ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 11 NO.10,OKTOBER, 2022


Diterima: 2021-12-23 Revisi: 2022-08-28 Accepted: 25-09-2022

KARAKTERISTIK NYERI PASCA-OPERASI ORTOPEDI DI RSUP SANGLAH PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2020

Michelle Eugenia1), Dewa Ayu Mas Shintya Dewi2), Tjokorda Gde Agung Senapathi2), I Made Wiryana2)

  • 1.    Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

  • 2.    Departemen Anestesiologi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Nyeri merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan kualitas hidup seseorang. Salah satu nyeri yang sering terjadi adalah nyeri akibat tindakan intervensi bedah atau operasi yang biasa sering disebut nyeri pasca-operasi. Apabila nyeri ini tidak ditangani dengan baik maka akan memengaruhi kualitas hidup pasien dan sangat berhubungan dengan penatalaksanaan nyeri tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik nyeri pasien pasca-operasi ortopedi melalui pendataan Acute Pain Service (APS) di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada periode Oktober-Desember 2020. Penelitian ini menggunakan metode descriptive cross-sectional. Data yang digunakan diambil dari rekapan data sekunder Acute Pain Service (APS) di RSUP Sanglah. Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 195 pasien pasca-operasi ortopedi. Berdasarkan penelitian, diperoleh bahwa yang paling banyak menjalani operasi ortopedi adalah pasien laki-laki usia dewasa pada daerah ekstremitas inferior. Tatalaksana nyeri yang paling banyak digunakan adalah kombinasi obat intravena opioid dan oral parasetamol. Dari keseluruhan sampel, diperoleh paling banyak pasien mengalami intensitas nyeri ringan, yaitu 176 pasien (90,3%). Berdasarkan pembagian kelompok jenis kelamin, umur, jenis operasi, dan tatalaksana juga diperoleh bahwa sebagian besar pasien mengalami nyeri ringan.

Kata kunci : Nyeri pasca-operasi., Operasi ortopedi, RSUP Sanglah

ABSTRACT

Pain is an essential aspect in determining a person's quality of life. One of the pains that often occurs is pain due to surgical intervention or surgery, which is often called post-operative pain. If this pain is not handled properly, it will affect the patient's quality of life and is closely related to the pain management. This study aims to determine the pain characteristics of post-orthopedic surgery patients through data collection on Acute Pain Service (APS) at Sanglah Central General Hospital in the period October-December 2020. This study used a descriptive cross-sectional method. The data used was taken from the secondary data recap of Acute Pain Service (APS) at Sanglah Hospital. The total sample used in this study was 195 post-orthopedic surgery patients. Based on the research, it was found that the most undergoing orthopedic surgery were adult male patients in the lower extremity area. The most widely used pain management is a combination of intravenous opioids and oral paracetamol. From the whole sample, it was found that most patients experienced mild pain intensity, namely 176 patients (90.3%). Based on the division of gender, age, type of surgery, and treatment, it was also found that most of the patients experienced mild pain.

Keywords : Post-operative pain, Orthopedic surgery., Sanglah Hospital

PENDAHULUAN

Kualitas hidup (Quality of Life) merupakan persepsi individu tentang hidupnya yang ditinjau dari segi budaya, perilaku dan sistem nilai tempat mereka tinggal dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan penilaian tersendiri mengenai posisi mereka dalam hidup. Pengukuran kualitas hidup terdiri dari kesehatan fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan dengan lingkungan. Dalam segi kesehatan, kualitas hidup yang baik menjadi suatu aspek yang sangat diharapkan, terutama dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit. Apabila kesehatan seseorang terganggu, maka kualitas hidup orang tersebut juga akan menjadi menurun.

Salah satu tanda yang membuktikan seseorang mengalami gangguan kesehatan adalah rasa sakit atau nyeri yang dapat dirasakan secara langsung oleh individu sehingga nyeri sendiri termasuk dalam lima tanda vital yang digunakan untuk menentukan status kesehatan seseorang1.

Nyeri merupakan suatu pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dan atau ancaman kerusakan jaringan. Nyeri terjadi akibat adanya rangsangan fisik yang dihantarkan melalui serabut saraf ke otak dan akan menimbulkan reaksi, baik secara fisik, fisiologi maupun emosi pada seseorang. Nyeri dapat diukur dengan melihat intensitas nyeri yang dirasakan seseorang2. Adanya nyeri mengakibatkan adanya respon tubuh dari berbagai sistem tubuh seperti endokrin, kardiovaskular, respirasi,

gastrointestinal, musculoskeletal, imun, dan genitourinari misalnya peningkatan laju jantung, gangguan fungsi imun, dan sebagainya yang nantinya dapat menghasilkan manifestasi klinis yang kurang baik seperti angina dan infeksi3.

Nyeri dari segi durasi, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut yang terjadi akibat cedera akut, penyakit dan intervensi bedah dengan intensitas nyeri yang beragam dan berlangsung dalam jangka waktu yang singkat, yaitu kurang dari tiga bulan, nyeri kronik adalah nyeri yang konstan atau menetap pada durasi waktu tertentu yang biasanya berlangsung lebih dari tiga bulan dengan intensitas yang beragam. Nyeri kronik dapat terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang berlangsung lama maupun akibat adanya perubahan pada saraf akibat sel kanker, adanya tekanan pada saraf, atau pengaruh zat kimia lainnya4.

Selain akibat dari penyakit sistemik, nyeri juga disebabkan oleh trauma pembedahan yang disebut dengan nyeri pasca oerasi. Nyeri pasca-operasi adalah efek klinis yang umum ditemukan pada pasien yang menjalani prosedur operasi yang biasanya dilihat dalam 24 – 48 jam pertama setelah operasi sehingga termasuk dalam nyeri akut. Sebuah studi di suatu rumah sakit di Kenya memperoleh data bahwa ditemukan nyeri pasca-operasi pada pasien sebanyak 58% dalam 30 menit pasca-operasi, 55,3% dalam 24 jam pasca-operasi, dan 34,7% dalam 48 jam pasca-operasi. Hal ini membuktikan bahwa cukup banyak pasien yang mengalami nyeri pasca-operasi. Selain itu, pasien yang merasakan nyeri sedang sampai berat terdapat 13% dalam 24 jam pasca-operasi dan 11,7% dalam 48 jam pasca-operasi5. Penelitian lainnya yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Indonesia didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang telah dilakukan tindakan operasi mengalami nyeri sedang (60%), sebagian kecil nyeri berat (23,33%) dan nyeri ringan (16,67%)6.

Di Indonesia, salah satu jenis operasi yang sering dilakukan adalah operasi ortopedi pada pasien fraktur. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2017, fraktur antara lain disebabkan karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma tajam/ tumpul. Berdasarkan data, terdapat 45.987 peristiwa jatuh dan 1.775 orang (3,8%) diantaranya mengalami fraktur, dari 20.829 peristiwa kecelakaan lalu lintas 1.770 orang (8,5%) mengalami fraktur, dan dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul 236 orang (1,7%) mengalami fraktur7. Selain itu, cidera akibat fraktur merupakan salah satu yang mengakibatkan nyeri paling hebat karena mengenai baik area tulang, pembuluh darah, hingga jaringan yang mengakibatkan nyeri8.

Berdasarkan data-data tersebut, dapat dilihat bahwa masih cukup banyak pasien mengalami nyeri pasca-operasi dan tentunya sangat penting untuk mengevaluasi nyeri pasca-operasi tersebut agar dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat. Nyeri akut yang tidak ditangani dengan baik dapat menjadi nyeri kronis yang nantinya akan sangat sulit untuk dihilangkan karena fokus nyerinya sudah hilang sehingga akan memerlukan tatalaksana yang lebih kompleks dan luas. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa nyeri menimbulkan respon dari berbagai sistem tubuh yang dapat menghasilkan manifestasi klinis yang tidak baik bahkan berbagai macam penyakit. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat

dilihat bahwa perlu untuk melakukan observasi lebih lanjut mengenai karakteristik nyeri pasca-operasi ortopedi di RSUP Sanglah berdasarkan faktor internal dan eksternal pasien. Sampel yang dipilih adalah pasien pasca-operasi ortopedi dikarenakan di Indonesia, khususnya di Bali yang merupakan daerah wisata merupakan daerah rawan kecelakaan sehingga banyak orang melakukan prosedur operasi ortopedi.

BAHAN DAN METODE

Rancangan penelitian ini berupa penelitian descriptive cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember 2020. Penelitian ini telah mendapat izin kelayakan etik dengan nomor 470/UN14.2.2.VII.14/LT/2021 dari KEP (Komisi Pelayanan Etik) FK Unud. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien pasca-operasi ortopedi di RSUP Sanglah pada periode Oktober-Desember 2020 yang diikutsertakan secara total dengan menggunakan metode total sampling. Pasien tidak diikutsertakan apabila pasien pasca-operasi selain ortopedi, pasien pasca-operasi ortopedi yang tidak tercatat di dalam data Acute Pain Service (APS), serta pasien pasca-operasi ortopedi yang diwarat di intensive care unit (ICU) dan high care unit (HCU). Total pasien yang didapatkan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi adalah 195 pasien pasca-operasi ortopedi. Data karakteristik nyeri pasien berdasarkan variable tertentu kemudian disusun dan diolah di dalam excel kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dalam bentuk tabel.

HASIL

Pada penelitian ini total sampel yang didapatkan adalah 195 subjek, yaitu seluruh pasien pasca-operasi ortopedi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada periode Oktober hingga Desember 2020 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan data berupa data sekunder yang bersumber dari data Acute Pain Service (APS) yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa variabel untuk diolah sehingga mendapat hasil berupa karakteristik nyeri pasien dalam 24 jam setelah operasi ortopedi yang dilihat dari beberapa aspek. Hasil tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Tabel 1 menunjukkan pembagian pasien pasca-operasi ortopedi berdasarkan jenis kelamin. Dari 195 pasien, 111 orang diantaranya laki-laki dan 84 orang perempuan. Didapatkan bahwa laki-laki paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 101 orang (91%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 50 orang (45%) dan perempuan juga paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 75 orang (89,3%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 33 orang (39,3%) dalam 24 jam pasca-operasi.

Tabel 1. Karakteristik nyeri berdasarkan jenis kelamin

Tidak nyeri

Ringan

Sedang

Berat

Total

1

2

3

Jeniskelamin Laki-Iaki

Frekuensi

9

43

50

8

1

0

Ill

Persentase (%}

8,2%

38,7%

45%

7,2%

0,9%

0%

100%

Perempuan

Frekuensi

8

28

33

14

1

0

84

Persentase (%}

9,5%

33,3%

39,3%

16,7%

1,2%

0%

100%

Total

Frekuensi

17

71

83

22

2

0

195

Persentase (%)

8,7%

36,4%

42,6%

11,3%

1%

0%

100%

Tabel 2 menunjukkan pembagian pasien

pasca-

remaja

paling

banyak

mengalami

nyeri

ringan, yaitu


operasi ortopedi berdasarkan umur. Dari 195 pasien, terdapat 1 bayi (0-1 tahun), 7 anak-anak (2-10 tahun), 18 remaja (11-19 tahun), 125 dewasa (20-60 tahun), dan 44 lanjut usia (>60 tahun). Didapatkan bahwa bayi paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 1 orang (100%), terutama skala nyeri 1, anak-anak paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 6 orang (85,7%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 4 orang (57,1%),

sebanyak 17 orang (94,4%), terutama skala nyeri 1 dengan jumlah 7 orang (38,9%), dewasa paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 117 orang (93,6%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 54 orang (43,2%), lanjut usia paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 35 orang (79,5%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 19 orang (43,2%) dalam 24 jam pasca-operasi.

Tabel 2. Karakteristik nyeri berdasarkan umur

Tidak nyeri

Ringan

Sedang

Berat

Total

1

2

3

Umur

0-1 tahun = bayi

Frekuensi

0

1

0

0

0

0

1

Persentase [%)

0%

100%

0%

0%

0%

0%

100%

2-10 tahun = anak-anak

Frekuensi

1

1

4

1

0

0

7

Persentase (%)

14,3%

14,3%

57,1%

14,3%

0%

0%

100%

11-19 tahun = remaja

Frekuensi

0

7

6

4

1

0

18

Persentase (%)

0%

38,9%

33,3%

22,2%

5,6%

0%

100%

20-60 tahun = dewasa

Frekuensi

8

50

54

13

0

0

125

Persentase [%)

6,4%

40%

43,2%

10,4%

0%

0%

100%

>60 tahun = lanjut usia

Frekuensi

8

12

19

4

1

0

44

Persentase (%)

18,2%

27,3%

43,2%

9%

2,3%

0%

100%

Total

Frekuensi

17

71

83

22

2

0

195

Persentase (%)

8,7%

36,4%

42,6%

11,3%

1%

0%

100%

Tabel 3 menunjukkan pembagian pasien pasca-operasi ortopedi berdasarkan jenis operasi. Dari 195 pasien, terdapat 40 pasien operasi atas, 119 operasi bawah, 8 operasi atas dan bawah, 25 operasi spine (tulang belakang), dan 3 operasi lainnya. Didapatkan bahwa pasien operasi atas paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 36 orang (90%), terutama skala nyeri 1 dan 2 dengan jumlah masing-masing 16 orang (40%), pasien operasi bawah paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 107 orang (89,9%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 52

orang (43,7%), pasien operasi atas dan bawah paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 8 orang (100%), terutama skala nyeri 1 dengan jumlah 5 orang (62,5%), pasien operasi spine paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 22 orang (88%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 10 orang (40%), pasien operasi lainnya paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 3 orang (100%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 2 orang (66,7%) dalam 24 jam pasca-operasi.

Michelle Eugenia1), Dewa Ayu Mas Shintya Dewi2), Tjokorda Gde Agung Senapathi2), I Made Wiryana2)

Tabel 3. Karakteristik nyeri berdasarkan jenis operasi

Tidak nyeri

Ringan

Sedang

Berat

Total

1

2

3

Jenis Operasi

Atas

Frekuensi

3

16

16

4

1

O

40

Persentase (%)

7,5%

40%

40%

1O%

2,5%

0%

IOO %

Bawah

Frekuensi

11

42

52

13

1

O

119

Persentase (%}

9,3%

35,3%

43,7%

10,9%

0,8%

0%

IOO %

Atas, Bawah

Frekuensi

0

5

3

O

O

O

8

Persentase (%)

0%

62,5%

37,5%

□%

□%

0%

IOO %

Spine

Frekuensi

3

8

IO

4

O

O

25

Persentase (%}

12%

32%

40%

16%

□%

0%

IOO %

Lainnya

Frekuensi

0

0

2

1

O

O

3

Persentase (%}

0%

0%

66,7%

33,3%

□%

0%

IOO %

Total

Frekuensi

17

71

83

22

2

0

195

Persentase (%)

8,7%

36,4%

42,6%

11,3%

1%

0%

IOO %

Tabel 4 menunjukkan pembagian pasien pasca-operasi ortopedi berdasarkan tatalaksana nyeri. Dari 195 pasien, dikelompokkan ke dalam 19 kombinasi tatalaksana. Didapatkan bahwa tatalaksana yang paling banyak digunakan adalah kombinasi intravena opiod + parasetamol dimana pasien dengan tatalaksana tersebut paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 64 orang (98,5%),

terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 28 orang (43,1%). Tatalaksana yang paling banyak digunakan diurutan kedua adalah kombinasi epidural bupivakain + opioid + parasetamol dimana pasien dengan tatalaksana tersebut paling banyak mengalami nyeri ringan, yaitu sebanyak 39 orang (84,8%), terutama skala nyeri 2 dengan jumlah 24 orang (52,2%) dalam 24 jam pasca-operasi.

Tabel 4. Karakteristik nyeri berdasarkan tatalaksana

Tidak nyeri

Ringan

- Sedang

Berat

Total

1

2

3

Tatalaksana

Epidural bupivakain + opioid + parasetamol

Frekuensi

6

13

24

2

1

0

46

Persentase (»)

13»

28,3»

52.2»

4,3»

2,2»

1O0»

Epidural bupivakain + opioid + NSAiD

Frekuensi

0

0

0

1

O

O

1

Persentase (»)

096

096

1OO⅜

o%

1O0»

Epidural bupivakain + parasetamol

Frekuensi

0

3

1

1

O

O

5

Persentase (»)

60»

20»

20%

1O0»

Epidural bupivakain + opioid

Frekuensi

1

4

5

1

O

O

11

Persentase (96)

9,1»

36,4»

45,4»

9,1»

o%

1O0»

Epidural bupivakain + parasetamol + NSAID

Frekuensi

0

0

1

1

O

O

2

Persentase (96)

096

50»

50%

o%

1O0»

Epidural bupivakain + opioid + parasetamol - NSAiD

Frekuensi

0

3

4

1

O

O

3

Persentase (96)

096

37.5»

50»

12,5»

OW

1O0»

Intravena opioid

Frekuensi

0

2

0

O

O

O

2

Persentase (96)

096

10O»

1O0»

Intravena opioid + ketamin ♦ NSAID ♦ parasetamol

Frekuensi

0

2

0

1

O

O

3

Persentase (96)

09:

66,7»

OW

3 3,3»

OW

OW

1O0»

Intravena opioid + ketamin * parasetamol

Frekuensi

4

13

7

2

O

O

26

Persentase (96)

15,4%

50»

26,9»

7,7»

1O0»

Intravena opioid + NSAiD + parasetamol

Frekuensi

2

2

6

1

1

O

12

Persentase (96)

16.7»

16,796

50»

3,3»

8,3»

o%

1O0»

intravena opioid * parasetamol

Frekuensi

1

26

28

10

O

O

65

Persentase (96)

1,5»

40»

43,1»

15,4»

1O0»

Intravena opioid + NSAlD

Frekuensi

2

0

0

O

O

O

2

Persentase (96)

100»

OW

OW

OW

1O0»

Intravena opioid + ketamin

Frekuensi

0

0

1

O

O

O

1

Persentase (96)

096

0%

100»

1O0»

Intravena NSAID + parasetamol

Frekuensi

1

1

0

O

O

O

2

Persentase (96)

50»

50»

ow.

OW

ow.

1O0»

Oral parasetamol

Frekuensi

0

0

1

O

O

O

1

Persentase (96)

096

0%

100»

1O0»

Oral parasetamol 4 NSAlD

Frekuensi

0

0

2

O

O

O

2

Persentase (96)

096

100»

OW

ow.

1O0»

PNB bupivacaine + IV opioid 4 parasetamol

Frekuensi

0

0

0

1

O

O

1

Persentase (96)

096

096

0%

1OO»

OW

1O0»

PNB bupivacaine + IV NSAlD 4 parasetamol

Frekuensi

0

1

2

O

O

O

3

Persentase (96)

096

33.3»

66,7»

OW

ow.

1O0»

PNB bupivacaine + parasetamol

Frekuensi

0

1

1

O

O

O

2

Persentase (96)

096

50»

50»

OW

1O0»

Total

Frekuensi

17

71

83

22

2

0

195

Persentase (96)

B,7»

36,496

. 42,6»

11,5»

IW

ow.

1O0»

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, diperoleh total pasien pasca-operasi ortopedi di RSUP Sanglah sejumlah 195 orang dengan kelompok yang paling banyak melakukan operasi ortopedi adalah pasien laki-laki dan kelompok umur dewasa (20-60 tahun), jenis operasi ortopedi yang paling sering dilakukan adalah jenis operasi ekstremitas bawah, serta penatalaksanaan nyeri yang paling sering digunakan adalah kombinasi intravena opiodid dan parasetamol pada periode Oktober-Desember 2020.

Berdasarkan karakteristik nyeri pasien secara umum, diperoleh bahwa sebagian besar pasien mengalami nyeri dengan intensitas nyeri ringan, yaitu sejumlah 176 orang (90,3%), diikuti pasien tidak nyeri sejumlah 17 orang (8,7%), dan pasien dengan nyeri sedang sejumlah 2 orang (1%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhussen dkk yang melakukan penelitian pada 200 pasien pasca-operasi ortopedi dan menemukan bahwa mayoritas pasien, yaitu sejumlah 142 orang (71%) mengalami nyeri ringan dan 58 orang (29%) lainnya mengalami nyeri sedang hingga berat. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tatalaksana farmakologis yang berefek menekan rangsang nyeri sehingga terjadi penurunan rasa nyeri pada ujung syaraf-syaraf perifer di area yang mengalami cidera atau dilakukan operasi melalui penurunan kadar mediator radang yang ditimbulkan oleh sel-sel yang mengalami cidera9.

Dilihat dari jenis kelamin, pasien yang menjalani operasi ortopedi lebih banyak adalah pasien laki-laki, hal ini dikarenakan prevalensi kecelakaan lalu lintas dan kerja lebih banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional juga didapatkan data bahwa adanya peningkatan kasus fraktur pada laki-laki dan adanya sedikit penurunan kasus pada perempuan9. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pasien laki-laki dan perempuan mayoritas mengalami nyeri ringan. Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mobini dkk yang memperoleh hasil rata-rata nyeri pada pasien laki-laki adalah 5,3 dan pada pasien perempuan adalah 6,3 dimana intensitas tersebut termasuk ke dalam nyeri sedang.10 Perbedaan ini mungkin dapat diperoleh karena adanya perbedaan jenis dan waktu tatalaksana yang diberikan dan tatalaksana yang sudah baik dilakukan di RSUP Sanglah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Zheng dkk menemukan bahwa perempuan cenderung mengalami intensitas nyeri lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, hal ini sebanding dengan data yang terdapat pada Tabel 1 dimana perempuan lebih banyak mengalami skala nyeri 3 dan sedang dibandingkan laki-laki. Penelitian menyebutkan bahwa perempuan cenderung mengalami intensitas nyeri lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dikarenakan beberapa hal seperti wanita memiliki kepadatan saraf yang lebih tinggi sehingga merasakan nyeri lebih intens, hormone wanita yang berfluktuasi juga dapat memperkuat persepsi tubuh tentang rasa nyeri, contohnya ketika kadar estrogen rendah selama siklus menstruasi atau setelah menopause

maka aktivitas reseptor rasa sakit akan meningkat sehingga tubuh lebih peka terhadap nyeri11.

Jika dilihat berdasarkan umur pasien, mayoritas pasien yang melakukan operasi ortopedi adalah kelompok umur dewasa, yaitu 125 orang (64,1%). Hal ini dikarenakan kelompok umur dewasa adalah umur produktif dan rentan mengalami fraktur akibat aktivitasnya sehingga banyak melakukan operasi ortopedi (Devi dan Maliya, 2019). Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa karakteristik nyeri pasien pada semua kelompok umur didominasi oleh nyeri ringan sehingga menunjukkan bahwa tatalaksana nyeri di RSUP Sanglah sudah baik untuk semua kelompok umur. Menurut Angga, dijelaskan bahwa ada hubungan antara bertambahnya umur dengan intensitas nyeri. Orang dewasa lebih mudah untuk mengungkapkan nyeri yang dialami dan lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan baru sehingga akan memengaruhi respon tingkat kecemasan pasien yang berbanding lurus dengan intensitas nyeri. Umur memengaruhi sensitivitas nyeri akibat faktor fisiologis, perubahan biokimia dan homeostatik yang berkaitan dengan pengolahan persepsi nyeri individu yang bersifat subjektif.12

Berdasarkan jenis operasi, ditemukan bahwa sebagian besar pasien yang menjalankan operasi ortopedi didominasi oleh jenis operasi ortopedi bawah (60,7%), sesuai dengan data yang diperoleh bahwa di Indonesia prevalensi fraktur paling tinggi adalah fraktur ekstremitas bawah (46,2%). Pada Tabel 3, ditemukan bahwa pada setiap jenis operasi ortopedi sebagian besar pasien mengalami intensitas nyeri ringan. Hal ini dapat terjadi karena adanya tatalaksana yang baik di RSUP Sanglah.

Pada Tabel 4, ditemukan bahwa pada semua kombinasi obat yang diberikan, pasien sebagian besar mengalami intensitas nyeri ringan hingga tidak ada nyeri. Dapat dilihat juga bahwa jenis obat yang paling sering digunakan di dalam kombinasi adalah obat opioid yang diikuti dengan obat lainnya seperti parasetamol, NSAID, bupivakain, dan ketamin. Hasil pengukuran intensitas nyeri ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Windari dkk dimana pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pasien pasca operasi-ortopedi yang diberikan analgetik fentanil yang termasuk ke dalam golongan opioid, mencapai target nyeri yang adekuat sebanyak 88,2%, dan pada pasien pasca-operasi ortopedi yang diberikan analgetik ketorolak yang termasuk ke dalam golongan NSAID, mencapai target nyeri yang adekuat sebanyak 84%.13 Hasil ini membuktikan bahwa penggunaan kombinasi obat yang digunakan di RSUP Sanglah terhadap pasien pasca-operasi ortopedi saat ini sudah baik sehingga menimbulkan intensitas nyeri ringan pada sebagian besar pasien.

Adapun keterbatasan dari penelitian ini adalah ada beberapa variabel yang belum diteliti seperti berdasarkan kelompok jenjang pendidikan yang mungkin dapat memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai interpretasi nyeri seseorang. Selain itu, ada beberapa pembagian kelompok variabel yang tidak merata sehingga memberikan perbandingan data yang kurang adekuat.

SIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini, digambarkan karakteristik nyeri pasca-operasi ortopedi yang dilihat dari beberapa aspek, yaitu jenis kelamin, umur, jenis operasi, dan penatalaksaan nyeri. Berdasarkan keseluruhan sampel, diperoleh bahwa yang paling banyak menjalani operasi ortopedi adalah pasien laki-laki usia dewasa pada daerah ekstremitas inferior. Tatalaksana nyeri yang paling banyak digunakan adalah kombinasi obat intravena opioid dan oral parasetamol. Menurut data keseluruhan, diperoleh bahwa sebagian besar pasien mengalami intensitas nyeri ringan, yaitu sejumlah 176 orang (90,3%), diikuti pasien tidak nyeri sejumlah 17 orang (8,7%), dan pasien dengan nyeri sedang sejumlah 2 orang (1%). Pada pembagian kelompok berdasarkan jenis kelamin, umur, jenis operasi, dan tatalaksana juga diperoleh bahwa sebagian besar pasien mengalami intensitas nyeri ringan sehingga dapat dikatakan bahwa penatalaksanaan nyeri yang diberikan kepada pasien pasca-operasi ortopedi di RSUP Sanglah, utamanya oleh tim acute pain service (APS) sudah sangat baik.

Berdasarkan keterbatasan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran, yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pembagian aspek yang lebih banyak seperti aspek pendidikan, sosial ekonomi, dan pekerjaan sehingga memperoleh data yang lebih lengkap mengenai karakteristik intensitas nyeri pasien dan dengan skala yang lebih besar, serta perlu dilakukan penelitian serupa pada jenis operasi lainnya di luar operasi ortopedi sehingga dapat diperoleh data mengenai karakteristik nyeri pasca-operasi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Lara, A.G. and Hidajah, A.C. Hubungan pendidikan, kebiasaan olahraga, dan pola makan dengan kualitas hidup lansia di puskesmas Wonokromo Surabaya. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education. 2016;4(1), pp.59-69.

  • 2.    Sari, D.P., Rufaida, Z. and Lestari, S.W.P. Nyeri persalinan. E-Book Penerbit STIKes Majapahit. 2018.h.1-30.

  • 3.    Ryantama, A.A.W., 2017. Respon Tubuh Terhadap Nyeri. Universitas Udayana Denpasar.

  • 4.    IASP. 2019. Chronic Pain Has Arrived In The ICD-11 - IASP. [online] Available at: <https://www.iasp

pain.org/PublicationsNews/NewsDetail.aspx?Item Number=8340#:~:text=The%20chronic%20pain% 20classification%20was,for%20more%20than%20t hree%20months.> [Accessed 13 November 2020].

  • 5.    Mwaka, G., Thikra, S. and Mung’ayi, V., 2013. The prevalence of postoperative pain in the first 48 hours following day surgery at a tertiary hospital in Nairobi. African health sciences, 13(3), pp.768776.

  • 6.    Rohmayani, M.S. and Suwito, P.J., 2020. Intensitas Nyeri Klien Pasca-operasi Mayor Di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya. Jurnal Keperawatan, 12(1), pp.23-29.

  • 7.    Djamal, R., Rompas, S. and Bawotong, J., 2015. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur Di Irina A Rsup Prof. Dr. RD Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 3(2).

  • 8.    Santos, E.C.D., Andrade, R.D., Lopes, S.G.R. and Valgas, C., 2017. Prevalence of musculoskeletal pain in nursing professionals working in orthopedic setting. Revista Dor, 18, pp.298-306.

  • 9.    Iswari, M.F. Gambaran Tingkat Nyeri dan Kecemasan Pasien Post Operasi Orthopedi di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. 2016.

  • 10.    Mobini, A., Mehra, P. and Chigurupati, R., 2018. Postoperative pain and opioid analgesic requirements after orthognathic surgery. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 76(11), pp.22852295.

  • 11.    Wang, Y.X.J., 2017. Menopause as a potential cause for higher prevalence of low back pain in women than in age-matched men. Journal of orthopaedic translation, 8, pp.1-4.

  • 12.    Angga Priasto, K.U.N.C.O.R.O., 2017. Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam derhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Pasca Operasi di Bangsal Bedah Kelas Iii Rumah Sakit Umum Daerah Wates 2017 (Doctoral dissertation, Universitas Alma Ata).

  • 13.    Windari, N.I., Ikawati, Z. and Purwaningtyastuti, E., Perbedaan Luaran Terapi Pemberian Analgetik Ketorolak dan Fentanyl Pada Pasien Pasca Operasi Ortopedi.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2022.V11.i10.P07

45