PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNAAN QUICK RESPONSE CODE SEBAGAI MEDIA TRANSAKSI DIGITAL DALAM MENGATASI CYBER CRIME
on
PERLINDUNGAN HUKUM PENGGUNAAN QUICK RESPONSE CODE SEBAGAI MEDIA TRANSAKSI
DIGITAL DALAM MENGATASI CYBER CRIME
Ni Putu Meliani Nadyana Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: melianiputri32@gmail.com
Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: adityapramanaputra@unud.ac.id
DOI: KW.2022.v11.i09.p4
ABSTRAK
Penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen pada era digitalisasi yaitu dalam melakukan pembayaran transaksi digital QRIS. Metode penelitian ini menggunakan hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Studi menjelaskan bahwa dalam perkembangan teknologi telah mendorong sektor ekonomi yang melibatkan penggunaan akses komunikasi, akses informasi, pembayaran, pembelajaran, penelitian dan inovasi sebagai faktor pendorong utama kemajuan ekonomi. Digitalisasi bidang ekonomi ini membawa perubahan signifikan di dalam kegiatan ekonomi, salah satunya adalah transaksi digital melalui QRIS. QRIS dalam membantu proses transaksi dinilai cukup efisien dan efektif sehingga masyarakat umum lebih memilih menggunakan QRIS sebagai media pembayaran jual beli. Namun, penggunaan pembayaran digital yang masif menimbulkan tantangan berat, yaitu potensi kejahatan finansial seperti cyber crime. Oleh karena itu, dalam melindungi konsumen diperlukan suatu peraturan yang dijadikan landasan hukum dalam bertransaksi yang tertuang dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Kata Kunci : Transaksi Digital, QRIS, Perlindungan Hukum.
ABSTRACT
This article is aims to intended the legal protection for consumers in the digitalization era, namely in making QRIS digital transaction payments. This study uses a normative legal method with a statute approach and comparative approach. The results of this study shows that technological developments have encouraged economic sectors that involve the use of access to communication, access to information, payments, learning, research and innovation as the main driving factors for economic progress. The digitalization of the economic sector has brought significant changes in economic activities, one of which is digital transactions through QRIS. QRIS in helping the transaction process is considered quite efficient and effective so that the general public prefers to use QRIS as a medium for buying and selling payments. However, the massive use of digital payments poses a severe challenge, namely the potential for financial crimes such as cyber crime. Therefore, in protecting consumers, a regulation is needed which is used as a legal basis for transactions as stated in the Consumer Protection Law.
Key Words: Digital Transaction, QRIS, Legal Protection.
Teknologi yang semakin mengalami kemajuan pesat, mendorong setiap proses di dunia saling terkait dalam penggunaan teknologi di dalamnya. Teknologi mendorong manusia untuk berpikir out of the box dalam memanfaatkannya sebagai sarana fasilitas pendukung di dalam meningkatkan efektivitas kinerja bagi aktivitas kehidupan sehari-hari. Salah satu sektor yang terdampak di dalam digitalisasi dunia modern ini adalah sektor ekonomi. Dalam paradigma baru perkembangan ekonomi dan sistem organisasi dunia, teknologi digital modern dianggap sebagai sumber daya produktif utama yang menentukan pertumbuhan terhadap perekonomian dan menyangkut pada persoalan peningkatan kesejahteraan sosial. Digitalisasi terhadap sektor perekonomian diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan fungsi ekonomi melalui perubahan masif dalam kualitas manajemen proses teknologi dan proses pengambilan keputusan di semua tingkat manajemen berdasarkan metode produksi modern dan penggunaan lebih lanjut informasi tentang keadaan dan prediksi kemungkinan perubahan dalam elemen dan subsistem yang dikelola.1
Perkembangan dan penggunaan infrastruktur teknologi ini menurut beberapa penelitian berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Perkembangan teknologi mendorong sektor ekonomi yang melibatkan penggunaan akses komunikasi, akses informasi, pembayaran, pembelajaran, penelitian dan inovasi sebagai faktor pendorong utama kemajuan ekonomi. Upaya investasi pengembangan dalam sektor digital di bidang ekonomi tidak hanya menghasilkan biaya masa depan yang lebih rendah tetapi juga berkontribusi pada produktivitas dan potensi penjualan yang lebih tinggi. Manfaat maksimal datang dari modifikasi dan modernisasi proses bisnis dan pemanfaatan kapasitas TIK. Perkembangan sektor TIK mempengaruhi pertumbuhan ekonomi baik secara makro maupun mikro. Di tingkat makro, pengaruh ini terutama terwujud melalui kontribusi terhadap produktivitas, efektivitas, inovasi, dan efisiensi pasar keuangan yang menyangkut pada kehadiran negara-negara. Sedangkan di tingkat mikro, teknologi digital memiliki akses cepat ke informasi, pengetahuan, dan jejaring sosial mempercepat komunikasi, membuka jalan bagi pasar baru di tingkat masyarakat dengan mengurangi biaya produksi dan modal, serta mendorong keberlanjutan bisnis.2
Kehadiran teknologi dan digitalisasi di sektor ekonomi membawa sebuah habit yang baru. Digitalisasi bidang ekonomi ini membawa perubahan signifikan di dalam kegiatan ekonomi, salah satunya adalah transaksi pembayaran. Berkembangnya konsep pembayaran secara digital adalah salah satu bentuk disrupsi teknologi dengan memperbarui cara pembayaran dengan menggunakan mode digital yang berbasis teknologi. Dalam melakukan transaksi digital, penjual dan pembeli mulai melakukan pembiasaan dengan
menggunakan sistem yang lebih canggih yaitu mulai beralih ke dunia digital, dimana dalam mode digital pembeli dan penjual dalam melakukan pertukatran uang atau pengiriman dan penerimaan uang dengan mudah dikarenakan fitur yang ditawarkan lebih canggih dan efisien. Semua transaksi dalam pembayaran digital diselesaikan melalui satu jaringan atau online. Pembayaran digital membawa cara instan dan mempermudah pelaku ekonomi untuk melakukan pembayaran. Dengan kemajuan teknologi terkini, pembayaran digital berdampak pada kehidupan kita sehari-hari dan mulai menawarkan layanan baru yang menarik dan menguntungkan. Metode pembayaran ini memerlukan media berupa ponsel pintar yang mampu mendukung transaksi pembayaran melalui jaringan internet menggunakan aplikasi yang menyediakan layanan pembayaran digital.3
Teknologi pembayaran secara digital ini terlihat mampu menjadi sebuah solusi yang aplikatif dan membantu pelaku ekonomi untuk melaksanakan kegiatan ekonomi secara efektif. Teknologi pembayaran secara digital pada masa kini yaitu melalui media QRIS. Quick Response Code (QRIS) sebagai metode pembayaran digital yang menggunakan mesin elektronik data capture (EDC) membawa dampak besar dalam industri perdagangan. Tidak hanya kemudahannya dalam melakukan transaksi, sistem QRIS dalam membantu proses transaksi dinilai cukup efisien dan efektif sehingga masyarakat umum lebih memilih menggunakan QRIS sebagai media pembayaran jual beli. Namun, penggunaan pembayaran digital yang masif menimbulkan tantangan berat, yaitu potensi kejahatan finansial. Menurut International Monetary Fund (IMF), kejahatan finansial adalah kejahatan yang umumnya mengakibatkan kerugian finansial bagi para pelaku ekonomi.4 Dalam perkembangan saat ini, kejahatan finansial meliputi penipuan, pendanaan teroris, pencucian uang, kejahatan elektronik, penyuapan dan korupsi, penyalahgunaan pasar insider dealing, dan pelanggaran terhadap kerahasiaan dan keamanan informasi dari pengguna.5 Kejahatan dari penggunaan teknologi pembayaran secara digital saat ini menjadi pemberitaan yang massif pada seluruh dunia. Perkembangannya juga berdampak pada Indonesia yang termasuk merasakan dampak dari perkembangan teknologi yang sangat membantu manusia dalam mempermudah pekerjaannya. Berbagai kasus kebocoran data kerap terjadi akibat data dari pengguna pembayaran digital yang mampu diakses oleh sekelompok orang tidak bertanggung jawab.
Berbagai penelitian mengenai tindak kejahatan dalam teknologi pembayaran digital ini memberikan informasi terkait jenis dan penanggulangan terkait kejahatan transaksi digital. Penelitian dari Teichmann6 telah menarik kesimpulan bahwa meskipun bank atau lembaga ekonomi
lainnya telah menerapkan kontrol yang ketat, mereka sering tidak memberikan perhatian yang sama terhadap kasus kriminal dalam transaksi keuangan terkait pendanaan terorisme seperti halnya pada pencucian uang. Dalam satu kasus baru-baru ini, pengungsi dan wisatawan mungkin terlibat dalam pendanaan terorisme. Ketika datang untuk mentransfer uang dalam jumlah yang lebih besar, teroris tidak harus bertindak atas nama mereka sendiri, melainkan menyewa suruhan melalui beberapa kanal. Kemudian beberapa teroris juga telah melanjutkan untuk mendirikan perusahaan pendanaan yang sah di Turki. Teroris dapat menjelaskan mengapa dana perlu ditransfer dari Eropa ke Turki melalui alasan “kontribusi amal” dan transfer dalam jumlah besar juga dapat difasilitasi agar terbebas oleh tuntutan hukum.
Penelitian yang digunakan untuk membandingkan penelitian ini adalah mengacu pada penelitian artikel Jurnal Kertha Negara Vol. 9 No. 7 Tahun 2021 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Menggunakan Qris dan Mesin Edc7.” Letak perbedaan pembahasan jurnal tersebut adalah jurnal tersebut membahas bagaimana akibat hukum oleh pelaku usaha yang melakukan kenaikan harga barang dan/atau jasa menggunakan QRIS sebagai alat pembayarannya. Sehingga dalam penulisan artikel jurnal ini akan memuat mengenai perlindungan hukum konsumen dalam menggunakan QRIS agar terhindar dari kejahatan finansial. Persoalan yang terjadi terkait kejahatan dalam transaksi pembayaran digital ini tentunya memerlukan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap transaksi pembayaran secara digital ini harus menjadi landasan untuk menciptakan transaksi digital yang aman. Kejahatan terhadap transaksi pembayaran digital berpotensi menimbulkan risiko yang dapat mengusik kelancaran sistem keuangan, sehingga kejahatan ini perlu dimitigasi dengan benar. Bank Indonesia dalam dunia perbankan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2009, diamanatkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, stabilitas moneter, dan sistem pembayaran. Oleh karena itu, peranan Bank Indonesia sebagai gerbang sistem keuangan nasional memiliki legal standing untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan industri transaksi pembayaran secara digital, khususnya yang menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran atau penyedia layanan pembayaran. Kemudian adapun penelitian lainnya yang digunakan sebagai pembanding adalah Jurnal Manajemen Bisnis Volume 17 No. 2 Tahun 2020 dengan judul “Implementasi Sistem Pembayaran Quick Response Indonesia Standard Bagi Perkembangan UMKM di Medan8.” Letak perbedaan pembahasannya terletak pada QRIS sebagai media yang telah memenuhi standarisasi alat pembayaran e-wallet khususnya dalam perkembangan UMKM di Kota Medan. Untuk itu, dalam pembahasan penelitian ini akan membahas mengenai penyelenggaraan hukum terkait dengan perlindungan pengguna transaksi pembayaran secara digital dengan
menggunakan QRIS yang saat ini kerap dijadikan sebagai alternatif dalam transaksi pembayaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dapat dibahas dalam artikel ini adalah:
-
1. Bagaimanakah pengaturan hukum nasional Indonesia terkait sistem QRIS sebagai sarana transaksi digital di Indonesia?
-
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum oleh pemerintah terhadap pengguna QRIS dalam mengatasi terjadinya cyber crime?
Penulisan penelitian ini bertujuan untuk memahami bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur penggunaan QRIS sebagai sarana transaksi digital yang digunakan sebagai landasan hukum konsumen dalam penggunaan QRIS. Kemudian bertujuan untuk memahami bentuk perlindungan hukum oleh pemerintah terhadap pengguna QRIS dalam mengatasi terjadinya cyber crime.
Penulisan artikel pada studi ini memakai metode Yuridis Normatif. Metode ini dilakukan berdasarkan suatu penelitian studi kepustakaan9 serta metode ini mengenakan pendekatan konseptual dan undang-undang. Selain itu, penelitian ini bersumber pada bahan-bahan hukum primer dan sekunder10 dalam mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen dalam menggunakan QRIS sebagai alat transaksi digital di Indonesia pada masa kini. Teknik dalam mengumpulkan bahan-bahan hukum pada tulisan ini dilakukan dengan cara melakukan research melalui website, jurnal-jurnal hukum yang sudah terpublikasi secara daring, kemudian melalui buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tulisan ini.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Pengaturan Hukum Nasional Indonesia Terkait Sistem QRIS sebagai Sarana Transaksi Digital di Indonesia
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern, Indonesia merupakan negara yang menggunakan teknologi informasi secara massif. Penggunaan teknologi ini dilakukan atas berbagai kegunaan dan manfaat. Sejumlah besar pertumbuhan teknologi baru-baru ini telah dihasilkan oleh bisnis berbasis siber baru di sektor e-commerce, yang diciptakan dari bisnis ecommerce di Indonesia. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat tersebut
contohnya diciptakan oleh bisnis-bisnis seperti raksasa teknologi China.11 Selain itu juga, Indonesia telah memproduksi start-up raksasa seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, dan berbagai e-commerce lainnya yang memiliki pengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini tidak dapat dipungkiri disebabkan oleh semakin meningkatnya pengguna dari teknologi informasi di Indonesia. Berdasarkan hasil data laporan We Are Social, tercatat sebanyak 204,7 juta user layanan internet di wilayah Negara Indonesia hingga Triwulan I tahun 2022. Angka ini menunjukkan kenaikan yang tipis hanya sebesar 1,03% dibandingkan tahun 2021. Selama lima tahun terakhir, melihat banyaknya angka pengguna internet yang tercatat di Indonesia, terbukti menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi terhadap internet yang sangat signifikan akibat tingkat penetrasi internet nasional yang meningkat pesat, karena membantu kehidupan masyarakat dalam mengakses informasi dalam berbagai kepentingan seperti edukasi, hiburan, bahkan kehidupan pemerintahan yang membutuhkan koneksi dengan negara lainnya.
Teknologi dirancang sedemikian rupa untuk menggantikan dan menggerakkan manusia fisik dan non fisik dalam menjalankan aktivitasnya. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa saat ini manusia dan teknologi sulit untuk dipisahkan. Berdasarkan hal tersebut, adaptasi yang paling tepat dilakukan di masa pandemi adalah memanfaatkan sepenuhnya perkembangan teknologi yang ada dan mengubah kebiasaan tradisional menjadi kebiasaan modern. Dalam hal ini, dikenal sebagai Digitalisasi. Era digital yang terjadi merupakan integrasi antara teknologi komputer dan teknologi internet, sehingga pada era ini selain perkembangan teknologi yang pesat juga terjadi peningkatan konektivitas internet.12
Keberadaan teknologi informasi selain membantu manusia juga menjadi sebuah tantangan baru untuk mengatur kekuatan yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan tantangan nyata ketika mengatur masyarakat di ruang teknologi informasi tidak sama seperti mengatur ruang masyarakat di kehidupan nyata. Terlebih lagi, permasalahan utama yang kerap ditemukan adalah kurangnya akses atau pengetahuan digital sehingga menghalangi banyak orang Indonesia untuk memanfaatkan layanan digital yang bermanfaat seperti ini, karena platform ini memungkinkan peningkatan efisiensi dan peluang untuk berkembang menjadi masyarakat sadar teknologi.13 Ketika tingkat literasi digital masih rendah, hal ini juga menjadi kondisi yang rentan untuk ruang teknologi informasi di masyarakat. Terlebih lagi saat ini banyaknya transaksi yang terjadi dengan memanfaatkan teknologi digital, baik itu di ruang nyata maupun di ruang digital sangat berpotensi untuk menimbulkan persoalan serius dalam keamanan bertransaksi.
Transaksi yang kerap dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat ini mulai terpengaruh dengan adanya sistem pembayaran digital yang cepat dan mudah, bernama Quick Response Indonesia Standard atau QRIS. QRIS merupakan
salah satu bentuk pembayaran digital dengan menyediakan barcode yang dapat dimanfaatkan konsumen untuk membayar transaksi yang dilakukannya. Industri dan regulator sistem pembayaran Indonesia telah membuat standar QR Code di Indonesia yang berlaku untuk semua operator sistem pembayaran. Mulai diimplementasikan pada Januari 2020, QRIS merupakan penggabungan dari berbagai kode QR dari berbagai penyedia layanan sistem pembayaran. Penyelenggara tersebut, sebagaimana dimaksud oleh Bank Indonesia, merupakan lemabaga atau bank yang menjalankan jasa pembayran. Kehadiran Quick Response Indonesia Standard diharapkan dapat membuat transaksi menjadi lebih efisien, cepat, dan menjamin keamanan bertransaksi dengan mengintegrasikan kode QR. Selain itu, QRIS juga digunakan sebagai media pembayaran berbasis nnontunai nasional yang menggunakan kecanggihan teknologi yang lebih mudah serta memperkuat inter-koneksi ekosistem digital seperti e-commerce, fintech, atau perbankan.14
Pesatnya perkembangan penggunaan dari QRIS ini kemudian mendorong pemerintah dan juga Bank Indonesia untuk saling bersinergi di dalam perumusan peraturan perundang-undangan yang dapat diberlakukan sebagai landasan dalam penggunaan transaksi QRIS yang aman. Adapun peraturan yang menjadi landasan dari penggunaan QRIS di Indonesia adalah Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 Tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code Untuk Pembayaran. Melalui regulasi tersebut, pelanggan dapat bertransaksi dengan mudah menggunakan QR Code yang telah disediakan. Regulasi ini menjadi landasan hukum yang penting dan krusial terutama di tengah pesatnya keinginan masyarakat untuk selalu menggunakan metode digital payment yang ditawarkan di berbagai aplikasi perbankan.
Dijelaskan di dalam Pasal 2 ayat (1) dengan formulasi, “QR Code Pembayaran memiliki fungsi utama untuk menampilkan identitas salah satu pihak dalam pemrosesan transaksi pembayaran.” Pengelola dari sistem pembayaran menggunakan QR Code ini dijelaskandalam Pasal 4 ayat (1) dengan formulasi, “QRIS sebagai standar nasional QR Code Pembayaran ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai GPN (NPG).” Artinya pengelolaan dan perizinan untuk penyelenggaraan dari pembayaran menggunakan QRIS ini sendiri berdasarkan izin yang diberikan oleh Bank Indonesia (BI). Lebih lanjut, di dalam Pasal 5 ayat (1) juga telah dijelaskan bahwa salinan dokumen QRIS harus diperoleh oleh sistem penyelenggara pembayaran dan pihak yang terlibat dan mengajukan permohonan berbentuk tertulis pada lembaga standar yang dikeluarkan oleh pemerintah dan BI. Sumber dana dari penggunaan QRIS diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang menjelaskan bahwa, sumber dana pada transaksi QRIS adalah simpanan dan/atau sumber dana tersebut berupa instrumen transaksi tanpa menggunakan kartu ATM dan uang elektronik yang berbasis media penyimpanan server based. Artinya sumber dana yang dapat digunakan untuk metode pembayaran menggunakan QRIS berasal dari uang pribadi kita yang dikonversikan ke dalam media penyimpanan server based dan terintegrasi.
Adapun beberapa pihak yang terkait dalam penyelenggaraan sistem pembayaran menggunakan QRIS ini adalah sebagai berikut:
-
1) Pengguna QRIS
-
2) Lembaga Switching
-
3) Acquirer
-
4) Merchant Agregator
-
5) Penerbit
-
6) Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
-
7) Pengelola NMR
-
8) Pedagang (Merchant) QRIS
Keberadaan pihak ini sangat penting untuk mendorong implementasi QRIS di berbagai jenis transaksi di Indonesia dan merupakan komponen resmi yang dibentuk oleh pemerintah. Penggunaan metode pembayaran melalui QRIS ini menerapkan prinsip yang sesuai terhadap Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai suatu kebijakan penting dalam sistem pembayaran terintegrai secara nasional. Penyesuaian ini diharapkan sebagai bentuk perwujudan dari terselenggaranya sistem pembayaran yang aman dan efisien.15
-
3.2 Bentuk Perlindungan Hukum oleh Pemerintah Terhadap Pengguna QRIS dalam Mengatasi Terjadinya Cyber Crime
Tentunya dalam pelaksanaan kegiatan transaksi menggunakan QRIS ini memerlukan perlindungan bagi pengguna QRIS sebagai konsumen maupun sebagai merchant. Dari segi hukum baru disadari bahwa suatu transaksi memerlukan dokumen sebagai bukti tertulis ketika terjadi suatu masalah. Kasus yang sering terjadi adalah konsumen yang telah melakukan pembayaran sejumlah uang yang disepakati, tetapi barang yang diterima tidak sesuai pesanan atau menerimanya melebihi tanggal yang telah disepakati. Komunikasi juga bermasalah, kontak sering hilang segera setelah konsumen membayar sejumlah uang yang disepakati, dan berbagai bentuk kejahatan yang juga dapat terjadi di ranah digital seperti penyadapan, penyebaran data pribadi, dan lain sebagainya yang mendorong terciptanya kejahatan siber (cyber crime). Dasar untuk perlindungan bagi konsumen ini dapat dikaitkan dalam bentuk Undang-Undang untuk perlindungan konsumen.
Di Indonesia, pengaturan mengenai perlindungan terhadap konsumen sediri telah diundangkan pada tahun 1999. Undang-undang yang mengatur tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). Definisi konsumen dalam Undang-Undang ini didefinisikan sebagai pengguna akhir. Pengguna akhir maksudnya adalah ketika suatu barang atau jasa sudah siap untuk digunakan. Pengguna akhir dapat berupa orang atau badan hukum atau tidak berbadan hukum. Konsumen menggunakan barang dan atau jasa, tidak untuk dijual kembali kepada pihak ketiga atau memperbanyak barang dan/atau jasa lain. Pedagang dalam UU Perlindungan Konsumen diartikan sebagai orang atau badan usaha yang melakukan usahanya di wilayah NKRI, secara mandiri maupun dilakukan berkelompok, melalui perjanjian untuk membangun
usahanya dibidang ekonomi. Kemudian perlindungan konsumen berarti upaya yang dilakukan untuk menjaga keamanan konsumen dan terjaminnya hak konsumen dalam mendapatkan kepastian hukum. Perlindungan terhadap konsumen diharapkan dapat meniadakan tindakan sewenang-wenang dan eksploitasi terhadap konsumen dalam mencapai tujuan pedagang itu sendiri.16 Perlindungan hukum diatur dengan undang-undang untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Dalam menghindari pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan masyarakat, perlu ditegakkan seperangkat peraturan yang berfungsi sebagai jaminan terhadap konsumen, bahwa berlakunya perlindungan hukum memiliki jangka waktunya. Selain dalam UU Perindungan Konsumen, dalam mengatasi kemungkinan terjadinya cyber crime karena penggunaan QRIS, pemerintah semakin memperketat pengawasan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ketentuan yang memuat transaksi elektronik dapat dilihat dalam Bab V Pasal 17 hingga Pasal 22. Berdasarkan pengaturan tersebut, dalam menggunakan QRIS atau melakukan transaksi elektronik patut berdsarkan itikad baik. Pengaturan hukuman mengenai kejahatan melalui internet atau cyber crime sendiri juga diatur dalam UU ITE tersebut. Oleh karena itu, perlindungan hukum berkaitan dengan penegakan hukum yaitu bagaimana suatu hukum mampu memberikan keamanan berupa perlindungan hukum bagi masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa perlindungan hukum memiliki keterkaitan dengan bagaimana suatu negara bertindak untuk menegakkan hukum yang mampu memberikan keadilan hukum secara eksklusif agar dapat menjamin hak seseorang untuk bertransaksi dengan aman.
Penerapan dan pelaksanaan transaksi dengan menggunakan metode QRIS tentunya memerlukan pemantauan yang secara aktif memberikan keamanan transaksi bagi seluruh pihak yang terlibat (terutama bagi konsumen). Kehadiran pembayaran yang digital seperti ini mendorong untuk peningkatan layanan yang aman dalam setiap prosesnya. Kegiatan dalam pengawasan transaksi pembayaran seperti penggunaan QRIS ini dirasakan sangat perlu untuk ditingkatkan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman agar konsumen terhindar dari bentuk kegagalan akibat kelalaian sistem maupun manusia (human error). Hal-hal ini menjadi variabel-variabel yang tentunya tidak bisa untuk terlewatkan dari sebuah sistem yang dilaksanakan secara digital. Adapun mekanisme yang dapat dilakukan untuk mendorong pengawasan dari penggunaan QRIS ini adalah sebagai berikut:
-
1. Pemantauan dan evaluasi secara bertahap terhadap sistem
penggunaan QRIS.
-
2. Melakukan proses penilaian atau assessment untuk menilai
sistem penggunaan QRIS secara umum maupun secara khusus.
-
3. Melakukan evaluasi-evaluasi yang sekiranya diperlukan untuk memperbaiki penggunaan layanan sistem dari QRIS.17
Bentuk pengawasan ini merupakan upaya yang digunakan untuk membantu para pengguna layanan QRIS agar dapat merasa aman dan nyaman selama bertransaksi digital. Namun tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses pengawasan ini akan ada beberapa kendala yang mengakibatkan beberapa permasalahan yang serius menyangkut pada kejahatan konsumen. Tentunya hal ini harus dicegah sebagai bentuk perlindungan konsumen dari penggunaan QRIS. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik mengatur secara tegas mengenai perlindungan hukum bagi konsumen yang bertransaksi melalui QRIS. Bentuk perlindungan hukum kepada konsumen, dikenakan kepada para penyelenggara dari transaksi e-money dan juga berlaku untuk QRIS yang isinya adalah sebagai berikut:
-
1. Berlakunya sanksi administratif terhadap pelaku kejahatan atau pelanggar berupa teguran secara keras, pengenaan denda, hingga diberhentikan secara sementara terhadap penyelenggaraan sebagian hingga keseluruhan transaksi secara online.
-
2. Pemberlakuan pencabutan lisensi penyelenggaraan e-money.
Oleh karena itu, berdasarkan peraturan-peraturan yang telah diundangkan oleh pemerintah, harus dilaksanakan dengan tegas guna meningkatkan pengawasan terhadap pengoperasian QRIS sebagai media transaksi dengan baik dan benar. Peran pemerintah ataupun Bank Indonesia sebagai layanan perbankan adalah melakukan pengawasan ketat terhadap transaksi digital QRIS, mengingat transaksi digital menggunakan QRIS merupakan suatu hal yang baru dan marak digunakan oleh tidak hanya pebisnis, tetapi seluruh masyarakat, dan tidak menutup kemungkinan terjadinya kejahatan finansial, cyber crime, dan kejahatan lainnya yang dapat merugikan konsumen.
Keberadaan teknologi informasi menciptakan sistem pembayaran digital yang cepat dan mudah, yaitu dengan alat terobosan baru bernama Quick Response Indonesia Standard atau QRIS. Pesatnya perkembangan penggunaan dari QRIS ini kemudian mendorong pemerintah dan juga Bank Indonesia untuk saling bersinergi di dalam perumusan peraturan perundang-undangan yang dapat diberlakukan sebagai landasan dalam penggunaan transaksi QRIS yang aman. Adapun peraturan yang menjadi landasan dari penggunaan QRIS di Indonesia adalah Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran. Regulasi ini menjadi landasan hukum yang penting dan krusial terutama di tengah pesatnya keinginan masyarakat untuk selalu menggunakan metode digital payment yang ditawarkan di berbagai aplikasi perbankan. Tentunya dalam pelaksanaan kegiatan transaksi menggunakan QRIS ini memerlukan perlindungan bagi pengguna QRIS sebagai konsumen maupun sebagai merchant. Di Indonesia, perlindungan terhadap konsumen diatur dalam UU Perlindungan Konsumen. Selain itu, UU ITE juga menjadi landasan transaksi elektronik guna terhindar dari cyber crime. Pelaksanaan transaksi dengan menggunakan metode QRIS tentunya memerlukan pemantauan yang secara aktif memberikan keamanan transaksi bagi seluruh pihak yang terlibat.
Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mendorong pengawasan dari penggunaan QRIS ini yaitu dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap sistem penggunaan QRIS secara berkala, melakukan proses penilaian atau assessment untuk menilai sistem penggunaan QRIS secara umum maupun secara khusus, melakukan evaluasi-evaluasi yang sekiranya diperlukan untuk memperbaiki penggunaan layanan sistem dari QRIS. Oleh karena itu, baik pemerintah ataupun Bank Indonesia harus mermperketat pengawasan terhadap sistem transaksi menggunakan QRIS, mengingat transaksi menggunakan QRIS tidak menutup kemungkinan terjadinya kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Moore, Bede, Karina Akib, dan Susie Sugden. (2018). E-Commerce in Indonesia: A Guide for Australian Business. Canberra: Commonwealth of Australia.
International Monetary Fund. (2001). Financial System Abuse, Financial Crime and Money Laundering Washington D.C. : The Monetary and Exchange Affairs and Policy Development and Review Departments IMF.
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. (2009). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Marzuki, Peter Mahmud. (2011). Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Group.
Jurnal
Ayu Novi Wirantari, Ida dan Gusti Ayu Dyah Satyawati, Ini. (2021).“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Menggunakan Qris dan Mesin Edc” Jurnal Kertha Negara 9 (7), 485-493.
Manurung, Evelyn Angelita Pinondang dan Lestari, Eka Ayu Purnama. (2020). “Kajian Perlindungan E-Payment Berbasis Qr-Code dalam E-Commerce” Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora 4 (1), 28-36.
Panjaitan, Hulman; Panggabean, Mompang; dan Nainggolan, Bernard. “Consumer protection in digital transactions in Medan” IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 452.
Paterson, Thomas. (2019). “Indonesian cyberspace expansion: a double-edged sword” Journal of Cyber Policy 4 (2), 216-234.
Puspitasari, Ajeng Awliya & Salehudin, Imam. (2022). “Quick Response Indonesian Standard (QRIS): Does Government Support Contribute to Cashless Payment System Long-term Adoption?” Journal of Marketing Innovation 1 (2), 27-41.
Sari, Arum Candra. (2021). “Implementation of QRIS-Based Payments Towards the Digitalization of Indonesian MSMEs” EKONOMIKA SYARIAH: Journal of Economic Studies 5(2), 27-42.
Sihaloho, Josef Evan., Ramadani, Atifah., dan Rahmayanti, Suci. (2020). “Implementasi Sistem Pembayaran Quick Response Indonesia Standard Bagi Perkembangan UMKM di Medan” Jurnal Manajemen Bisnis 17 (2), 287-297.
Franciska, Martina & Sahayaselvi, S. (2017). “An Overview On Digital Payments” International Journal of Research 4 (13), 2101-2111.
Remeikiene, Rita; Gaspareniene, Lita; Fedajev, Aleksandra; Vebraite, Vigita. (2021). “The role of ICT development in boosting economic growth in transition economies” Journal of International Studies 14 (4), 9-22.
Teichmann, Fabian Maximilian Johannes. (2019). “Financing of Terrorism through the Banking System,” Journal of Money Laundering Control 22(2), 188–94.
Ubukhova, Anna; Merzlyakova, Ekaterina; Ershova, Irina; Karakulina, Kristina. (2020). “Introduction of digital technologies in the enterprise”E3S Web of Conferences 159, 1-10.
Wiwoho, Jamal; Kharisma, Dona Budi; Wardhono, Dwi Tjahja. (2022). “Financial Crime in Digital Payments” Journal of Central Banking Law and Institutions 1(1), 4770.
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 Tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code Untuk Pembayaran.
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 Tentang Uang Elektronik
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 9 Tahun 2022, hlm. 1604-1615
Discussion and feedback