DAMPAK PENARIKAN PASUKAN AMERIKA DARI AFGHANISTAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA KHUSUSNYA HAK PEREMPUAN
on
DAMPAK PENARIKAN PASUKAN AMERIKA DARI AFGHANISTAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA KHUSUSNYA HAK PEREMPUAN
Kadek Meilanie Chandra Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: kadekmeilanie@gmail.com
Anak Agung Sri Utari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: agung_utari@unud.ac.id
DOI: KW.2022.v11.io4.p13
ABSTRAK
Pelanggaran ataupun perenggutan atas hak asasi manusia khususnya pelanggaran hak asasi perempuan masih terjadi walaupun hukum internasional sudah mengatur dengan sedemikian rupa aturan untuk melindungi Hak Asasi Manusia setiap manusia di dunia. Tulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai pengaruh yang timbul setelah dilakukannya penarikan Pasukan Amerika Serikat di Afghanistan kepada hak perempuan di Afghanistan dilihat dari perspektif Hukum Internasional. Artikel ini menggunakan metode penelitian yang menggabungkan metode penelitian normatif empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan memberikan dampak buruk kepada hak-hak perempuan disana dikarenakan Taliban kembali mengambil alih pemerintahan. Untuk mengatasi permasalahan mengenai pelanggaran hak asasi perempuan terlebih dalam penyelesaian isu terorisme di Afghanistan, diberlakukanlah CEDAW sebagai implementasi dari Hukum Humaniter yang didasarkan kepada Keputusan Presiden yang bertujuan untuk melawan diskriminasi terhadap perempuan.
Kata Kunci : Pelanggaran Hak Perempuan, Humaniter, Terorisme, Diskriminasi, Hukum Internasional.
ABSTRACT
Violations or deprivation of human rights, especially violations of women's rights still occur even though international law has regulated in such a way the rules to protect the human rights of every human being in the world. This paper aims to discuss the effects that emerged after the withdrawal of the United States Troops in Afghanistan on women's rights in Afghanistan from the perspective of International Law. This article uses a research method that combines empirical normative research methods. The results of this study indicate that the withdrawal of American troops from Afghanistan had a negative impact on women's rights there because the Taliban took over the government again. To overcome the problem of women's human rights violations, especially in resolving the issue of terrorism in Afghanistan, CEDAW was enacted as the implementation of Humanitarian Law based on a Presidential Decree which aims to fight discrimination against women.
Keywords : Violation of Women’s Right, Humanitarian, Terorism, Discrimination, International Law.
Hak Asasi Manusia merupakan satu-satunya sistem nilai yang diakui secara universal, sistem yang digunakan memberikan penawaran standar minimum serta aturan yang berbentuk prosedural terhadap hubungan antar manusia yang dilaksanakan di dalam pemerintahan, lembaga hukum/militer, badan usaha, individu, maupun organisasi. Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) tergolong dalam pelanggaran hukum berat kerena menyangkut
tentang hidup seseorang.1 HAM Internasional merupakan salah satu bentuk dari perlindungan Hak Asasi Manusia secara Internasional. HAM Internasional sendiri adalah hukum yang menjelaskan tentang memberikan perlindungan pada hak individu serta kelompok secara internasional dari pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah maupun aparat pemerintahan.2
Perang menjadi salah satu hal yang dapat menjadi lahan pelanggaran kepada Hak Asasi Manusia hal ini dikarenakan di dalam perang banyak nyawa yang dapat melayang. Setelah Perang Dunia ke II berakhir, perang sudah sangat jarang terjadi. Dahulu perang dijadikan jalan penyelesaian masalah antar negara ataupun organisasi, namun saat ini jalan damai lebih baik untuk dilakukan dibandingkan penyelesaian dengan mediasi perang.3 Walaupun dianggap sangat merugikan banyak pihak perang berupa konflik senjata masih terjadi di beberapa negara. Untuk mengatur permasalahan perang ataupun sengketa bersenjata, dibentuk hukum yaitu hukum humaniter internasional. Hukum humaniter ini memiliki tujuan untuk melindungi masyarakat sipil yang berada di kawasan yang sering mengalami konflik bersenjata yang sering kali menjadi korban walaupun tidak ikut secara langsung dalam konflik tersebut. 4
Terorisme juga merupakan salah satu tindakan yang dianggap tindakan melanggar HAM. Muhammad Mustofa berpendapat bahwa Terorisme ialah suatu tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan sasaran tujuannya acak atau tidak memiliki hubungan langsung dengan pelaku yang berdampak pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan banyak orang.
Kemudian Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1990 menyatakan Terorisme merupakan suatu perbuatan bertentangan dengan hukum atau tindakan yang memiliki unsur ancaman menggunakan kekerasan atau pemaksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau memberikan intimidasi terhadap baik pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran agama, ideologi serta politik.
Hampir setiap negara di dunia memerangi adanya terorisme salah satunya adalah Amerika. Amerika merupakan salah satu negara adidaya dimana Amerika memiliki kekuatan dan kekuasaan yang sangat berpengaruh bagi dunia. Amerika serikat menunjukan keseriusannya dalam hal memerangi terorisma internasional terutama setalah serangan pada 11 September 2001. AS melakukan usaha dengan mengerahkan kekuatan politik internasional yang dimiliki dan juga kekuatan pasukan militernya.
Afganistan dianggap sebagai salah satu negara yang menjadi sarang dari organisasi internasional terorisme. Amerika melakukan serangan terhadap Afganistan pada tahun 2001. Serangan ini dilakukan bertujuan untuk memberantar terorisme yang besarang di Afganistan. Target sasaran dari pasukan Amerika ini adalah menyerang organisasi-organisasi yang berbau terorisme.5 Salah satu organisasi yang dianggap sebagai organisasi terorisme adalah Taliban dan Al-Qaeda. Kelompok ini lahir pada saat peperangan untuk melawan serangan Soviet pada akhir tahun 1980-an serta konflik yang terjadi secara internal di Afganistan pada awal tahun 90-an. Al-Qaeda merupakan organisasi yang didirikan oleh seseorang bernama Saudi Osama Bin laden pada akhir tahun 1980-an. Al-Qaeda sendiri memiliki arti “pangkalan” atau “jaringan”. Sedangkan Taliban merupakan organisasi yang lahir pada awal 1990-an di Pakistan utara. Arti kata taliban itu sendiri berarti “santri/siswa”. Pada tahun 1998 kelompok Taliban menguasai
hampir 90% dari wilayah Afghanistan. Kedua organisasi tersebut memiliki pandangan yang sangat fanatik terhadap ajaran Islam Sunni. 6
Organisasi Al-Qaeda ini dianggap sebagai organisasi jaringan terorisme internasional bagi Amerika Serikat. Amerika Serikat menganggep Taliban merupakan organisasi yang mendukung organisasi Al-Qaeda. Taliban ini merupakan organisasi yang didirikan oleh Mullah Omar. Pada awalnya Mullah Omar mendirikan Taliban dengan 50 anggota untuk menentang ketidakstabilan, korupsi, dan kejahatan di Afghanistan. Pada saat itu Taliban dengan mudah mempengaruhi dan menguasai masyarakat di Afghanistan bahkan hampir 90% wilayah Afghanistan dikuasai oleh Taliban.7 Setelah terjadinya serangan di Gedung WTC pada 11 September 2001, pasukan Taliban memberikan perlindungan terhadap Osama Bin Laden dari kelompok Al-Qaeda yang disebut sebagai pelaku utama terhadap teror tersebut. Pasukan Taliban menolak permintaan Amerika Serikat untuk menyerahkan Osama Bin Laden sehingga pasukan Amerika Serikat Menyerang kawasan Afghanistan. Ketua dari Taliban yaitu Mullah Omar diguling kekuasaannya oleh Amerika Serikat dengan mudah.
Pada awal didirikannya Taliban memang memiliki tujuan yang baik yaitu untuk memberantas ketidak adilan, korupsi, dan hal sejenisnya. Tujuannya juga untuk menyebarkan ajaran agama. Namun terdapat juga beberapa aturan yang dianggap merugikan masyarakat di Afghanistan seperti larangan terhadap televisi, musik, dan bioskop. Bahkan organisasi ini melarang wanita di atas 10 tahun untuk bersekolah. Karena aksinya melindungi Osama Bin Laden ini membuat AS menyerang kawasan Afghanistan dan menganggap Taliban juga merupakan organisasi terorisme internasional seperti Al-Qaeda. Setelah datangnya pasukan Amerika Serikat para penganut Taliban banyak yang bersembunyi ataupun melarikan diri ke kawasan Pakistan. Pasukan AS yang berada di Afghanistan terus melakukan sengketa bersenjata yang bertujuan utama untuk menghancurkan organisasi-organisasi yang menganut terorisme. Namun dalam proses pemberantasannya melalui sengketa senjata ini banyak tentara dari Amerika Serikat yang gugur, bahkan tidak hanya tentara tetapi banyak masayarakat sipil yang menjadi korban dalam perang ini. 8
Dari awal kedatangan tentara militer Amerika Serikat ini pasukan Taliban dan Al-Qaeda dianggap musnah dari Afghanistan, namun kenyataanya pasukan itu masih ada dan berkembang di Afghanistan. Pasukan Amerika Serikat bekerjasama dengan pemerintahan di Afghanistan untuk melakukan pemberantasan terhadap terorisme dan juga organisasi-organisasi yang berbau terorisme di Afghanistan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melatih pasukan Afghanistan untuk menghadapi kelompok militan seperti ISIS. Karena kawasannya yang luas maka kelompok Taliban masih tetap dapat bersembunyi di kawasan Afghanistan. Pemerintah Afghanistan ingin memilih penyelesaian secara musyawarah namun kelompok Taliban menolak karena rencana tersebut sudah dianggap terkena campur tangan pihak Amerika Serikat.
Hingga pada Februari 2020 Amerika Serikat dan Taliban melakukan kesepakatan dengan menandatangani kesepakatan untuk memulihkan perdamaian di Afghanistan. AS dan para sekutunya sepakat untuk melakukan penarikan terhadap pasukannya dengan memberikan syarat bahwa Taliban tidak diperbolehkan membiarkan organisasi seperti Al-Qaeda dan kelompok yang berbau terorisme lainnya untuk beroperasi di kaswasan Afghanistan. Setelah perjanjian tersebut akhirnya pasukan Amerika Serikat mulai meninggalkan Afghanistan dan kelompok Taliban mulai menguasai kembali kawasan Afghanistan dengan merubah taktiknya. Taliban melakukan aksi-aksi penyerangan bahkan meneror warga sipil Afghanistan. Kelompok-kelompok radikal seperti Al-Qaeda dan ISIS pun kembali menguasai Afghanistan. Kekhawatiran akan keamanan di Afghanistan kembali terjadi. Serangan-serangan dan aturan-
aturan dari kelompok-kelompok radikal pun kembali menguasai Afghanistan, bahkan aturan itu tak sedikit yang melanggar hak asasi manusia yang ada sehingga merugikan masyarakat sipil. Selain jatuhnya korban karena dilakukan penyerangan kerugian atas dilanggarnya hak asasi manusia juga terjadi. Pelanggaran yang terjadi terutama kepada kaum wanita dimana kebebasan terhadap kaum wanita di Afghanistan menjadi terbatas. Bangkitnya kelompok-kelompok tersebut mengembalikan aturan yang ada sebelum datangnya tentara militer Amerika Serikat ke Afghanistan.
Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan ini yaitu “Perlindungan Hak Asasi Manusia Internasional Terhadap Perempuan dan Anak di Wilayah yang Mengalami Konflik Bersenjata” yang ditulis oleh Dentria Cahya Sudarsa yang membahas mengenai perlindungan Hak-hak perempuan serta anak di wilayah berkonflik.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis jurnal dengan mengangkat judul “DAMPAK PENARIKAN PASUKAN AMERIKA DARI AFGANISTAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA KHUSUSNYA HAK PEREMPUAN”.
-
1. Apa Dampak Penarikan Pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan Terhadap Hak Asasi Manusia terutama HAM Perempuan di Afghanistan?
-
2. Bagaimana Pengaturan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia di Afghanistan Setelah Pasukan Amerika Serikat Pergi dari Afghanistan?
Tujuan dari dilakukan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana pengaruh yang timbul setelah dilakukannya penarikan Pasukan Amerika Serikat di Afghanistan, dimana setelah penarikan tersebut Afghanistan kembali dikuasai oleh kelompok Taliban. Selain itu untuk mengetahui bagaimana dampak dari penarikan pasukan Amerika Serikat terhadap pengaturan HAM khususnya hak perempuan dan juga Hukum Humaniter yang ada di Afghanistan dalam melindungi masyarakat sipil yang ada disana.
Metodologi penelitian merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memperolah informasi dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini metodologi yang dipergunakan yaitu metodologi penelitian Normatif-Empiris. Metodologi ini merupakan penggabungan antara metodologi hukum normatif dan empiris. Metodologi normatif dalam penelitian ini yaitu mengkaji sumber-sumber dari perpustakaan seperti buku dan jurnal yang ada dan dijadikan sumber dalam melakukan penelitian.9 Sedangkan metodologi empiris yang dilakukan dalam penelitian ini yakni dengan melihat bagaimana pengimplementasian hukum yang ada di Afghanistan dan dampaknya dalam kehidupan masyarakat disana.
-
III. Hasil Dan Pembahasan
-
3.1 Dampak Penarikan Pasukan Amerika Serikat Terhadap Hak Asasi Manusia Khususnya HAM Perempuan di Afghanistan.
Dengan ditariknya pasukan Amerika Serikat dari kawasan Afghanistan berarti kelompok Taliban kembali menguasai kawasan Afghanistan. Penarikan tersebut dilakukan setelah
melakukan perundingan pada 2018 di Amerika Serikat10 dan persetujuan pada Februari 2021 untuk bersepakat damai. Dari kesepakatan itu menghasilkan keputusan penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan dan kelompok Taliban tidak akan melakukan penyerangan lagi kepada Pasukan Amerika Serikat. Dari perjanjian itu Taliban juga tidak diizinkan untuk membiarkan organisasi yang berbau teroris dan radikal seperti Al-Qaeda dan ISIS untuk beroperasi di Afghanistan. Kelompok Taliban berjanji untuk mengembalikan perdamaian serta memberikan keamanan bagi masyarakat berdasarkan kepada syariah Islam dalam kekuasannya. Namun kenyataannya kembalinya kekuasaan Taliban di Afghanistan diiringi dengan kembalinya kelompok–kelompok radikal yang menguasai Afghanistan dan meneror hingga menindas masyarakat sipil di Afghanistan. 11
Isu terjadinya berbagai pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia kembali mencuat. Bahkan PBB melakukan sidang khusus untuk membahas mengenai keadaan Hak Asasi Manusia di Afghanistan saat ini. Pada saat melakukan perjanjian dengan Amerika Serikat, Taliban berkomitmen untuk menghormati hak-hak perempuan dan juga menghargai etnis dan agama minoritas disana. Selain itu Taliban juga berjanji untuk tidak melakukan aksi balas dendam terhadap masyarakat Afghanistan yang sebelumnya melakukan kerjasama dengan komunitas internasional dalam usaha pemberantasan organisasi terorisme di Afghanistan. Komisaris Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet menyatakan bahwa Taliban sudah melanggar jani-janji tersebut dengan melanggar sejumlah hak perempuan di Afghanistan. Beberapa contoh hak yang dilanggar oleh Taliban adalah dengan memerintahkan perempuan untuk tinggal dirumah dan menghalangi anak-anak perempuan untuk bersekolah. Serta tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah kecuali berkerudung sepenuhnya dan ditemani oleh kerabat dekat laki-laki. Terlebih untuk mengontrol perilaku perempuan, Taliban mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa “wanita harus berjalan dengan tenang dan menghindari untuk membuat kebisingan dengan langkah kaki mereka”.12
Kelompok Taliban yang sudah kembali berkuasa di Afghanistan kembali menegakan aturan-aturan yang menentang hak kebebasan, seperti pembatasan tayangan televisi, radio dan tempat yang bersifat hiburan. Bahkan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi hingga berupa pengeksekusian terhadap warga Afghanistan. Larangan lain yang dilakukan adalah dengan melarang warga untuk melakukan unjuk rasa. Pengucilan terhadap warga minoritas baik dari segi agama ataupun etnis juga terjadi di Afghanistan detelah kembali berkuasanya kelompok Taliban. Warga pun dibungkamkan dan tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat. Pemerintah Afghanistan mengatakan bahwa kelompok Taliban harus bertanggungjawab atas aksi-aksi yang mereka lakukan karena semenjak mereka berkuasa lagi keadaan menjadi lebih buruk.
Dalam dampak penarikan Pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan, dampak yang terasa sangat signifikan adalah perenggutan atas hak-hak perempuan di Afghanistan. Sebelum disepakati perjanjian untuk menyerahkan kembali kekuasaan terhadap Afghanistan, pasukan Taliban sudah berjanji untuk memperhatikan Hak Asasi Manusia khususnya Hak-Hak Perempuan. Sebelum datangnya pasukan Amerika Serikat, dimana pasukan Taliban masih berkuasa, banyak hak-hak perempuan yang tertindas, oleh karena itulah sebelum diberikan kekuasaan kembali Taliban dituntut untuk menjamin hak-hak terhadap perempuan di
Afghanistan, namun kenyataannya setelah kembali berkuasa Taliban kembali menindas hak-hak perempuan.13
Taliban terus berusaha meyakinkan pemerintah Internasional bahwa kelompok mereka tidak melakukan pelanggaran kepada Hak Asasi Manusia khususnya kepada hak-hak perempuan, namun kenyataannya banyak berita yang mengatakan bahwa pasukan Taliban sudah melakukan penindasan terhadap HAM dan hak-hak perempuan. Disaat berkuasanya pasukan Amerika Serikat di Afghanistan, pemerintah mulai menganut asas demokrasi, selain itu hak-hak perempuan juga sudah mulai diperhatikan, seperti perempuan sudah boleh bekerja, perempuan sudah boleh bersekolah, dan sudah beloh bebas keluar rumah tanpa rasa takut. Walaupun pada saat itu hak perempuan belum bebas secara sepenuhnya, namun perempuan-perempuan di Afghanistan pada saat itu sudah merasakan hak nya lebih diperhatikan, namun setelah kembali berkuasanya Taliban di Afghanistan membuat hak tersebut ditindas kembali.
Beberapa berita yang tersebar yang menjadi bukti penindasan hak perempuan adalah isu ditangkapnya Salima Mazari yang merupakan gubernur perempuan di Afghanistan oleh pasukan Taliban. Peristiwa ditangkapnya Salima Mazari ini disampaikan oleh Nadia Momand seorang jurnalis TV di Afghanistan. Salima Mazari merupakan Gubernur dari Provinsi Charkint yang berada di Afghanistan Utara. Salima Mazari dikenal sebagai pemimpin yang berani dan menjadi salah satu orang yang ikut melatih militan untuk memerangi Taliban sejak 2019.14 Ia merupakan salah satu pemimpin yang tetap berada di Afghanistan disaat banyak pemimpin melarikan diri dari Afghanistan setelah kembali berkuasanya pasukan Taliban. Salima Mazari juga mendirikan distrik yang menjadi salah satu distrik pertahanan yang masih bertahan sebelum jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban. Dari seluruh provinsi yang sudah dikuasai Taliban perempuan tidak banyak ditemukan, hal ini dikarenakan semua perempuan dipenjara dirumahnya sendiri dan dilarang untuk keluar rumah apalagi untuk bekerja dan bersekolah.
Selain kasus Salima Mazari, terdapat juga tokoh Zarifa Ghafari yang merupakan walikota perempuan pertama di Afghanistan. Dia merupakan salah satu sosok yang menjadi sorotan dikarenakan turut bersuara setelah Taliban resmi menduduki Ibu Kota Kabul dan menguasai Afghanistan. Zarifa mengaku khawatir akan keamanannya di Afghanistan karena mengetahui dirinya menjadi salah satu sasaran dari pasukan Taliban, bahkan dia pasrah jika pasukan Taliban tiba-tiba datang kerumahnya dan membunuhnya. Dari kejadian tersebut terlihat bahwa pasukan Taliban masih ingin melakukan penindasan terhadap kaum wanita dan juga masih ingin melakukan aksi balas dendam kepada pasukan yang menentang Taliban pada masa kekuasaan pasukan Amerika Serikat.15
Dengan kembalinya berkuasanya Taliban di Afghanistan juga membuat beberapa saluran televisi berhenti menayangkan acara berita terutama acara berita yang dibawakan oleh perempuan, bahkan beberapa saluran politik di Afghanistan digantikan dengan saluran diskusi tentang teologi Islam. Bahkan wanita yang ingin keluar ruimah harus didampingi laki-laki. Pembatasan ini mengancam kehidupan wanita Afghanistan dan anak-anak mereka.16
Perempuan juga harus menutupi wajah mereka jika ingin keluar dari rumah. Aturan tersebut mendapatkan respon negative dari para perempuan Afghanistan yang merasa bahwa mereka memiliki hak untuk berpakaian, hadir di tempat public dan mendapatkan pendidikan
dimanapun mereka inginkan tanpa harus dibatasi oleh aturan apapun.17 Dari kembalinya diterapkan aturan-aturan tersebut menunjukan bahwa Taliban melanggar kesepakatan yang disepakati dengan pasukan Amerika Serikat sebelum resmi meninggalkan kawasan Afghanistan.
Pasukan Taliban menjanjikan untuk membuka kembali sekolah untuk perempuan, namun sampai saat ini Taliban belum juga membuka sekolah untuk perempuan. Kini para perempuan Afghanistan mendesak Taliban untuk kembali memberikan haknya dalam pendidikan. Taliban memang sudah membuka beberapa sekolah kembali namun hanya diperbolehkan untuk siswa laki-laki. Pendidikan termasuk ke dalam Hak Asasi Manusia yang bersifat mendasar, jadi dengan melarang siswa perempuan untuk bersekolah tergolong dalam pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. 18
-
3.2 Pengaturan Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia di Afghanistan Setelah
Pasukan Amerika Serikat Pergi dari Afghanistan
Pada masa datangnya pasukan Amerika Serikat ke Afghanistan dengan tujuan meberantas kelompok terorisme terutama pasukan Taliban, sangat banyak terjadi konflik bersenjata di Afghanistan. Pasukan Amerika Serikat terus melakukan serangan terhadap kelompok-kelompok ataupun tempat yang dianggap sebagai markas berkumpulnya pasukan Taliban di Afghanistan. Konflik bersenjata yang terjadi sering kali memakan banyak korban baik dari pasukan AS, pasukan Taliban, bahkan penduduk sipil.19 Pada 2019 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan pernyataan bahwa salah satu serangan yang dilakukan Amerika Serikat yaitu serangan udara ke lokasi yang diduga merupakan laboratorium obat-obatan milik Taliban dimana serangan tersebut menewaskan 39 warga sipil dan juga 14 orang anak-anak. Aksi serangan pasukan AS tersebut dianggap melanggar Hukum Humaniter Internasional karena terdapat warga sipil yang menjadi korban jiwa dalam serangan tersebut. 20
Selain berbagai serangan yang dilakukan pasukan AS di Afghanistan, pasukan AS juga melakukan penangkapan terhadap beberapa anak Afghanistan yang dituduh sebagai Enemy of Combatant. Istilah tersebut merupakan istilah yang digunakan pasukan AS untuk orang yang dianggap terlibat dalam pasukan Al-Qaeda yang merupakan pasukan teroris yang terdapat di Afghanistan. Hukum humaniter internasional belum mengatur secara jelas mengenai istilah tersebut dalam memerangi konflik bersenjata. Anak-anak yang ditangkap oleh AS tersebut sebenarnya tidak memenuhi persyaratan yang termasuk dalam konflik permusuhan terkait dengan keamanan negara. Anak-anak yang ditangkap juga tidak terlibat dalam kegiatan yang dianggap mengancam keamanan bagi negara AS. Penangkapan terhadap anak-anak Afghanistan sebagai enemy combatant oleh AS tidak memenuhi ketentuan yang tercantum di dalam hukum humaniter internasional. Hal ini dikarenakan istilah dari enemy combatant sendiri bukan suatu istilah yang digunakan dan diatur dalam hukum humaniter internasional. Meskipun AS memberi kesamaan kedudukan antara unlawful combatant dengan enemy combatant, akan tetapi dalam kasus ini anak-anak tersebut tidak memenuhi kriteria sebagai unlawful combatant. 21
Dalam pelaksanaannya, invasi militer yang dilakukan oleh pasukan AS di Afghanistan banyak melanggar peraturan hukum internasional dan beberapa aturan dalam lingkup doktrin hukum internasional. Invasi militer yang dilakukan tidak sebatas mengambil kekuasaan legitimasi dan politik dari Taliban di Afghanistan, namun menyebabkan juga konflik yang banyak memakan korban warga sipil dari Afghanistan, bahkan diperkirakan korbannya hingga lebih dari 100 ribu korban. Selain menimbulkan banyak korban, invasi tersebut juga menimbulkan kerusakan scara masif dan meluas terhadap objek-objek sipil dan mengakibatkan banyak penduduk sipil yang harus mengungsi hingga ke kakawasan luar daerah Afghanistan.22
Setelah berakhirnya penguasaan pasukan Amerika Serikat di Afghanistan, pasukan Taliban kembali menguasai Afghanistan. Kembali berkuasanya Taliban menimbulkan banyak kekhawatiran dari masyarakat Afghanistan. Setelah perginya pasukan AS dari Afghanistan memang mengakhiri serangan-serangan yang sering kali salah sasaran terhadap penduduk sipil Afghanistan, namun bukan berarti penduduk sipil sudah aman dan bebas dari teror dan rasa takut. Teror dan ketakutan masih terjadi di Afghanistan, kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia masing sering terjadi. Setelah kembali berkuasanya Taliban di Afghanistan mengembalikan pula pasukan-pasukan radikal seperti Al-Qaeda dan juga ISIS yang mengganggu keamanan Afghanistan khusunya di kota Kabul. Teror yang terjadi mulai dari kasus pembunuhan terhadap warga sipil yang dulunya dianggap membantu keberadaan pasukan Amerika Serikat di Afghanistan sebagai bentuk balas dendam. Karena bangkitnya kembali kelompok teroris di Afghanistan menyebabkan terjadi beberapa ledakan bom di sana. Salah satunya adalah ledakan bom di rumah sakit militer Sardar Mohammad Baud Khan yang menewaskan 19 orang warga sipil.
Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) meminta pasukan yang terlibat dalam konflik yang terjadi di Afghanistan untuk memperhatikan hukum humaniter yang ada. Peringatan tersebut juga disebabkan oleh diterimanya laporan atas pembunuhan yang dilakukan atas dasar balas dendam. Selain pembunuhan pasukan, Taliban juga dikabarkan melakukan penganiayaan terhadap kaum perempuan dan anak-anak. Pembatasan kebebasan atas perempuan dan penganiayaan sudah tergolong kedalam pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Pihak mahkamah pidana internasional menyatakan keprihatinannya atas permasalahan yang terjadi di Afghanistan.
Dalam mengatasi permasalahan konflik di Afghanistan sebenarnya sudah terdapat hukum internasional yang berlaku. Salah satu hukum yang melindungi adanya Hak Asasi Manusia di Afghanistan adalah melalui hukum humaniter internasional. Hukum Humaniter terbagi menjadi 2 yakni :
-
1. Hukum Jenewa, mengatur mengenai pemberian perlindungan kepada orang yang tidak atau tidak lagi aktif dalam peperangan.
-
2. Hukum Den Haag, mengatur tentang hak dan kewajiban pihak yang terlibat dalam peperangan dan memberikan batasan mengenai sarana dan prasarana yang boleh maupun tidak digunakan pada saat perang.
Terdapat pula beberapa asas yang diatur dalam Hukum Humaniter yakni
-
1. Asas Kepentingan Militer.
-
2. Asas Proportionalitas.
-
3. Asas Perikemanusiaan.
-
4. Asas Ksatriaan.
-
5. Asas Pembeda.
-
- Kombatan adalah penduduk yang ikutsecara aktif dalam konflik bersenjata atau perang.
-
- Non Kombatan adalah penduduk sipil yang tidak sama sekali terlibat dalam konflik bersenjata. Terdiri dari anak-anak, perempuan serta orang tua.23
Hukum humaniter diperlukan dalam mengatur pelanggaran hak asasi manusia terutama dalam perang, terlebih dalam penyelesaian isu terorisme di Afghanistan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Terdapat beberapa cara untuk menegakkan Hukum Humaniter Internasional terhadap pelaku kejahatan perang, yakni melalui Konvensi Jenewa 1949, Peradilan Ad Hoc, serta melalui Mahkamah Peradilan Internasional atau International Criminal Court (ICC). Pada KTT NATO yang diadakan bulan Juli 2016 negara anggota berkomitmen untuk tetap mempertahankan bantuan mereka kepada pasukan keamanan Afghanistan hingga 202024 yaitu dengan mengirim pasukan yang dimilki oleh Amerika Serikat sekitar 14.000 tentara bertempat di Afghanistan. Selain itu UNAMA (United Nations Assistance Mission in Afghanistan) yang berdiri di bawah Resolusi 1401 UN Security Council (UNSC) tahun 2002 dengan mandatnya yaitu melakukan pemantauan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan memberikan perlindungan kepada warga sipil.
Hukum internasional melalui Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Woman (CEDAW) mengatur secara spesifik tentang perlindungan hak-hak asasi wanita, yang menyatakan bahwa kekerasan terhadap wanita adalah pelanggaran terhadap hak hidup wanita tersebut.25 Pada tahun 2003, Afghanistan melakukan ratifikasi terhadap CEDAW untuk melawan diskriminasi terhadap perempuan serta untuk memperkuat hak-hak perempuan di dalam Negara. Untuk menjalankan pengaturan berdasarkan CEDAW, Afghanistan kemudian mengeluarkan kebijakan berdasar kepada Keputusan Presiden pada tahun 2009 yaitu Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Elimination of Violence Against Women). Isi dari Undang-undang tersebut adalah melarang berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan seperti perkawinan anak, kawin paksa, jual beli wanita, pemerkosaan, pemukulan dan lain-lain. Serta di Undang-undang tersebut mengatur tentang hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan.26 Ketentuan konvensi CEDAW terlihat dalam hukum serta peraturan yang berada di Negara Afghanistan, EVAW Law, National Action Work Plan for Women, Afghanistan National Development Strategy, serta kerja sama dengan Amerika Serikat.27
Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mendirikan suatu organisasi bernama UN Women yang dibentuk untuk Kesetaraan Gender serta Pemberdayaan terhadap Perempuan. Program yang terlaksana semenjak tahun 2014 sampai 2016 terhitung sebanyak 478.000 perempuan yang telah diberdayakan oleh UN Women.28 Selain UN Women, organisasi lain yang dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi perempuan di dunia terkhusus Afghanistan adalah Women for Women International yang berpusat di ibukota AS, Washington
DC. Kegiatan seperti memberikan pendidikan serta peningkatan kepercayaan diri perempuan Afghanistan dilakukan sebagai langkah pemberdayaan perempuan oleh WFWI.29
Pada tahun 2003, pemerintah Afghanistan juga membentuk suatu organisasi bernamakan MOWA sabagai bentuk perwujudan komitmen untuk menanggulangi isu pemberdayaan perempuan dan untuk mempromosikan kesetaraan gender. Salah satu bukti MOWA mampu melakukan pemberdayaan perempuan adalah sebanyak lebih dari dua juta anak perempuan kembali menghadiri sekolah public.30
Setelah hampir 20 tahun menguasai Afghanistan, Taliban menyepakati untuk berdamai dengan berjanji untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar HAM dan juga tidak mengizinkan kelompok-kelompok teroris dan radikal berkuasa kembali di Afghanistan. Sampai akhirnya pada Februari 2020 AS mulai menarik pasukannya dari Afghanistan. Namun setelah penarikan pasukan AS dari Afghanistan, Taliban kembali melakukan kejahatan terhadap HAM terutama perenggutan terhadap hak perempuan. Hak-hak wanita pun kembali dibatasi, seperti perempuan tidak diizinkan keluar rumah tanpa didampingi pria, tidak diizinkan bersekolah, tidak diizinkan bekerja dan dibatasi untuk mendapatkan ke akses kesehatan. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Taliban membuat PBB memperhatikan dan akan menyelidiki tentang kejahatan-kejahatan HAM dan perenggutan Hak-hak wanita yang terjadi. Dalam mengatasi permasalahan konflik di Afghanistan sebenarnya sudah terdapat hukum internasional yang berlaku. Salah satu hukum yang melindungi Hak Asasi Manusia di Afghanistan adalah melalui hukum humaniter internasional. Pengimplementasian dari Hukum Humaniter sendiri dilakukan dengan meratifikasi CEDAW dan mengeluarkan kebijakan yang berdasar kepada Keputusan Presiden di tahun 2009 untuk melawan diskriminasi terhadap perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bambang Sungguno. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Denny Ramdhany dkk, Konteks dan Perspektif Politik Terkait Hukum Humaniter Internasional Kontemporer, Jakarta : Rajawali Pers, 2015.
Hamid, Zarin. 2011. UNSCR 135 Implementation in Afghanistan. Kabul: The Afghan Women’s Network.
Geltzer, Joshua A. (2011). US Counter-Terrorism Strategy and al-Qaeda: Signalling and the Terrorist World-View
Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012.
Zyck, Steven A. 2012. Women & Gender in Afghanistan. Washington: Civil Military Fusion Centre.
Joseph J. Collins, Understanding War in Afghanistan, (Washington D.C : National Defence
University Press, 2011)
Karunia, Titon Slamet. 2014. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Luhulima, A. S. 2014. CEDAW: Menegakkan Hak Asasi Perempuan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Moghadam, Assaf 2008. The Globalization of Martyrdom: Al Qaeda, and the Diffusion of Suicide Attacks.
JURNAL
Andani, Rafika Wahyu. "SEGITIGA KEKERASAN, HAM, DAN PEREMPUAN AFGHANISTAN ERA KEPEMIMPINAN TALIBAN." Jurnal Pena Wimaya 2, no. 1 (2022).
Aswidah, Roichatul, Hak Asasi Manusia Solusi Menghadapi Fundamentalisme DignitasnJurnal Hak Asasi Manusia: Hak Asasi Manusia dan Fundamentalisme Vol. VII No. 2, ELSAM, Jakarta, 2011.
CAHYA SUDARSA, Dentria. Perlindungan Hak Asasi Manusia Internasional Terhadap Perempuan Dan Anak DI Wilayah Yang Mengalami Konflik Bersenjata. Jurnal Ilmu Hukum Udayana. Vol. 05, No. 04, Oktober 2017.
Chamberlain, Nigel. “NATO's Developing interest in the Arctic” NATO Watch, 2012.
Hamilton, Carolyn, Administrative Detention of Children: A Global Report, Children's Legal Centre, University of Essex, 2011.
Hanan Qisthina Sindi, Analisis Perilaku Kejahatan Terorisme Osama bin Laden Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4 (Semarang, Universitas Diponegoro 2017)
Juliano P, Sangra. "Komunikasi dan gender: Perbandingan gaya komunikasi dalam budaya
maskulin dan feminim." JIPSI-Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi UNIKOM 5 (2015).
Kenneth Katzman, Afghanistan: Post-Taliban Governance, Security, and U.S. Policy, CRS Report, 2014.
Lacopino, Vincent & Rasekh, Zohra. (1998). Education, a Health Imperative: The Case of Afghanistan. Health and human rights. Journal of Health and Human Rights, Volume 3
Nomor 2.
PURWATI, Ni Kt Rai, Priadarsini, Ni Wayan Rainy; KUMALA DEWI, Putu Ratih Analisis Kegagalan Afghanistan Dalam Eliminasi Kasus Honor Killing Tahun 2011 - 2018. Jurnal
DIKSHI Vol 1 No 1 (2021).
Rachman, Arief, Marissa Aulia, Nigin Abdulrab, Yulius Purwadi, Mia Dayanti Fajar, and AAS Dyah Ayunda." Diplomasi Indonesia Dalam Memperkuat Komitmen Pemberdayaan Perempuan Untuk Mendukung Proses Perdamaian Afghanistan." Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional 16, no. 2 (2020)
Rumadaul, Fitrah Awaliyah. "Peran United Nations Women Dalam menanggulangi Diskriminasi Terhadap Perempuan Di Afghanistan." Global Political Studies Journal 1, no. 1 (2017).
Salossa, Marlen. 2019. Makalah Kejahatan Perang. Universitas Pendidikan Muhammadiyah.
Septiadi, Gilang Agung. "Strategi Women for Women International (WFWI) Dalam Pemberdayaan Perempuan di Afghanistan." Frequency of International Relations (FETRIAN) 1, no. 1 (2019)
INTERNET
Azadzoi dan Nordland. (2018). US Soldiers Killed Afghanistan. [online] Dalam: https://www.nytimes.com/2018/11/27/world/asia/us-soldiers-killed-afghanistan.html [Diakses 1 November 2021].
Erwanti, Marlinda Oktavia. “Gubernur Perempuan di Afghanistan Salima Mazari Ditangkap Taliban”. https://news.detik.com/internasional/d-5689089/gubernur-perempuan-di-afghanistan-salima-mazari-ditangkap-taliban
Harvey, Katherine, 2003, Afghanistan, Civil War, http://www.stanford.edu/class/ e297a/Afghanistan,theUnitedStates.htm (04 November 2021).
United Nation. 2016. Convention of Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), melalui http://www.un.org/womenwatchh/cedaw.htm
Juanda, Ogiandhafiz, 2021, Taliban dalam Analisis Hukum Internasional. Melalui https://mediaindonesia.com/opini/430539/taliban-dalam-analisis-hukum-internasional
Pasinringi, Tabayyun. “Zharifa Ghafari, Walikota Termuda Afghanistan yang diancam Taliban”. https://magdalene.co/story/zarifa-ghafari-wali-kota-perempuan-termuda-afghanistan-yang-diancam-taliban
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 4 Tahun 2022, hlm. 832 - 844
Discussion and feedback