PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENIPUAN

INVESTASI ONLINE

Kadek Mahadina Kirana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: dinakirana30@yahoo.com

Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: adityapramanaputra@unud.ac.id

DOI: KW.2022.v11.i10.p2

ABSTRAK

Penulisan jurnal ini ditujukan agar dapat memahami bagaimana penegakan hukum terhadap orang yang melakukan penipuan dalam investasi khisusnya investasi online dan juga memahami tentang perlindungan hukum yang bisa didapatkan oleh korban penipuan investasi. Dalam pembuatan jurnal ini, metode penulisan yang penulis gunakan yaitu metode penelitian normative. Dan dapat diketahui bahwa seseorang yang melakukan penipuan investasi dapat dikenakan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Orang tersebut juga dapat dijerat “Pasal 103 UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal” karena inevestasi tersebut termasuk penanaman modal illegal. Dan karena dilakukan secara online, maka dikenakan juga Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Kemudian mengenai perlindungan hukum bagi seseorang yang menjadi korban penipuan investasi dilakukan dengan tindakan preventif dan represif.

Kata Kunci : Penegakan hukum, Penipuan, Investasi online.

ABSTRACT

Writing this journal intendes for understand about law enforcement is against people who commit investment fraud, especially online investment and and also understand about the legal protection that can be obtained by victims of investment fraud. In this study using normative legal research methods. And it can be seen that someone who commits investment fraud can be subject to Article 378 of the Criminal Code concerning Fraud. This person can also be charged with “Article 103 of Law no. 8 of 1995 concerning the Capital Market” because the investment includes illegal investment. And because it is done online, it is also subject to “Article 28 paragraph (1) of Law no. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions as amended by Law no. 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions”. Then regarding legal protection for victims of investment fraud can be done with preventive and repressive measures.

Keywords : Law Enforcement, Fraud, Online Investment.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang ini, sesuatu yang akan selalu berdampingan dengan kita adalah perkembangan teknologi dan juga informasi yang makin canggih dari masa ke masa. Perkembangan teknologi dan informasi tersebut akan membawa kemajuan di segala aspek, misalnya yaitu di bidang investasi.1 Investasi, suatu kegiatan dimana seseorang akan menempatkan Sebagian atau beberapa kekayaan yang dimilikinya baik

itu dalam bentuk uang atau berpa yang lainnya yang memiliki suatu nilai dan diberikan ke suatu lembaga atau tempat tertentu.2 Orang yang melakukan pelaksanaan suatu investasi biasa disebut sebagai investor. Dan pada dasarnya, tujuan dari seorang investor adalah untuk menambah kekayaan yang dimilikinya atau mengembangkan keuntungan yang lebih besar di masa depan.3

Semakin lama dan semakin berkembangnya teknologi, semakin banyak pula jenis dan ragam sarana investasi, seperti misalnya robot trading, reksa dana, dan bahkan yang terbaru yaitu NFT (NonFungible Token)4 yang merupakan aset yang digital dan dapat dilakukan pembelian menggunakan mata uang kripto. Dengan banyaknya jenis investasi tersebut, semakin banyak juga model – model jenis penipuan investasi oleh oknum tidak bertanggung jawab. Pihak yang menawarkan investasi mengandalkan kemajuan teknologi yang bertambah modern untuk membuat investasi semakin praktis dan juga canggih atau yang biasa kita lihat yaitu investasi online. Dengan kemudahan dan kepraktisan tersebut, banyak masyarakat yang tergiur dengan investasi online. Pihak yang menawarkan pun akan menggunakan berbagai macam modus untuk menarik minat masyarakat luas. Biasanya investasi yang ditawarkan beragam seperti misalnya return yang ditawarkan akan jauh kebih banyak jika dibandingkan dengan lembaga investasi lainnya, seperti misalnya di bank ataupun di pasar modal. Namun, banyak masyarakat yang tidak menyadari apakah investasi tersebut legal atau tidak, karena pada saat ini sangat maraknya kejahatan terhadap investasi seperti misalnya penipuan dan penggelapan terhadap investasi, dan bahkan sampai investasi bodong atau investasi yang tidak nyata adanya, sehingga hal ini menyebabkan tidak sedikit juga masyarakat yang menjadi korban dalam tindak kejahatan investasi tersebut.

Di Indonesia, kasus kejahatan investasi salah satunya penipuan investasi ilegal sangat sering terjadi dan bahkan tergolong memakan banyak korban dibandingkan dengan negara lainnya.5 Menurut Satgas Waspada investasi,6 hal ini terjadi karena karena beberapa faktor, yakni banyak masyarakat Indonesia yang mempunyai pola hidup ingin cepat kaya hanya dengan bekerja mudah dan praktis. Kemudian factor kedua yaitu banyak masyarakat yang tidak mengetahui apakah investasi tersebut legal atau illegal sehingga terkelabui hanya untuk mendapatkan keuntungan yang besar tanpa mempertimbangkan resiko yang ditimbulkan. Kemudian factor yang terakhir yaitu kurangnya literasi keuangan masyarakat Indonesia sehingga memberikan peluang yang lebar bagi pelaku-pelaku investasi illegal atau bodong.

Selama lima tahun terakhir yaitu di tahun 2018 sampai dengan 2022, total kerugian akibat investasi illegal mencapai Rp 123 triliun. Kerugian di tahun 2018 senilai Rp 1,4 triliun. Lalu pada tahun 2019 kerugian akibat investasi meningkat dan berubah jadi sebesar Rp 4 Triliun dan menjadi Rp 5,9 triliun pada 2020. Di tahun 2021 kerugian yang disebabkan oleh penipuan investasi sempat menurun menjadi Rp 2,54 triliun. Dan kerugian terbesar terjadi di tahun 2022 dengan kerugian sebesar Rp 109,67

triliun.7 Dari banyaknya total kerugian tersebut, dapat kita simpulkam bahwa investasi ilegal merupakan salah satu masalah besar dalam dunia bisnis di Indonesia. Dari banyaknya investasi ilegal tentu memakan banyaknya investor yang menjadi korban dengan kerugian total yang sangat besar. Sebagai korban tentunya hal yang diinginkan adalah ganti kerugian atas kerugian yang dideritanya. Namun permasalahan ganti rugi nampaknya belum diatur jelas dalam peraturan yang ada di Indonesia. Atas dasar apa yang sudah diuraikan pada masalah diatas, maka penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan dan topik dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Investasi Online

Penelitian yang digunakan untuk membandingkan penelitian ini adalah penelitian artikel Jurnal Hukum Adigama Volume 4 Nomor 2 Tahun 2021 dengan judul “Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Ganti Kerugian Akibat Ivestasi Ilegal”.8 Yang dimana jurnal tersebut membahas mengenai perlindungan hukum dan ganti rugi yang didapatkan korban investasi illegal dan juga mengenai kefektifitasan lembaga OJK menangani permasalahan investasi illegal. Di zaman era yang sudah sangat digital ini, banyak kejahatan yang dilakukan melalui media aplikasi atau secara online, sehingga dalam penelitian ini lebih memfokuskan kepada permasalahan investasi online yang dimana dalam penelitian ini memuat mengenai lembaga yang berwenang mengangani permasalahn investasi, peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai investasi dan juga sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku yang melalukan penipuan investasi khususnya investasi online. Kemudian dalam jurnal ini juga membahas terkait bagaimana perlindungan yang bisa didapatkan korban penipuan investasi agar terciptapnya suatu ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat dan masyatarakat Indonesia terhindar dari permasalahan yang berbau investasi dan seperti yang sedang marak saat ini yakni investasi online.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Sesuai dengan masalah yang sudah penulis uraikan, maka pembahasan yang muncul dan akan dibahas yaitu :

  • 1.    Bagaimanakah Penegakan Hukum dan sanksi yang diberikan kepada pelaku penipuan investasi online?

  • 2.    Bagaimanakah perlindungan hukum yang akan diperoleh oleh korban penipuan investasi?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan jurnal yang penulis buat yaitu :

  • 1.    Untuk mengetahui penegakan hukum dan sanksi yang akan didapatkan pelaku penipuan investasi online.

  • 2.    Untuk mengetahui perlindungan hukum yang dapat diberikan kep korban penipuan investasi / investasi bodong.

  • II.    Metode Penelitian

Dalam pembuatan jurnal ini, metode penulisan yang penulis gunakan yaitu metode penelitian normatif yang dimana dilaksanakan dengan menelaah bahan –

bahan pustaka dan juga data – data sekunder yang dijadikan hal untuk diteliti9 dengan melakukan searching atau pencarian terhadap aturan – aturan dan juga sumber berhubungan terhadap pembahasan yang akan dibahas, yaitu berkaitan terhadap penegakan hukum terhadap pelaku penipuan investasi online dan mengenai perlindungan hukum terhadap orang yang dirugikan dalam investasi bodong. Penulis mengumpulkan data dengan dalam penyusunan jurnal ini dengan cara yaitu dengan teknik studi kepustakaaan, menelusuri di internet, menelaah artikel ilmiah, karya ilmiah sarjana, maupun sumber- sumber informasi lain yang berguna dalam terbentuknya jurnal ini.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Investasi Online.

Penegakan hukum yang ada dalam suatu negara merupakan upaya yang dilakukan untuk menegakkan aturan atau norma yang ada di negara itu sendiri. Faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum suatu negara salah satunya adalah aparat penegak hukum, dimana aparat penegak hukum haruslah bersikap jujur dan adil dalam melaksanakan tugas dan perannya masing – masing sesuai undang – undang agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. Faktor lainnya yang juga mempengaruhi adalah tingkat perkembangan dimana tempat hukum tersebut ditegakkan. Sehingga apabila factor penegakan hukum suatu negara sudah terlaksana dengan baik, akan memperoleh tujuan penegakan hukum, yakni dapat meningkatkan ketertiban umum, rasa keadilan, serta kepastian hukum bagi masyarakat.

Dalam buku Dellyana Shanty yang berjudul “Konsep Penegakan Hukum” tercantum pendapat Joseph Goldstein yang membagi penegakan hukum pidana menjadi 3 golongan yakni :10

  • 1.    Total enforcement, adalah bagian yang pelaksanannya mengacu pada “hukum pidana substantif. Penegakan hukum seperti ini jarang dilaksanakan oleh apparat penegak hukum karena hukum acara pidana secara ketat membatasi megenai hal -hal yang bisa dilaksanakan bagi aparat penegak hukum. Adapun aturan – aturan yang dibatasi yakni seperti aturan dalam peahanan, penggeledahan, penangkapan, penyitaaa. Pemeriksaan pendahuluan hukum pidana substantif juga membatasi hal lainnya seperti harus adanya aduan sebagai syarat dari adanya tuntutan atas delik aduan (kllacht deliicten).

  • 2.    Full  enforcement,  cakupan penegakan hukum seperti ini merupakan

pengurangan daerah yang tidak ada penegakan hukumnya dari penegakan hukum yang sifatnya menyeluruh. Yang dimana dalam hal ini aparat penegak hukum dipercayakan untuk menegakkan hukum lebih adil dan tegas.

  • 3.    Actual  enforcement,  dari pendapat Joseph Goldstein,    (full  enforcement)

dipandang sebagai not a realistic expectation atau sesuatu yang mustahil, karena terdapat bebarapa batas baik dari segi waktu, personal, investigation tool, dan yang lainnya akan menimbulkan suatu keharusan untuk dilaksanakannya discretion dan yang lainnya itulah dinamakan dengan actual enforcement.

Kemudian selanjutnya ada beberapa factor yang berpengaruh terhadap proses suatu penegakan hukum yang dikemukakan menurut Soerjono, yaitu :

  • 1)    Hukum atau Undang – Undang . berdasarkan factor ini, Soerjono berpendapat bahwa hukum menjadi unsur kebendaan yang ditulis, keberlakuannya untuk umum, yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pemerintah atau daerah yang dirasa berwenang untuk menerbitkan suatu peraturan atau undang – undang. Ruang lingkup suatu undang- undang terdiri dari peraturan pusat dan peraturan daerah. Perbedaan dari keduanya dapat kita lihat dari keberlakuan undang – undang itu sendiri. Peraturan pusat berlaku lebih luas tau untuk masyarakat di suartu negara. Lain halnya dengan peraturan daerah hanya berlaku di suatu daerah tertentu. Dalam pemberlakuan suatu undang – undang juga mengandung beberapa prinsip. Prinsip yang pertama yaitu undang – undang berlaku tidak surut. Prinsip yang kedua yakni hukum dibuat oleh pemimpin yang mempunyai kedudukan tertinggi dalan suatu hierarki perundangan. Prinsip ketiga yakni undang – undang yang sifatnya “lex specialis derogate legi generalis”. Prinsip keempat yaitu hukum sedang berlaku membatalkan hukum telah ada sebelumnya. Prinsip kelima yakni hukum tdak dapat diganggu guat. Dan prinsip yang terakhir yaitu hukum dijadikan jembatan untuk terciptanya kesejahteraan yang merata bagi individu dan masyarakat.

  • 2)    Penegak hukum. Merujuk pada faktor ini, penegak hukum adalah suatu kelompok yang berkemampuan atau berwewenang untuk menghadapi permasalahan di masyarakat. Sehingga penegakan hukum sangat berpengaruh oleh faktor penegak hukum karena apparat penegak hukum menjadi penentu bagi suatu peraturan perundang – undangan untuk dapat diterapkan atau direalisasikan dengan baik atau tidak.

  • 3)    Sarana dan fasilitas. Faktor selanjutnya yakni fasilitas dan sarana yang berpengaruh dalam proses penegaakan hukum. Jika sarana dan fasilitas dalam suatu negara tidak memadai, maka penegakan hukum di negara tersebut juga tidak bisa terlaksana dengan efektif dan mulus. Fasilitas yang tergolong penegakan hukum diantaranya apparat penegak hukum yang harus mempunyai kemampuan khusus di bidangnya, sarana dan perlengkapan dalam proses penegakan hukum, kesiapan dana yang harus memadai untuk menunjang proses penegakan hukum, dan lain sebagainya.

  • 4)    Masyarakat setempat. Faktor berikutnya merupakan salah satu factor yang penting dikarenakan tujuan utama dari penegakan hukum yaitu untuk mencapai keadilan, kesejahteraan dan ketertiban dalam masyarakat. Hal ini berarti sangat diharapkan kepada masyarakat untuk selalu tertib dan selalu menaati peraturan maupun undang – undang yang berlaku di suatu daerah. Namun saat ini masih terdapat kendala dalam hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat terpencil yang kurang mendapatkan sosialisai mengenai peraturan yang diterapkan di negaranya.

  • 5)    Budaya. Dalam hal ini, budaya dalam suatu masyarakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat yang dimana budaya dapat membuat masyarakat untuk mampu memahami segala Tindakan dan perbuatan yang akan mereka lakukan. Maka dari itu, perlu ditanamkan nilai-nilaii hukum terhadap warga negara seperti misalnya nilai atau budaya yang mencirikan perilaku yang sopan, nilai-nilai yang memelihara dan meembuat penyempurnaan, dan juga nilai- nilai ketentraman dan kerukunan dalam bermasyarakat.11

Di Indonesia, berinvestasi bukanlah merupakan sesuatu yang asing atau baru dalam meningkatkan perekonomian nasional. Pada praktiknya, segala jenis sesuatu yang berhubungan dengan investasi tentu ada saja hal – hal yang tidak diinginkan seperti misalnya pelaku – pelaku investasi yang tidak bertanggung jawab dan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memperoleh keuntungan. Mengenai penegakan hukum terhadap pelaku penanaman modal di Indonesia, mengenai masalah ini sudah ada di “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK)” yang memuat segala pengaturan yang berkaitan dengan jasa keuangan di Indonesia12. Yang dimana mengenai tugas dan wewenang serta fungsi dari OJK di Indonesia dibahas dalam “Pasal 4 sampai 9 Undang-Undang Nomor 21 UU OJK”. Dan untuk menyelesaikan permasalahan di bidang investasi, dalam OJK terdapat Lembaga yang disebut Satgas Waspada Investasi (SWI)13 dimana SWI ini bertugas untuk mengawasi dan menangani permasalahan yang diduga terkait dengan perilaku melanggar hukum dalam lingkup menghimpun dana atau keuangan dari masyarakat serta dalam pengendalian investasi.. Dalam OJK terdapat juga lembaga lain seperti Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappbeti) yang mengawasi perdagangan berjangka komoditi seperti investasi aset kripto.

Berdasarkan pada Pasal 6 UU OJK, OJK memiliki kewajiban mengatur dan mengawasi yang pertama yaitu pelaksanaan jasa keuangan dalam bidang perbankan, kedua pelaksanaan lembaga keuangan di bidang pasar modal, ketiga lembaga keuangan dalam bidang asuransi, keuangan pensiun, perusahaan pembiayaan, dan tempat atau lembaga dalam bidang keuangan yang lainnya.14 Dalam hal menangani perusahaan atau aktivitas investasi ilegal, OJK memiliki wewenang untuk menghentikan segala aktivitas ilegal tersebut. Dalam Pasal 9 huruf g dan h OJK telah ditetapkan sanksi administrative yang dapat diberikan kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap aturan dalam bidang jasa keuangan yaitu OJK dapat memberi atau menarik kembali izin sebuah usaha, izin untuk perorangan, kefektifan pernyataan terdaftar, surat tertanda telah daftar, kesepakatan melaksanakan suatu kegiatan usaha, mengesahkan, menyetujui dan menetapkan pembubaran, dan menetapkan dokumen yang lainnya.

Terkait penegakan hukum terhadap penipuan investasi di Indonesia, dalam hal ini pelaku penipuan investasi dapat dikenakan beberapa peraturan yang diterapkan di Indonesia yaitu terkait dengan penipuan penanaman modal yang pertama dapat

dikenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan yang dimana pelaku dapat dihukum paling lama yaitu 4 tahun penjara. Sesuai pendapat Moeljatno,15 aturan tentang pidana yang dimuat dalam pasal tersebut adalah mengenai perlakuan bedrog atau penipuan. Pelaku penipuan investasi juga dapat dipidana merujuk sesuai Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dilihat dari peraturan didalam pasal ini, arti yang terkandung didalamnya yaitu dimana pelaku sudah mengambil uang yang berasal dari korban adalah hasil perlakuan tindak pidana penipuan dan selanjutnya ditujukan demi melakukan tindak penggelapan dan pencucian uang, dan dengan begitu pelaku dapat diancam dengan pidana penjara yakni paling lama dua puluh tahun dan bisa juga dikenakan denda paling banyak atau maksimal sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Dalam hal penipuan investasi online, pelaku penipuan juga akan dijerat Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Pada aturan ini, ditentukan bahwa seseorang secara sengaja dan tidak memiliki hak, mempublikasikan berita hoax atau palsu dan mengakibatkan kerugian terhadap konsumen dalam hal traksaksi secara elektronik merupakan sesuatu yang dilarang dalam UU ITE. Penipuan investasi ini tentu melanggar ketentuan tersebut karena perbuatannya dilakukan di jaringan onternet secara online dan akibatnya membuat adanya kerugian bagi banyak pihak terutama investor yang menadi korban. Adapun sanksi yang dapat dikenakan pelaku penipuan investasi online dari adanya Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tertuang dalam Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 yakni ancaman hukuman penjara maksimal 6 (enam) tahun dan/atau denda terbanyak sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

  • 3.2.    Perlindungan Hukum Terhadap Korban Investasi Bodong

Pada masa sekarang ini, banyak penipuan investasi yang dilakukan oleh investasi yang illegal ataupun belum mendapatkan izin dari lembaga OJK tetap beroprasi di Indonesia yang dimana saat ini biasanya bergerak dalam asset kripto dan juga robot trading yang sedang tren dalam dunia investasi pada kalangan remaja. Hal ini menimbulkan banyak korban dari penipuan investasi illegal atau investasi bodong sehingga perlu adanya perlindungan hukum untuk dapat terhindar dari lembagaa – lembaga keuangan yang tidak bertanggung jawab atau biasa disebut investasi bodong. Perlindungan hukum dalam bidang investasi ini sangat diperlukan peran dari pemerintah dan juga lembaga terkait yakni Otoritas Jasa Keuangan dan juga Satgas Waspada Investasi. Perlindungan hukum sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, untuk menjamin keadilan, dan kepastian dalam hukum.16 Dengan adannya perlindungan hukum akan memnimalisir suatu benturan kepentingan dan melindungi kepentingan tersebut. Dalam hal ini kepentingan yang dimaksud merupakan kepentingan dalam berinvestasi. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan baik secara represif maupun preventif yang akan diberikan kepada subjek hukum secara lisan maupun secara tertulis. Berdasarkan dengan konsep perlindungan hukum dimana disampaikan oleh Philipus M. Hadjon, ia membedakan

perlindungan hukum sebagai 2 golongan, yakni perlindungan hukum preventif dan represif. 17

Jika kita melihat dari konsep perlindungan hukum yang telah disampaikan oleh Philipus M. Hadjon, di Indonesia perlindungan hukum yang dilakukan dengan tindakan preventif telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan memberikan perlindungan hukum kepada investor yakni melalui lembaga OJK. Seperti yang telah diatur dalam “Pasal 28 UU OJK”, dimana dalam UU ini lembaga OJK menjadi wakil dari pemerintahan telah mensosialisasikan dan menginformasikan kepada masyarakat mengenai karakteristik dari OJK itu sendiri. Dalam sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan pemerintah, pemerintah sellalu menegaskan agar masyarakat bersikap cermat, hati- hati dan teliti dalam berinvestasi. Masyarakat juga diminta untuk lebih mengenali produk usaha dan manajemen pengelolaan dimana tempat mereka akan berinvestasi, dan agar memastikan apakah tempat tersebut sudah sudah legal dan sudah mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang. Selain itu, Dalam OJK sendiri juga terdapat jasa produk keuangan yang dimana masyarakat dapat menanyakan kepada lembaga jasa keuangan apakah tempat mereka berinvestasi memiliki potensi merugikan masyarakat dalam menjalankan kegiatannya. Hal – hal diatas merupakan langkah atau tindakan preventif yang bisa dilakukan oleh para investor ketika mereka akan menentukan lembaga mana yang akan mereka jadikan tempat berinvestasi.18

Selanjutnya mengenai perlindungan hukum yang bersifat represif yang bisa diberikan pada korban penipuan investasi dapat dilakukan dengan menuntut pelaku menggunakan sejumlah peraturan dan hukum yang diberlakukan di Indonesia.19 Yang pertama dapat menuntut pelaku menggunakan “Pasal 378 KUHP tentang Penipuan” dan pelaku bisa dikenakan sanksi dengan hukuman maksimal 4 (empat) tahun tahun penjara. Kemudian apabila transaksi yang dilakukan secara elektronik atau online, hukum selanjutnya yaitu pelaku dapat dijerat dengan menggunakan UU ITE karena berdasarkan hal ini pelaku menggunakan media elektronik atau aplikasi secara online dalam melakukan tindak pidana penipuannya. Pada dasarnya, setiap korban dalam penipuan investasi tentunya ingin mendapatkan ganti kerugian atas kerugian yang dialaminya tersebut. Ganti kerugian yang dialami korban tentunya berkaitan erat dengan tanggung jawab dari pelaku yang melakukan penipuan investasi. Korban yang menjerat pelaku dengan peraturan yang diterapkan di Indonesia akan mengenakan sanksi bagi pelaku penipuan investasi tersebut. Dan dengan adanya sanksi, dan menjalankan sanksi yang diberikan, maka pelaku telah bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya. Kemudian bagi korban penipuan investasi juga dapat meminta ganti kerugian terhadap kerugian yang dialami, dimana hal ini tertuang pada “Pasal 20 PERMA 13/2016” yang dimana bagi seseorang yang rugi disebabkan adanya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi bisa ditagih ganti ruginya dengan cara proses retitusi atau bisa juga dilakukan dengan mekanisme gugatan perdata. 20

  • IV.  Kesimpulan sebagai Penutup

    4.   Kesimpulan

Penegakan hukum terhadap pelaku penanaman modal atau investasi yang dilakukan di Indonesia tertuang pada UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pelaku perbuatan penipuan investasi dapat dikenai sanksi dan dituntut dengan beberapa peraturan yang diterapkan di Indonesia yaitu Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan hukuman maksimal 4 (empat) tahun tahun penjara, UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana penjara terlama yaitu 20 (dua puluh) tahun dan dapat juga dikenakan pidana denda terbanyak sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Dan untuk pelaku penipuan investasi online, juga dapat dikenakan sanksi dari Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tertuang dalam Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008” yakni ancaman hukuman enam tahun penjara dan/atau denda terbanyak sebesar satu miliar rupiah. Mengenai perlindungan hukum yang bisa diberikan bagi korban yang menjadi korban penipuan investasi dapat dilakukan secara preventif dan represif, yang dimana ketika memberi perlindungan secara preventif dilakukan dengan memberi pemberitahuan dan sosialisasi kepada masyarakat berhubungan terhadap langkah – langkah apa harus diperhatikan sebelum mulai untuk berinvestasi. Kemudian untuk perlindungan hukum represif dapat dilakukan dengan memberikan sanksi terhadap pelaku penipuan investasi dan memintakan pertanggung jawaban berupa ganti rugi yanag yang telah diatur dalam Pasal 20 PERMA 13/2016.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Afief Budi Herman. Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 20019), hal.45

Kelsen, Hans. Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2016.

Laurensius Arliman S, Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hal. 44-65

Lamintang dan Franciscus Theojunior Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta : PT Sinar Grafika, 2014), halaman 90.

Jurnal

Alfi Zakki, Zainuddin, (2022). Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penegakan Hukum

Investasi Bodong” 4 (1) Hal. 24

Andara Yadnya, Dwi Arini. “Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Transaksi Jual Beli Saham Melalui Perushaan Sekuritas Berbasis Online”, (2022), 3 (1), Hal. 6

Asriati, Sumiati, “Investasi Online Reksadana : Aspek Hukum dan Perlindungan Bagi Investor”. Jurnal Ilmu Hukum LL-Dikti, 10 (1), (2021) : hal. 3

Dian Kusumawati, “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Investment Opportunity Set dan Implikasinya Terhadap Return Saham”, (2019),28 (1), hal. 7

Diana Tambunan, (2022). “Waspada Investasi Ilegal di Indonesia”, 20 (1) Hal. 4 Elif Pardiansyah, “Investasi dalam Perspektif Ekonomi Islam”,(2017), 8 (2), hlm. 5 Jonkarlo, E., Sudirman, L., & Disemadi, HS. “Manipulasi Pasar Di Bursa Efek Indonesia”,

Jurnal Komunikasi Hukum(JKH) 8, No. 1 (2022), 219-232., hal.220

Jurnal Yustisia Komunikasi Program Studi Ilmu Hukum Universitas Ganesha (Volume 5 Number 1 March 2022)

Leonard, Ariawan, (2021). “Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Ganti Kerugian Akibat

Ivestasi Ilegal “ 4 (2), hal. 4

Nirwana Alfaruq, (2022). “Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Investasi”. 3 (2), hal. 5 Pramita, KD, & Hendrayana, KD (2021). “Perlindungan Hukum Terhadap Investor Sebagai

Konsumen Dalam Berinvestasi Online”. Jurnal Pacta Sunt Servanda, 2(1), 1-8., hal. 2. Rai Santi, “Tindak Pidana Penipuan Investasi Fiktif di Pasar Modal”, (2022), 3 (2). Hlm. 2 Subagyo, Herry. "Pengembangan etika bisnis dalam manajemen investasi." Fair Value:

Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan 4, no. Spesial Issue 5 (2022): 2101-2110.

Peraturan Perundang – Undangan

Republik Indonesia, UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Republik Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung No.13 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi.

Republik Indonesia, UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Republik Indonesia, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Republik Indonesia, UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 10 Tahun 2022, hlm. 1665-1674