Vol. 45 No. 1, April 2023

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika

E-ISSN 2579-9487 P ISSN 0215 899X


Keabsahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas dengan Saham Harta Bersama Suami Istri ditinjau dari Asas Acta Publica Probant Sese Ipsa

Kayla Raissafitri1, Taupiqqurrahman2

  • 1    Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, E-mail: kaylaraissafitri@upnvj.ac.id

  • 2    Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, E-mail: taupiqqurahman@upnvj.ac.id

    Info Artikel

    Masuk : 28 Januari 2023

    Diterima : 7 April 2023

    Terbit : 30 April 2023

    Keywords :

    Deed Validity; Limited Liability Company; Spouse; Joint Assets


    Kata kunci:

    Keabsahan Akta; Perseroan Terbatas; Suami Istri; Harta Bersama

    Corresponding Author:

    Kayla Raissafitri, E-mail:

    kaylaraissafitri@upnvj.ac.id

    DOI :

    10.24843/KP.2023.v45.i01.p02


Abstract

The study aims to evaluate the legality of the Limited Liability Company's establishment deed, which was created using the combined assets of a spouse, and the legal ramifications of any legal action taken following of cancellation of the Limited Liability Company's Establishment Deed. Data was gathered through a literature review of primary and secondary sources, utilizing a statutory approach and juridical-normative procedures as the research method. A Limited Liability Company Establishment Deed with a spouse's combined assets does not appear legitimate under the acta publica probant sese ipsa principle. A married couple is regarded as one entity under the regulation of the Civil Code along with the Marriage Law, there’s no element of a legal consensus between them. However, in accordance with this principle, the Limited Liability Company's Establishment Deed will continue to be acknowledged as a true and legitimate legal document, at least until a third party brings a lawsuit and successfully argues in court that the deed is void. Because the company is still a legal entity when the agreement to take legal action is carried out, the legal activities that the company completed before the deed of the organization was revoked are still recognized as lawful.

Abstrak

Penelitian dilakukan untuk mengupas keabsahan akta pendirian Perseroan Terbatas yang dibuat dengan menggunakan harta bersama suami istri, serta akibat hukum dari segala perbuatan hukum yang telah dipenuhi kewajibannya pada saat dibatalkannya akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut. Pendekatan perundang-undangan dan yuridis-normatif ditempuh sebagai metode penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka terhadap sumber primer dan sekunder. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa suatu akta pendirian Perseroan Terbatas dengan harta kekayaan suami istri tidak sah menurut asas acta publica probant sese ipsa. Karena suami istri dianggap sebagai satu kesatuan hukum menurut ketentuan KUH Perdata dan UU Perkawinan, maka tidak ada unsur perjanjian hukum di antara mereka. Namun, sesuai dengan asas ini, akta pendirian Perseroan Terbatas tetap diakui sebagai dokumen

hukum yang benar dan sah, setidaknya sampai pihak ketiga mengajukan gugatan di pengadilan dan berhasil membuktikan bahwa akta harus dideklarasi batal demi hukum. Sekalipun akta dibatalkan memberi dampak pada status pendirian, segala peristiwa hukum yang telah dilaksanakan kewajibannya oleh Perseroan Terbatas tetap diakui sah. Karena Perseroan Terbatas masih dinyatakan subjek hukum sempurna pada saat perjanjian untuk melakukan pemenuhan dilakukan.

  • 1.    Pendahuluan

Mendirikan suatu usaha pada era kini merupakan hal yang tidak sulit untuk dilakukan. Hal tersebut kemudian didukung dengan diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja dimana ketentuan tersebut menyediakan kemudahan terutama ditujukan ke calon pengusaha untuk mendirikan usahanya.1 Kalangan calon pengusaha dapat berasal dari berbagai lapisan, termasuk pada lingkup terkecil atau keluarga. Usaha yang diselenggarakan oleh keluarga dapat didefinisikan sebagai usaha yang dirintis oleh sejumlah orang yang memiliki hubungan, termasuk salah satunya suami istri sebagai hubungan dari keluarga dengan ikatan kuat.2

Perseroan Terbatas sebagai salah satu bentuk usaha paling umum, familiar dan dapat menghasilkan keuntungan cukup besar selalu dijadikan sebagai jenis pendirian usaha di kalangan masyarakat, termasuk kepada pasangan suami istri yang akan menyelenggarakan usaha secara bersama. Perseroan Terbatas ialah wujud usaha persekutuan modal berbentuk sero atau saham dengan sifat terbatas, dalam artian tanggung jawab pemegang saham dibatasi kepada nilai nominal saham yang ditanamkan.3 Dominasi Pendirian Perseroan Terbatas secara umum merupakan salah satu salah satu tumpuan perekonomian nasional yang kokoh dan juga berperan serta dalam jumlah yang cukup besar untuk melakukan kenaikan kualitas hidup penduduk Indonesia, baik usaha yang dibentuk melalui penanaman modal dalam negeri dan juga luar negeri.4

Atas dasar suatu perjanjian, Perseroan Terbatas dibentuk dan mendapat status badan hukum setelah adanya penggabungan modal. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya harus ada persetujuan sejumlah dua orang agar suatu Perseroan Terbatas dapat dibentuk. Ketentuan ini selaras dengan apa yang dituangkan Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Baik seorang penduduk dari

Indonesia, penduduk asing, maupun penduduk yang tergabung dalam badan hukum, dianggap sebagai definisi "orang" dalam ketentuan tersebut.5

Adanya keterangan mengenai hal yang digariskan pada definisi tersebut kemudian menimbulkan asumsi bahwa pendirian Perseroan Terbatas oleh suami istri dapat dilakukan, memenuhi syarat serta dapat melanjutkan proses pembuatan akta pendirian Perseroan Terbatas. Secara normatif, Undang-Undang Perseroan Terbatas khususnya pada Pasal 7 ayat 1 hanya menjelaskan pembentukan Perseroan Terbatas patut dilaksanakan dengan penyediaan dua subjek perorangan minimal. Tidak hanya asumsi itu, penanaman aset bersama yang akan digunakan menjadi modal pendirian juga dianggap sebagai hal yang dapat dilakukan. Undang-Undang Perseroan Terbatas menjelaskan Perseroan Terbatas ialah perseroan dengan pemberlakuan sistem menyekutukan modal, kemudian berlandas dengan adanya perjanjian dalam konteks normatif. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menjelaskan secara implisit mengenai kebolehan pasangan suami istri yang hendak membuat Perseroan Terbatas, serta menggunakan modal saham harta bersama sebagai jenis persekutuan modal.

Dengan adanya kondisi tersebut, muncul beragam penafsiran untuk melihat keabsahan dari Perseroan Terbatas dengan saham harta bersama suami istri. Keabsahan Perseroan Terbatas dapat dilihat dalam perjanjian yang dituliskan dalam akta autentik Pendirian Perseroan Terbatas. Perjanjian tersebut menimbulkan beberapa asas pembuktian hukum yang berlaku. Salah satu asas yang timbul ialah asas acta publica probant sese ipsa dimana dalam hal adanya akta yang dibuat, secara lahiriah muncul dan dianggap akta autentik, telah melakukan pemenuhan syarat, sampai akhirnya terdapat pembuktian yang menyatakan tidak sah.6

Dalam penelitian terkait, Raysha Budget dan Mohamad Fajri (2022) meneliti tentang sah tidaknya pembuatan akta suami istri yang mendirikan persekutuan komanditer tanpa perjanjian pisah harta. Akibat hukum yang terjadi berdampak pada akta pendirian CV yang mempunyai cacat hukum. Penelitian menunjukkan bahwa perbuatan mendirikan CV mempunyai kekuatan pembuktian yang meragukan. Karena tidak terdapat pembuktian menyeluruh sebagai akta autentik. CV tidak langsung diakhiri; sebaliknya, posisinya semata-mata diperhitungkan sebagai perusahaan perseorangan, sehubungan untuk melakukan pemenuhan kewajibannya kepada pihak ketiga.7 Kemudian, dalam penelitian terkait, Ermia Zanasri, Zainul Daulay, dan Busyra Azheri (2019) juga melihat mengenai keabsahan sebuah PT yang didirikan oleh sepasang suami istri secara umum. Menurut temuan penelitian tersebut, suami dan istri dapat membentuk perseroan terbatas selama mereka memiliki perjanjian pernikahan yang menentukan bagaimana aset mereka akan dibagi. Mereka dapat berfungsi sebagai dua subjek hukum karena adanya pembagian kekayaan. Apabila suami istri tidak mengadakan perjanjian perkawinan, akibatnya mereka menjadi satu subjek hukum dan secara kebersamaan diwajibkan untuk membayar segala kerugian usaha tersebut, sehingga kewajiban PT

menjadi tidak terbatas.8 Ni Made Lalita Sri Devi dan I Ketut Westra (2022) dalam penelitiannya berbicara tentang legitimasi kepemilikan Akta Pendirian Perseroan dengan harta bersama suami istri sebagai persekutuan modal. Hasil analisis menunjukkan bahwa akta kepemilikan PT melanggar aturan UU PT. Hal ini akibat PT tidak memiliki persekutuan modal. Selain itu, hal ini membahayakan aset pribadi pemegang saham dan keabsahan akta Pendirian PT yang ditandatangani notaris. Dampak dari berdirinya PT dengan hanya satu pendiri sebagai pemegang saham akan berkaitan pada posisi PT sebagai badan hukum.9

Berdasarkan beberapa uraian penelitian yang dijabarkan dapat dikatakan bahwa penelitian terdahulu hanya membahas keabsahan pendirian Perseroan Terbatas secara umum. Oleh sebab itu, penelitian yang akan dilakukan memfokuskan kajian permasalahan secara spesifik. Pertama, mengetahui perihal keabsahan akta pendirian PT dengan saham harta bersama suami istri ditinjau dari asas Acta Publica Probant Sese Ipsa sebagai salah satu asas pembuktian perjanjian yang sempurna. Kedua, menganalisis lebih lanjut terkait akibat hukum atas perbuatan hukum yang telah dilaksanakan jika akta pendirian PT dengan saham harta bersama suami istri dibatalkan.

  • 2.    Metode Penelitian

Agar hasil penelitian diakui, riset penelitian harus mengikuti seperangkat prosedur yang diterima oleh komunitas ilmuwan sejawat dalam bidang kompetensinya supaya hasil penelitian dapat diakui.10 Sebagai upaya penyajian penelitian dengan baik, Peneliti telah mengidentifikasi pendekatan penelitian yang digunakan dalam upaya menyelesaikan penelitian. Kajian akan diteliti melalui pendekatan perundang-undangan secara yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan dilaksanakan dengan penelaahan gagasan, konsep, serta aturan undang-undang yang mempunyai relevansi dengan pembahasan. Penelitian normatif ini memfokuskan pada pengelompokan definisi atau dasar aturannya. Data juga dikumpulkan melalui studi pustaka, dimana cara ini akan mengumpulkan data yang terdapat dalam buku, berkas, tulisan, dan kajian serta aturan undang-undang yang selaras dengan pembahasan. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

  • 1.    Sumber data primer, menggunakan segala ketentuan undang-undang begitupula yurisprudensi, aturan yang digunakan berasal dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.

  • 2.    Sumber data sekunder, mengacu kepada semua segala hal berkaitan dengan bacaan hukum yang meliput permasalahan hukum, seperti kamus dan jurnal hukum.

Hasil dari pengumpulan data kemudian akan dianalisis dengan cara analisis kualitatif, dimana analisis akan dilakukan setelah melakukan penelusuran bahan pustaka yang ditulis secara deskriptif. Data yang akan disajikan tertuang dalam bentuk kata dan kalimat yang terstruktur. Hasil dari analisis kualitatif akan menafsirkan fakta, gejala dan peristiwa yang sebenarnya untuk menemukan upaya penyempurnaannya.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Keabsahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Dengan Saham Harta Bersama Suami Istri Ditinjau Dari Asas Acta Publica Probant Sese Ipsa.

Secara mayoritas, mendirikan usaha dengan jenis Perseroan Terbatas selalu menjadi pilihan kalangan masyarakat. Dominasi pendirian Perseroan Terbatas dibandingkan bentuk perusahaan lainnya di Indonesia menarik perhatian dunia usaha sebab perkembangan hak yang didapat dalam pendirian usaha mengalami perkembangan pesat dan menguntungkan.11 Perseroan Terbatas berdasarkan definisi yang diutarakan oleh Soedjono Dirdjosisworo dikatakan sebagai kesatuan usaha yang mendapat status badan hukum, berdiri karena dirumuskannya perjanjian antara para pihak, nantinya pelaksanaaan akan segala perbuatan usaha menggunakan modal dasar yang ditanamkan pada saham.12 Pengertian tersebut selaras dengan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk kedepannya disingkat Undang-Undang Perseroan Terbatas atau UU PT), serta pendirian dari Perseroan Terbatas diharuskan untuk melakukan pemenuhan kesesuaian dalam UU PT berikut dengan ketentuan aturan pelaksanaanya. Adanya beberapa peraturan pelaksanaan Undang-Undang PT dimaksudkan sebagai penyempurnaan terlaksananya Undang-Undang PT. Sebagai tambahan, KUHD Pasal 36-56 tidak dinyatakan berlaku setelah Undang-Undang Perseroan Terbatas diadakan dan dijadikan pedoman pengaturan aktivitas, kewenangan, tugas, tanggungjawab dan pelaksanaan yang terkandung di dalamnya.

Dalam proses pendirian Perseroan Terbatas itu sendiri, terdapat beberapa unsur Perseroan Terbatas yang perlu diperhatikan, diantaranya akan dijelaskan dalam beberapa poin:

  • 1.    Dibentuk atas dasar terjadinya sekutu modal.

Perseroan Terbatas sebagaimana diketahui ialah usaha berbadan hukum diharuskan untuk menanamkan modal dasar. Modal dasar dikategorikan sebagai pemasukan saham, kemudian disertakan kepada para pemilik saham

yang mempunyai status keanggotaan dalam perseroan. Tiap modal yang ditanamkan sebagai saham tersebut akan mengalami persekutuan modal.13

  • 2.    Terbentuk berdasarkan perjanjian.

Undang-Undang Perseroan Terbatas menguraikan bagaimana Perseroan Terbatas dibentuk oleh sekurang-kurangnya dua pendiri atau lebih. Setelah itu para pihak yang mencapai kesepakatan menuangkan dalam perjanjian, kemudian dicatat dalam Akta Pendirian berbahasa Indonesia yang dirumuskan Notaris.14 Pada konteks mendirikan perseroan terbatas, pengertian "orang" yang diakui adalah perseorangan meliputi penduduk serta badan hukum Indonesia atau asing.15 Dengan menggunakan regulasi yang digariskan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk kedepannya disingkat KUHPerdata), perjanjian itu kemudian dideklarasikan sebagai perjanjian sah. Dalam ketentuan Bab Kedua KUHPerdata Pasal 1320 menerangkan terkait dengan indikator perjanjian dinyatakan sah, diantaranya:

  • 1)    Adanya kesepakatan pengikatan diri dalam suatu perjanjian, pada

umumnya kesepakatan muncul pada saat pihak-pihak terkait menyetujui untuk melakukan pengikatan tindakan hukum;16

  • 2)    Kecakapan para pihak untuk merancang perjanjian, kecakapan meliputi pada kewenangan subjek hukum dalam bertindak, apakah subjek hukum dinilai sesuai atau tidak sesuai dengan syarat kecakapan;17

  • 3)    Adanya suatu hal yang akan dilaksanakan, pelaksanaan yang dimaksud menurut Pasal 1333 KUHPerdata yaitu perjanjian timbul dengan adanya penentuan pada jenis-jenisnya;

  • 4)    Adanya penyebab yang halal/tidak terlarang, sebagaimana ketentuan 1335 KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian tidak memiliki kekuatan jika dirumuskan tanpa sebab, palsu maupun terlarang.

Kesepakatan perjanjian para pendiri wajib dirumuskan dalam Akta Pendirian yang dikeluarkan oleh Notaris. Notaris selaku pejabat umum memegang peranan yang penting dalam pendirian Perseroan Terbatas. Akta Pendirian yang tentunya memasukan Anggaran Dasar merupakan syarat unsur formil yang diperlukan untuk mendirikan Perseroan Terbatas. Akta pendirian Perseroan yang dinotarilkan itu sendiri menerangkan terkait dengan identitas beserta persetujuan para pihak untuk mendirikan Perseroan Terbatas. Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu asas pendirian Perseroan yaitu tidak ada Perseroan yang berdiri dengan satu orang Pemegang Saham serta keberlangsungan kegiatan usaha berlandas pada hal yang dirumuskan dalam akta Notaris, sesuai dengan peraturan Pasal 7 UU PT.

  • 3.    Adanya aktivitas usaha yang dilakukan.

Ketentuan Pasal 2 Jo. 18 Undang-Undang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa Perseroan Terbatas diharuskan untuk berdiri berdasarkan maksud serta tujuan kegiatan usaha yang jelas, baik usaha pokok maupun usaha yang

diberlangsungkan. Maksud tujuan tersebut perlu dituliskan dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, menyesuaikan kepada aturan undang-undang.

  • 4.    Didirikannya perseroan harus menempuh keabsahan pemerintah.

Didirikannya Perseroan Terbatas direalisasikan dengan melewati proses hukum tanpa melupakan keselarasan dengan ketentuan perundang-undangan, merujuk kepada Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sebagaimana dijelaskan pada poin kedua unsur pendirian Perseroan Terbatas, keautentikan Perseroan Terbatas yang mempunyai keistimewaan menjadi badan hukum dapat dilihat melalui rumusan Akta Pendirian PT. Akta Pendirian tersebut adalah suatu keterangan nyata terhadap proses hukum yang dilaksanakan para pihak pendiri PT. Nantinya akta tersebut wajib diserahkan untuk disahkan pihak berwenang sebagai salah satu syarat pengesahan pendirian PT menjadi badan hukum.18 Pihak yang dapat melakukan penyerahan keabsahan tersebut berasal dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, menyesuaikan dengan Pasal 7 ayat 4 UU PT.

Menitikberatkan kepada salah satu unsur pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan berdasarkan perjanjian, maka dalam hal mendirikan Perseroan Terbatas mewajibkan hadirnya 2 (dua) orang sebagai jumlah minimal. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menjelaskan secara spesifik mengenai pendirian yang dilakukan atas dasar perjanjian suami istri, sehingga muncul spekulasi bahwa pendirian Perseroan Terbatas oleh suami istri dapat dilakukan. Pendirian Perseroan Terbatas tersebut nantinya juga ditanamkan modal yang berasal dari harta bersama para pihak untuk memenuhi unsur pendirian lainnya karena dianggap sebagai hal yang sah. Namun dengan adanya ketidakpastian hukum yang mengatur terkait pendirian Perseroan Terbatas oleh suami istri, terdapat area abu-abu terkait keabsahan pendirian Perseroan Terbatas yang sesungguhnya.

Sebelum meneliti lebih lanjut, perlu diketahui bahwa suami istri masing-masing merupakan dua subjek perorangan yang terpisah. Namun dalam konteks menjadikan kedua subjek hukum sebagai pendiri Perseroan Terbatas, maka terlebih dahulu harus memperhatikan sumber penanaman modal dari masing-masing pihak. Undang-undang menggarisbawahi pembatasan pengakuan terhadap perkawinan pada hubungan keperdataan.19 Salah satu hubungan keperdataan yang dimaksud yaitu berkaitan dengan harta kekayaan sebagaimana dirumuskan dalam KUHPerdata Pasal 119-121. Pasal-pasal tersebut menyebutkan bahwa selama tidak ada aturan tambahan yang dirancang pada perjanjian khusus, maka harta bersama yang dimiliki oleh suami istri sudah bercampur sempurna ketika akad kawin berlangsung, termasuk segala keuntungan atau kerugian yang terjadi selama perkawinan. Serupa dengan hal tersebut di atas, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (untuk kedepannya disingkat UU Perkawinan) menetapkan yaitu segala aset yang didapatkan melalui perkawinan menjadi harta bersama dan segala kegiatan yang menyangkut pengeluaran harta bersama akan berlangsung atas kesepakatan pasangan.20 Tidak hanya itu saja, berkaitan dengan penyatuan aset suami dan istri menjadi harta bersama dikemukakan secara tersirat pada Pasal 527 KUHPerdata, yaitu “harta milik perseorangan merupakan

suatu benda milik seseorang atau banyak orang secara perseorangan.” Atas dasar aturan-aturan tersebut, dapat dikatakan bahwa harta bersama dapat dikategorikan satu kelompok harta, meliputi utang-piutang dan segala pemasukan aset yang akan diperoleh selama perkawinan.21 Sehingga dapat disimpulkan secara tegas bahwa suami istri adalah satu subjek hukum yang berasal dari persekutuan melalui perkawinan. Setelah diberlangsungkannya perkawinan, suami istri menjadi satu subjek hukum dan mempunyai harta bersama yang terhitung sebagai satu kesatuan ditanggung bersama.

Suami istri dalam bertindak secara hukum keperdataan dapat bertindak sebagai dua subjek hukum yang berdiri sendiri, selama terdapat perjanjian perkawinan yang mengikatkan kedua pihak. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perjanjian perkawinan dikatakan sebagai hubungan hukum terhadap aset kekayaan suami istri, dengan satu pihak saling sepakat dan pihak yang lain berhak menuntut barang-barang yang telah ditetapkan kesepakatannya di perjanjian.22 Perjanjian perkawinan selaras dengan apa yang disebutkan ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan, bukan merupakan kewajiban untuk dilakukan, namun dapat dirumuskan dan didaftarkan sebelum perkawinan berlangsung. Salah satu unsur yang dirumuskan dalam perjanjian perkawinan berkaitan terhadap aset suami istri. Dalam perjanjian, calon suami atau istri dapat melakukan determinasi yang dikehendaki atas harta yang diperoleh pada saat perkawinan disahkan, termasuk determinasi tentang penggabungan harta secara sepenuhnya, sampai batas tertentu, atau tidak menggabungkan harta sama sekali dalam perkawinan.23 Pada saat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (untuk kedepannya disebut Putusan MK No.69/PUU-XIII/2015) dirilis, dimana putusan pada intinya muncul karena adanya permohonan pengujian terkait Pasal 29 UU Perkawinan, maka perjanjian perkawinan sudah diizinkan untuk diberlangsungkan perumusannya sebelum, ketika dan/atau setelah akad nikah berjalan, dan perjanjian perkawinan tersebut harus dirumuskan secara notariil melalui notaris.24

Perumusan perjanjian perkawinan dilakukan oleh calon pasangan pada umumnya karena: (1) Salah satu pihak mempunyai aset lebih dari yang lain; (2) Masing-masing memberikan jumlah pemasukan yang signifikan; (3) Pengamanan agar tidak semua pihak menanggung pailit usaha yang didirikan; (4) Menanggung gugatan utang-utang yang dimiliki masing-masing pihak sebelum kawin.25Apabila proses kesepakatan pendirian Perseroan Terbatas dilakukan dengan adanya penanaman harta individu suami istri, sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian perkawinan, maka proses

kesepakatan pendirian dan pelibatan notaris untuk merumuskan Akta Pendirian Perseroan Terbatas dapat dieksekusi secara sah. Sekalipun perjanjian perkawinan tersebut dirumuskan setelah perkawinan dilaksanakan, karena terdapat yurisprudensi Putusan MK No.69/PUU-XIII/2015 yang menjadi dasar hukumnya.

Namun apabila proses pendirian Perseroan Terbatas berlandaskan pada satu kesatuan suami istri menggunakan harta bersama sebagai modal dasar, perlu dikaji kembali terkait dengan keabsahan pendirian Perseroan Terbatas tersebut. Dalam penelitian ini, keabsahan pendirian Perseroan Terbatas akan ditinjau melalui akta notariil atau Akta Pendirian Perseroan Terbatas. Mengingat kembali Pasal 7 Ayat 1 UU PT, akta resmi ialah rangkaian dari syarat sahnya pendirian Perseroan Terbatas. Akta pendirian itu sendiri dapat dianalisis menggunakan salah satu asas pembuktian yaitu asas acta publica probant sese ipsa.

Sudikno Mertokusumo menyatakan terdapat 3 aspek pembuktian akta autentik yang sempurna dan semua unsur pembuktian tersebut diharuskan untuk terpenuhi agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.26 Asas acta publica probant sese ipsa sebagai salah salah satu unsur kekuatan pembuktian yang dimaksud, merupakan asas yang timbul secara lahiriah sebagai akta autentik dan pemenuhan syarat autentisitas juga terlaksana sampai akhirnya dapat dibuktikan sebaliknya.27 Pelaksanaan untuk melakukan pembuktian itu sendiri dilakukan oleh pihak yang mempermasalahkan keautentikan akta tersebut.28 Kekuatan untuk membuktikan secara lahiriah juga berasal dari kemampuan pembuktian akta sebagai akta autentik.29 Pendapat ini kemudian selaras dengan pernyataan Effendi Bachtiar menyatakan bahwa pada prinsip acta publica probant sese ipsa, adanya akta yang memenuhi kriteria yang dipersyaratkan secara lahiriah dapat dijadikan sebagai akta autentik sampai dibuktikan sebaliknya dengan daya bukti yang ditetapkan, daya bukti ini berlaku terhadap siapapun.30

Pasal 38 sampai dengan 43 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang mengatur tentang Jabatan Notaris (untuk kedepannya disebut Undang-Undang Jabatan Notaris) menentukan terkait bentuk serta sifat akta notaris sebagai kemampuan lahiriah akta autentik notaris. Suatu akta, termasuk kepada akta pendirian Perseroan Terbatas berdasarkan Pasal 38 UU Jabatan Notaris diharuskan untuk mengikuti anatomi akta:

  • 1.    Pembuka akta meliputi judul, nomor, penanggalan dan pukul dibuatkannya akta, begitu pula dengan identitas notaris pembuat akta tersebut.

  • 2.    Badan akta yang merumuskan tentang identitas serta kedudukan para penghadap dan/atau kuasa penghadap, kehendak para pihak bersangkutan untuk membuat akta, dan identitas setiap saksi pengenal.

  • 3.    Penutup akta yang menguraikan tentang kewajiban notaris untuk

membacakan akta kepada para penghadap, pembubuhan tandatangan, identitas saksi yang mengetahui akta dan keterangan bahwa terjadi

perubahan, pencoretan, penggantian atau tidak terjadi perubahan.

Sebagaimana ketentuan perumusan akta yang telah disebutkan sebelumnya, dinyatakan bahwa dalam akta harus terdapat pencantuman kehendak dan keinginan pihak berkepentingan secara sah. Kehendak pihak dalam hal ini suami istri untuk mendirikan Perseroan Terbatas menggunakan harta bersama tidak bisa dikatakan sebagai kesepakatan yang sah. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan harta bersama dianggap sebagai satu subjek hukum dan bukan merupakan jenis persekutuan modal yang sah, mengacu kepada pengaturan dalam KUHPerdata dan Undang-Undang Perkawinan yang dicakup sebelumnya. Sementara itu, ditegaskan kembali melalui aturan yang ditentukan pada Pasal 1 ayat (1) UU PT, yang menyebutkan Perseroan Terbatas ialah bentuk usaha yang bisa mendapatkan status badan hukum timbul karena terjadinya penyekutuan modal, menyesuaikan perundang-undangan. Sebagai tambahan, Perseroan Terbatas dapat memperoleh status badan hukum, sebagaimana diketahui badan hukum memiliki karakteristik pemenuhan aset harta terpisah dari tiap pihak, didirikan dengan adanya tujuan dan kepentingan khusus, serta tersusun dalam susunan organisasi yang teratur.31

Tidak terjadinya suatu kesepakatan sah antara suami istri yang mendirikan Perseroan Terbatas karena menggunakan harta bersama mengakibatkan ketidakabsahan terhadap kehendak pendirian Perseroan Terbatas. Akan tetapi, mengingat prinsip yang diterapkan pada asas acta publica probant sese ipsa itu sendiri, akta pendirian Perseroan Terbatas tersebut tetap dinyatakan sah. Asas acta publica probant sese ipsa sebagaimana telah disampaikan pada penjelasan sebelumnya menyatakan, beban pembuktian atas ketidakabsahan akta pendirian Perseroan Terbatas dibebankan kepada pihak yang mempermasalahkan apakah akta pendirian tersebut merupakan akta autentik atau bukan. Dalam arti yuridis, pembuktian dilaksanakan di muka pengadilan bilamana terdapat suatu perkara pidana maupun perdata.32 Segala hal yang digugat, dimulai dari peristiwa sampai kepada hal yang menjadi perselisihan dan pemenuhan suatu hak, diwajibkan untuk melalui proses pembuktian (Actori Incumbit Probation).33 Berkaitan dengan penelitian, dapat dikatakan jika terdapat ketidakmampuan pemenuhan prosedur dalam akta autentik notaris, dan pemenuhan prosedur yang tidak dilakukan dapat dibuktikan oleh siapa yang mempersoalkan, maka akta autentik tersebut, melalui proses putusan pengadilan yang ditetapkan oleh Hakim akan terdegradasi menjadi akta di bawah tangan. 34 Hal ini menandakan bahwa apabila terdapat pihak ketiga diluar para pendiri yang mengajukan gugatan kepada pihak berwenang, maka keabsahan akta tersebut dapat dibatalkan, selama pembuktian keabsahan akta atau disebut sebagai pembuktian perkara perdata dapat dilakukan. Dalam hal ini, pengadilan selaku pihak

berwenang melalui putusan pengadilan dimaksud sebagai pihak yang dapat melakukannya.

Pengadilan memiliki kewenangan untuk mencabut Akta Pendirian Perseroan Terbatas dan membubarkan Perseroan Terbatas atas beberapa landasan pertimbangan. Salah satu landasannya berupa permohonan pihak yang berkepentingan bahwa ditemukan cacat hukum dalam akta pendirian.35 Berkaitan dengan pembahasan, pihak ketiga dapat membuktikan di muka pengadilan bahwa Akta Pendirian Perseroan Terbatas dengan modal harta bersama suami istri cacat hukum dan dapat dibatalkan pengadilan sebab tidak pernah terjadi kesepakatan sah oleh dua subjek hukum. Penggunaan harta bersama hanya merupakan 1 (satu) kesatuan subjek hukum. Sementara pendirian PT menurut aturan Pasal 7 ayat 1 UU PT membutuhkan minimal 2 (dua) subjek hukum untuk melakukan persekutuan modal yang sah.

Sehingga berdasarkan asas acta publica probant sese ipsa, dapat disimpulkan akta pendirian Perseroan Terbatas dengan saham harta bersama suami istri sebagai landasan persekutuan modal adalah akta autentik yang sah, sampai pada akhirnya terdapat pihak yang mempersoalkan dan melakukan pembuktian melalui pengadilan bahwa akta tersebut cacat hukum dan bukan merupakan akta autentik yang sah. Sebagai tambahan, Pasal 41 UU Jabatan Notaris menyebutkan bilamana pengaturan mengenai pembuatan akta autentik tidak dipenuhi dan ditetapkan sebagai akta autentik yang tidak sah berdasarkan putusan pengadilan, akta tersebut terdegradasi sebagai sebagai akta yang memiliki kekuatan pembuktian dibawah tangan. Mengingat bahwa pendirian dari suatu Perseroan Terbatas membutuhkan akta autentik yang dikeluarkan oleh notaris, maka dapat berdampak kepada ketidakabsahan pendirian Perseroan Terbatas.

  • 3.2.    Akibat Hukum atas Perbuatan Hukum yang Sudah Dilakukan Apabila Terjadi Pembatalan Akta Pendirian Perseroan Terbatas dengan Saham Harta Bersama Suami Istri.

Berdirinya suatu Perseroan Terbatas tentu menandakan suatu kegiatan usaha akan berlangsung semenjak pendirian Perseroan Terbatas dinyatakan sah. Mengingat bahwa Perseroan Terbatas ialah badan usaha yang mempunyai status sebagai badan hukum, maka segala kegiatan dilakukan mempunyai sangkut paut kepada perbuatan hukum. Perbuatan hukum dikatakan sebagai segala peristiwa yang diatur dalam hukum, melibatkan antar subjek hukum dengan objek hukum, dan dapat menimbulkan akibat hukum baru setelah perbuatan hukum berlangsung. Menurut Sudarsono, tiap peristiwa yang segala akibatnya dirumuskan dalam perundang-undangan disebut sebagai perbuatan hukum.36

Dalam hal terjadinya pembatalan Akta Pendirian Perseroan Terbatas bermodalkan aset kekayaan bersama suami istri berdasarkan putusan pengadilan, maka muncul akibat hukum atas keberlangsungan Perseroan Terbatas. Tanggung jawab secara terbatas yang harus ditanggung oleh pemegang saham dalam PT mengalami perubahan status menjadi tidak terbatas. Hal tersebut berimbas kepada penanggungan segala kerugian perusahaan dibebankan sampai kepada aset pribadi para pemegang saham, berdasarkan bunyi yang dituangkan dalam Pasal 14 ayat (2) jo. 3 ayat (2) UU Perseroan Terbatas. Adanya pembatalan akta juga menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pendirian Perseroan Terbatas karena tidak memenuhi syarat formil mendirikan PT sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Perseroan Terbatas.

Notaris selaku pembuat akta pendirian Perseroan Terbatas mempunyai andil mengenai ketidakabsahan akta pendirian berdasarkan ketentuan tertentu. Notaris dalam melakukan pekerjaannya mempunyai kewajiban, dengan memperhatikan pengaturan hukum yang berlaku, untuk merumuskan segala kehendak penghadap dalam akta notariil yang autentik. Pada saat ditetapkannya pembatalan oleh pengadilan yang menyebabkan pendegradasian kedudukan akta dan merugikan para pendiri dapat diajukan tuntutan ganti rugi kepada Notaris, selama hal tersebut dapat dibuktikan oleh para pihak. Notaris dapat dinyatakan pailit jika kerugian yang diperintahkan berdasarkan keputusan pengadilan tidak dibayar. Kebangkrutan notaris dapat menjadi alasan pemecatan sementara dari jabatannya. 37

Lantas, menjadi sebuah pertanyaan selanjutnya mengenai segala perbuatan hukum yang telah ditempuh oleh Perseroan Terbatas selama pendirian berlangsung. Mendeklarasikan bahwa setiap perbuatan hukum dipenuhi kewajibannya oleh Perseroan Terbatas sebagai perbuatan yang tidak pernah ada bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan dalam kurun waktu yang instan. Terutama apabila perbuatan hukum tersebut melibatkan pihak ketiga/lain serta telah menimbulkan peristiwa hukum yang lain. Ketentuan Pasal 1340 dan 1341 ayat (2) KUHPerdata menyatakan secara tegas bahwa pihak ketiga yang mempunyai itikad baik memiliki perlindungan di mata hukum. Selaras dengan gagasan Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja yang dikemukakan pada buku “Perikatan Pada Umumnya,” bahwa: “Dalam suatu kesepakatan yang dianggap batal, para pihak tidak diperkenankan untuk membatalkan dan menghapus apa yang seharusnya didapat pihak ketiga. Hanya potensi yang muncul kedepannya yang dapat dihilangkan dengan pembatalan tersebut.”38

Untuk memudahkan pemahaman terhadap perbuatan hukum yang dilakukan, Peneliti akan memberikan ilustrasi permasalahan yang dimaksud. Pada tanggal 18 Agustus 2016, A dan B selaku pasangan suami istri menyatakan persetujuannya untuk menyelenggarakan pendirian Perseroan Terbatas yang bekerja di bidang developer perumahan. A dan B memberikan nama usahanya yaitu PT XYZ. Para pendiri juga

sepakat untuk menggunakan harta bersama sebagai persekutuan modal PT XYZ. Kemudian PT XYZ melakukan perbuatan hukum yaitu jual beli 1 (satu) unit rumah dengan perorangan atas nama F. Kegiatan jual beli yang dilaksanakan kemudian dituangkan melalui Akta Jual Beli dan dicatatkan pelaksanaannya pada 22 November 2021 saat bangunan rumah selesai dibangun serta siap untuk dihuni F. Pada tanggal 17 Juli 2022, D mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap Akta Pendirian PT XYZ. D mengetahui penanaman modal yang ditanamkan PT XYZ menggunakan harta bersama yang merupakan 1 (satu) kesatuan subjek hukum, sehingga tidak pernah terjadi persekutuan modal sebagaimana diatur dalam UU PT. Pengadilan pada akhirnya memutuskan pembatalan terhadap akta pendirian PT XYZ karena adanya cacat hukum yaitu tidak memenuhi syarat pendirian yang disepakati oleh minimal 2 (dua) subjek hukum menggunakan harta terpisah. Landasan cacat hukum dalam akta pendirian juga memberikan kewenangan bagi pengadilan untuk membubarkan PT XYZ. Oleh sebab itu, segala perbuatan yang dilakukan oleh PT XYZ setelah tanggal ditetapkannya putusan pengadilan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum yang sah.

Lalu bagaimana dengan kesepakatan jual beli yang telah dilakukan sebelum putusan pengadilan tentang pembatalan PT dikeluarkan? Mengingat pada pembahasan sebelumnya, bahwa perjanjian dikategorikan sebagai perjanjian sah bilamana pemenuhan syarat sah perjanjian telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku, khususnya pada pengaturan Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat sah mengadakan perjanjian berkaitan dengan pemenuhan syarat subjektif yang menyangkut kesepakatan dan kecakapan pihak yang membuat dan mengikatkan dirinya. Pada saat diadakan kesepakatan perjanjian jual beli tersebut, PT XYZ masih dinyatakan sebagai subjek hukum dan badan hukum yang sempurna. Begitupula dengan F selaku perorangan yang telah dianggap cakap hukum untuk melakukan kesepakatan bersama PT XYZ. Dikeluarkannya Akta Jual Beli juga dilakukan secara sah karena pemenuhan objek perjanjian telah dilakukan oleh PT XYZ. Peristiwa hukum yang terjadi telah selesai dilakukan tanpa adanya permasalahan. Maka dari itu, perbuatan hukum dimana kewajiban dilakukan telah terpenuhi tetap dinyatakan sah dan diakui oleh hukum. Jual beli yang dilakukan antara F dan PT XYZ tidak mungkin untuk dibatalkan karena perjanjian tersebut telah dilaksanakan ketika PT XYZ berstatus badan hukum, serta tidak muncul peristiwa hukum lain yang harus dilakukan dalam jangka panjang.

Berdasarkan pemahaman dan ilustrasi yang telah disampaikan, dapat diketahui secara singkat bahwa pembatalan akta pendirian Perseroan Terbatas yang berdampak pada status pendirian Perseroan Terbatas, tidak terjadi pembatalan atau ketidakabsahan perbuatan hukum yang telah dilakukan sebelumnya.

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan prinsip yang berlaku dalam asas Acta Publica Probant Sese Ipsa, dapat disimpulkan akta pendirian Perseroan Terbatas dengan saham harta bersama suami istri sebagai landasan persekutuan modal tetap dikatakan sebagai akta autentik sah dan diakui sebagai salah satu unsur kelengkapan pendirian Perseroan Terbatas yang sah. Sampai pada akhirnya terdapat pihak ketiga atau pihak berkepentingan yang merasa dirugikan oleh Perseroan Terbatas yang dapat membuktikan melalui pengadilan bahwa akta pendirian Perseroan Terbatas bukan merupakan suatu akta autentik sah. Pembuktian tersebut dapat dibuktikan dengan fakta bahwa syarat persekutuan modal

dalam pendirian PT tidak terjadi, karena modal yang disetorkan dalam pendirian Perseroan Terbatas merupakan harta bersama yang dianggap 1 (satu) kesatuan aset menurut aturan KUHPerdata serta Undang-Undang Perkawinan. Pada saat pengadilan mengeluarkan putusan bahwa akta pendirian Perseroan Terbatas bukan akta sah, akta autentik tersebut secara resmi dinyatakan tidak sah, sempurna dan terdegradasi menjadi akta di bawah tangan saja.

Kemudian, adanya keputusan pembatalan akta pendirian Perseroan Terbatas dengan saham harta bersama suami istri memberi dampak penghapusan status badan hukum Perseroan. Perbuatan hukum yang sudah dipenuhi kewajibannya oleh Perseroan Terbatas sebelum ditetapkan pembatalan akta pendirian, tetap dinyatakan sebagai perbuatan hukum yang sah. Hal tersebut dikarenakan perbuatan hukum yang diselenggarakan antara Perseroan Terbatas dan pihak lain masih dilakukan ketika Perseroan Terbatas mempunyai status badan hukum yang sah.

Daftar Pustaka

Buku

Efendi, J., & Ibrahim, J. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Jakarta: Prenada Media.”

Moechtar, O. (2017). Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta, Surabaya: Airlangga University Press.”

Santoso, U. (2016). Pejabat Pembuat Akta Tanah: Perspektif Regulasi, Wewenang dan Sifat Akta. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.”

Subekti, R., & Tjitrosudibio, R. (2020). Kitab undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.”

Sutedi, A. (2015). Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Raih Asa Sukses.”

Jurnal

Aziz, M. F., & Febriananingsih, N. (2020). Mewujudkan Perseroan Terbatas (Pt)

Perseorangan Bagi Usaha Mikro Kecil (Umk) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja. Jurnal Rechtsvinding, 9(1),   91-108.

http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v9i1.405

Boty, R. (2017). Kekuatan Akta Notaris Dalam Menjamin Hak Keperdataan. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 3(1), 85–98. https://doi.org/10.33760/jch.v3i1.12

Dianova, E. R., Najmi, M. S., & Yapputro, P. A. (2022). Perbuatan Hukum Perseroan Terbatas Yang Dilakukan di Luar Direksi. COMSERVA Indonesian Jurnal of Community Services and Development, 1(9), 638–646. https://doi.org/10.36418/ comserva.v1i9.65

Faizal, L. (2015). Harta Bersama dalam Perkawinan. Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat           Islam,           volume           8(2),           77–102.

https://doi.org/https://doi.org/10.24042/ijpmi.v8i2.912

Herryiani, M. F., & Hutajulu, M. J. (2020). Pengesampingan Pasal 1266 Dan Pasal 1267

Kuhperdata Dalam Perjanjian Kartu Kredit. Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA, 4(1), 1–20. https://doi.org/10.24246/alethea.vol4.no1.p1-20

Istrianty, A., & Priambada, E. (2015). Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan yang Dibuat Setelah Perkawinan Berlangsung. Privat    Law,    III(2),    84–92.

https://media.neliti.com/media/publications/164410-ID-akibat-hukum-perjanjian-perkawinan-yang.pdf

Kasih, Y., & Pramuditha, C. A. (2021). Strategi Pengembangan Usaha Keluarga Skala Mikro di Kota Palembang. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 9 (1), 103-116. https://doi.org/10.26905/jmdk.v9i1.5504

Liuw, C. R. (2016). Tinjauan Hukum Tentang Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Penetapan Pengadilan. Lex et Societatis, IV(5),  125-131.

https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexetsocietatis/article/view/1196 0

Made, N., Sri, L., & Westra, I. K. (2022). Meninjau Keabsahan Kepemilikan Akta Perseroan Terbatas Persekutuan Modal dengan Saham Harta Bersama Suami Istri.       Jurnal       Magister       Hukum       Udayana,       137–145.

https://doi.org/10.24843/JMHU.2022.v11.i01.p10

Mala, B. L. (2017). Aspek Yuridis Pembatalan Akta Notaris Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Lex   Administratum,   V(1),   5–12.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/15126

Nastiti, G. M. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Investor pada Perseroan Terbatas yang Pailit Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Syntax Transformation, 6(2), 756-767.

https://doi.org/10.46799/jst.v2i6.293

Paramaningrat Manuaba, I. B., Parsa, I. W., & Ketut Ariawan, I. G. (2018). Prinsip Kehati-Hatian Notaris Dalam Membuat Akta Autentik. Acta Comitas, 3(1), 59–74. https://doi.org/10.24843/ac.2018.v03.i01.p05

Permatasari, R. (2018). Akibat Hukum Perseroan Terbatas yang Didirikan Oleh Suami Istri Tanpa Perjanjian Kawin. Mimbar Keadilan,   14(28),  225–236.

https://doi.org/10.30996/mk.v0i0.1783

Pramono, D. (2015). Kekuatan Pembuktian Akta yang Dibuat oleh Notaris Selaku Pejabat Umum Menurut Hukum Acara Perdata di Indonesia. Lex Jurnalica, 12(3), 248–258. https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Lex/article/view/1225

Rahmadhani, F. (2020). Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan yang Telah Diwaarmerking Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Recital Review, 2(2), 93–111. https://doi.org/10.22437/rr.v2i2.9135

Rambing, N. Y. M. (2013). Syarat-Syarat Sahnya Pendirian Perseroan Terbatas (PT) Di Indonesia.           Lex           Privatum,           1(2),           156072.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/1705

Rohman, M. F. (2017). Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU/XIII/2015 Tentang Perjanjian Perkawinan Terhadap Tujuan Perkawinan. Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam, 7(1), 1–27.

https://doi.org/10.15642/ad.2017.7.1.1-27

Samuel, S. (2018). Perjanjian Perkawinan dan Asas Keseimbagan. Calyptra: Jurnal Ilmiah

Mahasiswa         Universitas         Surabaya,         7(1),         2482-2509.

https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/2400

Sitompul, R. A., & Putra, M. F. M. (2022). Keabsahan Akta Pendirian Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) Oleh Pasangan Suami Istri Tanpa Perjanjian Pisah Harta. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 6(3), 10116– 10126. https://doi.org/10.36312/jisip.v6i3.3356

Wardhani, L. C. (2017). Tanggung Jawab Notaris/PPAT terhadap Akta yang Dibatalkan oleh     Pengadilan.     Jurnal     Lex     Renaissance,     2(1),     49–63.

https://doi.org/10.20885/jlr.vol2.iss1.art4

Zanasri, E., Daulay, Z., & Azheri, B. (2019). Implikasi Hukum Perseroan Terbatas yang Didirikan Oleh Suami Istri Terhadap Harta Bersama Dalam Perkawinan. Lex Librum:        Jurnal        Ilmu        Hukum,        5(2),        913–926.

https://doi.org/http://doi.org/10.5281/zenodo.3187473

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.

Jurnal Kertha Patrika, Vol. 45, No. 1 April 2023, h. 19-34