PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PT. PERTAMINA ATAS PELANGGARAN MEREK DAGANG OLEH PEDAGANG ECERAN DENGAN MENGGUNAKAN NAMA PERTAMINI
on
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PT. PERTAMINA ATAS PELANGGARAN MEREK DAGANG OLEH PEDAGANG ECERAN DENGAN MENGGUNAKAN NAMA PERTAMINI
I Wayan Krisna Surya Karawista, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: [email protected]
Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Univeristas Udayana, email: [email protected]
DOI: KW.2022.v11.i04.p8
ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk meninjau bagaimana perlindungan hukum merek dagang milik PT. Pertamina yang tercantum di Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis atau bisa disebut UU MIG, serta memberikan pemahaman kepada Pertamini mengenai akibat hukum jika melakukan pelanggaran Merek. Pada penulisan jurnal ini penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif serta menggunakan analisis secara konsep hukum (analytical conceptual) dan analisis perundang-undangan (statue approach) yang di mana menggunakan UU MIG sebagai objek kajian. Hasil penelitian, bahwa perlindungan hukum merek dagang sudah diatur dengan jelas dalam pasal 2 ayat (3) UU MIG. Jika ada pihak lain yang telah menggunakan merek terdaftar milik PT. Pertamina tanpa izin maka dapat dikenakan sanksi baik secara perdata dengan cara mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga, dan sanksi pidana yang dapat diajukan melalui pengadilan negeri. Dalam ranah perdata akibat hukum bagi Pertamini karena telah melanggar UU Merek yaitu dapat dituntut ganti kerugian dan dituntut untuk menghentikan semua perbuatan yang berkaitan dengan Merek Terkenal yang dianggap sebagai pelanggaran, sedangkan jika di dalam ranah pidana Pertamini dapat dikenakan sanksi berupa kurungan penjara maupun denda.
Kata Kunci: Hak Merek Terkenal, Perlindungan Nama Perusahaan, PT. Pertamina.
ABSTRACT
This research has the aim of reviewing how the legal protection of trademarks belonging to PT. Pertamina as stated in Law no. 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications or what can be called the MIG Law, as well as providing an understanding to Pertamini regarding the legal consequences of violating the Mark. In writing this journal, the author uses a normative juridical legal research method and uses an analysis of legal concepts (analytical conceptual) and statutory analysis (statue approach) which uses the MIG Law as the object of study. After conducting the research, it can be concluded that the legal protection of trademarks is clearly regulated in Article 2 paragraph (3) of the MIG Law. If there are other parties who have used registered trademarks belonging to PT. Pertamina without a permit can be subject to sanctions both civilly by submitting an application to the Commercial Court, and criminal sanctions that can be submitted through a district court. In the civil realm, the legal consequences for Pertamini for violating the Trademark Law are that they can be sued for compensation and required to stop all actions related to Famous Marks which are considered as violations, while in the criminal realm Pertamini can be subject to sanctions in the form of imprisonment or fines.
Keywords: Famous Brand Rights, Company Name Protection, PT. Pertamina.
-
I. Pendahuluan
-
1.1 . Latar Belakang
-
Indonesia memiliki berbagai sumber daya alam (SDA) yang melimpah salah satunya minyak dan gas bumi. Minyak dan gas bumi adalah sumber daya alam yang mengalami proses alami di bawah permukaan bumi yang hasilnya berbentuk cair, padat, dan gas. Minyak dan gas bumi merupakan SDA yang memiliki banyak manfaat bagi masyarakat luas dan berguna dalam pembangunan ekonomi nasional. Minyak dan gas bumi dapat diolah sehingga menjadi beberapa sumber energi pokok yang berguna untuk keseharian. Pengaturan mengenai minyak dan gas bumi dapat dilihat di UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi atau UU MIGAS yang dimana seluruh penjelasan mengenai migas diatur di dalamnya. Minyak memiliki banyak manfaat di kehidupan salah satunya untuk keperluan kendaraan bermotor.
Pengelolaan pertambangan minyak dan gas bumi tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, melainkan ada pihak yang berwenang untuk mengelola tambang minyak dan gas bumi tersebut. Berdasarkan UU MIGAS yang menguasai dan mengelola pertambangan minyak dan gas bumi adalah Negara, atau lebih tepatnya Pemerintah. Pemerintah lalu mendirikan sebuah perusahaan BUMN dengan nama PT. Pertamina untuk mengatur dan mengelola seluruh aset mengenai perminyakan di Indonesia. Tugas utama perusahaan ini adalah mengelola minyak bumi dan gas alam demi kesejahteraan masyarakat. PT. Pertamina juga bergerak di bidang bisnis mulai dari kegiatan usaha hulu hingga hilir. Bisnis hilir yang dijalankan yaitu dengan cara mendistribusikan BBM kepada masyarakat luas dengan mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (selanjutnya disebut SPBU).
PT. Pertamina lahir pada tanggal 10 Desember 1957 yang pada awalnya bernama PT. Perusahaan Minyak Nasional atau PERMINA dan sekaligus juga diperingati sebagai hari lahirnya Pertamina hingga saat ini. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1960 PT. Pertamina berganti menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina. Kemudian pada tanggal 20 Agustus 1968 PN. Permina bergabung dengan PN. Pertamin sehingga menjadi PN. Pertambangan Minyak dan Gas (PERTAMINA). Kemudian PN. Pertamina beralih bentuk menjadi PT. Pertamina (Persero) karena sebagai konsekuensi penerapan UU MIGAS yang diterbitkan oleh pemerintah. Perlu diketahui Nama perusahaan milik PT. Pertamina sudah sah serta sudah diakui keabsahaannya sejak dulu sehingga sudah memiliki perlindungan hukum yang dimana perusahaan lain tidak boleh menggunakannya tanpa seizin PT. Pertamina.
Belakangan ini penguna kendaraan bermotor di Indonesia semakin meningkat yang mengakibatkan meningkatnya pula keperluan akan Bahan Bakar Minyak atau bisa disebut dengan BBM yang digunakan untuk mengisi kendaraan tersebut.1 Di sisi lain, hal tersebut dinilai sebagai peluang usaha bagi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Dari berbagai peluang yang ada, yang paling banyak di kalangan masyarakat yaitu usaha Pertamini. Pertamini itu sendiri adalah suatu usaha penjualan bensin atau BBM eceran. Sebelum adanya Pertamini, sudah terdapat banyak pelaku usaha BBM eceran di pinggir jalan yang penjualannya dengan menggunakan wadah botol kaca dan corong bensin. Seiring berkembangnya waktu, pelaku usaha
BBM eceran ini mulai mengembangkan usahanya agar lebih banyak diminati oleh konsumen dengan membuatkannya nama yaitu Pertamini. Alat-alat yang digunakan untuk menjualkan BBM juga sudah tidak lagi menggunakan botol kaca, melainkan menggunakan alat pompa manual dengan gelas takaran. Pertamini merupakan usaha BBM eceran dengan skala yang lebih kecil dari SPBU milik PT. Pertamina. Pertamini tersebut biasanya terdapat di beberapa warung kecil milik warga di pinggir jalan. Ketika ditelusuri lebih dalam, Pertamini yang dijadikan usaha oleh sebagian masyarakat merupakan alat atau usaha yang bersifat tidak sah secara hukum.
Hal ini dikarenakan pelaku usaha Pertamini menggunakan Nama Perusahan atau Merek Terkenal milik PT. Pertamina yang digunakan tanpa izin oleh pihak Pertamini untuk menarik minat konsumen sehingga dapat meningkatkan keuntungan bagi pemilik usaha. Bagi masyarakat awam hal tersebut merupakan hal biasa yang tidak memiliki akibat hukum. Sebagian besar masyarakat masih menjual BBM dengan menggunakan nama perusahaan yang menyerupai milik PT. Pertamina itu sendiri. Masyarakat juga terkadang beranggapan bahwa Pertamini merupakan singkatan dari Pertamina versi mini (kecil) dan merupakan anak perusahaan dari PT. Pertamina. Padahal Pertamini dan Pertamina tidak ada hubungan kerjasama atas kedua belah pihak dan bukan anak perusahaan dari PT. Pertamina. Di sisi lain Pertamini tidak memiliki jaminan keamanan bagi konsumennya jika terjadi kecelakaan seperti kebakaran yang dialami saat pengisian BBM dan pertamini juga tidak memiliki standarisasi dan fasilitas seperti di SPBU milik PT. Pertamina.
Melihat perosalan di atas, nama merupakan bagian dari Merek yang sudah diatur dan dijelaskan pada UU MIG. Penjelasan mengenai perlindungan merek juga sudah diatur pada pasal 2 ayat (3) UU MIG. Jika ada pihak lain yang sudah menggunakan merek terkenal tanpa seizin pemilik merek, maka hal tersebut merupakan pelanggaran Kekayaan Intelektual (KI) dan dapat dikategorikan sebagai kasus kriminal maupun perdata. Dengan ini, pihak Pertamini dikatakan melakukan pelanggaran Merek Terkenal karena telah menggunakan nama milik PT. Pertamina tanpa izin.
Dengan merujuk berbagai fakta dan persoalan di atas maka perlindungan hukum atas Merek Terkenal di Indonesia menjadi sangat penting bagi para pelaku usaha di Indonesia, karena diharapkan dapat menciptakan dunia perdagangan yang aman dan nyaman. Kemudian bagi pelanggar Merek Terkenal di Indonesia harus dikenakan sanksi atau akibat hukum yang tegas agar mendapatkan efek jera, dengan itu dapat diharapkan bisa memberikan kepastian hukum terhadap semua pihak. Penyusunan artikel jurnal ini dikaji dari hasil penelitian yang menyatakan perlindungan hukum bagi PT. Pertamina atas pelanggaran merek dagang oleh pedagang eceran dengan menggunakan nama Pertamini.
Sebelumnya terdapat 2 (dua) penelitian terdahulu dengan konteks yang menyerupai permasalahan yang akan dibahas. Penelitian yang pertama yaitu berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Terkenal Di Indonesia” yang ditulis oleh Putu Eka Krisna Sanjaya pada tahun 2018 dan penelitian yang kedua yaitu berjudul “Akibat Hukum Penggunaan Logo Perusahaan PT Pertamina (Persero) oleh Pelaku Usaha Penjual Bahan Bakar Minyak Pertamini Di Kota Denpasar yang ditulis oleh Kadek Dewi Darmayanti pada tahun 2021. Kedua penelitian terdahulu tersebut penulis gunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PT. PERTAMINA ATAS PELANGGARAN MEREK DAGANG OLEH PEDAGANG ECERAN DENGAN MENGGUNAKAN NAMA PERTAMINI.
-
1.2 Rumusan Masalah
-
1. Bagaimana perlindungan hukum bagi PT. Pertamina atas pelanggaran merek dagang oleh pedagang eceran dengan menggunakan nama Pertamini?
-
2. Bagaimana akibat hukum terhadap Pertamini yang menggunakan nama milik PT. Pertamina tanpa izin?
-
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk meninjau perlindungan hukum bagi PT. Pertamina atas pelanggaran merek dagang oleh pedagang eceran dengan menggunakan nama Pertamini dan mengetahui akibat hukum terhadap Pertamini yang telah menggunakan nama perusahaan milik PT. Pertamina tanpa izin.
-
II. Metode Penelitian
Pengertian metode adalah suatu langkah terstruktur yang diharapkan dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan,2 sedangkan pengertian dari penelitian adalah suatu proses pengumpulan informasi yang dilakukan untuk mengungkapkan berbagai fakta secara sistematis dan konsisten. Dasar metode yang digunakan agar tersusunnya jurnal karya ilmiah ini dengan menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum yuridis normatif terdiri atas Penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum.3 Penulisan jurnal ini menggunakan analisis secara konsep hukum (analytical conceptual) dan analisis perundang-undangan (statue approach).
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Perlindungan Hukum Bagi PT. Pertamina Atas Pelanggaran Merek Dagang Oleh Pedagang Eceran Dengan Menggunakan Nama Pertamini
-
Meningkatnya transportasi umum maupun pribadi belakangan ini menyebabkan kebutuhan BBM juga semakin meningkat, hal ini juga dijadikan peluang bisnis dengan keuntungan besar bagi sebagian masyarakat. Belakangan ini banyak masyarakat yang membuat berbagai jenis usaha kecil-kecilan maupun menengah yang diharapkan dapat memberikan untung bagi pemiliknya. Namun banyak juga yang membuat usaha melalui jalur cepat/instan yang terkadang bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan yang ada. Hal ini terjadi karena dianggap dapat memberikan hasil yang menjanjikan dengan cara mudah tanpa harus melalui berbagai proses. Pertamini salah satunya, usaha BBM yang kini banyak dijadikan usaha kecil di beberapa daerah. Pertamini merupakan usaha milik warga yang berprofesi sebagai pedagang di warung kecil di pinggir jalan. Pertamini dianggap sebagai salah satu usaha yang melanggar hukum karena sudah menggunakan Nama milik PT. Pertamina tanpa izin.
Jika berbicara mengenai dunia perdagangan, maka erat juga kaitannya dengan Merek.4 Perlu diketahui bahwa nama perusahaan termasuk bagian dari Merek/Brand yang merupakan aset penting bagi para pengusaha. Merek memiliki banyak fungsi yaitu sebagai pelindung produk, pembeda produk dengan perusahaan lain, dan sebagai sarana untuk mempromosikan produk agar lebih dikenal publik. Jika berkaca pada perkembangan sejarah, berkembangnya hukum merek adalah pada abad XIX, yang bertujuan untuk mengatasi pelanggaran merek mengenai pemalsuan barang dan persaingan yang curang di dunia perdagangan.5 Pada umumnya perlindungan hukum terhadap Merek Terkenal dapat dibedakan ruang lingkupnya, yaitu di tatanan internasional dan nasional.6 Pengaturan mengenai perlindungan hukum merek terkenal di dunia Internasional diatur dalam Konvensi Paris dan TRIPs Agreement. Di Indonesia ketentuan mengenai merek sudah diatur di UU MIG. Pengertian dari Merek dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (1) UU MIG yaitu Merek dapat diartikan sebagai tanda seperti nama, gambar, logo, desain, simbol, atau kombinasi dari berbagai hal kreatif dalam bentuk 2 atau 3 dimensi yang digunakan oleh para pemilik merek terhadap barang dan jasa yang dihasilkan untuk diperjual belikan maupun untuk membedakan barang yang dihasilkan oleh pengusaha/pesaing lainnya. Pengertian dari merek terkenal adalah merek yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang sudah beredar luas di batas regional maupun di jenjang internasional, yang diikuti dengan bukti sah terdaftarnya merek tersebut di berbagai negara.7
Hak atas Merek adalah hak khusus yang negara berikan kepada pemilik merek untuk digunakan dan diperdagangkan oleh pemilik merek sendiri ataupun memberikan pihak lain untuk menggunakannya, dengan syarat harus ada perjanjian antara kedua belah pihak. Perlu diketahui bahwa Hak Merek dapat beralih atau dialihkan dengan berbagai proses, yaitu melalui proses pewarisan, wakaf, wasiat, hibah, perjanjian atau proses lainnya yang sesuai dengan undang-undang. Selain itu pemilik merek juga dapat memberikan lisensi kepada pihak lain dengan syarat sudah ada kontrak perjanjian lisensi yang di dalamnya berisi mengenai pemberian hak menggunakan merek, sehingga pihak yang diberikan Lisensi tersebut dapat menggunakan sebagian atau seluruh jenis barang dan jasa dengan syarat dan jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu merek terkenal membutuhkan perlindungan hukum bagi pemilik merek untuk mencegah terjadinya kejahatan atau pelanggaran atas Hak Merek sehingga menciptakan dunia perdagangan yang aman dan nyaman.
Perlindungan hukum merek terkenal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu, perlindungan hukum preventif dan represif.
-
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum preventif dilakukan dengan cara mencegah, mengurangi, atau menghapus segala tindakan kriminal atau hal yang tidak
diinginkan kedepannya, yang dapat mengancam perseorangan ataupun kelompok. Perlindungan hukum preventif untuk pemilik merek terkenal milik PT. Pertamina sudah diatur di dalam UU MIG pada pasal 2 ayat (3), di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa nama merupakan salah satu dari banyaknya jenis merek yang dilindungi. Negara Indonesia menganut sistem pendaftaran merek konstitutif yang di mana perlindungan atas merek tersebut didapatkan dengan cara mendaftarkannya terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang.8 Pendaftaran Merek dapat diajukan kepada Dirjen KI dengan syarat bahwa Merek tersebut memiliki pembeda yang cukup dan jelas.9 Tetapi Merek yang sudah terdaftar dapat dihapuskan apabila dalam penggunaannya bertolak belakang dengan ketentuan dalam undang-undang.10 Perlu diketahui juga bahwa Merek Terkenal akan tetap mendapatkan perlindungan hukum meskipun belum terdaftar karena Indonesia sudah mengikuti Konvensi Paris dan TRIPs Agreement.
Penolakan terhadap pendaftaran merek juga tercantum di pasal 21 ayat (1) huruf b dan c dan merupakan perlindungan hukum preventif terhadap merek terkenal. Perlu diketahui penolakan terhadap pendaftaran merek tersebut berlaku jika tidak adanya itikad baik dari pihak pendaftar yang akan mendaftarkan mereknya tersebut, karena pendaftar yang bukan pemilik dari Merek Terkenal hanya ingin memanfaatkan nama merek terkenal untuk melakukan promosi agar barang/jasanya banyak diminati masyarakat sehingga mendapatkan keuntungan banyak secara cuma-cuma. Maka dari itu Merek tidak dapat didaftarkan ketika pendaftar/pemohon tidak memiliki itikad baik.11
-
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan cara terakhir ketika cara preventif tidak berhasil dilakukan. Perlindungan represif dapat berupa denda, sanksi, penjara, perlindungan represif diberikan kepada seseorang yaitu pemilik merek ketika terjadinya pelanggaran hak atas merek. Perlindungan hukum represif dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gugatan perdata berupa denda atau ganti kerugian dan tuntutan pidana melalui aparat penegak hukum yang berwenang.12 Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan pembatalan pendaftaran merek jika ada pihak lain yang menggunakan mereknya tanpa izin.13
Pelaku pelanggaran atas merek terkenal berupa penggunaan atau pembajakan nama suatu barang atau jasa merupakan musuh besar bagi para pengusaha di dunia perdagangan karena dapat merusak reputasi dari suatu perusahaan yang bersangkutan.14 Maka dari itu peraturan yang mengatur tentang merek ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang efektif kepada PT. Pertamina jika terjadi pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak Pertamini, salah satunya berupa penjiplakan atau penggunaan nama yang sama milik PT. Pertamina. Pentingnya perlindungan hukum Merek Terkenal karena dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan di bidang perdagangan industri, sehingga dapat menciptakan rasa aman bagi para pelaku usaha di Indonesia.
-
3.2 . Akibat Hukum Terhadap Pertamini Yang Menggunakan Nama Milik PT.
Pertamina Tanpa Izin
Belakangan ini seringkali terjadi pelanggaran terhadap Merek Terkenal di Indonesia. Diketahui bahwa pelanggaran Merek dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu peniruan label/kemasan suatu produk, pembajakan, dan pemalsuan merek.15 Berbagai faktor menjadi penyebab terjadinya pelanggaran Merek yaitu kurangnya pemahaman masyarakat akan ketentuan-ketentuan yang berlaku ketika memasuki dunia perdagangan dan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan yang mengatur mengenai penggunaan Merek beserta sanksinya. Selain itu pelanggaran merek sering dilakukan hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan materiil dengan mudah tanpa memikirkan akibat yang mereka lakukan. Akibat dari pelanggaran merek salah satunya adalah kerugian yang diakibatkan dengan kualitas merek yang menurun. Maka dari itu, merek di dunia perdagangan memiliki peran yang sangat penting agar para pelaku usaha memiliki pegangan dan ciri khas terhadap usaha yang dimilikinya.
Pelanggaran Merek di Indonesia dapat dikategorikan sebagai kasus perdata dan pidana yang dimana di Indonesia pelanggarannya lebih fokus ke hukum pidana.
-
1. Kasus Perdata
Pada pasal 83 disebutkan bahwa Pemilik Merek terdaftar berhak mengajukan gugatan terhadap pelaku pelanggaran merek karena sudah menggunakan hak pemilik merek terdaftar tanpa izin, maupun yang memiliki persamaan ataupun keseluruhan pada barang atau jasa Merek Terkenal. Dalam kasus perdata, para pelanggar merek memiliki akibat hukum atas apa yang diperbuatnya, yaitu dapat dituntut untuk ganti rugi dan menghentikan semua perbuatan yang berkaitan dengan Merek Terkenal yang dianggap sebagai pelanggaran. Gugatan atau tuntutan perdata terebut bisa diajukan melalui Pengadilan niaga dengan didasarkan bukti dan keterangan yang kuat dan jelas. Pada gugatan perdata ini pemilik merek dapat meminta ganti kerugian kepada pihak yang telah melakukan pelanggaran terhadap mereknya, sebesar kerugian yang pemilik merek derita maupun melebihi dari kerugian yang dideritanya. Maka dari itu pemilik Merek yang merasa dirugikan harus melakukan pembuktian yang kuat dan jelas di Pengadilan.
-
2. Kasus Pidana
Dalam kasus pidana, akibat hukum dari Pertamini karena telah memperdagangkan atau menggunakan bagian tiruan dari Merek Terkenal tanpa izin dapat digolongkan sebagai pelanggaran merek yang memuat tentang sanksi pidana. Pemilik Merek yang merasa dirugikan dapat melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwenang, yaitu aparat kepolisian atau lebih tepatnya Penyidik Pejabat Polisi Negara Repubik Indonesia. Aparat kepolisian akan menangani dan memproses kasus pidana tersebut. Setelah proses penyidikan pihak yang tergugat (pihak yang menggunakan hak merek seseorang tanpa izin) akan dilakukan proses penuntutan di Pengadilan. Dan apabila terbukti bersalah, pelaku pelanggaran Merek akan dikenakan sanksi pidana sesuai dengan pasal 100 ayat (2) UU MIG yang menyebutkan bahwa pihak yang telah menggunakan bagian tiruan dari merek terdaftar milik orang lain dapat dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Perlu diketahui bahwa selain jalur di atas, terdapat berbagai cara lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa yang tercantum pada pasal 93 UU MIG. Cara lain tersebut dapat berupa alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, maupun jalur alternatif lainnya.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
-
4. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap Merek berupa nama perusahaan milik PT. Pertamina yang digunakan dan diperdagangkan tanpa izin oleh Pertamini sudah diatur di dalam pasal 2 ayat (3) UU MIG. Perlindungan hukum bagi pemilik merek terkenal dapat dibagi menjadi 2, yaitu dengan perlindungan hukum preventif dan represif. Salah satu perlindungan hukum preventif dilakukan dengan cara mendaftarkan merek kepada DJKI dengan syarat bahwa Merek tersebut memiliki pembeda yang cukup dan jelas. Perlindungan represif merupakan cara lain ketika perlindungan hukum preventif tidak berhasil, yaitu dapat berupa denda, sanksi kurungan penjara, maupun sanksi lainnya. Akibat hukum bagi pihak Pertamini karena telah menggunakan dan memperdagangkan merek terkenal milik PT. Pertamina dapat dituntut ganti kerugian (dalam kasus perdata), ganti rugi tersebut bisa sebesar kerugian yang pemilik merek terdaftar derita maupun melebihi dari kerugian yang dideritanya. Pertamini juga dapat digolongkan sebagai pelanggaran merek yang memuat sanksi pidana. Sebagaimana diatur pada pasal 100 ayat (2) UU MIG, disebutkan bahwa pihak yang telah menggunakan bagian tiruan dari merek terdaftar milik orang lain akan dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Selain jalur di atas, terdapat berbagai cara lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa yang tercantum pada pasal 93 UU MIG. Cara lain tersebut dapat berupa alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, maupun jalur alternatif lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Bambang, Sunggono. Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003).
Susanto, Anthon F. Penelitian Hukum Transformatif-Partisipatoris Fondasi Penelitian Kolaboratif dan Aplikasi Campuran Mix Method dalam Penelitian Hukum, (Malang: Setara Press, 2015).
Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas kekayaan intelektual, (Bandung: PT. Alumni, 2003).
JURNAL
Bafadhal, Thoyyibah. "Perlindungan Hukum terhadap Merek Terkenal di Indonesia." Undang: Jurnal Hukum 1, no. 1 (2018)
Disemadi, Hari Sutra, and Wiranto Mustamin. "Pembajakan Merek Dalam Tatanan Hukum Kekayaan Intelektual Di Indonesia." Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 6, no. 1 (2020)
Gultom, Meli Hertati. "Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Terdaftar Terhadap Pelanggaran Merek." Warta Dharmawangsa 56 (2018).
Mamahit, Jisia. "Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang Dan Jasa." Lex Privatum 1, no. 3 (2013).
Prasetya, I. Made Dwi, and I. Gede Putra Ariana. "Pengaturan Merek Produk Makanan (Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek)." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 1 (2019).
Riyasti, Ni Made Widiantari, and I. Made Subawa. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Pertamini Sebagai Penjual Bahan Bakar Minyak Eceran di Kota Denpasar." Kertha Semaya 4, no. 1 (2014).
Sanjaya, Putu Eka Krisna, and Dewa Gde Rudy. "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Terkenal Di Indonesia." Jurnal Kertha Semaya 6, no. 11 (2018).
Saraswati, Ida Ayu Kade Irsyanti Nadya, & Ibrahim R. " Pembatalan Merek Karena Adanya Kesamaan Konotasi Dengan Merek Lain Yang Telah Terdaftar." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum [Online] 7, no. 4 (2019).
Suherman, Suherman. "Itikad Baik Dalam Pendaftaran Merek Terkenal Di Indonesia." Jurnal Yuridis 5, no. 2 (2018).
Wijaya, Kadek Yoni Vemberia, and I. Gusti Ngurah Wairocana. "Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Merek." Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Kertha Semaya Hukum Udayana 6, no. 3 (201.8)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5953.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No.04 Tahun 2022, hlm. 779-787
Discussion and feedback