HAK WARGA NEGARA UNTUK TIDAK VAKSINASI COVID-19 KARENA FAKTOR PENYAKIT BAWAAN
on
HAK WARGA NEGARA UNTUK TIDAK VAKSINASI COVID-19 KARENA FAKTOR PENYAKIT BAWAAN
I Kadek Gaga Astika, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: gagaastika@gmail.com
Komang Pradnyana Sudibya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: pradnyana@hotmail.com
DOI: KW.2022.v11.i06.p11
ABSTRAK
Studi ini memiliki tujuan untuk mengkaji kepastian hukum terhadap hak warga negara yang tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dikarenakan oleh faktor penyakit bawaan. Pengkajian penelitian ini berdasar kepada dasar hukum dari perspektif nasional (Indonesia) dan Internasional. Metode penelitian hukum yuridis normatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara melakukan pengkajian terhadap teori, asas-asas dan instrumen hukum yang berkaitan dengan objek kajian serta bagaimana dapat memberikan bekal informasi kepada para pembaca. Pendekatan komparasi hukum dan hukum secara historis merupakan pendekatan yang dilakukan di dalam metode penelitian ini. Hasil studi menunjukan bahwasannya berdasar kepada instrument yuridis baik dari perspektif internasional maupun nasional hak politik serta hak sipil (hak untuk hidup) sebagai sebuah non-derogable rights tidak boleh dikurangi dengan sebab apapun termasuk di dalamnya hak warga negara untuk tidak melakukan vaksinasi Covid-19.
Kata Kunci: Vaksinasi Covid-19, Kepastian Hukum, Penyakit Bawaan, Hak Sipil dan Politik.
ABSTRACT
This study aims to examine the legal certainty of citizens' rights not to vaccinate against Covid-19 due to congenital disease faktors. This research study is based on the legal basis from a national (Indonesian law instrument) and from international law instrument perspective. Normative-Juridical legal method is the type of this research method by assessing theories, principles and legal instruments the relate with the object of study and how to provide information to the readers. In addition, the approach used in this study is a comparative approach to law and historical. The study result show that based on juridical instruments both from an international and national perspective, civil and political rights (right to life) as non-derogable rights should not be reduced for any reason, including the right of citizens not to vaccinate against Covid-19 due to congenital disesase faktors.
Key Words: Covid-19 Vaccination, Legal Certainty, Congenital Disease, Civil and Political Rights.
-
I. Pendahuluan
-
1.1 Latar Belakang Masalah
-
Tragedi merebaknya penyebaran virus Covid-19 merupakan fenomena wabah virus Covid-19 yang telah menjaring di berbagai belahan negara yang diumumkan
secara langsung pada tanggal tanggal 11 Februari 2020 oleh World Health Organitation.1 Wabah yang dimulai dari Tiongkok ini menjadi suatu penyebab terhambatnya manusia di dunia untuk melakukan aktivitas dikarenakan penularannya yang begitu cepat dan mudah. Hal tersebut secara otomatis telah mengubah sistematika tatanan negara di seluruh belahan negara di dunia termasuk juga Indonesia. Di negara Indonesia infeksi virus Covid-19 mulai terdeteksi masuk pada bulan Maret 2020 tepatnya pada tanggal 2 yang langsung diberitakan oleh Presiden Joko Widodo dimana terdapat 2 warga Indonesia yang berasal dari Kota Depok, Jawa Barat yang telah terdeteksi positif terjangkit virus Covid-19. Penyebaran wabah Covid-19, khususnya di Indonesia begitu sangat cepat, yang kemudian hampir melahirkan keputusan lockdown di kalangan pemerintah namun diganti dengan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pemerintah Indonesia sendiripun mengambil suatu kebijakan untuk membuat aturan pembatasan berpergian ke beberapa tempat dalam jangkauan jarak tertentu.2
Kejadian pandemi ini sendiri sedikit tidaknya telah menghambat seluruh pembangunan di Indonesia salah satunya adalah persoalan pemeliharaan lingkungan. Sistem kerja WFH (Work from home) merupakan salah satu faktor terbatasnya ruang gerak para pekerja untuk dapat melakukan pekerjaan secara maksimal terutama dalam hal ini adalah pekerjaan yang memerlukan kinerja langsung. Terjadinya pandemi ini bahkan telah menyebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia yang disebabkan oleh terhambatnya kegiatan perekonomian seperti investasi, distribusi, ekspor, impor dan kegiatan perekonomian lainnya yang sama sekali tidak dapat menggunakan sistem kerja Work from home.3
Giat Vaksinasi merupakan salah satu gerakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna dapat memulihkan kondisi negara seperti sediakala. Vaksinasi Covid-19 merupakan aksi yang paling tepat digunakan untuk dapat menciptakan rasa aman terhadap seluruh komponen masyarakat di Indonesia khususnya dalam beraktivitas. Gerakan pemerintah untuk melakukan penyebaran vaksinasi ke seluruh pelosok daerah di Indonesia telah dilakukan semenjak awal tahun 2021 yang dimulai dengan vaksinasi Covid-19 terhadap tenaga-tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan atau tameng utama terhadap penanganan penyakit Covid-19. Setelah vaksinasi diberikan kepada para tenaga kesehatan dilanjutkan pada masyarakat-masyarakat yang memiliki potensi tinggi terinveksi virus Covid-19 dengan tinjauan intensitas aktivitas diluar rumah dan hal-hal lain yang memicu potensi terinfeksi virus Covid-19 menjadi lebih tinggi. Terhitung sampai dengan bulan November 2021 jumlah vaksinasi Covid-19 di Indonesia menyentuh angka 78,114,072 juta dosis.4 Adapun rincian pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang dilakukan secara bertahap terdiri dari 4 (empat) tahapan, antara lain :5
-
a) Tahap I
Tahap pertama memiliki target vaksinasi terhadap seluruh komponen tenaga kesehatan seperti : pembantu NaKes (asisten tenaga kesehatan), tenaga eksternal (penunjang) serta akademisi yang dalam hal ini adalah mahasiswa yang tengah melakukan kegiatan praktek kerja lapangan ataupun menjalankan pendidikan profesi dokter yang terjun langsung dalam proses penanganan Covid-19.
-
b) Tahap II
Sasaran dalam tahap II ini mengkhusus terhadap petugas yang terjun langsung dalam proses pelayanan publik layaknya Polri, Tentara Nasional Indonesia, Aparat Hukum, serta pelayan publik non hukum seperti pegawai terminal, stasiun, bandara dan lain-lain. Selain petugas, vaksinasi tahap kedua ini diperuntukan kepada warga yang diklasifikasikan sebagai seorang warga negara yang sudah lanjut usia dengan rentang usia 60 tahun keatas.
-
c) Tahap III
Pada tahap ketiga ini, diperuntukan kepada para pihak yang rentan terinfeksi yang disebabkan oleh kondisi ekonomi, sosial, dan geospasial.
-
d) Tahap IV
Pada tahapan vaksinasi tahap keempat, vaksinasi diperuntukan kepada pelaku perekonomian serta warga lainnya dengan indikator pendekatan klister dimana pemilihan vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketersediaan dosis vaksin.
Namun, dalam setiap gerakan yang dilakukan oleh pemerintah sudah barang tentu terdapat suatu hambatan yang tidak dapat dikendalikan langsung oleh pemerintah. Salah satu permasalahan tersebut adalah tidak dapat meratanya vaksinasi Covid-19 kepada seluruh masyarakat dikarenakan beberapa faktor yang menyebabkan tidak dapatnya dilakukan vaksinasi. Tidak dapat dilakukannya vaksinasi ini terhadap beberapa warga negara disebabkan oleh kepentingan negara untuk dapat menjamin hak hidup dan kesehatan dari warga negaranya sendiri. Dikarenakan jika seorang warga negara tidak memenuhi persyaratan untuk dapat divaksinasi maka warga negara tersebut tidak dapat divaksinasi dengan alasan keamanan dan kesehatan warga negara tersebut.
Terkait dengan hak hidup dan kesehatan yang termaktub di dalam hak yang fundamental ini (hak kebebasan atas politik dan hak sipil) sebagai sebuah hak yang tidak dapat dilenyapkan, warga negara dengan alasan keamanan dan kesehatan dapat juga mengambil sikap untuk tidak melakukan vaksinasi Covid-19 karena faktor penyakit bawaaan. Faktor penyakit bawaan merupakan hal yang begitu rentan dan riskan terhadap kondisi kesehatan pasca vaksinasi para penerima vaksin. Namun timbul kemudian sebuah pertanyaan mendalam terhadap warga negara yang tidak melakukan vaksinasi Covid-19 yang disebabkan khusus oleh penyakit bawaan. Pertanyaan yang muncul tersebut adalah apakah HAM (hak asasi manusia) hak masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi tetap dapat dipertahankan seperti semula atau terdapat suatu perbedaan. Pembahasan tentang hak warga negara dengan penyakit bawaan untuk tidak melakukan vaksinasi Covid-19 di kala pandemi ini menjadi penting dikarenakan warga negara yang tidak dapat melakukan vaksinasi Covid-19 ini apakah akan dikurangi haknya secara konstitusional mengingat program wajib vaksin Covid-19 yang dicanangkan oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini sebagai penanggungjawab negara (State Responsibility) memiliki kewajiban untuk menjaga pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak asasi manusia sehingga
dapat diartikan hak sosial dan politik tetap harus dijaga oleh pemerintah sebagai penyelenggara kebijakan dan proses kenegaraan.6 Prinsip tanggungjawab negara ini pula dimuat dalam kovenan dan konvensi HAM (Human Rights) secara internasional. Secara nasional tanggungjawab pemerintah tersebut termaktub di dalam UU tentang HAM yakni di dalam UU 39/Tahun 1999 yang secara umum menyatakan bahwa segala pemenuhan, penegakkan, perlindungan dan pemajuan HAM menjadi suatu tanggungjawab penuh pemerintah.7
Terkait dengan orisinalitas artikel, dimulai dari tahap perancangan sampai dengan penulisan artikel ini merupakan produk gagasan orisinil dari penulis. Artikel ini merupakan artikel yang tergolong baru dikarenakan berkutat pada kasus Covid-19 yang baru muncul pada awal tahun 2019. Namun diluar itu memang terdapat beberapa artikel yang memiliki pokok pembahasan sejenis, layaknya artikel hukum yang ditulis oleh Rahmi Ayunda ditulis pada tahun 2021 yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat terhadap Efek Samping Pasca Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia”.8 Kemudian terdapat juga artikel yang ditulis oleh Muhammad Ali M. dan kawan-kawan pada tahun 2021 tentang “Perlindungan Hukum atas Vaksin Covid-19 dan Tanggung Jawab Negara Pemenuhan Vaksin dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan”.9 Pada dasarnya persamaan kedua artikel tersebut dengan artikel ini adalah terletak pada perlindungan hukum terhadap vaksinasi namun pokok permasalahan yang dibahas berbeda. Artikel ini lebih berfokus pada hak masyarakat bukan penerima vaksinasi Covid-19 yang disebabkan oleh faktor penyakit bawaan yang diderita. Selain itu pula perbedaan signifikan terdapat pada judul yang dimana dalam judul artikel ini membahas tentang hak warga negara untuk tidak menerima vaksinasi Covid-19 dikarenakan penyakit bawaan yang diderita sebagai bentuk penjabaran hak sipil yakni hak untuk hidup. Jadi terdapat perbedaan yang begitu signifikan perihal permasalahan inti yang dibahas.
-
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah tertera, dapat diambil 2 (dua) rumusan masalah, yakni :
-
1. Bagaimana pengaturan hak warga negara untuk tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dengan faktor penyakit bawaan dalam perspektif hukum nasional dan internasional ?
-
2. Bagaimana status hak warga negara yang tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dikarenakan faktor penyakit bawaan?
-
1.3 Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan dari penulisan penelitian ini guna memberikan pemahaman secara informatif kepada seluruh komponen masyarakat di Indonesia terkait dengan hak yang dimiliki oleh masyarakat yang tidak dapat menerima vaksinasi Covid-19 dikarenakan oleh penyakit yang diderita. Memberikan pengetahuan kepada
masyarakat tentang kewajiban negara untuk mempertahankan tanggungjawabnya untuk melindungi hak-hak non-derogable rights warga negaranya. Selain itu penelitian itu bertujuan untuk dapat memberikan pemahaman terhadap pentingnya vaksinasi di masa krisis penyebaran virus Covid-19 ini untuk dapat nantinya memulihkan kondisi negara seperti sedia kala.
-
II. Metode Penulisan
Metode penelitian hukum yuridis normatif merupakan metode yang dipilih dalam penelitian ini, yakni dengan cara melakukan pengkajian terhadap teori, asas-asas dan instrumen hukum yang berkaitan dengan objek kajian serta bagaimana dapat memberikan bekal informasi kepada para pembaca. Pendekatan komparasi hukum dan hukum secara historis merupakan pendekatan yang dilakukan di dalam metode penelitian ini.10 Berdasar kepada metode tersebut pendekatan yang digunakan dalam memperoleh data dalam penelitian ini adalah pendekatan komparasi hukum dan hukum secara historis.11 Data dari penelitian ini sendiri bersumber yang digunakan sendiri merupakan serta data sekunder (pelengkap) serta sumber data primer (asli) dari instrumen hukum asli. Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan informasi-informasi dari laman berita resmi dan instrument yuridis baik dari sudut kaca internasional dan nasional yang berlaku sebagai hukum positif.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Pengaturan Hak Warga Negara untuk Tidak Menerima Vaksinasi Covid-19 dengan Faktor Penyakit Bawaan dalam Perspektif Hukum Nasional dan Internasional
-
HAM atau hak asasi manusia merupakan pilar terpenting negara dalam menjamin keamanan dan ketertiban suatu negara.12 Awal mula keabsahan tonggak hak asasi manusia mulai berdiri pada era modern adalah setelah disahkannya Deklarasi Universal HAM (DUHAM) oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang diselenggarakan dan tanggal sepuluh Desember 2021 merupakan tanggal disahkannya deklarasi ini. DUHAM dilakukan tidak lain guna mencapai tujuan penggiat HAM diseluruh dunia yakni untuk dapat memperjuangkan secara formal serta dengan landasan yuridis keabsahan HAM bagi kepentingan seluruh masyarakat dunia. Pada dasarnya muatan dari DUHAM tersebut adalah tentang prinsip-prinsip fundamental dan universal yang dimiliki oleh semua masyarakat dunia tanpa memandang ras, golongan, suka serta hal-hal lain yang merupakan entitas bersifat kodrati (tidak dapat diubah). Salah satu prinsip besar yang diperjuangkan lewat muatan DUHAM ini adalah terkait dengan prinsip kemartabatan dan kemerdekaan. Muatan tentang prinsip kemartabatan dan kemerdekaan tersebut memberikan andil yang sangat besar terhadap pemberantasan tindakan diskriminasi yang terjadi di seluruh pelosok negara di dunia. Tercatat dalam sejarah dunia tindakan diskriminasi dan perbudakan pernah terjadi pada saat golongan feodalisme Inggris melakukan penjajahan ke seluruh pelosok negara di dunia dan berbagai tindakan kelam Nazi pada masa lampau serta
sejarah-sejarah kelam diskriminasi dan ketidakadilan lain yang telah merusak sisi keadilan hak asasi manusia di dunia.
Terkait dengan hak warga negara untuk memilih tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dikarenakan penyakit bawaan merupakan salah satu penjabaran dari hak sipil dan politik yakni hak untuk mendapatkan kehidupan yang terjamin. Mengkhusus pada gerakan perjuangan hak politik dan hak sipil, sebagai hak pokok hak fundamental tersebut dideklarasikan di dalam Konvenan Internasional terdapat rangkaian investasi perjuangan yang dilakukan di beberapa belahan negara. Awal mulanya terjadi pada saat abad XIII yang terjadi pada saat itu di Inggris sebuah perlawanan para bangsawan terhadap sebuah aksi diskriminasi dan ketidakadilan seorang raja Bernama John sehingga pada saat itu memaksa anak Raja Henry I tersebut membuat dan mendeklarasikan suatu perjanjian yang Bernama Magna Charta 1215. Aksi tersebut sendiri terjadi di sebuah sungai tepatnya pada pinggirannya yang Bernama sungai Thames. Sampai saat iini peristiwa tersebut menjadi suatu tonggak inspirasi fundamental bagi aksi-aksi perjuangan anti diskriminasi dan kemerdekaan di berbagai pelosok dunia lainnya layaknya aksi Kemerdekaan Amerika pada tahun 1776, Kemerdekaan hak warga negara Perancis pada 1789, serta yang sampai saat ini dijadikan sumber instrument yuridis internasional HAM yakni DUHAM yang memiliki kepanjangan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan DUHAM tersebut memberikan asa baru terhadap perjuangan-perjuangan hak politik dan hak sipil lainnya di dunia.
Hak negatif atau negative rights merupakan sebutan penggolongan dari hak sipil dan hak politik. Sebutan ini dicantumkan pada identitas kebebasan terhadap politik dan sipil dikarenakan hak ini merupakan hak yang tidak memerlukan campur tangan negara untuk mendapatkan pengakuan dan realisasi dari negara. Secara harfiah hak penting ini merupakan hak yang berdiri sendiri dan tetap berlaku andaipun tidak mendapatkan pengakuan dari negara. Namun dalam hal ini negara tetap memiliki kewajiban penuh untuk menjamin seluruh hak-hak sipil dan politik masyarakatnya dimana Indonesia sebagai negara kesatuan yang berpegang teguh pada keadulatan hukum dengan moto menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan landasan dasar Pancasila bertanggungjawab penuh untuk tidak mengabaikan hak-hak fundamental masyarakatnya.13
Terkait dengan dasar hukum atau dasar yuridis hak fundamental ini sebagai hak pokok atas kedaulatan hak warga negara untuk dapat tidak menerima vaksinasi Covid-19 dalam ranah internasional adalah Kovenan Internasional yang membahas tentang kedaulatan hak dalam bidang politik dan sipil secara universal yang dalam bahasa Inggris disebut dengan International Covenant on Civil and Political Rights. Konvenan ini sendiri berjenis perjanjian multilateral yang diikuti oleh beberapa negara anggota PBB yang ditetapkan secara langsung oleh PBB. Terhitung sampai dengan awal 2017,
terdapat seratus enam puluh sembilan anggota yang sudah melakukan ratifikasi serta enam negara penandatangan yang belum meratifikasi. Dalam konvenan ini memuat pengaturan hak sipil dan politik masyarakat dunia agar tetap menjadi negative right dan tidak dapat dikekang oleh siapapun dan sebab apapun. Di Indonesia sendiri konvenan ini telah menjadi instrument yuridis nasional dengan menjadi salah satu negara yang meratifikasi ICCPR pada tahun 2005 tepatnya pada saat hari sumpah pemuda yakni bulan Oktober tanggal dua puluh delapan (28) dengan UU RI No. 12 th. 2005. Dalam ratifikasi undang-undang tersebut didukung secara penuh penjaminan terhadap hak sipil dan politik warga negara Indonesia. Namun di Indonesia sendiri memiliki instrumen yuridis lainnya yang mengatur tentang jaminan hak politik dan sipil dalam bernegara antara lain :
-
a. UUD NRI 1945 (Ketentuan yang termaktub dalam Pasal 28 ayat 1)dalam pasal ini dijelaskan bahwasannya negara menjamin perlindungan terhadap hak-hak sipil dan politik seperti hak untuk beragama, hak untuk hidup, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak-hak sipil dan politik lainnya.
-
b. TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 yang mengkhusus termaktub dalam pasal 37, Tap MPR Pasal 37 ini pada dasarnya memiliki pembahasan yang sama dengan yang termaktub di dalam UUD NRI 1945 namun TAP MPR ini lebih menjelaskan tentang kapasitas hak politik dan sipil sebagai kebebasan warga negara yang mustahil untuk dialihkan, dikurangi atau diubah dalam setiap situasi dan kondisi serta alasan apapun atau sebagai non-derogable rights.
-
c. UU No. 39 th. 1999 tentang HAM, dimana dalam undang-undang ini dijelaskan secara penuh bahwa hak sipil dan politik merupakan suatu produk kebebasan yang mustahil untuk dapat dikurangi dalam situasi apapun, dan sebab apapun.
Dilihat dari pengklasifikasian hak politik dan hak sipil warga negara dapat dilihat dalam beberapa artikel dalam ICCPR, antara lain :14
a. Hak Sipil
|
No |
Hak Sipil |
Pasal (dalam ICCPR) |
|
1 |
Hak untuk mendapatkan kehidupan |
6 ICCPR |
|
2 |
Hak untuk mendapatkan kebebasan dari tindakan tidak manusiawi |
7 ICCPR |
|
3 |
Hak untuk bebas dari tindakan kerja paksa dan perbudakan |
8 ICCPR |
|
4 |
Hak untuk memperoleh keamanan dan kebebasan pribadi |
9 ICCPR |
|
5 |
Hak mendapatkan pelayanan penahanan yang manusiawi |
10 ICCPR |
14 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik
|
6 |
Hak untuk mendapatkan kebebasan penahanan ketika tengah berhutang |
11 ICCPR |
|
7 |
Hak kebebasan bergerak dan memilih tempat mendirikan rumah (tempat tinggal) serta kebebasan untuk keluar dari negara termasuk negara sendiri dengan prosedur yang harus dipenuhi. |
12 ICCPR |
|
8 |
Persamaan hak terkait dengan pribadi di depan badan peradilan serta proses peradilan. |
14 ICCPR |
|
9 |
Hak mendapatkan pengakuan sederajat, sama, tanpa diskriminasi di depan hukum |
16 ICCPR |
b. Hak Politik
|
No |
Hak Politik |
Pasal (dalam ICCPR) |
|
1 |
Hak perihal kemerdekaan dalam hal beragama, berpikir, serta memiliki kepercayaan sendiri. |
18 ICCPR |
|
2 |
hak atas kebebasan menyatakan pendapat |
19 ICCPR |
|
3 |
Kebebasan untuk dapat berkumpul tanpa tendensi dari pihak manapun (sejahtera) |
21 ICCPR |
|
4 |
Kebebasan berserikat |
22 ICCPR |
Secara mendasar, hak warga negara tersebut merupakan hak yang memiliki kekuatan penuh sebagai non-derogable rights atau sebuah Right yang sama sekali mustahil untuk dikurangi ataupun diubah. Hal itu disebabkan oleh hak-hak sipil dan politik yang memiliki peran fundamental dalam menjamin pembangunan sumber daya manusia di suatu negara. Diluar itu penjaminan hak-hak tersebut akan menjamin berkurangnya angka diskriminasi serta juga ketidakadilan. Walaupun dalam beberapa kasus masih sering terjadi kejadian-kejadian yang mencerminkan kekerasan serta diskriminasi.
-
3.2 Status Hak Warga Negara yang Tidak Melakukan Vaksinasi Covid-19 Karena
Faktor Penyakit Bawaan
Vaksinasi Covid-19 di Indonesia merupakan hak seluruh masyarakat di Indonesia dan sekaligus menjadi kewajiban tanpa terkecuali guna menstabilkan kembali kondisi negara. Namun diluar itu, vaksinasi Covid-19 juga memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan vaksinasi guna menjamin para penerima vaksinasi agar tidak mengalami efek samping yang begitu berat pasca mendapatkan vaksinasi. Selain itu prinsip persyaratan pada pemberian Vaksinasi Covid-19 ini adalah untuk menjamin kesehatan para penerima vaksinasi Covid-19. Persyaratan-persyaratan vaksinasi Covid-19 sendiri antara lain :15
-
a. Calon penerima vaksin tidak dalam keadaan sedang menyusui (hamil);
-
b. Calon penerima vaksin tidak tengah mengalami gejala sesak napas, asma, ISPA, dan flu dalam rentang waktu 7 hari belakangan;
-
c. Calon penerima vaksin tidak dalam/tengah/sedang mengalami kelainan derah dengan perawatan terapi jangka Panjang terhadap penyakitnya;
-
d. Calon penerima vaksinasi tidak dalam keadaan menderita kelainan atau penyakit jantung lainnya;
-
e. Calon penerima vaksin tidak menderita gutoimun seperti Lupus, Sjogren syndrome dan Vaskulitis;
-
f. Calon penerima vaksin tidak menderita penyakit saluran pencernaan kronis;
-
g. Calon penerima vaksin tidak dalam keadaan menderita kanker stadium tinggi, kelainan darah, imunokompromais/defisiensi imun, dan sedang dalam proses menerima tranfusi darah dengan intensitas cukup sering.
Faktor-faktor penyebab tidak atau belum diperbolehkannya seseorang menerima vaksin didominasi oleh faktor penyakit bawaan yang diderita oleh calon penerima vaksinasi Covid-19 tersebut. Hal ini dikarenakan efek samping vaksinasi Covid-19 yang akan ditakuti menjadi lebih parah ketika penerimanya memiliki riwayat penyakit seperti yang disebutkan diatas. Dalam hal mengantisipasi tidak dapat divaksinasinya seseorang oleh penyakitbawaan pada dasarnya pemerintah sudah melakukan beberapa upaya untuk melakukan penanggulangan permasalah tersebut namun dengan proses dan pengidentifikasian fenomena Covid-19 yang masih baru diperlukan waktu yang tidak singkat untuk dapat menanggulangi hal tersebut.
Dalam hal ini warga pula memiliki hak untuk tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dengan kepentingan kesehatan dan kehidupannya. Hal ini telah termaktub di dalam Pasal 6 ICCPR tentang penjaminan hak hidup yang secara resmi telah diratifikasi juga oleh Indonesia. Hak untuk tidak vaksinasi menjadi penting diketahui oleh masyarakat agar nantinya dapat memberikan pengetahuan dan ilmu demi kepentingan kesehatan para penerima vaksinasi Covid-19. Dengan proses identifikasi fenomena pandemi Covid-19 yang belum dapat diprediksi, tidak dapat dipungkiri pertanyaan-pertanyaan terkait dengan masyarakat yang tidak ataupun belum melakukan vaksinasi Covid-19 apakah tetap memiliki status kesamaan di mata hukum untuk memperoleh hak fundamental yang didapatkan oleh setiap warga negara seperti biasanya. Pada dasarnya sebagai sebuah non-derogable rights (bersifat negatif) hak atas kesehatan dan kehidupan tetap tidak boleh dikurangi dengan sebab apapun.16 Oleh karena itu hak sipil dan politik masyarakat yang tidak melakukan vaksinasi Covid-19 sampai saat ini oleh faktor penyakit bawaan dengan bukti yang konkrit tetap menjadi kewajiban negara untuk melindunginya. Negara dalam hal ini bertindak sebagai sebuah lembaga hukum yang berwenang tetap wajib menjaga kestabilan hak-hak mendasar (hak yang tetap berlaku dalam keadaan apapun) para warga negara. Kewajiban pemerintah menjaga hak-hak politik dan hak-hak sipil warga negara yang tidak melakukan vaksinasi karena faktor penyakit bawaan menjadi sebuah urgensi di masa pandemi ini karena bukan berarti tidak terdapat suatu potensi untuk tidak munculnya beberapa kasus yang memanfaatkan keadaan ini. Sebagai contoh, pada awal bulan agustus 2021
terdapat isu yang menyatakan bahwa sertifikat Vaksin Covid-19 menjadi suatu persyaratan administratif yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perjalanan keluar daerah namun secara langsung oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi isu tersebut dibantah.17 Dari berita tersebut dapat dilihat bahwasannya terdapat oknum yang ingin memanfaatkan momen ini dan hal tersebut merupakan salah satu guncangan terhadap posisi hak asasi manusia yang fundamental khususnya hak tentang politik dan sipil di Indonesia sendiri mengkhusus pada hak kebebasan pribadi yang termaktub pada Pasal 9 ICCPR. Hal ini menuntut kinerja lebih pemerintah untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat terutama yang tidak melakukan vaksinasi tahap pertama dikarenakan oleh kendala penyakit bawaan yang dimiliki.
Dengan melihat situasi dan isu-isu yang beredar juga kerap kali muncul pertanyaan apakah kemudian nantinya negara dapat membuat suatu kebijakan (policy) yang menjadikan vaksinasi Covid-19 sebagai syarat utama dalam mendapatkan pelayanan publik. Dalam hal ini ketika negara masih belum dapat menjamin ketersediaan vaksinasi kepada seluruh masyarakat di Indonesia terutama dalam hal ini adalah masyarakat yang belum bisa divaksinasi oleh faktor penyakit bawaan, dengan dasar ICCPR negara tidak diperbolehkan untuk melakukan hal tersebut secara absolut tanpa adanya toleransi. Hal ini berkaitan dengan isi dari article 16 ICCPR tentang hak untuk menjadi pribadi yang memiliki situasi dan kondisi hukum yang sama. Secara sederhana berdasar kepada ketentuan HAM dari segi instrument yuridis nasional ataupun diatasnya, negara tidak diperbolehkan untuk menghambatan terhadap hak politik dan hak-hak sipil kepada warga tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dengan faktor penyakit bawaan sehingga dapat diketahui status hak sipil dan politik warga bukan penerima vaksinasi Covid-19 tetaplah sama didepan hukum dan pemerintah tanpa adanya penghambatan sebagai sebuah non-derogable rights.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
Secara sederhana regulasi hak warga negara untuk tidak menerima vaksinasi Covid-19 dengan faktor penyakit bawaan dalam hukum internasional diatur dalam ketentuan hak sipil dan politik yang diatur dalam ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) yang kemudian menjadi hukum nasional Indonesia setelah tanggal 28 Oktober 2005 diratifikasi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Selain itu, terdapat pula beberapa instrumen hukum yang menjadi pilar penguat posisi hak sipil dan politik sebagai Non-Derogable Rights di Indonesia, antara lain : Pasal 28 ayat 1 UUD NRI 1945; Pasal 37 TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998; dan UU No. 39 th. 1999 tentang HAM. Berdasar ketentuan yuridis pengaturan Hak Asasi Manusia nasional ataupun diatasnya, negara tidak diperbolehkan untuk menghambatan terhadap hak politik dan hak-hak sipil kepada warga tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dengan faktor
penyakit bawaan sehingga dapat diketahui status hak sipil dan politik warga bukan penerima vaksinasi Covid-19 tetaplah sama didepan hukum dan pemerintah tanpa adanya penghambatan sebagai sebuah non-derogable rights. Singkatnya, seorang warga negara tetap berhak memiliki status yang sama dengan warga negara lainnya ketika memilih untuk tidak melakukan vaksinasi Covid-19 dikarenakan oleh faktor penyakit bawaan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Sutaryo, Sutaryo. Buku Praktis Penyakit Corona 19 (Covid 19) (Depok, Gadjah Mada Press, 2020).
Riyadi, Eko. HUKUM HAK ASASI MANUSIA (Perspektif Internasional, Regional, dan Nasional), (Depok, PT. Rajagrafindo Persada, 2018).
Davidson, Scott. Hak Asasi Manusia Sejarah, Teori, dan Praktek Dalam Pergaulan Internasional (Jakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, 2008).
JURNAL ILMIAH
Nasution, Dito Aditia and Erlina, Erlina and Muda, Iskandar. “Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Perekonomian Indonesia”. JURNAL BENEFITA 5 no. 2 (2020) : 212-224.
Fahrika, Ika and Roy, Juliansyah. “Dampak Pandemi Covid 19 terhadap Perkembangan Makro Ekonomi di Indonesia dan Respon Kebijakan yang Ditempuh”, INOVASI 16 no. 2 (2020) : 206-213.
Ayunda, Rahmi and Kosasih, Velany and Disemadi, Hari. “Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Terhadap Efek Samping Pasca Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia”, Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan 8, no. 3 (2021) : 194-206.
Masnun, Muhammad Ali and Sulistyowati, Eny and Ronaboyd, Irfa. “Perlindungan Hukum atas Vaksin Covid-19 dan Tanggungjawab Negara Pemenuhan Vaksin Dalam Mewujudkan Negara Kesejahteraan”, DIH: Jurnal Ilmu Hukum 17, no 1 (2021) : 35-47.
Nardi, I Made and Dharmawan, Ni Ketut Supasti. “Relevansi Penggunaan Model Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan.” Kertha Patrika 41 no 2. (2019): 112-124.
Gerungan, Pingkan. “Perspektif Pemenuhan Hak Sipil dan Politik Perempuan Dalam Hak Asasi Manusia di Indonesia”, Lex Administratu 3 no. 4 (2015):66-74.
Muchtar, Henni. “Analisis Yuridis Normatif Sinkronisasi Peraturan Daerah dengan Hak Asasi Manusia”, Humanis 14 no. 1 (2015): 80-91.
Rasyidi, Achmad Fikri. “Implikasi Pengabaian Hak Sipil dan Politik Masyarakat Moro-Moro dalam Pemilihan Kepala Daerah (The Implication of Civil and Political Rights of Moro-Moro Society Deterioration in Local Election), Jurnal Ham 8 no. 1 (2017): 3960.
Marzuki, Suparman. “Perspektif Mahkamah Konstitusi tentang Hak Asasi Manusia (Kajian Tiga Putusan Mahkamah Kontitusi: Nomor 065/PUU-II/2004; Nomor 102/PUUVII?2009 dan Nomor 140/PUU-VII/2009)”, Jurnal Yudisial 6 no. 3 (2013) : 189-206.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik
Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
SUMBER INTERNET
https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines. “Vaksinasi Covid Nasional”. Diakses pada Hari Sabtu, 6 November 2021. Pukul 18.05 WITA.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/09/200200965/4-tahapan-vaksinasi-Covid-19-dan-jadwal-pelaksanaannya?page=all. “4 Tahapan Vaksinasi Covid-10 dan Jadwal Pelaksanaannya”. Diakses pada Hari Sabtu, 6 November 2021. Pukul 18.34 WITA.
https://covid19.go.id/p/hoax-buster/salah-sertifikat-vaksin-Covid-19-bukan-syarat-administrasi. “(SALAH) Sertifikat Vaksin Covid-19 bukan Syarat Administrasi”. Diakses pada Hari Minggu, 7 November 2021. Pukul 22.39 WITA.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 06 Tahun 2022, hlm. 1297-1308
Discussion and feedback