PREDATORY PRICING DALAM E-COMMERCE DENGAN CARA FLASH SALE PADA MASA PANDEMI DITINJAU DARI PERSAINGAN USAHA

Komang Ayu Namira Sista Kiranadewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

DOI: KW.2022.v11.i05.p09

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui konsep predatory pricing di dalam penentuan harga dan untuk mengetahui bagaiamana perlindungan hukum yang diterima oleh pelaku usaha lain. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan secara spesifik pada Pasal 20 Undang–Undang No 5 Tahun 1999 perihal kegiatan jual rugi. Hasil studi menunjukkan bahwa berbeda dengan di negara lain, kegiatan jual rugi di Indonesia ditandai dengan adanya penawaran harga dibawah harga produksi yang ditawarkan oleh seseorang pelaku usaha belum tentu dapat disebut dengan kegiatan jual rugi. Hal ini juga diamati terdapat atau tidak pelaku usaha lain yang keluar dari pasar akibat pelaku usaha yang melakukan jual rugi.Pada riset ini online marketplace yang mencoba penawaran harga dibawah rata-rata tidak melengkapi unsur suatujual rugi terhadap peraturan yang ada di hukum Indonesia, sebab tidak terpenuhinya suatu unsur terdapat pelaku usaha lain yang keluar dari pasar. Walaupun demikian, adanya kegiatan jual rugi berpeluang terjadi, maka peran pemerintah sangat dirahapkan dalam pengendalian tersebut.

Kata Kunci: Jual Rugi, Pangsa Pasar, E-commerce, Penjualan Kilat

ABSTRACT

This research aims to to determine the concept of predatory pricing in determining prices and to find out how other business actors receive legal protection. This wasa normative research that used a specific approach in Article 20 of Law No. 5 of 1999 concerning selling and loss activities. The study indicate that in contrast to other countries, selling at a loss in Indonesia is marked by the existence of a price offer below the production price offered by a business actor, which may not necessarily be called a selling at a loss. It is also observed whether or not other business actors have left the market due to business actors selling at a loss. In this research, online marketplaces that try to offer prices below the average do not complement the elements of a sale and loss against existing regulations in Indonesian law, because if one element is not fulfilled, there are other business actors who leave the market. Nevertheless, the existence of selling and loss activities has the opportunity to occur, so the role of the government is highly expected in this control.

Keywords: Selling Loss, Market Share, E-commerce, Flash sale

  • I.   Pendahuluan

    • 1.1  Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi yang tengah berkembang di era ini yang dibarengi dengan kebutuhan manusia yang semakin tak terbatas. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut tentunya dibutuhkan suatu alat pemenuh kebutuhan manusia yang didapatkan melalui interaksinya dengan penyedia produk atau layanan tersebut. Dalam interaksi tersebut muncullah peristiwa transaksi yang berlangsung dengan langsung maupun tidak langsung. Pada fokus kali ini berkaitan dengan transaksi secara tidak langsung melalui perangkat digital. Transaksi yang berlangsung dengan menggunakan media digital biasanya dikenal dengan sebutan electronic commerce (e-commerce). Aktivitas ini merupakan aktivitas yang mempertemukan produsen dengan konsumen secara tidak langsung melalui media perantara berupa perangkat elektronik yang menyediakan jaringan nirkabel. Dengan bertemunya produsen dan konsumen secara tidak langsung menimbulkan suatu kesepakatan yang diakhiri dengan transaksi secara online.1

Dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat dinamis tentunya telah diatur terkait dengan kegiatan transaksi online. Pengaturan tersebut tercantum pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa transaksi elektronik merupakan sebuah kondisi dimana terjadinya transaksi jual beli antara pelaku ekonomi terkait produk atau jasa yang ditawarkan produsen melalui platform e-commerce atau media digital penyedia layanan belanja yang ada. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa e-commerce merupakan wadah dari produsen dan konsumen untuk berinteraksi dan melakukan transaksi secara online. Berdasarkan pada analisis keperdataan yang ada, tindakan jual beli secara online melalui platform e-commerce tentunya akan mengakibatkan suatu akibat hukum bagi pelakunya atau pihak yang bersangkutan dalam hal tersebut. Dalam kegiatan transaksi jual beli online dalam e-commerce ini dapat dilakukan oleh orang perorangan atau orang dengan kelompok usaha yang ada dalam ecommerce tersebut. Hal itu tentunya sesuai dengan jenis dari e-commerce yang ada di perangkat elektronik pengguna. Selain itu, dalam e-commerce juga terdapat unsure-unsur terkait dengan bisnis tersebut, diantaranya 2 :

  • a.    Terdapat perjanjian/kontrak bisnis

  • b.    Perjanjian yang dilakukan melalui perangkat elektronik

  • c.    Tidak dibutuhkannya adanya interaksi fisik antara pembeli dan penjual d. Perjanjian yang berlangsung melalui perangkat elektronik

  • e.    Perjanjian yang tidak dibatasi oleh batas-batas ruang dan waktu

  • f.    Memiliki nilai ekonomi dalam perikatan tersebut.

Berdasarkan pada perkembangan wabah virus Corona (Covid-19) pada masa ini tentunya merugikan banyak pihak dan sektor yang ada. Kerugian

tersebut nyata tampak pada masyarakat terkait dengan sector pendidikan, kesehatan, transportasi, pertanian, hingga sektor yang paling parah yaitu sektor ekonomi yang mengalami keterpurukan akibat penyebaran wabah pandemi covid-19. Akibat sektor perekonomian yang begitu terpuruk tentunya memberikan efek domino pada sektor lainnya seperti sektor industri usaha yang banyak gulung tikar atau mencoba untuk beradaptasi dengan kondisi yang terjadi. Berbagai usaha dilakukan oleh pemilik usaha untuk dapat mempertahankan usahanya dimasa pandemic covid-19 seperti melakukan berbagai persaingan yang sehat maupun tidak sehat. Pemilik usaha sebagai salah satu pelaku pasar tentunya akan melakukan segala hal agar dapat menciptakan keunggulan bersaing bagi usahanya.

Mengenai istilah yang berkaitan dengan pelaku usaha tentunya sudah ditentukan pada beberapa peraturan perundang-undangan. Salah satunya yaitu peraturan Perundagan-Undangan No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tepatnya pada Pasal 1 angka 5 yang menyatakan pelaku usaha itu adalah individu atau kelompok yang mendirikan dan mengembangkan suatu ide usaha bisnis dengan bentuk badan hokum maupun bukan berdasarkan pada perjanjian yang ada untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.

Pada masa pandemi covid-19 penggunaan transaksi online dikalangan masyarakat meningkat cukup signifikan. Transaksi online dipilih masyarakat dimasa pandemi karena melihat dari kebijakan pembatasan atau social distancing yang diterapkan pemerintah dan kondisi yang kurang kondusif menjadi alasan banyak masyarakat yang memilih untuk melakukan berbelanja online. Selain fleksible, belanja online pada e-commerce juga lebih murah dengan segala promosi menarik yang ditawarkan sehingga dapat menarik pelanggan berkunjung ke lapak mereka di e-commerce tersebut. Setiap toko online yang ada di e-commerce berlomba-lomba menyediakan promo sehingga mereka tertarik untuk berbelanja di toko tersebut. Adapun jenis promo yang sering ditawarkan dalam e-commerce yaitu cashback, diskon pengiriman, kupon belanja, flash slae, dan masih banyak promo lainnya. Namun, dalam berbagai promo tersebut sering terjadi pemotongan harga yang begitu signifikan hingga tidak sesuai dengan logika seperti promo flash sale. Dalam promo flash sale ini layanan e-commerce dapat menetapkan harga produk dengan harga terendah hingga harga Rp 99,-(Sembilan puluh sembilan rupiah). Potongan harga yang begitu drastic tentunya berakibat pada kepuasan konsumen dan juga daya saing  produsen lain.

Pemberian diskon besar-besaran ini bisa jadi gejala selaku  wujud aplikasi

predatory pricing .

Tindakan predatory pricing     ini tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 7 yang menyatakan bahwa produsen tidak diperkenankan untuk melakukan sebuah kontrak dengan produsen lainnya untuk menentukan harga di bawah harga pasaran yang ada.3 Dalam tindakan tersebut, pelaku pasar menetapkan harga yang berbeda jauh dengan harga produsen lainnya. Tindakan tersebut tentunya akan mengakibatkan suatu kecemasan dalam pasar terkait dengan penjualan  dan kerugian oleh pelaku

pasar. Penjualan dan kerugian yang ditimbulkan akan menimbulkan persaingan

yang ketat antar pelaku ekonomi, namun hal ini akan mempersulit pelaku ekonomi dengan modal kecil untuk berpartisipasi dan mencegah   mereka

memasuki pasar yang sama. Bila hal ini terjadi, maka mengarah pada praktik monopoli serta persaingan pasar yang tidak sehat.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut diatas, maka penting untuk mengkaji secara mendalam isu hukum yang berkaitan dengan bagaimanakah dampak dari predatory pricing yang terjadi dalam bentuk flash sale pada pelaku usaha e-commerce di Indonesia serta bagaimanakah upaya penegakan hukum terkait tindakan predatory pricing di Indonesia. Penelitian ini jika dibandingkan dengan beberapa studi terdahulu memiliki kesamaan dari segi topik, yaitu sama-sama membahas jual rugi (predatory pricing), namun fokus kajiannya berbeda. Tulisan ini menekankan pada dampak dari predatory pricing yang terjadi dalam bentuk flash sale pada pelaku usaha e-commerce di Indonesia serta upaya penegakan hukum terkait tindakan predatory pricing di Indonesia.

Terdapat dua jurnal penelitian yang sebelumnya digunakan oleh penulis sebagai sumber dari kajian jurnal. Yang pertama tulisan dari Cinta Rici Rahmawati dengan judul jurnal “Indikasi Predatory Pricing Yang Dilakukan Ovo Dengan Cara Burning Money” yang memfokuskan kepada tindakan burning money yang dilakukan OVO yang diduga sebagai tindakan dari predatory pricing. Jurnal yang kedua dari Melisa Safitri dengan judul jurnal “Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Terhadap Konflik Antara Taksi Konvensional Dan Taksi Online” yang memfokuskan kepada analisis yuridis hukum persaingan usaha terhadap konflik antara taksi konvensional dan taksi online serta Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha di Indonesia seiring dengan perkembangan ilmu Pengetahuan dan teknologi. Terkait permasalahan pada latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan memahami lebih dalam tulisan ini dengan mengangkat judul “Predatory Pricing Dalam E-Commerce Dengan Cara Flash Sale Pada Masa Pandemi Ditinjau Dari Persaingan Usaha.”

  • I.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian fenomena diatas, maka rumusan masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini, diantaranya:

  • 1.    Bagaimanakah dampak dari predatory pricing yang terjadi dalam bentuk flash sale pada pelaku usaha di e-commerce berdasarkan perspektif persaingan usaha ?

  • 2.    Bagaimanakah upaya penegakan hukum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait tindakan predatory pricing di Indonesia ?

  • I.3.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini didasarkan atas perumusan masalah yang diambil, yaitu untuk mengetahui mengenai dampak dari predatory pricing yang terjadi dalam bentuk flash sale pada pelaku usaha di e-commerce berdasarkan perspektif persaingan usaha serta upaya penegakan hukum dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait tindakan predatory pricing di Indonesia.

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Metode penelitian normatif digunakan karena penelitian ini menganalisa permasalahan menggunakan bahan sekunder atau pustaka yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Penelitian ini juga dikenal dengan penelitian doctrinal. Penelitian menggunakan metode ini menggambarkan tentang hokum yang merupakan sumber acuan dari tindakan manusia yang sesuai dengan aturan yang berlaku.  Dalam penelitian ini, analisis dilakukan  dengan  langkah

mengumpulkan  data  sekunder yang terdiri dari bahan hokum  primer,

sekunder, dan juga tertier seperti undang-undang atau dokumen lainnya yan terkait dengan permasalahan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1 . Dampak Dari Predatory pricing Yang Terjadi Dalam Bentuk Flash sale Pada Pelaku Usaha Di E-commerce Berdasarkan Perspektif Persaingan Usaha

Dalam e-commerce terdapat berbagai banyak promo yang ditawarkan oleh pemilik toko yang ada dalam e-commerce. salah satunya promo flash sale yang sering dilakukan oleh pelaku usaha dalam e-commerce. Promo flash sale merupakan promo yang yang menetapkan harga produk yang dijual di bawah standar pasar yang telah ditentukan. Flash sale sering dilakukan oleh tokoh yang ada dalam e-commerce untuk mendapatkan konsumen dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya flash sale ini dilakukan dalam jangka waktu pendek. Dengan waktu yang begitu singkat pada promo ini, banyak konsumen yang menantikan promo flash sale sehingga dapat membeli barang yang mereka inginkan dengan harga yang rendah atau berbeda jauh dari harga pasar secara normalnya. Karena keberhasilan dari promo flash sale ini dalam menarik konsumen untuk mengunjungi tokonya dan bertransaksi di sana, banyak pelaku usaha dalam e-commerce yang mencoba untuk menerapkan flash sale dalam usahanya.4

Prosedur flash sale yang digunakan oleh produsen dalam e-commerce pada umumnya lebih condong kepada penetapan harga yang jauh lebih dibawah dari harga normal di pasar. Dalam flash sale yang dilakukan pada waktu yang begitu singkat, pelaku usaha biasanya menyediakan barang yang terbatas dalam waktu tersebut. Hal tersebut menyebabkan konsumen dengan cepat mengunjungi pelaku usaha tersebut dalam e-commerce   agar tidak

kehabisan barang yang diinginkan dalam flash sale . Selain produk yang murah, dalam flash sale juga tetap mempertahankan kualitas dari produk dan keaslian dari produk yang dijual. Kualitas dan keaslian dari produk yang dijual harus

dijaga agar sesaui dengan kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam konstitusi hokum yang ada.

Dalam flash sale terdapat dua kategori flash sale yaitu flash sale wajar dan flash sale tidak wajar. Flash sale wajar dimaksudkan sebagai promo yang menetapkan harga produk dibawah harga pasar namun tidak terlalu rendah sehingga masih mirip dengan harga pasar yang ada. Sedangkan flash sale tidak wajar merupakan suatu kegiatan promosi dimana pelaku usaha menetapkan harga produk begitu rendah dan tidak sesuai dengan harga pasar terendah dari produk. Adapun contoh flash sale yang sering dilakukan dalam e-commerce yaitu flash sale dengan menetapkan harga produk sebesar Rp. 99,- ataupun Rp. 999,-. Penetapan harga flash sale tersebut sering disebut dengan istilah flash sale gimmick. Pada umumnya flash sale gimmick ini sering diadakan oleh pelaku usaha di e-commerce pada masa-masa tertentu seperti event nasional atau hari raya nasional. Jika dilihat dari harga yang dipatok oleh pelaku usaha tentunya harga tersebut tidak sesuai dengan harga normal dari barang yang dijual atau disebut dengan jual rugi5.

Dalam ketentuan hukum yang tercantum pada undang-undang nomor 5 tahun 1999 tepatnya pasal 20 dengan jelas menyatakan “Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

Tindakan jual rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam e-commerce tersebut disebut dengan predatory pricing . Tindakan tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha karena tindakan tersebut  dapat

menyebabkan adanya persaingan tidak sehat antar pelaku usaha. Predatory pricing ini merupakan suatu usaha yang dilakukan pelaku usaha untuk mendapatkan keunggulan bersaing sehingga dapat menyingkirkan pesaingnya dalam pasaran. Penetapan harga yang rendah ini tidak selalu dilakukan oleh pelaku usaha, melainkan hanya untuk mencegah adanya pelaku usaha baru dan mengeluarkan pelaku usaha yang memiliki usaha yang sama dalam pasar. Setelah strategi yang digunakan oleh pelaku usaha tersebut berhasil maka harga produk akan diangkat lagi menjadi harga normal dari produk secara umumnya. Dalam melakukan tindakan menurunkan harga pasar tersebut, pelaku usaha harus mampu memperhitungkan kerugian dan juga keuntungan yang akan mereka peroleh dari strategi flash sale yang dilakukan.

Tujuan dilakukannya flash sale tersebut ialah untuk menahan pelaku usaha lainnya dalam memasarkan barang mereka. Hal tersebut dikarenakan

harga rendah yang ditetapkan oleh pelaku usaha menyebabkan kebanyakan konsumen lebih tertarik pada produk yang dipasarkannya dibandingkan pelaku usaha lainnya yang memiliki produk yang sejenis. Pada umumnya, strategi ini merupakan praktik monopoli yang dilakukan pelaku usaha. Tindakan ini sejatinya dilakukan untuk menutupi kerugian yang sering dialami oleh pelaku usaha yang mampu memberikan dampak kerugian bagi konsumen. Dalam praktik promo flash sale ini pelaku usaha berupaya untuk mendapatkan keuntungan yang optimal dan menutupi kerugian yang terjadi ketika melaksanakan usaha dengan praktik jual rugi. Peningkatan produksi dan juga angka penjualan merupakan tujuan dari strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam berkompetisi dipasaran sehingga usahanya dapat mendominasi dipasar bebas tersebut. Tindakan tersebut akan cenderung menghilangkan daya tarik pelaku usaha lain di pasar yang sama sehingga pelaku pasar lainnya sulit untuk mengikuti pasar yang ada. Berdasarkan pernyataan yang dijelaskan sebelumnya, maka praktik predatory pricing ini dapat dikategorikan sebagai praktik monopoli. Praktik monopoli merupakan praktik dimana pelaku usaha mencoba untuk mendominasi pasar dan mengelola pasar sehingga tidak ada pelaku usaha lain yang dapat masuk kedalam pasar. Pratik tersebut tentunya merugikan pelaku usaha lain dan juga konsumen dimasa mendatang6. Selain itu, praktik monopoli ini juga dilarang dalam ketentuan konstitusi hukum yang ada. Pada konstitusi hukum tersebut dijelaskan dengan singkat bahwa pelaku usaha atau produsen tidak diperbolehkan untuk kegiatan penyuplaian produk maupun jasa dengan menekankan harga serendah-rendahnya pada produk dan jasa tersebut. Hal tersebut dapat menyingkirkan pesaing lainnya, namun hal tersebut dapat menimbulkan hal negative dalam ekosistem pasar yang ada atau kegiatan monopoli secara brutal oleh satu pelaku usaha. Hal ini berdasarkan pada pasal 7 UU 5/1999.

Selanjutnya, dalam rule of reason juga dijelaskan terkait praktik jual rugi yang ada dipasaran. Praktik tersebut dilarang apabila benar dalam pasar tersebut ditemukan suatu fenomena yang menyebabkan kerugian pada konsumen serta penurunan persaingan pelaku usaha. Namun penetapan ini hanya dapat dilakukan oleh lembaga berwenang dimana lembaga tersebut akan melakukan suatu evaluasi terhadap kontrak atau kegiatan penetapan harga rendah tersebut lalu menganalisa fenomena tersebut dan menyimpulkannya. Lembaga akan menyimpulkan dengan asumsi praktik

tersebut akan mendukung atau menghambat kompetisi antar pelaku usaha yang ada dalam pasar.7

Praktik predatory pricing di dominasi oleh produsen besar sehingga dapat mematikan dan menyingkirkan pelaku usaha lainnya yang ada dalam pasar. Metode flash sale yang mematok harga yang miring dalam jangka waktu tertentu dan terbilang pendek tersebut bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lainnya di pasaran yang sama. Hal tersebut akan menyebabkan pelaku usaha lain berpikir kembali untuk memasuki pasar dengan persaingan harga yang begitu rendah.8

Dalam praktik ini terdapat keuntungan yang berbeda yang diperoleh oleh pelaku usaha yaitu keuntungan dalam jangka pendek dan panjang. Pada jangka pendek dimana konsumen akan diuntungkan dengan adanya praktik ini. Dalam praktik promo flash sale ini pelaku usaha berupaya untuk mendapatkan keintungan yang optimal dan menutupi kerugian yang terjadi ketika melaksanakan usaha dengan praktik jual rugi. Peningkatan produksi dan juga angka penjualan merupakan tujuan dari strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam berkompetisi dipasaran sehingga usahanya dapat mendominasi dipasar bebas tersebut. Sedangkan keuntungan jangka panjang dimana pelaku usaha dapat merubah kembali harga produknya ke harga normal dan pada saat itu tentunya hanya terdapat sedikit pesaing pasar akibat dari praktik monopoli yang dilakukan.

Kegiatan predatory pricing yang termasuk kedalam pesaingan tidak sehat tentunya perlu dikaji berdasarkan aturan perundang-undangan yang ada. Hal tersebut untuk mencegah adanya kerugian bagi konsumen dan juga dominasi pelaku usaha dalam sebuah pasar sesuai dengan yang tercatum dalam undang-undang nomor 5 tahun 1999 pasal 5. Adapun karakteristik dari praktik predatory pricing ini, diantaranya9

  • a)    Pelaku usaha mengalami kerugian akibat adanya praktik penjualan harga terendah yang dilakukan dalam usahanya. Kerugian dari praktik itu disebabkan pemenuhan permintaan dari konsumen yang pada umumnya dalam praktik flash sale penjualan akan meningkat berkali-kali lipat dari penjualan biasanya. Dengan harga yang rendah dan penjualan yang meningkat tentunya pelaku usaha mengalami kerugian yang begitu besar.

  • b)    Praktik predatory pricing ini akan menyebabkan adanya hambatan dalam memasuki pasar bagi pelaku usaha lainnya. Hal tersebut disebabkan pengusaha lainnya yang tidak mampu menyaingi harga dari pelaku usaha yang melaksanakan praktik predatory pricing . Dalam praktiknya dimana

pengusaha yang tidak mampu menyaingi praktik predatory pricing ini akan keluar dari pasar tersebut dan beralih kepasar yang lain. Namun, setelah praktik tersebut berakhir pelaku usaha lain akan masuk kepasar tersebut dan memulai persaingan dengan pelaku usaha lainnya. Terkadang pelaku usaha tidak keluar melainkan hanya mengelola produksi barang dan/atau jasanya sehingga tetap dapat beroperasi ditengah praktik predatory pricing dari pihak lain

  • c)    Dalam praktik predatory pricing pelaku usaha akan mengalami kerugian atas tindakan penetapan harga yang rendah. Namun kerugian tersebut tidak akan mendapatkan kompensasi pengembalian atau lain halnya. Hal tersebut tampak bahwa pelaku usaha harus mampu mengelola sendiri kerugian yang dideritanya sendiri dari praktik yang ia lakukan tersebut.

  • d)    Pada praktik predatory pricing ini kebanyakan terjadi pada pelaku usaha yang sudah mempunyai omzet yang besar. Hal tersebut tentunya dilakukan untuk mengurangi kerugian yang pelaku usaha timbulkan dari praktik tersebut.

Praktik predatory pricing ini akan berdampak negatif di waktu yang mendatang. Hal tersebut dikarenakan dalam praktik ini pelaku usaha berusaha menyingkirkan pelaku usaha yang ada. Sehingga setelah tersingkir barulah pelaku usaha menaikkan kembali harga dari produknya. Dalam konteks ini maka pelaku usaha lainnya sudah keluar dari pasaran sehingga tersisa sedikit pelaku usaha dalam pasaran. Pada jangka panjang maka dengan adanya pelaku usaha yang minim menyebabkan jumlah produk yang diproduksi juga minim. Kondisi tersebut menyebabkan produsen akan melakukan penaikan harga terhadap produk tersebut dipasaran. Maka dari itu, predatory pricing dapat dihidarkan dengan pelaku usaha yang mematok harga rendah tersebut tidak menurunkan produksi produknya sehingga tidak terjadi pelonjakan harga dikemudian hari.

  • 3.2. Upaya Penegakan Hokum Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Terkait Tindakan Predatory pricing Di Indonesia

Terkadang hukum yang sudah dibentuk tidak dijalankan atau dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga mengharuskan penegak hukum melakukan suatu upaya tertentu untuk mengembalikan keadaan sebagaimana mestinya. Perlunya hukum untuk tampil di depan dalam menjalankan fungsinya beranjak dari kondisi nyata di masyarakat yaitu adanya situasi ketidak seimbangan hubungan yang terjadi di masyarakat antara individu lainnya maupun individu tersebut dengan lingkungan dan juga individu tersebut dengan sistem yang ada dalam masyarakat tersebut.10

Melalui hal ini, pada kondisi tersebut hukum harus berperan untuk

memulihkan keadaan seperti semula. Praktik penegakan hukum di mana merupakan suatu  kegiatan yang  dilaksanakan sebagai usaha  dalam

menetapkan sebuah keadilan dan juga menegakkan norma-norma dalam masyarakat sehingga masyarakat mampu bertindak sesuai dengan norma yang

10 Kadly, Eureka Inola, Sinta Smart Contract Dalam Transaksi Sains Sosio Humaniora 5, No. 1 (2021):


199-212.


berlaku dalam masyarakat11. Melalui sikap masyarakat yang patuh dengan norma yang ada tentunya dapat menciptakan suatu keseimbangan dalam masyarakat terkait hubungannya dengan masyarakat lain, lingkungan maupun sistem masyarakat yang ada. Pada umumnya penegakan hukum dapat digambarkan bagai sebuah usaha harmonisasi antara norma dan realita. Realita tersebut disesuaikan dengan norma yang mengaturnya, tentunya dengan cara atau proses sebagaimana disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Cara atau proses inilah yang dikenal sebagai hukum acara. Penegakan hukum juga dapat dijadikan Suatu bentuk pengawasan dalam menjalankan atau mengimplementasikan dari aturan yang ada.

Tindakan predatory pricing merupakan praktik penjualan barang maupun jasa yang dilakukan dengan mematok harga jual yang sangat rendah di luar harga normal yang ada di pasaran. Tindakan tersebut tentunya menimbulkan suatu kerugian bagi pelaku usaha lainnya yang harus mampu menyaingi keunggulan yang dimiliki pelaku usaha yang melakukan tindakan predatory pricing . tindakan praktik predatory pricing memiliki tujuan yang mana menghilangkan pelaku usaha lainnya yang ada dalam pasar yang sama sehingga pelaku usaha yang melakukan praktik predatory pricing ini dapat mendominasi pasar tersebut dan pada jangka waktu mendatang dia dapat menjadi penguasa pasar dengan menyingkirkan pesaing-pesaing yang ada sebelumnya di pasar yang sama.

Kendati demikian, praktik predatory pricing ini dalam jangka waktu pendek memberikan keuntungan bagi konsumen namun dalam jangka waktu panjang merugikan konsumen. Kerugian konsumen pada jangka waktu panjang dikarenakan pelaku usaha predatory pricing menaikkan harganya setelah mengetahui bahwa pesaing pasarnya telah tersingkir dan hanya terdapat minim pesaing pasar di pasar yang sama. Hal tersebut menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran yang ada di pasaran. Pelaku usaha akan meminimalisir produksinya sehingga permintaan akan meningkat dengan begitu pelaku usaha akan menaikkan harga tersebut dikarenakan barang yang diinginkan oleh konsumen terbatas di pasaran. Lalu keuntungan yang diberikan bagi konsumen ketika praktik tersebut masih berlangsung dengan penetapan harga yang rendah atau di bawah harga pasar normalnya.

Dalam persaingan pasar yang sehat tentunya praktik predatory pricing ini tidak dianjurkan untuk di dilakukan oleh pelaku pasar. Hal tersebut dikarenakan praktik ini dapat mengganggu keseimbangan pasar sehingga akan menyebabkan dominasi pasar oleh beberapa pelaku usaha saja dan menghambat pelaku usaha lainnya untuk bergabung di pasar tersebut. Hal ini

juga didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang menetapkan bahwa pelaku usaha dilarang untuk melakukan penetapan harga dibawah harga normal yang akan menimbulkan tindak predatory pricing di pasar tersebut serta menghambat pelaku pasar lainnya untuk masuk ke dalam pasar yang sama. Pernyataan tersebut tercantum secara jelas pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pernyataan terkait pelarangan tindak predatory pricing ini menggunakan pendekatan afrizon untuk dapat membuktikan adanya tindakan predatory pricing. Selain itu pula lembaga berwenang dapat menindak praktik yang ditenggarai melakukan tindak predatory  pricing.

Lembaga yang dimaksudkan berwenang untuk melakukan evaluasi dan analisis terkait Adanya kemungkinan praktik predatory pricing ini yaitu KPPU. KPPU merupakan salah satu lembaga yang berwenang dalam penegakan hokum terait praktik monopoli yang terjadi di pasaran.12

  • IV. Kesimpulan sebagai Penutup

    4. Kesimpulan

Tindakan jual rugi yang dilaksanakan oleh pengusaha dalam e-commerce dengan cara flash saleI disebut dengan predatory pricing. Praktik tersebut dilarang berdasarkan pasal 7 UU Perlindungan Konsumen. Praktik predatory pricing ini akan berdampak negatif di waktu yang mendatang. Hal tersebut dikarenakan dalam praktik ini pelaku usaha berusaha menyingkirkan pelaku usaha yang ada. Sehingga setelah tersingkir barulah pelaku usaha menaikkan kembali harga dari produknya. Dalam konteks ini maka pelaku usaha lainnya sudah keluar dari pasaran sehingga tersisa sedikit pelaku usaha dalam pasaran. Pada jangka  panjang maka  dengan adanya pelaku usaha yang minim

menyebabkan jumlah produk yang diproduksi juga minim. Kondisi tersebut menyebabkan produsen akan melakukan penaikan harga terhadap produk tersebut dipasaran. Maka dari itu, predatory pricing dapat dihidarkan dengan pengusaha yang melakuka tindakan tersebut tidak menurunkan produksi produknya sehingga tidak terjadi pelonjakan harga dikemudian hari. Praktik penegakan hukum di mana merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan sebagai usaha dalam menetapkan sebuah keadilan dan juga menegakkan norma-norma dalam masyarakat sehingga masyarakat mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam persaingan pasar yang sehat tentunya praktik predatory pricing ini tidak dianjurkan untuk di dilakukan oleh pelaku pasar. Hal ini dikarenakan praktik predatory pricing dapat mengganggu keseimbangan pasar sehingga akan menyebabkan dominasi pasar oleh beberapa pelaku usaha saja dan menghambat pelaku

usaha lainnya untuk bergabung di pasar tersebut. Terdapat lembaga yang berwenang untuk menindak praktik predatory pricing. Lembaga yang dimaksudkan berwenang untuk melakukan evaluasi dan analisis terkait Adanya kemungkinan praktik predatory pricing ini yaitu KPPU. KPPU merupakan salah satu lembaga yang berwenang dalam penegakan hokum terait praktik monopoli yang terjadi di pasaran. KPPU akan melakukan analisis pasar terkait praktik tersebut sehingga tidak merugikan konsumen dikemudian harinya.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Diantha, I. Made Pasek, and MS SH. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam

Justifikasi Teori Hukum (Prenada Media, 2016), 23.

Prananingtyas, Paramita, Andi Fahmi Lubis, Anna Maria Tri Anggraini, and Kurnia Toha. Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks. (Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI, 2017), 14.

JURNAL

Effendi, Basri. "Pengawasan Dan Penegakan Hukum Terhadap Bisnis Digital (ECommerce) Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat." Syiah Kuala Law Journal 4, No. 1 (2020): 21-32.

Febrina, Rezmia. "Dampak Kegiatan Jual Rugi (Predatory Pricing) Yang Dilakukan

Pelaku Usaha Dalam Perspektif Persaingan Usaha." Jurnal Selat 4, No. 2 (2017): 245.

Hotana, Melisa Setiawan. "Industri e-commerce dalam menciptakan pasar yang kompetitif berdasarkan hukum persaingan usaha." Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 1, No. 1 (2018): 28-38.

Kadly, Eureka Inola, Sinta Dewi Rosadi, and Elisatris Gultom. "Keabsahan BlockchainSmart Contract Dalam Transaksi Elektronik:   Indonesia, Amerika Dan

Singapura." Jurnal Sains Sosio Humaniora 5, No. 1 (2021): 199-212.

Kalangi, Betriks Eva. "Prosedur Penanganan Perkara Monopoli dan Persaingan Curang

Serta Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999." Jurnal Lex Crimen 6, No. 1 (2017), 15.

Mantili, Rai, Hazar Kusmayanti, and Anita Afriana. "Problematika Penegakan Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Rangka Menciptakan Kepastian Hukum." Padjadjaran Journal of Law 3, No. 1 (2016): 116-132.

Sjahdeini, Sutan Remy. "E-commerce Tinjauan dari Perspektif Hukum." Jurnal Hukum Bisnis 6, No. 6 (2018): 11.

Widhiyanti, Hanif Nur. "Pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason Dalam Hukum Persaingan (Perbandingan Indonesia-Malaysia)." Jurnal Arena Hukum 8, No. 3 (2016): 385-410.

WEBSITE

Ibnu Ismail, 2021, “Berita” URL: https://accurate.id/marketing-manajemen/flash-saleadalah/. diakses tanggal 05 September 2021.

Rifan              Raditya,              2021,             “Berita”              URL:

https://www.suara.com/bisnis/2020/11/11/185908/jangan-sembarangan-kenali-apa-itu-flash-sale?page=all. diakses tanggal 05 September 2021.

SKRIPSI

Junansyah, Dwamy Trezaryo. "Praktik Promosi Flash Sale Pelaku Usaha E-Commerce Dikaitkan Dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat." Skripsi Phd Diss. (2019), 40.

UNDANG-UNDANG

Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pasal 20 (Jual Rugi) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 5 Tahun 2022, hlm. 1032-1044