2012)
Noor, Rafli, “Manajemen Bank Tanah”, Jurnal Direktorat dan Tata Ruang BAPPENAS Vol. I, (Maret 2014)
Tanawijaya, Hanafi, “Bank Tanah: Suatu Tinjauan Hukum dan Ekonomi”, Era Hukum No 3/Th I/(1995)
Yudha Wismaya, Made; Novy Purwanto, I Wayan, “Peran Badan Pertanahan Nasional Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mekanisme Mediasi”, Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, [S.1.], Vol. 02, No. 05, (Juli 2014)
SKRIPSI
Dimas Sutadi, Rayyan. “Kebijakan Reforma Agraria di Indonesia (Kajian Komparatif Tiga Periode Pelaksanaan: Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi)”. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta (2018).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 245 Tahun 2020, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 238 Tahun 2022, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841)
Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2021, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6683)
Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 172 Tahun 2018)
Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 Tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 279 Tahun 2021)
WEBSITE
Hidayat, Rofiq. Ahli Hukum Pertanahan UGM : Pengaturan Bank Tanah Bermasalah. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fa87162dec93/ahli-hukum-pertanahan-ugm--pengaturan-bank-tanah-bermasalah diakses pada tanggal 26 Maret 2021
Hidayat, Rofiq. Urgensi Pengaturan Bank Tanah dalam RUU Cipta Kerja. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f632dcd1c3c7/urgensi-pengaturan-bank-tanah-dalam-ruu-cipta-kerja diakses pada tanggal 26 Maret 2021
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 9 Tahun 2022, hlm. 1643-1655
Discussion and feedback