PENGGUNAAN SMART CONTRACT DI INDONESIA
on
PENGGUNAAN SMART CONTRACT DI INDONESIA
Kenny Gilbert Tanumihardjo, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: kennygilbert_tan@yahoo.com
Made Aditya Pramana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: adityapramanaputra@unud.ac.id
DOI : KW.2022.v11.i02.p019
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa karakteristik perjanjian pengguna smart contract di Indonesia serta mengkaji tentang kepastian hukum pengunaan smart contract dikaitkan dengan Hukum Perjanjian dalam BW. Jenis penelitian yang dipergunakan yakni penelitian hukum doktrinal. Menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum sebagai penunjang yakni bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder. Bahan telah dikumpulkan analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif, yakni mengumpulkannya secara deskripsi serta menjelaskannya secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik smart contract dijalankan melalui teknologi blockchain serta kepastian hukum penggunaannya belum memenuhi azas kebebasan berkontrak serta unsur subyekti sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Kata Kunci : Smart Contract, Karakteristik, Hukum Perjanjian, Blockchain.
ABSTRACT
This study aimed to determine how the characteristics of smart contract user agreement in Indonesia as well as examine the legal certainty of the use of smart contract is related to the Law of Agreement in BW. The type of research used was doctrinal law research. Using legislative consensus as well as conceptual approaches. Sourcs of legal materials as support, namely primary legal materials and secondary legal materials. Materials have been collected analysis using qualitative descriptive methods, which is to collect them descriptively and explain them qualitatively. The indicated that the characteristics of smart contracts are carried out through blockchain technology and the legal certainty of its use has not met the princiiple of freedom of contact and the elements of the subject agreed by those who bind themselves.
Keywords : Smart Contract, Characteristics, Contract Law, Blockchain.
Dalam era globalisasi, perkembangan pada teknologi dan perubahannya akan berdampak yang cukup signifikan terhadap suatu pertumbuhan di dalam suatu negara. Sedemikian pula di Indonesia, disini perkembangan akan teknologi akan berdampak besar bagi kehidupan masyarakat. Secara fundamental, akan berdampak dalam pola hubungan, perilaku ataupun cara bekerja masyarakat. 1 Perkembangan tersebut, menyuguhkan bahwa teknologi memiliki peran yang penting dalam
kehidupan masyarakat. Disini Indonesia sebagai negara hukum memiliki peran untuk mengatur kehidupan masyarakatnya sesuai hukum yang berlaku. Hukum yang berlaku juga harus menyesuaikan dengan kondisi tersebut, dikarenakan dijadikan dasar dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada.2
Salah satu inovasi teknologi dalam 4.0 yakni adanya smart contract. Smart Contract adalah perkembangan lanjutan dari penerapan blockchain setelah adanya cryptocurrency yakni sebuah program computer yang pada dasarnya suatu perjanjian elektronik di dalam sistm basis data blockchain dengan tujuan protocol dalam menjalankan suatu kesepakatan atau perjanjian diantara pihak-pihak yang mampu mengeksekusi klausa-klausa perjanjian secara otomatis. 3 Gagasan ini pertama kali dikemukan oleh Nick Szabo. Ia mengatakan Smart Contract adalah “…a computerized transaction protocol that executes the terms of a contract” 4 atau jika diterjemahkan merupakan “sebuah rangkaian perintah terkomputerisasi untuk menjalankan ketentuan dari perjanjian.” Lebih lanjut Nick menjelaskan tujuan dari penggunaan smart contract yakni, “The general objectives of smart contract design are to satisfy common contractual conditions (such as payment terms, liens, confidentiality, and even enforcement), minimize exceptions both malicious and accidental, and minimize the need for trusted intermediaries. Related economic goals include lowering fraud loss, arbitration and enforcement costs, and othe transaction costs.”5
Dalam hal ini smart contract dapat dilakukan tanpa adanya pihak ketiga, kemudian transaksi yang dilakukan dapat dilacak serta tidak dapat diubah. Dengan berisikan informasi-informasi perihal ketentuan kontrak dan menjalankan ketentuan tersebut secara otomatis. 6 Potensi dalam peneraapan smart contract yakni membuat bisniis jual beli di dalam e-commerce menjadi efisien, didasari pihak penjual dengan pembeli tidak berlu bertemu secara langsung dalam melakukan transaksi jual beli daring e-commerce.7 Namun dalam smart contract tersebut harus tetap berpatokan pada hukum yang mengatur sahnya suatu perjanjian yakni dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Berdasarkan Pasal 1313 BW yang menyatakan, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.” Kemudian dalam sahnya suatu perjanjian, berdasarkan Pasal 1320 BW yakni,” sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat sesuatu, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal.” Berdasarkan ketentuan tertera, mengwajibkan paa pembuatan perjanjian memenuhi unsur yang diatur dalam BW, yakni hal ini syarat subyektif ataupun syarat obyektif. Syarat subyektif tidak terpenuhi maka para pihak dapat membatalkan serta untuk syarat obyektif maka secara otomatis akan batal demi hukum.8
Namun dalam implementasinya, penggunaan smart contract terdapat risiko terhadap para pihak akan dirugikan saat bertransaksi jual beli secara daring dalam ecommerce. Mengingat dilakukannya dalam sistem yang otomatis, penggunaan smart contract akan menimbulkan pertanyaan dalam pemenuhan suarat subyektif serta syarat obyektif yang timbul dalam suatu perjanjian. Disini para pihak terpisah oleh jarak yang relative jauh serta tidak melakukan kontak secara. Meskipun dalam smart contract adalah suatu inovasi baru dalam bentuk kontrak elektronik serta dengan perjanjian secara konvensional memiliki bentuk yang sama, namun pada smart contract memiliki sifat eksekusi otomatis atau self-executing yang dijalankan melalui suatu teknologi blockchain.9 Bahwa eksekusi otomatis dilakukan melalui kode computer yang diterjemahkan frasa hukum menjadi program yang dapat dieksekusi. Eksekusi secara otomatis ini membuat smart contract menggunakan kontrak baku atau perjanjian baku. Dalam perjanjian baku terkadang memasukkan klausa exemption clause atau eksonerasi.10 Klausa ini membatasi hingga menghilangkan batasan tanggung jawab dari kreditur terhadap risiko yang akan timbul nantinya. Pihak penjual dapat menentukan kontrak secara sepihak.
Dengan mengfokuskan pada penggunaan smart contract berdasarkan hukum perjanjian dalam BW, penelitian ini akan berbeda dengan penelitian yang dibuat oleh Bima Danubrata seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang berjudul, “Legalitas Penerapan Smart Contract Dalam Asuransi Pertanian Di Indonesia.”. Kemudian penelitian yang dibuat oleh Achmad Bahauddin seorang praktisi yang berjudul, “Aplikasi Blockchain dan Smart Contract Untuk Mendukung Supply Chain Finance UMKM Berbasis Crowdfunding Syariah.”
Berdasarkan penjabaran diatas, tujuan awal smart contract sebagai kontrak elektronik yang menyederhanakan suatu proses transaksi menjadi lebiih mudah, fleksibel serta efisien, namun memiliki potensi akan menimbulkan suatu masalah hukum terkait kepentingan pihak pembeli. Berdasarkan duduk permasalah yang sudah dijelaskan, jurnal ini berusaha mengkaji tentang karakterisitik perjanjian pengguna smart contract di Indonesia serta kepastian hukum penggunaan smart contract dikaitkan dengan hukum perjanjian dalam BW.
-
1. Bagaimana karakteristik perjanjian pengguna smart contract di Indonesia?
-
2. Bagaimana kepastian hukum penggunaan smart contract dikaitkan dengan Hukum Perjanjian dalam BW?
Tujuan dari Penelitiian ini yakni untuk memahami karakteristik perjanjian pengguna smart contract di Indonesia. Kemudian juga untuk mengetahui kepastian hukum penggunaan smart contract dikaitkan dengan hukum perjanjian dalam BW.
Dari judul serta rumusan masalah yang telah penulis jabarkan, dalam penelitian ini menggunakan peneltian doktrinal atau seringkali disebut penelitian hukum normative. 11 Jenis pendekatan yang dilakukan yakni statue approach atau peraturan perundang-undangan serta conceptual approach atau pendekatan konseptual. Secara harafiah dalam metode normative, akan meneliti bahan hukum yang ada, serta pada konseptual penelitian dilakukan dikarenakan belum adanya suatu aturan hukum, lantaran tidak adanya suatu ketentuan hukum terhadap masalah yang dihadapi. Dalam penelitian ini menggunakan:
-
a. Bahan Hukum Primer
Bahan yang berisi peraturan perundang-undangan terkait yang terdapat dalam BW dan UU ITE.
-
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang berisi penjelasan dari bahan hukum primer dalam hal ini jurnal atau buku.
Bahan yang telah dikumpulkan, dianalis menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Dimana menyajikannya secara deskriptif serta menjelaskannya secara kualitatif.12
Smart Contract adalah sebuah program computer yang pada dasarnya suatu perjanjian elektronik di dalam sistem basis data blockchain dengan tujuan protocol dalam menjalankan suatu kesepakatan atau perjanjian diantara pihak-pihak yang mampu mengeksekusi klausa-klausa perjanjian secara otomatis. 13 Klausa yang diatur iala perihal klausa pembayaran, pengiriman, garansi serta force majure. Dalam smart contract terdiri atas serangkaian kode data di dalam jaringan blockchain tanpa mempunyai bentuk fisik sebagaimana perjanjian konvensional. Dalam smart contract dibuat secara sepihak oleh penerbit atau pihak penjual sehingga muncul adagium “take it or leave it” dikarenakan sifatnya lebih kaku disbanding perjanjian konvensional yang isi perjanjian berdasarkan dari kedua belah pihak. 14Keberadaan smart contract sebagai legal contract di Indonesia di dasari Pasal 1 angka 17 UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE (UU ITE) yang berbunyi, “Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.” Lalu untuk penjelasan “Sistem Elektronik”
termaktub dalam Pasal 1 angkaa 5 UU ITE yakni, “Serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkanm mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Infromasi Elektronik.” Disini kedudukan smart contract sebagai legal contract dalam UU ITE sudah anggap sebagai suatu kontrak elektronik dalam Indonesia karena dilakukan dalam sistem basis data blockchain. 15
Untuk karakteristiknya, smart contract digunakan melalui teknologi blockchain. Blockchain adalah serangkaian catatan data yang dikelola oleh suatu kelompok computer yang dalamnya tidak memiliki satu entitas apapun. 16 Blockchain dalam perkembangannya sudah memasuki generasi keempat yakni Blockchain 1.0., 2.0., 3.0., serta X.0.10. 17 Pada Blockchain 1.0., adalah implementasi blockchain pada cryptocurency dalam hal ini Bitcoin, dogecoin, dan lainnya. 18 Lalu pada blockchain 2.0. yakni implementasi pada kontrak yakni smart contract serta crowdfunding itu sendiri.19 Di kembangkannya ke generasi kedua untuk pengembangan blockchain tidak terbatas pada crypto melainkan dikembangkan ke jasa keuangan lainnya seperti derivative serta obligasi.20 Masuk ke blockchain 3.0 yang menerapkan di luar bidang keuangan seperti seni, kesehatan, dan budaya.21 Generasi paling akhir yakni blockchain X.0.10 dengan pemanfaatan ke seluruh aspek kehidupan yang menggunakan intilegensi buatan atau artificial intelligence.22 Smart Contract adalah perkembangan lanjutan dari penerapan blockchain setelah adanya cryptocurrency, yang mana terbagi menjadi lima bentuk dengan penerapan serta fungsi yang berbeda yakni:
-
1. Basic Token Contract
Kontrak cerdas yang berisikan peta alamat akun serta saldonya. Disini saldo mewakili nilai-nilai yang ditentuang oleh pihak pembuat kontrak. Satu kontrak token menggunakan saldo atau jaminan dalam mewakili obyek fisik serta nilai moneter lainnya.
-
2. Crowd Sale Contract
Kontrak cerdas yang mengelola token secara masal. Token yang dimaksud sebagai alat pembayaran yang disepakati dalam kontrak. Disini memungkinkan dalam transaksi jual beli, investor membeli token dengan Ethereum salah satu jenis cryptocurrency.
-
3. Mintable Contract
Kontrak cerdas yang melakukan perjanjian jual beli NFT atau non-fungible token. NFT adalah aset digital yang mewakili obyek yang ada di dunia nyata seperti music, item dalam game, atau karya seni.
-
4. Refundable Contract
Kontrak cerdas tambahan dalam melakukan perjanjian jual beli crypto memberikan jaminan adanya pengembalian aset dari investor jika terjadinya kegagalan dalam melakukan kesepakatan.
-
5. Terminable Contract
Kontrak cerdas yang digunakan dalam perjanjian jual beli secara daring serta meng-eksekusi program blockchain di dalam bidang jasa keuangan.23
Smart Contract yang dilakukan di e-commerce adalah Terminable Contract. Untuk empat bentuk pertama secara umum digunakan dalam perjanjian jual beli cryptocurrency. 24 Di Indonesia penggunaan smart contract belum terdapat penerapannya namun terhadap blockchain sebaga perantaranya sudah diatur dalam POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang Fintech (POJK Fintech). Dimana mengatur blockchain suatu layanan pencatatan transaksi keuangan berbasis teknologi yang menyimpan serta melakukan pencatatan data bukti transaksi melalui jaringan computer baik public atau privat.Bahwa sudah ada pengaturannya terhadap fintech, akan berpotensi secara luas diaturnya juga dalam sektor lain seperi e-commerce. Seperti quube, e-marketplace dari Singapura yang sudah memasuki penjualan di Indonesia. Quube menggunakan smart contract dalam memastikan barang yang dijual oleh pihak penjual harus sampai terlebih dahulu kepada pihak pembeli, kemudian setelah adanya konfirmasi penerimaan barang oleh pihak pembeli baru pihak penjual mendapatkan uangnya. Disini juga pada quube dalam penggunaan smart contract , setiap transaksinya pihak pembeli mendapatkan manfaat untuk berbelanja berdasarkan harga paling kompetitif.25
Berdasarkan penjabaran diatas, disini smart contract akan menerapkan klausa yang telah para pihak sepakati seperti klausa pembayaran, pengiriman, penggantian barang serta force majure. 26 Terhadap dilakukan pencairan dana yang sudah dibayarkan oleh pihak pembeli terhadap pihak penjual akan dieksekusi setelah barang dibeli telah sampai yang dibuktikan melalui laporan bukti pengirim barang serta dalam sistem pelacakan pengirim oleh agen jasa pengirimnya. Dalam hitungan menit, dana yang sesuai harga akan dikirim kepada pihak penjual. 27 Penggunaan smart contract dalam e-commerce tentunya bertujuan mengubah transaksi jual beli secara online menjadi lebih cepatn, aman serta efisien. Mengingat teknologi ini masi baru di dalam jual beli secara daring, adanya kesalahan dilakukan dalam penyusuann kontrak yang merugikan kepada pihak pembeli. Hubungan hukum para pihak dalam smart contract-nya perlu diperjelas. Di dasari tidak adanya pihak ketiga, tidak seperti
perjanjian konvensional pada umumnya. Pihak ketiga dalam smart contract hanya pihak yang mengembangkan atau membuat smart contract dengan merancang algoritma.28 Pihak penyedia hanya memeiliki hubungan dengan pihak penjual yakni suatu hubungan kerjasama dalam penyedia serta menyediakan fasilitas transaksi jual beli. Sehingga disini hanya pihak pembeli dengan pihak penjual memiliki hubungan hukum yakni adanya hubungan jual beli. 29
Bahwasannya smart contract tersebut harus tetap berpatokan pada hukum yang mengatur sahnya suatu perjanjian yakni dalam Buku II BW. Berdasarkan Pasal 1313 BW yang berbunti, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.” Dalam BW menggunakan kata “Perjanjian”, melainkan dalam UU ITE menggunakan kata “kontrak” dalam “kontrak elektronik”. Perihal hal tersebut menurut Yudha Hernono menyatakan dalam praktiknya istilah tersebut memiliki kesamaan, dikarenakan dipakai agar pemahaman serta penyususunan dalam rangkaian lebih mudah dimengerti.30
Kemudian dalam sahnya suatu perjanjian, berdasarkan Pasal 1320 BW yakni, ”sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat sesuatu, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal.” Berdasarkan ketentuan tertera, mengwajibkan paa pembuatan perjanjian memenuhi unsur yang diatur dalam BW, yakni hal ini syarat subyektif ataupun syarat obyektif. Syarat subyektif tidak terpenuhi maka para pihak dapat membatalkan serta untuk syarat obyektif maka secara otomatis akan batal demi hukum.
Meskipun dalam smart contract sebagai bentuk baru kontrak elektronik serta dengan perjanjian konvensional memiliki bentuk yang sama, namun pada smart contract memiliki sifat eksekusi otomatis yang dijalankan melalui teknologi blockchain. 31 Bahwa eksekusi otomatis dilakukan melalui kode computer yang diterjemahkan frasa hukum menjadi program yang dapat dieksekusi. Eksekusi secara otomatis ini membuat smart contract menggunakan kontrak baku atau perjanjian baku. Dalam perjanjian baku terkadang memasukkan klausa exemption clause atau eksonerasi.32 Klausa ini membatasi hingga menghilangkan batasan tanggung jawab dari kreditur terhadap risiko yang akan timbul nantinya. Pihak penjual dapat menentukan kontrak secara sepihak.
Penggunaan perjanjian baku dilakukan karena hal efisiensi. Pihak pihak penjual sudah mempersiapkan keseluruhan klausa yang kemudian dituangkan dalam suatu kontrak. Pihak konsumen diisni hanya membaca ketentuan yang telah dimuat dengan pilihan akhir yakni take it or leave it. Dalam pernggunaan perjanjian penggunaan baku
tetap memperhatikan azas dalam hukum perjanjian yakni menurut Pasal 1338 BW yakni:
-
1. Azas Kebebasan Berkontrak atau Freedom of Contract
Azas ini bertujuan memberikan kebebasan pada para pihak dalam membuat atau tidaknya suatu perjanjian, menentukan isi perjanjian, pelaksana serta persyaratan dan apakah perjanjian tersebut berbentuk tertulis atau secara lisan. Para pihak memiliki posisi yang seimbang, dimana salah satu pihak tidak memaksakan kehendak sendiri terhadap disi ketentuan dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri serta pihak yang satu lain dirugikan.
-
2. Azas Konsensualisme atau Concensualism
Azas ini menyatakan dalam dilakukan suatu perjanjian tidak harus dilakukan secara formal, cukup terlebih dulu ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Adanya persesuaian antara pernyataan dengan kehendak yang dibuat oleh para pihak.
-
3. Azas Pacta Sunt Servanda
Azas ini berhubungan dengan akibat dari suatu perjanjian, Perjanjian yang dibuat akan menjadi suatu undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bahwa hakim pun harus menghormati substansi kontrak yang telah dibuat oleh para pihak sebagaimana suatu undang-undang.
-
4. Azas Itiikad Baik
Azas inii menjelaskan bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrsk di dasari kepercayaan serta kemauan yang baik dari para pihak. Dengan tolak ukur pertama seseorang memperhatikan tingkah laku serta sikap yang nyata dari subjek. Kemudian kedua adanya penilaian secara tidak memihak terhadap norma-norma yang objektif. 33
Dari penjabaran di atas, dalam sebuah perjanjian harus memenuhi unsur-unsur yakni:
-
1. Pihak yang membuat perjanjian
Subyek Hukum yang membuat perjanjian harus cakap, kemudian dianggap dewasa sesuai perundang-undangan yang berlaku serta tidak ada dalam pengampan sesuai Pasal 1320 BW. Kemudian adanya kehendak dari kedua pihak sesuai azas konsensualisme. Serta sesuai unsur subyektif yakni “kecakapan untuk membuat sesuatu.”
-
2. Isi Perjanjiian
Harus adanya ketentuan yang disepakati oleh para pihak dalam pembuatan perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang. Isi perjanjian dalam hal ini berhubungan dengan azas kebebasan berkontrak, dimana pihak di dalamnya memiliki kebebasan dalam menentukan isi serta bentuk dari suatu perjanjian. Meskipun disini kebebasan tidak ada batasm namun tetap dibatasi oleh ketentuan perundang-undangan serta adanya “keseimbangan”. Sesuai dengan unsur subyektif yakni “sepakat mereka mengikatkan dirinya” dan unsur obyektif yakni “suatu sebab yang halal.”
-
3. Pelaksanaan perjanjian
Adanya suatu obyek tertentu yang disepakati menjadi prestasi yang harus dilaksanakan sebagaimana azas kepastian hukum, yakni perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya atau sesuai azas Pacta Sunt Servanda. Lalu pengimplementasiannya diikuti oleh azas itikad baik yakni tidak ada niat buruk untuk melaksanakan prestasinya atau sesuai dengan unsur obyektif yaitu “suatu hal tertentu.”
Jika dikaitkan dengan smart contract, pihak yang membuat perjanjian sudah memenuhi unsur tersebut. Dikarenakan untuk pihak sebelum menjual dalam ecommerce harus melakukan pendaftaran yang mewajibkan pencantuman kartu identitas ataupun NPWP sehingga akan dianggap cakap. 34 Begitupun sebaliknya dengan pihak pembeli harus melakukan pendataan dirinya ketentuan e-commere masing-masing, sehingga akan dianggap cakap juga. Untuk unsur mengikatkan dirinya secara umum ketika adanya transaksi perjanjian jual beli, maka kedua pihak sudah dianggap sepakat serta sesuai azas konsesualisme. Permasalahan yakni disini dimungkinkan pihak pembeli hanya membaca sekilas sehingga nanti ada ketentuan yang tidak sesuai tidak akan menyadari karena kurangnya pengetahuan hukum.35 Hal ini berlaku terhadap azas kebebasan berkontrak. Smart contract yang dilakukan dalam perjanjian baku didasari memiliki sifat sifat eksekusi otomatis. Berlaku pula adagium “take it or leave it”. Di maksudkan apabila sepakat dengan ketentuan perjanjian, diperbolehakan untuk diambiil, sehingga perjanjian bisa dilanjutkan oleh para pihak. Pihak penjual melakukan suatu penawaran produknya dengan syarat yang baku terhadap pihak pembeli serta penjual tidak memiliki kesempatan untuk melakukan tawar menawar atau negoisasi.Namun jika tidak maka perjanjian tidak akan dilakukan. 36 Hal ini berhubungan dengan unsur “suatu hal tertentu.” Jika memang pihak pembeli memang ingin membeli, maka otomatis obyek yang diperjual belikan menjadi prestasi dalam smart contract untuk dipenuhi pihak penjual dikirimkan kepada pihak pembeli, serta pembeli memenuhi prestasinya dengan membayarkan sesuai kesepakatan.
Walaupun perjanjian baku sudah banyak digunakan dalam dunia bisnis, namun perlu diperhatikan hakk serta kewajiban yang akan dilakukan secara seiimbang. Keseimbang dimaksud yakni perjanjian dilandasi pada asas serta syarat sah perjanjian, juga memberiikan perlindungan terhadap semua pihak dan dalam hal ini kedudukan para pihak yang seimbang.37 Dalam smart contract diperlukan posisi tawar menawar yang seimbang, tidak ada yang ada di posisi yang kuat ataupun posisi lemah. Agar hak serta kewajiban bisa tercapai hingga akhir. Menimbang hubungan hukum dalam transaksi elektronik termasuk dalam ranah perdata. Terkhusus yang berhubungan dengan perjanjian serta hubungan hukum para pihak dalam smart contract yang perwujudan dari asas kebebasan kontrak sesuai pasal 1338 BW. Terakhir perihal untur suatu sebab yang halal. Di dasari dalam smart contract berbentuk perjanjiian baku yang dibuat sesuai dengan perundang-undang terkait yakni dalam pembuatannya BW sehingga sudah memenuhi unsur tersebut.
Kepastian hukum bagi penggunaan smart contract dikaitkan dengan Hukum Perjanjian dalam BW secara umum sudah memenuhi unsur kecakapan untuk membuat sesuatu, suatu hal tertentu serta suatu sebab yang halal. Namun belum
memenuhi unsur sepakat mereka yang mengikatkan dirinya yang mana belum sepenuhnya sesuai dengan azas kebebasan berkontrak. Dikarenan smart contract dibuat dalam perjanjian baku serta isi perjanjian yang dibuat secara sepihak. Memang adanya adagium “take it or leave it” dalam smart contract, namun azas kebebasan kontrak serta unsur subyektif sepakat mereka yang mengikatkan dirinya adalah unsur mutlak dalam suatu perjanjian. Diperlukan suatu kajian yang lebih jauh perihal pemberian ruang para pihak di dalam smart contract agar dapat bernegoisasi serta memperlancar penggunaannya sebagai suatu terobosan teknologi yang memiliki kepastian hukum.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
Atas kajian yang telah dilakukan di atas, terkait karakteristik perjanjian pengguna smart contract di Indonesia dapat digunakan dalam perjanjian jual beli pada ecommerce dikarenakan legal contract sebagai kontrak elektronik diatur dalam UU ITE serta melalui sistem data blockchain Kepastian hukum penggunaan smart contract dikaitkan dengan perjanjian dalam BW belum memenuhi azas kebebasan berkontrak serta unsur subyektif sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Diperlukan suatu kajian yang lebih jauh perihal pemberian ruang para pihak di dalam smart contract agar dapat bernegoisasi serta memperlancar penggunaannya sebagai suatu terobosan teknologi yang memiliki kepastian hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Marzuki, PeterMahmud. Penelitian Hukum (Jakarta, Kencana Prenada, 2010).
Soekanto, Soerjonodan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif (Jakarta, Raja Grafindo, 2005).
Jurnal Ilmiah:
Adhijoso, Bima Danubrata. "Legalitas Penerapan Smart Contract Dalam Asuransi Pertanian di Indonesia." Jurist-Diction 2, no. 2 (2019)
Bahauddin, Achmad. "Aplikasi Blockchain dan Smart Contract Untuk Mendukung Supply Chain Finance Umkm Berbasis Crowdfunding Syariah." Journal Industrial Servicess 5, no. 1 (2019).
Cieplak, Jenny, and Simon Leefatt. "Smart contracts: a smart way to automate performance." Geo. L. Tech. Rev. 1 (2016).
De Filippi, Primavera, Chris Wray, and Giovanni Sileno. "Smart contracts." Internet Policy Review 10, no. 2 (2021).
Foglia, Matteo, and Peng-Fei Dai. "“Ubiquitous uncertainties”: spillovers across economic policy uncertainty and cryptocurrency uncertainty indices." Journal of Asian Business and Economic Studies (2021).
Hanapi, Yayan. "Perjanjian terhadap Kontrak Perdagangan melalui Internet." Jurnal SuryaKeadilan: Jurnal Ilmiah Nasional Terbita Berkala FakultasHukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu 3, no. 1 (2019).
Muhtarom, Muhammad. "Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan Dalam Pembuatan Kontrak." Jurnal Suhuf 26, no. 1 (2014).
O'Shields, Reggie. "Smart contracts: Legal agreements for the blockchain." NC Banking Inst. 21 (2017).
Panggabean, R. M. "Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku." Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 17, no. 4 (2010).
Rahardja, Untung, Qurotul Aini, Muhamad Yusup, and Aulia Edliyanti. "Penerapan Teknologi Blockchain Sebagai Media Pengamanan Proses Transaksi ECommerce." CESS (Journal of Computer Engineering, System and Science) 5, no. 1 (2020).
Satory, Agus. "Perjanjian Baku dan Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Bisnis Sektor Jasa Keuangan: Penerapan dan Implementasinya di
Indonesia." Padjadjaran Journal of Law 2, no. 2 (2015).
Setia, Teresa Enades Hari, and Ajib Susanto. "Smart Contract Blockchain pada EVoting." Jurnal Informatika Upgris 5, no. 2 (2019).
Turesson, Hjalmar K., Henry Kim, Marek Laskowski, and Alexandra Roatis. "Privacy Preserving Data Mining as Proof of Useful Work: Exploring an AI/Blockchain Design." Journal of Database Management (JDM) 32, no. 1 (2021).
Yogaswara, Reza. "Artificial Intelligence Sebagai Penggerak Industri 4.0 dan Tantangannya Bagi Sektor Pemerintah dan Swasta." masy. telematika dan inf 10, no. 1 (2019).
Peraturan Perundang-Undangan :
Indonesia, Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, No. 19 Tahun 2016, Lembar NegaraRepublik Indonesia Tahun 2015 Nomor 251, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia 5952, Sekretariat Negara, Jakarta.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 2 Tahun 2022, hlm. 437-447
Discussion and feedback