PENEGAKAN HUKUM DALAM PERSAINGAN BISNIS ONLINE (E-COMMERCE) DI INDONESIA

Ni Made Sinta Sonia, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Made Aditya Pramana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI: KW.2022.v11.i05.p07

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini agar dapat diketahui syarat penegakan hukum persaingan bisnis online di Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 hingga kini belum mempunyai ketentuan khusus mengenai e-commerce. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam mengumpulkan data yakni penelitian hukum yuridis normatif yang memposisikan hukum sebagai bangunan dari sistem norma. Adapun definisi sistem norma yaitu norma, asas, serta pedoman dari aturan perundang-undangan, dan ajaran. Kini industri digital kian bergerilya di sejumlah bidang usaha, dari e-commerce hingga fintech. Para pelaku industrinya tak hanya domestic namun juga asing yang turut ikut serta dalam perekonomian digital. Tugas KPPU seperti yang tertuang pada ketentuan tersebut memberi kewenangan dalam memantau aktivitas usaha, termasuk pula usaha pada platform digital. Maka dari itu, para pengusaha e-commerce asing harus patuh pada aturan hukum persaingan usaha di Indonesia, tetapi masih saja ada pengusaha e-commerce asing yang berpraktik anti persaingan di luar daerah teritorial negara Indonesia. Dalam hal ini seharusnya tidak hanya semata-mata mengatur hubungan bisnis tetapi harus berorientasi pada pengaturan dimensi elektronik.

Kata Kunci: Penegakan Hukum, Persaingan Bisnis, E-Commerce

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the requirements for law enforcement on online business competition in Indonesia. Law Number 5 of 1999 does not yet have specific provisions regarding e-commerce. The research method used in collecting data is normative juridical law research that positions law as the building of the norm system. The definition of the norm system is norms, principles, and guidelines from laws and regulations, and teachings. Now the digital industry is increasingly guerrilla in a number of business fields, from e-commerce to fintech. The industry players are not only domestic but also foreign who participate in the digital economy. The KPPU's duties as stated in the provision provide the authority to monitor business activities, including businesses on digital platforms. Therefore, foreign e-commerce entrepreneurs must comply with the rules of business competition law in Indonesia, but there are still foreign e-commerce entrepreneurs who practice anti-competition outside the territory of the Indonesian state. In this case, it should not only regulate business relations but must be oriented towards regulating the electronic dimension.

Key Words: Law Enforcement, Business Competition, E-Commerce

  • I.     Pendahuluan

    1.1   Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi terutama bisnis online di Indonesia berkembang pesat, hal ini tentu menunjukkan jika pemakaian di bidang teknologi informasi mulai diakui eksistensinya. Perkembangan internet dan adanya perubahan perilaku konsumen di Indonesia merupakan dampak dari merebaknya usaha online atau e-commerce. Menurut S. Remy Sjahdeini, electronic commerce merupakan kegiatan yang berhubungan dengan konsumen, penyedia layanan, manufaktur serta pedagang yang perantaranya memakai jaringan komputer (internet).1 Implementasi media internet ialah contoh kemajuan di bidang teknologi yang dimana dapat mendukung semua aspek spektrum aksi komersial. Di dalam electronic commerce ada beberapa unsur yakni dilaksanakan dengan media elektronik, tidak adanya kehadiran fisik, kontrak bisnis, kontrak yang sudah lepas dari sekat yuridiksi bangsa, memiliki nilai ekonomis dan kontrak yang dilakukan di dalam jaringan publik.2

Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau yang biasa dikenal KPPU merupakan lembaga penegak hukum pada aspek persaingan usaha dan KPPU merupakan pengawas penerapan terhadap Undang-Undang Persaingan Usaha. Pada sistem ketatanegaraan di Indonesia, KPPU memiliki tanggung jawab lain dalam persaingan usaha selain menciptakan ketertiban juga menciptakan lingkungan persaingan usaha yang mendukung atau kondusif. Hal ini juga menjadikan KPPU sebagai sebuah lembaga independen yang tidak terpengaruh terhadap kekuasaan apapun, dan statusnya adalah mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan terkait kompetisi usaha yang tak sehat. KPPU diberikan wewenang mengevaluasi serta menindaklanjuti para pengusaha yang menjalankan kompetisi usaha secara tak sehat dan didasari pada UU Larangan Monopoli serta Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kebijakan persaingan bisnis diimplementasikan pada seluruh pelaku usaha dan seluruh sektor, baik dalam perdagangan barang maupun jasa. Terkait hal tersebut, seluruh pelaku usaha dan seluruh sektor, baik swasta maupun publik memperoleh hukum persaingan dengan perlakuan yang sama. Adapun sebab ekonomi serta sebab hukum yang mendasar menyinggung pelaksanaan hukum persaingan bisnis secara universal.3 Persaingan antara dunia bisnis serta dunia ekonomi sangat dibutuhkan. Dalam persaingan bisnis terdapat beberapa elemen yakni barang yang diperjual belikan, penjual, pmbeli, dan produksi barang.4 Keseimbangan antara penjual dan pembeli hendaknya perlu diperhatikan dalam proses persaingan bisnis.5 Di golongan pelaku usaha, persaingan proses pasar hendaknya memicu pelaku usaha untuk melakukan

inovasi, menciptakan berbagai produk dengan harga bersaing, serta menguntungkan baik konsumen ataupun produsen. Namun perlu diamati jika persaingan bisnis ini wajib dilangsungkan secara sehat, agar tak menciptakan sebuah praktik monopoli ataupun persaingan yang tak sehat yang mampu membatasi ekonomi negara.

Kasus yang merupakan m omok atensi pada tiap pengkajian perancangan hukum persaingan ialah monop oli. Monopoli sebenarnya tak termasuk tindakan kriminal yang melawan hukum jika dilakukan secara adil serta tentunya tak melawan hukum. Hal ini menjadikan m onopoli belum tentu tidak boleh dilakukan berdasarkan hukum persaingan usaha, dimana yang tak boleh dilakukan yaitu hal-hal yang memiliki posisi monopoli guna memanfaatkan kekuasaan di pasar tersebut, hal ini sering dinamakan m onopolisasi oleh perusahaan.6 Sederhananya, electronic commerce merupakan proses transaksi atau jual beli. Kemajuan industri digital yang bertambah tinggi ini tentunya mewujudkan banyak transformasi pada beberapa negara tidak terkecuali di Indonesia. Kemajuan teknologi informasi yang kian cepat ini banyak membawa hasil positif dan negatif yang dimana salah satu contoh dampak negatif nantinya akan memberikan kesempatan timbulnya kompetisi yang tak sehat.

Kompetisi yang tak sehat ini mampu timbul diantara platform regulasi dan pengusaha yang seringkali masih memiliki dimensi perdagangan secara fisik. Pada UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat belum mengatur lebih rinci tentang electronic commerce. Selain potensi perilaku penegakan persaingan usaha dan anti persaingan di sektor electronic commerce juga menghadapi tantangan lain, seperti gagal mengadopsi prinsip ekstrateritorialitas yang tercatat di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Adapun state of art pada penulisan ini diambil melalui beberapa jurnal yang membahas hal terkait. Hal ini dilakukan sebagai pedoman penulis untuk melakukan perbandingan dari hasil penelitian yang sebelumnya. Sehingga melalui state of art ini dapat memberikan hasil perbandingan yang lebih konkrit. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan, maka jurnal ini akan dilakukan lebih lanjut dalam permasalahan diatas dan berjudul “ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN BISNIS ONLINE (E-COMMERCE) DI INDONESIA.”

  • 1.2    Rumusan Permasalahan

Sesuai pemaparan di atas, rumusan permasalahan yang dapat ditarik dan ingin diulas antara lain :

  • 1.    Bagaimana kondisi penegakan hukum persaingan bisnis online (e-commerce) di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana upaya KPPU dalam penegakan hukum persaingan bisnis online (ecommerce) di Indonesia?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan artikel ilmiah yaitu agar dapat diketahui syarat penegakan hukum persaingan bisnis online di Indonesia dan usaha KPPU untuk menegakkan hukum persaingan bisnis online (e-commerce) di Indonesia. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana suatu praktek monopoli yang nantinya akan menghambat perekonomian negara seharusnya dilakukan secara sehat.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan agar tersusunnya jurnal yaitu dengan menganalisis dan mengumpulkan bahan pustaka yaitu penelitian hukum yuridis normatif, disini maksudnya ialah penelitian yang memposisikan hukum sebagai halnya bangunan pada sistem norma. Yang dimaksud dalam sistem norma ialah menyangkut asas-asas, kaidah dan norma daripada peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan bahan yaitu studi kepustakaan dimana ini dilakukan untuk memperoleh bahan sekunder, melalui berbagai penelusuran seperti (1) sumber hukum primer yaitu yurisprudensi, ketentuan undang-undang, (2) sumber hukum sekunder yaitu pemikiran konseptual, landasan teori maupun doktrin serta penelitian sebelumnya terkait objek penelitian ini, (3) sumber hukum tersier yaitu indeks artikel, kamus, ensiklopedia.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Kondisi penegakan hukum persaingan bisnis online (e-commerce) di Indonesia

Menurut kutipan Arie Siswanto, hukum persaingan usaha ialah alat hukum yang menetapkan konsep sebuah persaingan usaha sebaiknya dilaksanakan. 7 Transformasi pada era ekonomi digital wajib menuruti peralihan regulasi yang dimana ini dilakukan untuk mengontrol pelaku usaha, terutama dari bidang perspektif kompetisi usaha yang tak sehat serta anti-monopoli. Pada sepuluh tahun terakhir, ekonomi digital Indonesia berkembang pesat. Situasi ini mengalihkan perilaku perdagangan di lingkungan masyarakat mulai dari yang awalnya tatap muka (offline), kini daring (online). Dimana bidang usaha digital kini kian populer di sejumlah bisnis, misalnya financial technology dan e-commerce. Tidak hanya pelaku industri dalam negeri tetapi juga pelaku industri asing juga telah menjalankan pasar ekonomi digital di Indonesia.

Kemajuan bisnis online di negara Indonesia tak luput dari penegakan hukum, dimana ini adalah suatu proses dilaksanakannya upaya untuk mengatur norma-norma hukum secara langsung seperti halnya prinsip dalam perilaku lalu lintas ataupun hubungannya secara hukum pada kehidupan di masyarakat dan negara.8 Kodrat Wibowo selaku Ketua KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dengan ini menjelaskan, ekonomi digital menuntut suatu daulat untuk menyesuaikan diri dengan regulasi, karena transaksi online memakai teknologi informasi untuk komunikasi dan transaksi sehingga tidak mudah diawasi.9 Terpaut penegakan hukum pada online platform dan bisnis internet, hukum persaingan usaha semakin konkret lantaran karakternya yang dirahasiakan seperti contoh pada penerapan teknologi big data dan algoritma, sehingga semakin susah bagi KPPU untuk mengetahui dari perspektif hukum bahwa perbuatan itu melanggar. Dalam hal pemeriksaan, penegakan hukum anti-monopoli dan persaingan usaha juga telah berubah karena bidang konsumen ekonomi digital semakin luas dan tanpa batas.

Atas dasar Surat Edaran dari Kepala Direktur Jenderal Pajak No. SE -06/PJ/2015 mengenai Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi ECommerce, setidaknya transaksi bisnis online (e-commerce) terdiri dari empat tipe, yakni :10

  • 1.    Online Marketplace, yaitu aktivitas yang mempersiapkan lapak bagi para pedagang seperti Toko Internet yang berada di Mall Internet guna menjajakan barang/jasa berbentuk toko online.

  • 2.    Classified Ads, yaitu aktivitas yang memberikan lapak dan/atau waktu bagi pengiklan guna menampilkan konten (grafik, teks, video penjelasan, informasi, dsb.) barang dan/atau jasa, yang diarahkan melalui situs oleh penyelenggara Classified Ads yang nantinya ditujukan pada pengguna iklan.

  • 3.    Daily Deals, yaitu kegiatan yang mempersiapkan atau menyediakan wadah untuk aktivitas usaha seperti website dari Daily Deals yang menjadi wadah Daily Deals Merchant yang memperjualbelikan produk, yang mempergunakan voucher sebagai alat pembayarannya kepada pembeli.

  • 4.    Online Ritel, yaitu kegiatan yang dijalankan oleh para penyelenggara Online Retail ke pembeli pada laman web Online Retail guna menjual barang dan/atau jasa.

Sementara itu, KPPU sebagai instansi pemerintah yang berperan penting dalam mengelompokkan tipe bisnis online (e-commerce) menjadi sepuluh yaitu directory, infrastructure, classified ads, bank, market place, daily deals, logistic, payment, online retail, serta travel sebagai penegak hukum Persaingan Usaha yang ada di Indonesia.

Pelaksanaan e-commerce secara umum sudah membawa keuntungan positif bagi konsum en maupun para pelaku usaha. Keuntungan yang didapat para pelaku usaha yakni meningkatkan pasar dari produk usaha, anggaran yang teratasi, cash flow yang terjamin dan adanya daya guna. Sedangkan, kegunaan yang didapat konsumen terpaut dengan mudahnya melakukan pencarian atas produk lalu transaksi yang dilaksanakan akan semakin efisien, efektif, serta fleksibel. Tetapi dibalik kegunaan tersebut, pertumbuhan industri khususnya di bidang ekonomi digital juga mempunyai beragam kesulitan, misalnya saja peningkatan kegiatan monopoli yang menyebabkan persaingan usaha yang tak sehat dimana diakibatkan oleh tingginya penetrasi pasar.

Berdasarkan kajian Pasal 1 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat, suatu praktik monopoli yang dijalankan pengusaha yang menyebabkan adanya penguasaan penjualan atas suatu produk yang berdampak pada kompetisi/persaingan usaha tak sehat serta berpotensi merugikan sejumlah pihak karena pemusatan kekuatan ekonomi. Persaingan usaha tak sehat ialah persaingan diantara satu atau lebih pengusaha pada aktivitas penjualan produk yang melawan hukum, tak jujur, ataupun dengan cara membatasi persaingan usaha. Maka dari itu, perlu diketahui bahwa UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat memisahkan sebutan “monopoli” dengan “perilaku monopoli”.

Dalam undang – undang tersebut juga disebutkan bahwa terdapat kel omp ok dalam persaingan usaha yang dimana terdiri dari perjanjian yang dilarang perjanjian yang dilarang seperti perjanjian oligopoly, kartel, pembagian wilayah, perjanjian tertutup integrasi vertikal, dan penetapan harga, serta posisi yang dominan, posisi

10 Hayati, Adis Nur. “Analisis Tantangan dan Penegakan Hukum Persaingan Usaha Pada Sektor E-Commerce di Indonesia." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 21, No. 1 (2021): 112.

dominan, dan aktivitas yang dilarang. Macam-macam struktur praktik monopoli serta persaingan usaha yang tak sehat yakni:11

Pertama, kemampuan masalah monopoli digital adalah provider besar dengan intensitas pasar yang lebih tinggi mampu mengendalikan pasar dan menetapkan halangan yang disebabkan oleh provider lainnya. Monopoli digital memonopolikan pasar lain yang mana provider dapat meningkatkan suatu prospek bisnis dengan mengintegrasikan beragam platform. Dengan operasi ini, provider kemudian dapat mengawasi provider lain. Dengan adanya syarat tersebut pasti akan menunda persaingan dan terobosan antar platform digital terkait.

Kedua, kemampuan keadaan predatory pricing dilaksanakan oleh perusahaan tentang barang dan/atau jasa yang diusulkan terhadap pasar. Kemampuan predatory pricing muncul karena perusahaan bersifat data-centric, yang memungkinkan untuk memeriksa para data penggunanya. Syarat ini ditakutkan akan berakibat terhadap kelumpuhan ekonomi perusahaan konvensional. Maka dari itu, predatory pricing sendiri merupakan gambaran cara satu atau para pengusaha yang menjajakan produknya di bawah biaya produksi (marginal cost ataupun average cost). Areeda dan Turner menyatakan bahwa jika harganya sama dengan ataupun lebih tinggi dari biaya marginal produksi barang tersebut, itu bukan harga predatory. 12

Ketiga, kemampuan tumbuhnya kebijakan lock-in yang ditetapkan pihak platform bisnis online (e-commerce), yang sudah ditetapkan dimana-mana. Hal ini menjadikan kekuatan (power) yang mengatur pasar dan konsumen bisa menghasilkan hambatan untuk platform bisnis online (e-commerce) guna memasuki pasar dan menghindari pengguna untuk secara leluasa menentukan platform yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Khususnya, lock-in adalah ketentuan yang dibuat oleh pihak platform yang mengalokasikan pengeluaran peralihan kepada user yang beralih dari satu atau beberapa platform ke platform lainnya.

Keempat, integrasi vertikal dapat ditimbulkan oleh para pelaku penyedia platform serta pengguna platform yang biasanya dimainkan perusahaan berkedudukan ganda. Tacit collution memungkinkan terbentuknya dispersi harga rendah dimana opsi barang sangat bermacam-macam. Tidak hanya itu, Paolo Gentiloni selaku Komisioner Eropa dalam bidang ekonomi menyatakan kesepakatan terkait pertukaran informasi dengan pendapatan pelapak yang memastikan perlakuan perpajakan yang sehat terhadap pelapak online di e-commerce.13 Terdapat tindakan anti persaingan usaha yang didasari untuk menampilkan jika hukum persaingan dagang yang ada di Indonesia membutuhkan pengaturan khusus. UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Larangan Praktik Monopoli dan juga Persaingan Usaha Tidak Sehat semestinya tidak hanya cenderung mengatur hubungan bisnis maupun perdagangan pada dimensi dalam bentuk fisik, yang dimana wajib mengarah pada pengaturan dimensi online khususnya dalam bentuk elektronik.

Dengan mengacu pada Pasal 1 huruf (e) UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat memaparkan, “badan usaha dan orang perorangan merupakan pelaku usaha yang berbentuk dari badan

hukum atau bukan yang melakukan kegiatan pada wilayah hukum negara RI melalui perjanjian, menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang ekonomi secara bersama – sama ataupun sendiri”. Definisi tersebut menunjukkan para pengusaha sangat terbatas bagi mereka yang menjalankan atau menetap pada kegiatan usaha yang ada di Indonesia. Jadi, pemberlakuan ketentuan yang membahas terkait Persaingan Usaha di Indonesia tak sanggup dilaksanakan kepada para pengu saha berwarga negara asing yang memenuhi tindakan anti persaingan yang berada di luar wilayah Indonesia, meskipun ini sangat berdampak pada perekonomian di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan KPPU terbatas m ampu menjangkau para pengusaha diluar Indonesia sebagaimana melakukan aktivitas anti persaingan yang didasari oleh Pasal 1 huruf (e) UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut.

Pengaturan tersebut paling tidak menguatkan atau menegaskan jika para pengusaha khususnya e-commerce warga negara asing yang melangsungkan perdagangan di Indonesia sudah memenuhi syarat yang dijelaskan di Pasal 7 PP Nomor 80 Tahun 2019 mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sejatinya termasuk definisi “Pelaku Usaha” sesuai UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monop oli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat. Maka dari itu, para pengusaha ecommerce yang berwarga negara asing wajib mematuhi syarat dari hukum persaingan usaha yang ada di Indonesia, namun yang m elangsungkan praktik anti persaingan di luar daerah teritorial Indonesia hingga kemudian memunculkan efek negatif bagi kondisi ekonomi Indonesia, hingga dalam menegakkan hukum persaingan usaha jadi sulit bahkan tak mampu dilaksanakan.14

KPPU hanya dapat memanfaatkan landasan penafsiran bila terjadinya aktivitas usaha yang tak sehat yang berimbas pada ekonomi negara. Hal ini sebatas mampu dilakukan jika perusahaan terindikasi melakukan tindakan persaingan usaha tak sehat dan mempunyai afiliasi di wilayah Indonesia. Aini berpendapat jika dalam menjalankan asas ekstrateritorialitas, KPPU kerapkali mengutip putusan-putusan sebelumnya, seperti putusan perkara VLCC yang menunjukkan pelaksanaan hukum persaingan usaha khususnya prinsip hukum ekstrateritorialitas yang diterapkan di sejumlah negara, misalnya Amerika Serikat.15 Mengingat di Indonesia menjalankan sistem hukum Eropa kontinental, dan sumber hukum utamanya merupakan ketentuan undang-undang serta bukan putusan hakim atau yurisprudensi yang dimana diterapkan di negara Anglo Saxon. Keadaan ini membuktikan jika menjalankan prinsip hukum ekstratorialitas pada UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat, sesungguhnya menjadi keharusan yang wajib dilakukan Indonesia.

  • 3.2    Upaya KPPU dalam penegakan hukum persaingan bisnis online (e-commerce) di Indonesia

KPPU merupakan salah satu lembaga yang mengatur hukum terkait persaingan usaha yang dimana hukum ini ada pada Undang – Undang Persaingan Usaha.16 Dalam usaha perdagangan, terdapat larangan dalam monopoli perdagangan. hal ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 pasal 34 tentang larangan praktik monopoli serta persaingan tidak sehat. Lalu komisi itu dibuat berdasarkan hasil Keppres Nomor 75 tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).17

KPPU menjadikan setiap kegiatan usaha sebagai objek pengawasannya. Dimana jika timbul kompetisi usaha yang tak sehat tentu akan ditindak tegas, begitu juga dengan bisnis digital. Transaksi online/e-commerce dengan menggunakan sistem transaksi elektronik dipahami sebagai bisnis digital, mencakup proses jual beli, layanan atau informasi melalui jaringan internet, transfer dan pertukaran produk. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Larangan Monopoli serta Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat menjelaskan, "Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”.

Pada sistem ketatanegaraan di Indonesia, KPPU memiliki tanggung jawab lain dalam persaingan usaha selain menciptakan ketertiban juga menciptakan lingkungan persaingan usaha yang mendukung atau kondusif. Hal ini juga menjadikan KPPU sebagai sebuah lembaga independen yang tidak terpengaruh terhadap kekuasaan apapun, dan statusnya adalah mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan terkait kompetisi usaha yang tak sehat. KPPU diberikan wewenang mengevaluasi serta menindaklanjuti para pengusaha yang menjalankan kompetisi usaha secara tak sehat dan didasari pada UU Larangan Monopoli serta Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat.

KPPU merupakan komisi yang ditunjuk mengawasi para pengusaha dalam melaksanakan usahanya demi menghindari terjadinya praktik monopoli ataupun kompetisi usaha yang tak sehat yang didasari pada Pasal 1 angka 18 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 35 UU Nomor 5 tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat menjelaskan sebuah KPPU bertugas dalam hal :

  • a.    Mengevaluasi sebuah aktivitas ataupun perilaku para pengusaha yang mampu menimbulkan persaingan usaha yang tak sehat.

  • b.    Mengevaluasi perjanjian yang arahnya pada persaingan usaha yang tak sehat.

  • c.    Menilai apakah ada situasi dimana kesalahan posisi menjadi faktor utama yang mengakibatkan persaingan usaha yang tak sehat.

  • d.    Bertindak berdasarkan wewenang Komisi.

  • e.    Memberi pertimbangan serta saran atas suatu kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah terkait persaingan usaha yang tak sehat.

  • f.    Menyiapkan publikasi ataupun panduan terkait ketentuan ini.

  • g.    Memberi hasil kinerja Komisi ke Presiden serta DPR dengan bentuk laporan berkala.

KPPU memiliki tugas yang diatur oleh Undang-Undang untuk memberi wewenang mengawasi kegiatan usaha, contohnya pada perusahaan yang memiliki

platform digital. Pada era bisnis digital, lembaga KPPU mempunyai wakil preventif untuk memantau bisnis platform digital terhadap terjadinya perilaku diskriminatif. 18 Dalam lembaga independen, KPPU juga memiliki tugas sebagai mediator untuk menindak dan mengawasi operasional bisnis serta persaingan usaha di bidang ekonomi digital. Menanggapi bentuk persaingan usaha yang tak sehat, lembaga KPPU biasanya mengawasi, seperti dalam kasus yang dilakukan oleh Gojek dan Grab dimana kasus tersebut ialah perang diskon ojek online. KPPU juga dapat melakukan pengawasan terhadap sebuah mitra usaha sesuai dengan ketentuan UU Nomor 20 Tahun 2008 terkait Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Dari sisi penegakan hukum, ada beragam permasalahan yang teridentifikasi sebagai sebuah persaingan usaha yang tak sehat dan KPPU saat ini sedang melakukan penyelidikan dan proses peradilan. Salah satu bisnis dalam kegiatan usaha berbasis digital yang menjadi fokus KPPU ialah bisnis transportasi online. Atas bisnis tersebut, KPPU mengevaluasi adanya masalah dalam tarif yang ditetapkan dinilai tidak masuk akal. Contoh kasus yang ditangani KPPU dalam persaingan usaha yang tidak sehat adalah kasus ojek online (Grab) yang dugaannya menciptakan sistem kerjasama tetapi hanya memberi keuntungan pada salah satu mitra perusahaannya. Grab dan mitra yaitu PT Teknologi Pengangkutan Indonesia atau yang biasa disingkat TPI ditengarai memonopoli pesanan taksi online dan mengutamakan partner usaha pengemudi yang tergabung dalam sebuah PT TPI agar nantinya mendapat peluang lebih khusus dalam menjaring penumpang dibandingkan partner usaha lainnya. Kasus sidang perkara yang digelar pada Nomor 13/KPPU-I/2019, Grab dan TPI yang keduanya diperkirakan melanggar Pasal 14, Pasal 15 Ayat (2), serta Pasal 19 huruf (d) UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Monopoli serta Praktik Persaingan Usaha Tidak Sehat.19

  • IV.   Kesimpulan sebagai Penutup

    4.    Kesimpulan

Merujuk pada Pasal 1 UU N omor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli serta Persaingan Usaha Tidak Sehat, praktik monopoli itu sendiri berarti konsentrasi pada suatu daya ekonomi oleh satu atau lebih para pengusaha yang menyebabkan terjadi penguasaan pemasaran ataupun produksi barang maupun jasa yang mengakibatkan sebuah persaingan usaha yang tak sehat serta berpotensi merugikan kepentingan banyak pihak. Dalam hal ini seharusnya tidak hanya semata -mata mengatur hubungan bisnis atau pada kasus perdagangan dimensi fisik, tetapi harus berorientasi pada pengaturan dimensi elektronik. Jadi, pengusaha e-commerce asing berkewajiban mematuhi aturan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Namun, pada keadaan ini para pengusaha e-commerce yang berwarga negara asing melaksanakan praktik anti persaingan di luar wilayah teritorial Indonesia yang mengakibatkan dampak negatif pada pasar serta keadaan ekonomi di Indonesia, maka dari hal tersebut, usaha menegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia semakin sulit atau tidak dapat dilakukan. Dalam sebuah sistem ketatanegaraan Indonesia, lembaga KPPU dinyatakan sebagai sebuah lembaga negara yang komplementer (state auxiliary organ),

dan diberi wewenang dalam menegakkan hukum persaingan usaha oleh ketentuan undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Lubis, Andi Fahmi dan Sirait, Ningrum Natasya dkk. Hukum Persaingan Usaha (Jakarta, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2017).

Mahendrawati, Ni Luh Made dan Sudarsono. Asas Keseimbangan Dalam Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Malang, Surya Pena Gemilang, 2018).

Saptono, Catur Agus. Hukum Persaingan Usaha, Economic Analysis Of Law Dalam Pelaksanaan Merger (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2017).

JURNAL :

Amalya, Asti Rachma. "Prinsip Ekstrateritorial Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha." Jurnal Ilmiah Mandala Education 6, No. 1 (2020).

Arliman S, Laurensius. “Penegakan Hukum Bisnis Ditinjau dari Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat." Lex Jurnalica 16, No. 3 (2019).

Effendi, Basri. "Pengawasan dan Penegakan Hukum Terhadap Bisnis Digital (ECommerce) oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat." Syiah Kuala Law Journal 4, No. 1 (2020).

Erma, Zetria and Tulim Anto. "Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran E-Commerce di Indonesia." Jurnal Teknologi Kesehatan dan Ilmu Sosial (TEKESNOS) 1, No. 1 (2019).

Faisal, Pupung, Irma Ambarini Darmawan and Isis Ikhwansyah. “Cross-Border Business Competition: Keabsahan Dan Hambatan Penerapan Prinsip Ekstrateritorialitas Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia.” Jurnal Bina Mulia Hukum 3, No. 1 (2018).

Febrina, Rezmia. “Dampak Kegiatan Jual Rugi (Predatory Pricing) Yang Dilakukan Pelaku Usaha Dalam Perspektif Persaingan Usaha.” Jurnal Selat Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning 4, No. 2 (2017).

Hayati, Adis Nur. “Analisis Tantangan dan Penegakan Hukum Persaingan Usaha Pada Sektor E-Commerce di Indonesia." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 21, No. 1 (2021).

Hotana, Melisa Setiawan. "Industri E-commerce Dalam Menciptakan Pasar yang Kompetitif Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha." Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 1, No. 1 (2018).

Longkutoy, Bilivo Exel Davidson. "Tugas dan Wewenang KPPU Dalam Penanganan Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999." Lex Administratum 8, No. 4 (2020).

Sjahdeini, Sutan Remy. "E-commerce Tinjauan Dari Perspektif Hukum." Jurnal Hukum Bisnis 6, No. 6 (2018).

WEBSITE :

DDTC News, 2021, “Berita” URL: https://news.ddtc.co.id/negara-negara-eropa-mulai-sepakat-bertukar-data-pelapak-di-e-commerce-26025.  diakses tanggal 31

Oktober 2021.

Hukum             Online,            2021,            “Berita”            URL:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt602ce639a3da9/tantangan-

penegakan-hukum-anti-monopoli-era-ekonomi-digital/. diakses tanggal 4 Oktober 2021.

Majalah Kompetisi Edisi 62/2018, Meraup Pasar E-Commerce, kppu.co.id, hlm 50, diakses tanggal 4 Oktober 2021.

UNDANG-UNDANG :

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi E-Commerce.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 5 Tahun 2022, hlm. 1007-1017