PERTANGGUNGJAWABAN BAGI PELAKU PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA DILIHAT DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
on
PERTANGGUNGJAWABAN BAGI PELAKU
PERDAGANGAN ORGAN TUBUH MANUSIA DILIHAT DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
Luh Putu Divani Anggarani Mulyawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Sagung Putri M.E. Purwani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2022.v11.i04.p7
ABSTRAK
Tujuan penelitian artikel ini dilakukan untuk dapat mengetahui dan juga memahami mengenai bagaimana suatu tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia bila dilihat dari perspektif hukum pidana yang berlaku serta bagaimana pertanggungjawaban dari pelaku perdagangan organ tubuh manusia. Penelitian artikel ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang dimana mengkaji dari penerapan norma serta kaidah hukum dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian, tindak pidana perdagangan organ merupakan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pengesahan Konvensi PBB yaitu UNTOC serta diatur dalam KUHP, UU No.21 Tahun 2007 mengenai tindak pidana perdagangan orang, Undang – Undang 36/2009 tentang kesehatan, Undang – Undang 35/2014 tentang perlindungan anak. Tindak pidana perdagangan organ tubuh merupakan hal yang dilarang oleh hukum, kegiatan transplantasi organ tubuh manusia tentu tidak seharusnya bertujuan untuk komersil melainkan bertujuan untuk kemanusiaan. Hukum di Indonesia sudah mengatur tentang perdagangan organ tubuh manusia, namun didalam beberapa peraturan perundang – undangan juga terjadi kekaburan norma.
Kata kunci: perdagangan organ tubuh manusia, transplantasi, eksploitasi
ABSTRACT
The purpose of this article research is to be able to find out and also understand how a criminal act of trafficking in human organs is seen from the perspective of the applicable criminal law and how the responsibility of the perpetrators of trafficking in human organs is. This article research uses a normative juridical approach which examines the application of norms and legal rules and statutory approaches. The results of the research that the crime of organ trafficking is an unlawful act regulated in the Ratification of the United Nations Convention, namely UNTOC and regulated in the Criminal Code, Law No. 21 of 2007 concerning the crime of trafficking in persons, Law 36/2009 on health, Law 35/2014 about child protection. The crime of trafficking in organs is prohibited by law, human organ transplant activities are certainly not supposed to be for commercial purposes but for humanity. Law in Indonesia already regulates the trade in human organs, but in some laws and regulations there is also a blurring of norms.
Keywords: human organ trafficking, transplantation, exploitation
-
I. Pendahuluan
-
1.1 Latar Belakang
-
Tindakan perdagangan organ tubuh manusia saat ini merupakan peristiwa dimana perlu mendapatkan perhatian lebih di Dunia terkhusus di Indonesia. sebagaimana diketahui bahwa perdagangan organ tubuh manusia ini memang perlu diperhatikan dan menjadi urgensi. Eksploitasi organ tubuh manusia merupakan bagian dari suatu tindak pidana perdagangan orang. Di Indonesia sendiri tercatat sejak tahun 2019 terdapat 318 kasus dan meningkat 400 kasus di tahun 2020 dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya.1 Menurut data yang masuk ke dalam Pengadilan Negeri Denpasar, terhitung sejak tahun 2016 hingga 2021
terdapat 8 kasus yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Denpasar. Perdagangan organ tubuh manusia ini meliputi organ jantung, ginjal, hati serta beberapa organ lainnya yaitu jaringan otot dan ligamen serta syaraf manusia yang dapat menjadi objek perdagangan organ. Pada umumnya, perdagangan organ tubuh manusia merupakan bagian dari transplantasi organ yang ilegal. Sedangkan transplantasi terbagi menjadi dua yaitu transplantasi organ yang ilegal dan legal. Transplantasi organ ilegal ini merupakan transplantasi organ tubuh yang dilakukan secara ilegal yang dimana organ tersebut diperjual belikan, Sedangkan transplantasi organ legal disini merupakan pendonoran organ yang diberikan oleh seorang pendonor kepada calon penerima donor dengan memperhatikan beberapa aspek yaitu kondisi kesehatan dan kelayakan fisik serta dari pendonor dengan rasa sukarela dan persetujuan antara pendonor dan keluarga calon penerima donor. Pada umumnya transplantasi organ dilakukan antar sesama keluarga yang memiliki ikatan kekerabatan dimana memperhatikan golongan darah yang sama serta kekebalan tubuh dan antibodi yang sama.
Seiring perkembangan jaman, tidak sedikit pihak – pihak yang menyalahgunakan mengenai transplantasi organ tubuh manusia ini menjadi suatu kejahatan dengan memperjual belikan yang dimana hal ini tentu dilarang oleh peraturan Perundang – Undangan dan juga hukum Internasional. Secara umum kejahatan perdagangan organ tubuh manusia dapat beresiko terhadap keselamatan pendonor dan juga beresiko terhadap calon yang diberikan donor karena tentu riskan terjadi kegagalan serta ketidakcocokan dari organ yang diterima pada saat proses penodnoran dan dapat membuat pendonor tidak dapat hidup normal. Pada umumnya perdagangan organ tubuh manusia biasanya mencakup dalam negeri hingga transnasional, dimana tentu harus diatasi dan ditangani secara bersama – sama antar negara. Perdagangan atau eksploitasi organ tubuh manusia atau enviromental crime melalui lintas negara atau transnasional dapat dilakukan secara online secara ilegal sehingga menarik perhatian khalayak serta mendorong negara lain di seluruh dunia untuk melakukan kerjasama dalam menangani dan mencegah adanya kejahatan pada tingkat bilateral, regional dan multilateral. 2
Tindakan eksploitasi organ tubuh manusia adalah suatu kejahatan yang tentu telah melanggar serta tidak sesuai apabila dilihat dari sudut pandang hukum serta melanggar hak asasi manusia. Tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia termasuk kedalam tindak pidana perdagangan orang dengan istilah lain yaitu human trafficking yang diatur juga didalam PBB. Perdagangan organ tubuh manusia ini merupakan suatu perbuatan eksploitasi terhadap organ yang tentu kegiatan berupa eksploitasi apapun dilarang oleh hukum. Kasus – kasus perdagangan organ tubuh manusia biasanya melibatkan anak – anak yang menjadi korban dan juga yang memiliki latar belakag mengenai faktor ekonomi yang terpaksa untuk menjualkan organnya agar dapat bertahan hidup.3
Berdasarkan penelitian yang ditulis oleh Ida Ayu Trisila Dewi, dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Penjualan Organ Tubuh Milik Pribadi yang menitikberatkan pada perumusan masalah dimana pada artikel terdahulu mengenai bagaimana konsep hak seseorang dalam penjualan organ tubuhnya sendiri serta bagaimana tinjauan yuridis terhadap penjualan organ tubuh milik pribadi. Dalam artikel ini, menitikberatkan pada pengaturan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia menurut hukum positif di
Indonesia dan transnasional, serta mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku perdagangan organ tubuh manusia menrurut peraturan perundang-undangan di Indonesia.
-
1.2 Rumusan Masalah
-
1.2.1 Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Hukum Positif Di Indonesia Dan Transnasional?
-
1.2.2 Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Melakukan Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Peraturan Perundang – Undangan di Indonesia?
-
-
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan jurnal diatas agar dapat mengetahui, mengkaji serta menganalisis mengenai bagaimana perngaturan mengenai tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia yang diatur menurut hukum positif di Indonesia dan transnasional itu berlaku dan agar mengatahui dan dapat mengerti mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang melakukan perdagangan organ tubuh manusia.
-
II. Metode Penelitian
Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang mengkaji mengenai penerapan kaidah serta norma dari hukum positif. Adanya kekaburan norma dalam melakukan kajian terhadap rumusan pasal – pasal di dalam peraturan perundang – undangan yang dimana terdapat pula penafsiran hukum didalamnya. Norma kabur merupakan keadaan dimana norma hukum sudah ada namun tidak memiliki arti yang jelas sehingga dapat menimbulkan multi tafsir dari adanya norma tersebut dan membuat norma tersebut kabur atau tidak jelas. Terdapat 3 sumber bahan hukum yaitu bahan hukum primer adalah bahan yang memiliki otoritas dimana tentu diutamakan di dalam suatu penulisan maupun penelitian dapat berupa peraturan perundang –undangan. Bahan hukum sekunder adalah berupa pendapat hukum atau doktrin ataupun teori – teori maupun konsep – konsep yang di dapat dari literatur buku. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang berisikan petunjuk dan juga penjelasan tambahan untuk dapat melengkapi bahan hukum lainnya.4 Adapun sumber baham hukum yang penulis gunakan didalam jurnal ini ialah bahan hukum berupa peraturanyang berkaitan dengan tema dalam jurnal, kemudian literatur serta jurnal maupun artikel yang terkait dengan topik pembahasan.
-
III. Hasil Dan Pembahasan
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Hukum Positif Indonesia Dan Transnasional
-
Tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia merupakan suatu hal yang tentu tidak dibenarkan dalam hukum positif maupun norma hukum yang ada di Indonesia. Namun tidak hanya di Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuat konvensi yaitu United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC). Dimana Indonesia adalah salah satu negara sebagai bagian dari anggota PBB yang sudah menyetujui atau meratifikasi
Konvensi tersebut dengan adanya UU No.5/2009 Mengenai Pengesahan Terhadap Konvensi UNTOC.5
Tindak pidana perdagangan organ ini merupakan bagian dari tindak pidana perdagangan orang serta termasuk kedalam pidana transnasional tergorganisasi berdasarkan Undang – Undang tersebut yang telah diratifikasi. Dimana Tindak pidana yang diratifikasi menurut Undang – Undang tesebut merupakan tindak pidana transnasional yaitu suatu tindak pidana dilingkup internasional yang tentu mengancam kehidupan serta kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia sehingga adanya peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut dalam upaya untuk mencegah serta memberantas tindak pidana yang terorganisasi. Pada konvensi yang telah diratifikasi menyebutkan bahwa pada umumnya suatu tindakan perdagangan organ merupakan suatu eksploitasi yang mencakup lingkup yang sangat luas hingga lintas negara dengan persiapan, perencanaan, dan pengendalian yang sudah terorganisir dari suatu wilayah dengan wilayah negara lainnya yang tentu melibatkan suatu kelompok atau komunitas dari pelaku tindak pidana yang melakukan eksploitasi organ tubuh manusia dimana kejahatan tersebut juga ditimbulkan dan dirasakan juga di berbagai negara.
Di dalam ketentuan mengenai tindak pidana yang telah diatur di dalam konvensi UNTOC dapat mengikat bagi setiap negara yang turut serta melakukan ratifikasi atas konvensi – konvensi tersebut serta membuat perngaturan lebih lanjut mengenai adanya aturan tentang tindak pidana transnasional kedalam peraturan perundang – undangan nasional, maka substansi di dalam konvensi tersebut dapat diimplementasikan atau diterapkan ke wilayah negaranya masing - masing. Kemudian Konvensi UNTOC menjadi salah satu dasar pertimbangan negara – negara untuk mengatur mengenai tindak pidana transnasional yang di dalam konvensi tersebut belum mengatur secara lebih terperinci mengenai hal tersebut, sehinga negara – negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut dapat membuat pengaturan yang lebih terperinci dan keseluruhan mengenai tindak pidana transnasional dan juga termasuk kedalamnya yaitu tindak pidana perdagangan organ tubuh.6
Suatu tindak perdagangan maupun jual beli organ ataupun jaringan yang ada di dalam tubuh anak dalam bentuk menjual atau memasarkan yang dapat membahayakan nyawa seseorang dapat dikenakan pidana penjara lima belas tahun. Maka penafsiran dalam substansi mengenai Pasal 204 KUHP tersebut ialah bahwa bila seseorang melakukan perbuatan – perbuatan yang melawan hukum menurut pasal tersebut dimana dengan tegas bahwa menawarkan, memasarkan dan menjual suatu hal yang dapat membahayakan nyawa seseorang maka dapat dikenakan Pasal 204 KUHP.7 Adanya kekaburan norma di dalam Pasal 204 KUHP hanya menyebutkan secara umum, dalam KUHP tidak menyebutkan secara terperinci mengenai eksploitasi organ tubuh manusia itu sendiri, sehingga apabila ditinjau hanya melalui KUHP tidak akan menemukan hal yang mengatur mengenai perdagangan organ, namun di dalam Pasal 204 ini sudah menyatakan apabila membahayakan nyawa maupun kesehatan orang lain akan dapat dikenakan pidana, hal ini dapat berikatan dengan tindakan perdagangan organ karena organ tubuh manusia adalah bagian dari kesehatan dan nyawa seseorang.
Di Indonesia mengenai tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia diatur di dalam UU No.21/2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. dimana perdagangan organ tubuh manusia merupakan kegiatan eksploitasi yang tentu tidak diperbolehkan oleh hukum
positif di Indonesia. Disebutkan pada Pasal 1 ayat (1) bahwa perdagangan atau eksploitasi orang yaitu tindakan untuk pemindahan, maupun penerimaan yang dengan menggunakan ancaman kekerasan, kemudian penipuan serta penyalahgunaan dan memanfaatkan yang bertujuan untuk eksploitasi dan juga mengakibatkan orang tereksploitasi dalam hal ini penjual dan pembeli dalam kegiatan perdagangan. Sehingga pengertian mengenai perdagangan diisni adalah suatu hal yang diperjual belikan yang bertujuan untuk eksploitasi sesuatu. Dalam hal eksploitasi diatur pada pasal 1 ayat (7) tindakan eksploitasi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan tidak adanya persetujuan dari pihak korban yang dapat mencakup berbagai hal termasuk secara tindakan melawan hukum dalam memindahkan organ atau jarinagn tubuh atau juga untuk memanfaatkan dalam mendapatkan keuntungan secara materiil dan immateriil.8 Sehingga didalam pasal tersebut adanya kekaburan norma hukum mengenai keuntungan materiil dan imateriil yang dimaksud. Menurut penafsiran hukum sistematis dan gramatikal bahwa keuntungan materiil dapat berupa keuntungan komersil baik secara mendapatkan uang dari adanya tindak pidana perdagangan organ tersebut. Kemudian keuntungan immateriil yang dimaksud disini dapat berupa keuntungan atas manfaat yang diterima kemudian hari, seperti dilakukannya perdagangan organ tubuh tersebut dapat memberikan keuntungan kepada pembeli organ dengan memanfaatkan organ tersebut untuk digunakan di dalam tubuhnya dan memberikan manfaat untuk tubuhnya. Kemudian perdagangan organ maupun eksploitasi transplantasi organ manusia telah diatur di dalam UU No.21/ 2007 mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang namun tentu belum diatur secara merinci mengenai hal tersebut.
Selain itu, tindakan tersebut diatur juga didalam UU No.36/2009 mengenai Kesehatan seperti kita ketahui, bahwa tindakan berupa segala jenis eksploitasi merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan dalam hukum di dalam Undang – Undang kesehatan dimana apabila terjadi praktek jual beli maupun eksploitasi orang maupun organ tubuh manusia sudah termasuk kedalam unsur komersil, dimana praktek – praktek di dalam kesehatan dilarang untuk diperjual belikan ataupun demi tujuan – tujuan komersil kecuali untuk tujuan kemanusiaan seperti disebutkan dalam Pasal 64 ayat (2) Undang – Undang Kesehatan.9 Adanya kekaburan norma menurut Pasal 64 ayat (2) dimana tujuan – tujuan komersil disini dapat dilihat dari keuntungan materiil dan immateriil dari tindakan tersebut yang menimbulkan keuntungan seperti yang diatur pada Pasal 1 ayat (7) UU No.21/2007 mengenai perdagangan orang. Kemudian tujuan kemanusiaan disini yaitu dengan adanya perjanjian dan adanya persetujuan yang bertujuan untuk kelangsungan hidup seseorang atau nyawa seseorang dan juga sesuai dengan prosedur seperti diatur dalam Pasal 65 UU Kesehatan yaitu transplantasi organ tubuh manusia juga tidak untuk sembarang dilakukan oleh siapapun, melainkan hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya yang berkopeten dalam bidang tersebut dan juga apabila pengambilan jaringan maupun organ tubuh manusia tersebut harus memperhatikan kondisi serta kesehatan dari pendonor dan juga mendapatkan persetujuan dari pendonor serta keluarganya serta tidak adanya unsur eksploitasi menurut pasal tersebut.10
Serta pada ayat (3) di dalam Pasal 64 mejelaskan organ maupun jaringan yang ada di dalam tubuh tersebut dilarang untuk di eksploitasi maupun dikomersilkan atau diperdagangkan dengan dalih atau alasan apapun. Dalam hal ini apabila dilihat dari penafsiram hukum yaitu
gramatikal hukum, maka dalih menurut KBBI dapat di definisikan sebagai alasan untuk membenakan suatu perbuatan. Sehingga alasan apapun untuk membenarkan suatu perbuatan yang tentu dilarang menurut ketentuan pasal tersebut tidak diperbolehkan termasuk perdagangan organ. Akan menjadi suatu hal yang miris bila tujuan dari transplantasi organ tubuh untuk dapat menyembuhkan dengan tujuan kemanusiaan apabila di perjual belikan demi keuntungan pribadi.
Kemudian menurut Pasal 47 ayat (1) UU No.35/2014 mengenai perlindungan anak menyatakan secara tegas yaitu bahwa seluruh elemen masyarakat dari negara, pemerintah serta orang tua berperan untuk melindungi anak dari segala bentuk transplantasi untuk di eksploitasikan organ tubuhnya maupun jaringan tubuhnya agar tidak di salah gunakan maupun di eksploitasi. Menurut pasal tersebut sudah sangat jelas dimana kegiatan eksploitasi organ tubuh anak dilarang dilakukan dan dilindungi dari adanya tindakan eksploitasi organ tubuh anakmenurut pasal tersebut.
Selanjutnya diatur dalam PP No. 18/1981 Tentang Bedah Mayat menyatakan dengan jelas dan tegas disebutkan bahwa kegiatan transplantasi maupun pendonoran organ maupun jaringan tubuh manusia dilarang untuk diperjual belikan dan juga dilarang menerima maupun mengirim jaringan atau organ dalam bentuk apapun dari dalam negeri maupun luar negeri.11 Maka dalam hal ini perhatian pengaturan hukum positif di Indonesia sudah mengatur mengenai perdagangan atau eksploitasi organ tubuh sesuai dengan ketentuan – ketentuan mengenai konvensi yang telah diratifikasi dan di kembangkan lagi sehingga menimbulkan Undang – Undang yang di dalamnya mengatur mengenai perdagangan organ tubuh manusia.
-
3.2 Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Peraturan Perundang – Undangan
Tindakan perdagangan organ tubuh merupakan suatu perbuatan yang sudah diatur di dalam peraturan di Indonesia menurut UU Kesehatan dan juga UU Tentang Perlindungan Anak, selain itu juga terdapat di dalam peraturan – peraturan lainnya. Sehingga dalam hal ini tindakan perdagangan organ tubuh manusia merupakan kegiatan dilarang secara hukum di sebutkan dengan tegas bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang akan dapat dikenakan sanksi pidana apabila melakukannya. Pertanggungjawaban pidana perlu dilakukan apabila sesorang telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat merugikan orang lain sehingga orang tersebut wajib untu bertanggungjawab atas perbuatannya. Pelaku perdagangan organ tubuh manusia ini dapat bertanggungjawab atas perbuatannya dimana pelaku dikatakan cakap hukum. Pertanggung jawaban disini memiliki unsur kemampuan seseorang dalam bertanggung jawab, adanya perbuatan melawan hukum yang berupa kesengajaan maupun kealpaan, kemudian tidak ada alasan pemaaf. Kecuali yang disebutkan dalam Pasal 44 KUHP yaitu bahwa orang yang tidak waras tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dimana karena psikis tersangka yang menyebabkan tidak dapat dipidananya seseorang. 12
Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana perdagangan organ diatur didalam Undang – Undang Kesehatan yaitu pasal 192 dimana siapapun yang menjual serta membeli organ ataupun jaringan di dalam tubuh yang bertujuan untuk apapun, seperti yang dimaksudan didalam Pasal 64 ayat (3) dapat dikenakan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun serta pidana denda satu miliar rupiah. Penafsiran menurut pasal ini yaitu yang dimaksud dengan tujuan apapun dalam pasal tersebut yaitu tujuan komersil dengan memperoleh keuntungan
materiil. Dalam hal ini pelaku perdagangan organ tubuh manusia yang dapat dikenakan Pasal 192 yaitu orang atau perseorangan yang cakap hukum, yang dimaksud dengan cakap hukum disini yaitu kecakapan atau kemampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum maka dari perbuatan hukum tersebut harus mampu mempertanggungjawabkan akibat hukumnya. Pasal 85 Undang – Undang Perlindungan Anak bahwa orang yang melaksanakan tindakan eksploitasi organ ataupun jaringan yang ada di dalam tubuh pada anak dapat dikenakan pidana penjara maksimal 15 tahun atau denda sebanyak tiga ratus juta rupiah. Dalam Pasal tersebut terdapat norma kabur yaitu jual beli, dimana menurut penafsiran hukum penulis, konteks jual beli disini yaitu pelaku yang menjual organ tubuh dapat dikenai pidana menurut Pasal 85 UU Perlindungan anak, dan apabila yang membeli organ tubuh tersbut juga dapat dikenakan ancaman pidana menurut pasal tersebut. Tindakan eksploitasi organ merupakan suatu kegiatan yang ilegal dan tidak dibenarkan oleh hukum apabila bertujuan untuk memperoleh keuntungan materiil. Selanjutnya pada Pasal 85 ayat (2) bahwa orang yang mengambil jaringan atau organ tubuh anak dimana tidak memperhatikan keadaan, kondisi serta kesehatan dari anak tersebut dan juga tanpa seizin orang tuanya maka dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda sebanyak dua ratus juta rupiah. kemudian pada Pasal 85 UU Perlindungan Anak ini yang mengkhusus bagi pelaku perdagangan organ tubuh pada anak.
Pelaku perdagangan organ tubuh manusia bukan hanya seorang atau perorangan saja namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut dilakukan oleh korporasi atau badan hukum. Bagi pelaku yang melakukan kegiatan eksploitasi organ yang dilakukan oleh korporasi diatur didalam Pasal 201 UU Kesehatan menyatakan bahwa suatu perbuatan atau tindakan yang dimana dilaksanakan oleh korporasi dapat dikenakan sanksi penjara dan denda dengan adanya pemberatan 3 kali daripada pidana denda yang diatur dalam Pasal 192. Kemudian dalam ayat (2) yaitu selain dijatuhi pidana berupa denda, juga korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa dicabutnya perijinan, serta status badan hukum. Selain itu, diatur juga di dalam UU Perlindungan Anak dalam Pasal 90 bahwa sebagaimana seperti yang dimaksud didalam Pasal 85 yang dilakuka oleh korporasi, sehingga penjatuhan hukuman diberikan kepada pengurus atau korporasinya. Dimana penjatuhan hukuman yang diberikan kepada korporasi yaitu denda dengan tambahan 1/3 pidana denda.13 Sehingga disini korporasi juga dapat dipertanggungjawabkan, namun pertanggungjawabannya yang berbeda dimana korporasi hanya dapat dikenakan pidana denda, sedangkan pengurus korporasi yang dapat dikenakan pidana penjara.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
-
4. Kesimpulan
Tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia bisa terjadi kepada siapa saja, baik pelaku maupun korban dapat berpotensi dilakukan oleh semua orang, anak – anak juga dapat menjadi korban. Sehingga perlu adanya peraturan – peraturan yang dapat mengatur mengenai perbuatan yang dikatakan ilegal apabila dilihat dari tujuan dilakukannya perbuatan tersebut yaitu untuk komersil. Lain halnya bila dilakukan memang dengan sukarela dan dengan adanya persetujuan di dalamnya dan dilakukan oleh orang ahli di bidang kesehatan serta bertujuan murni untuk membantu dan tidak adanya unsur komersil di dalamnya. Tindakan perdagangan atau eksploitasi merupakan tindakan yang dilarang oleh hukum pidana transnasional yaitu UNTOC yang dimana di dalam konvensi– konvensinya mengatur mengenai perbuatan pidana transnasional. Indonesia sudah melakukan ratifikasi terhadap konvensi tersebut dan menuangkannya serta mengembangkannya ke dalam UU No. 5/2009 mengenai Pengesahan tentang menentang adanya tindak pidana transnasional yang terorganisir serta terdapat pula peraturan
perundang–undangan lainnya yang juga mengatur mengenai perbuatan pidana perdagangan organ tubuh manusia. Pertanggungjawaban perbuatan perdagangan organ juga telah diatur didalam peraturan yang ada mulai dari orang pribadi hingga korporasi yang berpotensi menjadi pelaku dari tindak pidana perdagangan organ itu sendiri. Menurut penulis, pada peraturan yang ada dan berlaku di Indonesia sudah mengatur, namun beberapa dalam hal tersebut terdapat kekaburan norma yang perlu diperjelas di dalam peraturan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Afriko, Joni. "Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya)." Bogor: In Media (2016).
Ali, Zainuddin. Metode penelitian hukum. Sinar Grafika, 2021
JURNAL
Gani, Ruslan Abdul. "Perdagangan Organ Tubuh Manusia Dilihat Dari Perspektif UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Dan Menurut Hukum Islam." (2015): 37-52.
Laki, Yesenia Amerelda. "Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia Menurut Ketentuan Hukum Positif Indonesia." Lex et Societatis 3, no. 9 (2015).
Mahasena, Adhyaksa. "Pertanggung Jawaban Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh Manusia." Jurnal Magister Hukum Udayana 7, no. 1 (2018).
Mosa, Ansella Rambu. "Jual/beli Organ Tubuh Manusia Menurut Perspektif Kejahatan Lintas Negara (Konsistensi United Nations Convention Against Transnational Organized Crime Dengan Hukum Pidana Positif Indonesia)." PhD diss., Brawijaya University.
Paminto, Saptaning Ruju. "Dehumanisasi Penjualan Organ Tubuh Manusia Berdasarkan Hukum Positif." Jurnal wawasan yuridika 1, no. 2 (2017): 174-190.
Putra, Frengky Andri. "Analisis Yuridis Perundang-undangan Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh untuk Kepentingan Transplantasi Organ Ginjal (Studi Perbandingan antara Indonesia dengan Philipina)." PhD diss., Brawijaya University, 2013.
Sakti, Rizky Wira. "TINDAK PIDANA TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MANUSIA DITINJAU DARI UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN." LEX CRIMEN 7, no. 10 (2019).
WEBSITE
CNN.2018. Ketahui tentang Penjualan Organ Tubuh Manusia. available on https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20180115100230-445-268830/ketahui-tentang-penjualan-organ-tubuh-manusia Diakses pada 25 September 2021 pukul 20.00 WITA.
Kompas Pedia. 2021. Data dan Fakta Perdagangan Orang di Indonesia. available on https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/data-dan-fakta-perdagangan-orang-di-indonesia diakses pada 25 September 2021 pukul 19.00 WITA
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa – Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Tergorganisir (UNTOC)
Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
Jurnal Kertha Wicara Vol. 11 No.04 Tahun 2022. hlm 771-778
Discussion and feedback