VALIDITAS PEMBAYARAN MELALUI CRYPTOCURRENCY DALAM SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

Gede Wahyu Adipramartha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI: KW.2022.v11.i07.p7

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis validitas Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Tujuan spesifik penelitian ini ialah untuk mengetahui peraturan dan sistem pembayaran menggunakan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran serta konsekuensi hukum yang disebabkan oleh Cryptocurrency dinyatakan sebagai studi tentang sistem pembayaran di Indonesia. Metode penulisan yang digunakan adalah penelitian normatif dimana menguraikan dinamika yang ada dan menggabungkan dengan kajian-kajian yang berdasarkan teori hukum yang menghubungkan dengan undang-undang yang ada. Berdasarkan hasil penelitan, Cryptocurrency dianggap sah jika digunakan sebagai asset investasi di Indonesia dimana sesuai pada syarat sahnya sebuah perjanjian yang terkandung pada Pasal 1320 KUHPerdata.

Kata kunci: validitas, alat pembayaran, Cryptocurrency, transaksi online.

ABSTRACT

This study analyzes the validity of Cryptocurrencies as legal tender in Indonesia. The specific purpose of this paper is to find out the regulations and payment systems using Cryptocurrency as a means of payment and the legal consequences caused by Cryptocurrency are stated as a study of the payment system in Indonesia. The writing method used is normative research which conducts by describing the existing dynamics and combining it with studies based on legal theory that connects with existing laws. Based on the results of the research, Cryptocurrency is considered valid if used as an investment asset in Indonesia which is in accordance with the terms of the validity of an agreement contained in Article 1320 of the Civil Code.

Keywords: validity, payment instruments, Cryptocurrency, online transactions.

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, Indonesia harus mampu berkembang dalam perdagangan dunia yang saat ini berkembang pesat dan juga berdampak pada sistem pembayaran yang berkembang pada masa ke masa. Seiring perubahan zaman dan era globalisasi ekonomi duniasehingga terus membaik, kebutuhan warga juga

semakin meningkat. Situasi saat ini, kemudahan dan keamanan dalam melakukan transaksi keuangan semakin meningkat, dan ini meningkat di beberapa negara maju dan berkembang. Sehingga diperlukannya sebuah system pembayaran yang lebih baik dan midah bagi masyarakat atau nasabah perbankan. Dalam fenomena berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini kondisi sudah mulai menebar keseluruh daerah Indonesia, tidak hanya Negara di Indonesia saja mulai merebak perkembangan yang terjadi dimana Negara maju saja telah memacu perkembangan teknologi informasi kepada masyarakat sehingga system informasi mendapatkan sebuah hasil nilai penting menjadi kemajuan setiap Negara.1

Melihat pergeseran cara bisnis ditransaksikan ke media digital yang tersebar di seluruh dunia, sehingga terjadinya peluang bisnis baru bagi masyarakat. Dengan ini, dunia bergerak mulai mengarah pada tujuan yang baru, menjauh dari mata uang tradisional dan alih-alih menggunakan mata uang virtual yang menggunakan mata uang digital atau virtual currency yang dilindungi oleh Cryptocurrency. Uang dalam bentuk Cryptocurrencyyang kompleks tidak dapat dengan mudah dikalikan atau ditransfer ke pihak yang tidak dapat menggunakannya. Dalam konteks ini, ada banyak Cryptocurrencyyang sudah mulai dikembangkan, yang sebelumnya hanya beberapa pengguna yang dapat bertransaksi dan sekarang sibuk digunakan dalam berbagai transaksi yang ada.

Cryptocurrency ditemukan oleh satosi nakamoto (anonim), satosi nakamoto merilis sebuah perangkat lunak yang memuat teknik enkripsi dalam pembuatannya dapat dilakukan merugulasi setiap mata uang baru dan memverifikasikan pengiriman transaksi dana. Dimana pada bulan januari 2009 Bitcoin dirilis oleh satosi nakamoto dimana bitcoin sebagai salah satu cryptocrrency pertama didunia dan diamai mata uang Cryptocurrencyoleh satosi nakamoto. Dimana terdapat beberapa cara dalam mendapat mata uang Cryptocurrencyyaitu dengan melakukan trading dan mining mata uang melalui media digital. Mata uang ini beropersi secara independen atau berdiri sendiri tanpa melibatkan pemerintah, dan bank sentral setiap Negara dimana Cryptocurrency ini diperoleh dengan tradin dan mining.2 Dilihat dengan pasti bahwa uang dan Cryptocurrency, memiliki perbedaan yang signifikan, perbedaan yang paling menonjol adalah dalam bentuk dan penggunaan. Perbedaan yang khas dalam mata uang konvesional disebut sebagai produk massal yang diproduksi secara massal oleh penguasa untuk menghasilkan uang. Tidak seperti Cryptocurrency yang dibuat dari jaringan peer-to-peer yang biasa dikenal dengan blockchain, yang merupakan sistem yang menghubungkan bersama untuk menghasilkan kode yang dapat diakses oleh penambang sehingga menjadi angka yang berharga.

Cryptocurrency telah menjadi aktif dan sirkulasi Bitcoin di bawah situasi saat ini di Indonesia. Pada dasarnya merupakan pernyataan pemerintah, Bank Indonesia, melalui sistem atau instrumen pembayaran di Indonesia dan segala risiko yang terkait dengan pengguna. Berkenaan dengan kepemilikan dan penggunaan Cryptocurrency, itu adalah tanggung jawab pengguna mata uang virtual. Kehadiran Cryptocurrency di Indonesia telah menjadi produk mata uang virtual sejak awal, dan kehadirannya telah menarik perhatian negara, tetapi sejauh ini pemerintah belum menentukan bagaimana mengambil langkah-langkah untuk merumuskan langkah-langkah mengenai penyebaran dan pengendaliannya. Jika target baru untuk penjahat dunia maya muncul, pengguna kemudian akan melakukan transaksi, membuat sistem pembayaran Cryptocurrency berisiko dan rentan.

System alat pembayaran dalam bentuk Cryptocurrency, dalam perkembangannya baru-baru ini adalah bitcoin dimana tidak hanya bitcoin saja perkembangan yang terjadi banyak pula bermunculan Cryptocurrency selain bitcoin. Namun dalam keberadaannya di Indonesia mendapat banyak sorotan oleh masyarakat yang banyak menimbulkan pro dan kontra dari berbagai sector dimana tidak hanya para investor tetapi banyak masyarakat dari kalangan masayarakat. Dikarenakan pesatnya perkembangan Cryptocurrency di Indonesia terutama dikalangan masyarakat menjadikan dorongan bagi Bank Indonesia mengeluarkan pernyataan Nomor 20/40/Dkom. Dimana juga pasal 2 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang (selabnjutnya disebut UU Mata Uang)3, menyatakan bahwa “mata uang Republik Indonesia adalah Rupiah”, dan “macam Rupiah terdiri atas Rupiah kertas dan Rupiah Logam”. Hal ini menyebabkan mata uang virtual di Indonesia sebagai salah satu sistem peran pembayaran, bertentangan dengan hukum yang relevan dan berlaku.

Peraturan tersebut adalah Bank Indonesia, yang mengadopsi pendekatan normatif untuk mengatur larangan penggunaan mata uang virtual atau Cryptocurrency, yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai media transaksi dan investasi, dan indeks harganya terus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dalam investasi komoditas. Dalam praktek jual beli Cryptocurrency di Indonesia yang menjadi perbincangan pada masyarakat dan penggunaannya yang meningkat, minimnya regulasi untuk mengatur virtual currency atau mata uang digital kini menjadi hal yang sangat meresahkan bagi masyarakat, juga bagi para investor. di bidang jual beli Cryptocurrency di Indonesia dan pengusaha. Tidak ada aturan atau regulasi untuk jual beli Cryptocurrency di Indonesia dari waktu ke waktu, sehingga tidak ada lembaga yang menaungi, yang dapat dimintai pertanggungjawaban pada suatu hal yang merugikan dikemudian hari.

Apabila digunakan menjadi sebuah instrument investasi, menurut mentri keuangan Sri Mulyani “tidak melarang penggunaan Bitcoin atau Cryptocurrency

untuk investasi dan investasi ini merupakan pilahan dari masing-masing individu namun segala resiko yang timbul ditanggung penggunanya”.4 Dengan demikian, membingungkan masyarakat bahwa tidak ada pengaturan yang mencakup aspek peredaran dan pengawasan, perumusan kebijakan dan perlindungan yang akan terjadi pada investor dan pengguna virtual currency. secara elektronik dimana saja dalam transaksi terkait investasi mata uang virtual dan akan rentan terhadap kejahatan di dunia maya. Penggunaan Cryptocurrency masih banyak ditemui, para pengguna Cryptocurrency masih mempergunakan alat pembayaran ini dalam transaksi pembayaran.

Sebagai bahan untuk menjamin perbandingan atas keaslian penelitian ini, terdapat saru penelitian yang identik namun terdapat perbedaan dalam segi pembahasan. Penelitian yang dilakukan oleh Anak Agung Ngurah Wisnu yang mengangkat Judul “Legalitas Investasi Aset Kripto Di Indonesia Sebagai Komoditas Digital Dan Alat Pembayaran”.5 Pada penelitian yang dilakukan oleh Tobi Arfiandi yang mengangkat judul “Keamanan dan perlindungan hukum bagi investor pada transaksi virtual asset kripto”.6 Titik fokus dalam penelitian ini mengarah pada penulis ingin mengetahui sejauh mana sistem pembayaran yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap Aset Kripto sebagai komoditi dan alat pembayaran yang belakangan ini menjadi Trend di dunia, Sehingga penulis mendapatkan judul “Validitas Pembayaran Melalui Cryptocurrency dalam Sistem Pembayaran Di Indonesia”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan pengguanaan Cryptocurrency yang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia ?

  • 2.    Bagaimana akibat hukum terhadap pembayaran Cryptocurrency dalam perjanjian jual beli dengan pembayaran virtual currency di Indonesia ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penelitian ini meneliti dan menganalisis validitas Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Tujuan spesifik dari makalah ini adalah untuk mengetahui peraturan dan sistem pembayaran menggunakan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran dan konsekuensi

hukum yang disebabkan oleh Cryptocurrency dinyatakan sebagai studi tentang sistem pembayaran di Indonesia.

  • II.    METODE PENELITIAN

Pengertian dari metode penelitian yaitu cara atau upaya untuk berpikir dan berbuat, yang direncanakan sedemikian rupa secara baik dan sistematis dalam melakukan suatu penelitian untuk mencapai tujuan tertentu. Penelitian sebagai suatu bagian penting dalam ilmu pengetahuan uang bertujuan lebih dalam mengetahui dan lebih memperdalami segala segi kehidupan.7 Penelitian adalah sebuah sarana dalam menggembangkan ilmu pengetahuan dalam teori dan praktek. Bersumber pada permasalahan diatas, menggunakan metode penelitian normatif dimana melakukan dengan menguraikan dinamika yang ada dan menggabungkan dengan kajian-kajian yang berdasarkan teori hukum yang menghubungkan dengan undang-undang yang ada.8

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 3.1.    Pengaturan Penggunaan Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran Di Indonesia

Perkembangan teknologi saat ini semakin berkembang pesat, dimana mata uang ini sering disebut dengan virtual currency, dimana perkembangan mata uang sangat pesat dan tidak juga terobsesi dengan sistem pembayaran cashless. Di mana kita melihat mereka di negara maju, mereka saat ini menggunakan sistem pembayaran Cryptocurrency dimana uang disimpan di perangkat. Sekarang hadir mata uang yang tidak terpengaruh oleh negara mana pun yang disebut Cryptocurrency yang diperoleh dengan menambang dan trading.

Terlihat dalam “Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, 9 tidak secara rinci memuat tentang Cryptocurrency,termasuk mata uang virtual device yang tidak diatur . secara eksplisit biarlah itu menjadi peraturan atau undang-undang. Terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan masyarakat, antara lain pertanyaan tersebut dijawab oleh pemerintah dengan diterbitkannya regulasi oleh otoritas yang berwenang, khususnya Bank Indonesia, diantaranya yaitu :

  • 1.    Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran;

  • 2.    Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial (Tekfin);

  • 3.    Siaran Pers Bank Indonesia No. 20/4/DKom.

Pada pengaturan perundang-undangn yang secara implisit terkait dengan virtual currency yaitu :

  • 1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  • 2.    Undang-Undang No 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia;

  • 3.    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.

  • 4.    Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Cryptocurrency pada dasarnya dikaitkan menjadi sebuah alat pembayaran yang legal jika melengkapi semua persyaratan, sehingga diedarkannya pada jumlah uang yang disetorkan dalam mata uang rupiah, menjadi kriteria yang telah terpenuhi dan berkaitan pada kesepakatan dua belah pihak, uang yang akan diedarkan dapat digunakan oleh konsumen. Mata uang digital berbeda dengan Cryptocurrency karena melakukan produksi terus menerus melalui proses penambangan sehingga tidak memenuhi persyaratan mata uang digital.

Dalam penggunaannya, Cryptocurrency atau virtual currency memiliki dua kegunaan, yaitu, menjadi alat tukar dan sebagai media atau investasi, pada mata uang virtual harus memiliki presentase keadilan sehingga ditentukan oleh beberapa presentase yang berbeda sebagai kesesuaian, relevansi hukum, pro-insentif, efisien, ide-ide yang bersaing dan kebenaran kelembagaan. Namun, dalam hal ini hanya untuk sesaat dan hanya mengikuti tren yang sedang terpukul, hanya saja Cryptocurrency sebagai alat investasi atau pembayaran belum diatur dengan jelas tetapi diserahkan kepada masyarakat dengan sejumlah risiko yang akan dialami seperti kerugian investasi atau mengalami penurunan harga mata uang atau mata uang virtual yang disebabkan oleh fluktuasi harga yang sangat drastis. Cryptocurrency tidak dapat digunakan sebagai media pembayaran atau investasi di mana masih belum ada keputusan yang jelas tentang mana jika digunakan sebagai kendaraan investasi dalam bentuk komoditas berjangka, masih menunggu keputusan oleh badan pengawas perdagangan berjangka komoditas (Bappeti). Cryptocurrency sebagaiaman dapat ditukar dengan hal lainnya sebagaimana berdasarkan perjanjian tukar menukar yang diatur pada Pasal 1541 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: “Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling

memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain”.

Berdasarkan Pasal 1541 diatas maka Cryptocurrency sehingga dapat dijadikan sebagai alat atau sistem tukar menukar dengan sebuah perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini merujuk ke perjanjian yang telah dilalsakan dimana kedua belh pihak telah setuju menggunakan virtual currency atau cryptocurenccy, jika Cryptocurrency legal memenuhi ketentuan yang tertera didalam Pasal 1320 KUHPerdata diamana dalam pasal tersebut mengatur tengtang syarat-syarat sah peranjian. ketentuan pada Pasal 1338 KUHPerdata dimana pada pasal tersebut mengatur tentang akibat persetujuan, Ketentuan pada Pasal 1320 juga berlaku terhadap transaksi jual beli dalam sistem offline maupun online dengan ada diperkuatnya oelh Undang-Undag Nomor 11 Tahun 2011 Tentang informasi dan transaksi elektronik yang menjalankan segala sistem mengenai transaksi elektronik.

Virtual currency ialah mata uang virtual yang dilarang untuk menjadi alat pembayaran legal di Indonesia. Hal ini tidak menutup kemungkinan vitual currency diperbolehkan untuk diadikan objek jual beli dalam transaksi di bursa berjangka. Dalam kedudukannya virtual currency berada dalam duan sisi yang menimbulkan akibat hukum dalam penggunaanya.10 Dalam sistem penukaran mata uang virtual di Indonesia melalui agen atau penyedia jasa penukaran mata uang dan sistem keuangan di Indonesia, belum ada pengaturan terkait dalam undang-undang tersebut. Namun, untuk larangan virtual currency, organisasi bisnis atau badan hukum dilarang menerapkan sistem untuk memproses transaksi pembayaran dalam mata uang virtual . yang diatur pada “Pasal 34 PBI No.18/40/PBI/2016, dan pasal 8 ayat (2) PBI No.19/12/PBI/2017”.

Selain Undang-Undang Mata Uang sebagai regulator Bank Indonesia, dan pelaksana keuangan di Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan penggunaan uang elektronik atau virtual currency sebagai sistem pembayaran. Dengan ini diatur dalam “peratutan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran” dan Peraturan “Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial”. “Pada pasal 8 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial” menyatakan bahwa “selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara teknologi finansial dilarang melakukan kegiatan sistem pembayaran dengan menggunakan virtual currency”. Jika penyelenggara finansial terdapat melakukan pelanggaran dari ketentuan yang ada dapat dihilangkan dari

daftar Bank Indonesia sehingga tidak lagi bisa menyelenggarakan sitem keuangan maupun sistem pembayaran di Indoneisa. Dapat dilihat juga dalam kaitannya indoensia tidak dapat dipungkiri dalam memfasilitasi dalam berbagi bentuk pemanfaatan di bidang teknologi, terdapat pada pasal 40 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undnag-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Terdapat jugapada pasal 40 ayat (1) menyatakan “Pemerintah memfasislitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pasal 40 ayat (2) mengatur bahwa Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala tindakan yang mengganggu yang disebabkan oleh penyalahgunaan informasi elektronik dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Keabsahan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang legal teruntuk transaksi tidak dapat dikatakan sah, tetapi Pasal 21 ayat (2) UU Mata Uang mengandung pengecualian terhadap pelaksanaan undang-undang yang mendorong transaksi perdagangan internasional., deposito bank mata uang. Mata uang virtual dapat digunakan untuk mendanai transaksi internal menurut teori hukum, namun transaksi tersebut masih dapat dikatakan sah sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 Ayat (2) Hadiah Mata Uang.

Tidak dapat dipungkiri virtual currency sebagai alat pembayaran dalam perdagangan, Pasal 21 ayat (2) UU Moneter memiliki pengecualian, tetapi dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dengan memberi atau menerima dana atau dari luar negeri, perdagangan internasional, uang bank disimpan. Transaksi mata uang atau pembiayaan internasional. Menurut dokumen hukum yang diperoleh, transaksi bitcoin masih dapat digunakan atau legal di masyarakat selama memenuhi persyaratan Pasal 21(2) Undang-Undang Mata Uang.

  • 3.2.    Akibat Hukum Terhadap Pembayaran Cryptocurrency Dalam Perjanjian Jual Beli Dengan Pembayaran Virtual Currency Di Indonesia

Dalam menjalankan transaksi pembayaran kini sudah semakin modern dimana kita bisa melakukan pembayaran dengan system cashless atau menggungakan virtual currency. Dimana dalam melakukan transaksi pembayaran yang sah di Indonesia adanya suatu perlindungan hukum serta kepastian terhadap para penggunanya. Dimana sebagai Bank sentral, Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mengatur dan menerbitkan sebuah aturan dalam pelaksanaan dari system pembayaran dan perbankan di Indonesia sehingga Bank Indonesia dimungkinkan untuk memberikan sanksi administrative kepada para pelanggar.

Perkembangan yang sedang berlangsung di sektor fintech, terdapat inovasi baru dalam sistem pembayaran, salah satunya Cryptocurrency, yang sering dianggap menjadi alternatif sistem pembayaran konvesional yang bentuk kartu dan aplikasi pada smartphines. peraturan terkait Cryptocurrency atau Cryptocurrency dapat dilihat pada “Peraturan Bank Indonesia No. 11/12/PBI/2009” terkait uang elektronik, dalam peraturan ini peraturan ini berperan sebagai penguat e-money dan pada akhirnya menjadi alternatif uang likuid .

Terkait regulasi yang terdapat di Indonesia, hal ini Bank Indonesia telah mengeluarkan pernyataan pelarangan penggunaan Cryptocurrency sebagai alat pembayaran dalam menjamin keabsahan hukum dalam melakukan virtual currency sebagai alat pembayaran. Jika mata uang virtual tidak dapat dikatakan mata uang atau sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia, maka segala resiko penggunaan mata uang virtual menjadi tanggung jawab pengguna mata uang virtual. Informasi tersebut pada “Siaran Pers Nomor 16/6DKom Tahun 2014 yang meliputi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang”.

Adanya peraturan yang telah dikeluarkan, hal itu Bank Indonesia tidak ikut campur dalam menjamin perlindungan hukum terhapa para pengguna virtualcurrency atau Cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah. Pernyataan tersebut dapat diperkuat dengan adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 Tentang kewajiban penggunaan mata uang Rupiah. Penggunaanya mengatur tentang mata uang rupiah wajib digunakan dalam melakukan transaski pembayaran yang sah di Inonesia dengan ini melkuakan pembayaran menggunakan uang tuanai maupun menggunan cashless di Indonesia. Apabila dalam melakukan tarnsaksi pembayaran yang digunakan bukan mata uan rupiah akan dikenakan sanski.

Bank Indonesia sebagai bank sentral melarang penyelenggara jaringan biaya untuk menggunakan uang kertas dan uang logam suatu negara dalam rangka serangkaian tindakan untuk mencapai hasil uang kertas dan uang logam inti dari suatu usaha pembayaran negara menetapkan Pasal 34 Huruf a Peraturan Bank Indonesia No.18/40/PBI/2016. Pelanggaran akan bergantung pada keterlibatan dalam mengelola atau menggunakan sanksi kekuasaan berupa teguran, denda, yang berlangsung hanya sementara, berakhirnya semua atau tidak ditentukannya pelaksanaan biaya dan layanan pemesanan layanan, pembatalan izin layanan rencana biaya. Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/. PBI/2016. Larangan lain yang ada juga berlaku sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017 modis Pasal 8 (2) yang menyatakan bahwa ada perencana teknologi yang dilarang bertransaksi melalui rencana pembayaran yang menggunakan mata uang pokok, dapat

dikenakan pasal 20 ayat ( 2) jika melanggar sanksi. modis berupa teguran tertulis dan/atau pencopotan dari Bank Indonesia yang berkaitan dengan perencana elektronik uang.

Konsekuensi Hukum Bagaimana jika individu atau masyarakat secara tegas melarang penggunaan dan peredaran mata uang virtual currency sebagai alat pembayaran untuk transaksi perdagangan nasional. Bagi para pihak yang menggunakan mata uang virtual untuk berdagang secara ilegal karena melanggar peraturan perundang-undangan, maka semua konsekuensi hukum dikembalikan ke peraturan perundang-undangan, yaitu pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), sesuai Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang tentang Mata Uang.

  • IV. Kesimpulan sebagai Penutup

4. Kesimpulan

Legalitas mata uang vitual currency (Cryptocurrency) sebagai alat pembayaran di Indonesia sangat kecil kemungkinannya karena Bank Indonesia yang merupakan bank sentral telah mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan mata uang virtual sebagai alat pembayaran di Indonesia yang juga tunduk pada dengan nomor resmi Peraturan Menteri No 7/2011 tentang Mata Uang. Dalam undang-undang mata uang, Rupiah wajib digunakan menjadi alat pembayaran pada saat melakukan transaksi pembayaran, ketentuan lain pada pengaturan Perbankan Indonesia No. 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Fintech. Mata uang virtual ini dapat dikatakan sebagai komoditas berjangka atau kendaraan investasi, dan jika mata uang virtual dapat dikatakan sebagai Cryptocurrency, maka harus memenuhi pedagang mata uang dan memenuhi semua aturan yang ada. Konsekuensi hukum mengaitkan penggunaan mata uang virtual currency sebagai alat pembayaran di Indonesia tertuang pada beberapa peraturan Bank Indonesia maupun dalam UU Mata Uang. Hal ini tidak terlepas dari konsekuensi hukum yang terjadi sebagai bentuk kepastian hukum dalam melarang keras penggunaan mata uang virtual sebagai alat pembayaran yang legal di Indonesia. Artinya, semua risiko yang timbul dan timbul akibat mata uang virtual akan ditanggung oleh pengguna dan pemilik dan juga akan menerima sanksi administratif dan denda dalam melakukan transaksi pembayaran tidak menggunakan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Budi, Suhariyanto. "Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya." RajaGrafindo Persada, Jakarta (2013).

Kansil, C.S.T, 2013, Pokok – Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Sinar GrafikaOscar Darmawan, Bitcoin Mata Uang Digital Dunia (Jasakom: 2014).

Soerjono Soekanto, 2015, pengantar penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Suratman dan H. Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Alfabeta.

Jurnal

Aan Kurnia, Putu Sudarma Sumadi, 2018, “Penggunaan Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang”, Jurnal Kertha Semaya Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana,

Amboro, Yudhi Priyo, and Agustina Christi. "Prospek Pengaturan CRYPTOCURRENCYsebagai Mata Uang Virtual di Indonesia (Studi Perbandingan Hukum Jepang Dan Singapura)." Journal of Judicial Review 21, no. 2 (2019): 14-40.

Brahmi, Made Santrupti, and I. Nyoman Darmadha. "Legalitas Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Di Indonesia." (2011).

Clara, Clara. "Kedudukan Hukum Bitcoin Sebagai Mata Uang Virtual di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang." PhD diss., Universitas Tarumanagara, 2018.

Danella, Tiara Dhana. "Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Yang Legal Dalam Transaksi Online." Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum (2015).

Dwicaksana, Haruli. "AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN MENGENAI CRYPTOCURRENCYSEBAGAI   ALAT PEMBAYARAN DI

INDONESIA." Jurnal Privat Law 8, no. 2 (2020): 187-193.

Ferza, Ray, Moh Ilham A. Hamudy, and M. Saidi Rifki. "The Formulation Impact of Investment-Hampering Regional Regulations Investment." JIKH 13 (2019): 229-244.

Juniadi, Anak Agung Ngurah Dwi, and I. Ketut Markeling. "PERLINDUNGAN HUKUM KEGIATAN INVESTASI MENGGUNAKAN VIRTUAL CURRENCY DI INDONESIA."

Kusumaningtyas, Rindia Fanny, and Raynaldo Giovanni Derozari. "Tinjauan Yuridis Kepastian Hukum Penggunaan Virtual Currency dalam Transaksi Elektronik (Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang)." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, no. 3 (2019): 339-348.

Nugraha, Nyoman Gede Edi, and I. Ketut Sudiarta. "Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 di Kota Denpasar." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 11: 1-16. Hal. 5.

Razzaq, Raafi Ghania. "Legalitas Mata Uang Virtual Dalam Perspektif Hukum Indonesia." Lontar Merah 1, no. 2 (2018): 108-122.

Tobi arfandi, and I Gede Pasek Eka Wisanjaya. KEAMANAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGIINVESTOR PADA TRANSAKSI VIRTUAL ASETKRIPTO”. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 11, no. 4 (2022): 735-746.

Wisnu, Anak Agung Ngurah, and Ni Ketut Supasti Dharmawan. "LEGALITAS INVESTASI ASET KRIPTO DI INDONESIA SEBAGAI KOMODITAS DIGITAL DAN ALAT PEMBAYARAN." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 11, no. 1 (2022): 66-80

Internet

Tito Bosnia, 2018, https://www.cnbcindonesia.com/fintech/20180605082419-37-17841/bappebti-bitcoin-cs-masuk-kategori-komoditas-bursa-berjangka diakses pada tanggal 23 Novenber 2021

Suci Sedya Utami, 2016, http://ekonomi.metrotvnews.com/mikro/aNrVdqzN-menkeu-investasi-bitcoinpilihan-berisiko diakses pada tanggal 29 november 2021

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang, LNRI Tahun 2011 No.64, TLNRI No. 5223.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, , LNRI Tahun 2016 No. 251, TLN No. 5952.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang LNRI tahun 2010 No. 122, TLN, 5164.

Indonesia, Bank Indonesia, PBI No. 16/1/PBI/2014 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, 2014

Indonesia, PBI No.19/12/PBI/2017 Tentang Penyelnggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, 2017

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 7 Tahun 2022, hlm. 1485-1496