IMPLEMENTASI UU ITE DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN SAAT MELAKUKAN PEMBELIAN DI INSTAGRAM

I Dewa Ayu Sutji Silka Risnatari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : dewaayu210@gmail.com

Anak Agung Istri Ari Atu Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : ari_atudewi@unud.ac.id

DOI : KW.2022.v11.i02.p020

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk menganalisa penerapan dari “UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)” dalam perlindungan konsumen saat melakukan aktivitas jual-beli di media social Instagram. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan objek menggunakan ketentuan hukum normative (undang-undang) serta implementasi pada peristiwa hukum yang terdapat dimasyarakat dengan teori prakteknya pada masyarakat menggunakan pendekataan fakta (The Fact Approach). Hasil dari studi ini adalah di Indonesia sudah mengatur Perlindungan Konsumen yaitu “UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”. Serta sanksi yang diberikan bagi yang menyalah gunakan transaksi elektronik sesuai dengan “UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik” terdapat pada pasal 45A ayat 1. “Pasal 4 UUPK” menyebutkan bahwa adanya hak konsumen dan kewajiban bagi pelaku usaha sesuai dengan “Pasal 7 UUPK” dan mengenai “Pasal 8 UUPK” mengatur mengenai larangan pelaku usaha dalam melakukan penjualan barang/jasa yang tidak selaras pada perjanjian yang di nyatakan. Fakta yang tersering terjadi di Instagram konsumen melarikan diri setelah memesan barang. Bila pelaku dari usaha tidak melakukan kewajiban, pelaku usaha bisa dipidana sesuai dengan “Pasal 62 UUPK”. Dokumen elektronik bisa diklaim menjadi alat bukti elektronik demi menghindari adanya penggunaan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kata Kunci : UU ITE, Perlindungan Konsumen, E-commerce, Instagram

ABSTRACT

The study aimed to analyze the implementation of "Law No. 19 of 2016 on Amendments to Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions (UU ITE)" in the protection of consumers when conducting buying and selling activities on Instagram social media. This writing used empirical legal research methods with objects using normative legal provisions (laws) and implementation of legal events contained in the community with the theory of practice in the community using the truth (The Fact Approach). The indicated that in Indonesia has regulated Consumer Protection, namely "Law No.8 of 1999 on Consumer Protection". As well as sanctions given for those who misuse the use of electronic transactions in accordance with "Law No. 19 of 2016 on Amendments to Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions" is contained in article 45A paragraph 1. "Article 4 UUPK" states that there are consumer rights and obligations for business actors in accordance with "Article 7 UUPK" and regarding "Article 8 UUPK" regulates the prohibition of business actors in selling goods / services that are not in line with the stated agreements. The most common fact on Instagram is that consumers run away after ordering an item. If the business actor does not perform the obligation, the business actor can be punished in accordance with "Article 62 UUPK". Electronic documents can be claimed to be electronic evidence tools to avoid the use of irresponsible parties.

Keywords: UU ITE, Consumer Protection, E-commerce, Instagram

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang individu dan mempunyai kehidupan yang menyendiri tetapi yang kita ketahui bahwa sebagai manusia tidak akan dapat terlepas dari yang namanya kehidupan bermasyarakat. Seorang individu manusia tidak akan dapat melakukan sesuatu yang diinginkan hanya dalam sendiri.1 Dimasa sekarang ini perkembangan teknologi yang semakin modern dan canggih adalah penyebab adanya perubahan dikehidupan sehari-hari. Perkembangan internet dan media sosial tentunya baik secara langsung maupun tidak berdampak yang cukup signifikan atau dengan kata lain cukup berpengaruh baik dari segala aspek kehidupan masyarakat, dan tidak hanya masyarakat tertentu saja melainkan berdampak pada seluruh msyarakat di dunia, karena perkembangan internet dan media sosial ini memang perkembangan teknologi yang sedang mendunia. Berbagai bentuk interaksi yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memprosesnya dengan perkembangan yang ada saat ini semua dapat terselesaikan dengan butuh satu ketukan jari saja.

Kehidupan masyarakat tidaklah dapat dipisahkan dari yang namanya internet, karena perkembangan kehidupan dari segi teknologi dan informasi sangat berkembang begitu cepat. Segala kemudahan yang ada dapat diakses dapat dinikmati, tidak perlu membuang-buang waktu dan tenaga. Semua proses yang sangat instan menjadi andalan utama pada zaman sekarang ini yang kita tahu bawasanya serba digital. Untuk saat ini yang kita ketahui bahwa masyarakat hidup dimasa yang memiliki sifat dan pola berpikir yang dituntut akan yang lebih maju. Perkembangan yang sangat jelas terdapat pada perkembangan sebuah ekonomi, hadirnya wadah untuk berbisnis baru dengan menggunakan internet yang saat ini tidak asing dikenal dengan sebutan electronic commerce atau sering disingkat dengan kata E-Commerce. Bagi pengguna teknologi lebih menyukai cara yang sangat praktis yang menjadikan terciptanya E- Commerce atau sering disebut dengan nama bisnis online.

E-Commerce merupakan panggilan bagi segala suatu aktivitas yang berhubungan dengan transaksi yang dilaksanakan dengan menggunakan jaringan internet. Toko online memiliki banyak keuntungan bagi seseorang yang sebagai pelaku bisnis. Adapun sistem dari E- Commerce adalah sebagai penyedia jasa, layanan, dll untuk memasarkan komoditi yang di miliki dengan menggunakan cara memasukannya ke platform E-Commerce yang ada. Dan langkah selanjutnya konsumen bisa dengan cara mencari jasa, layanan, dll yang seuai dengan keperluan yang dibutuhkan. Toko Online dalam melakukan transaksi jual beli tidak melakukan adanya pertemuan langsung antara pelaku usaha dengan pembeli. Pada saat melakukan transaksi media yang digunakan ada facebook, whatsapp dan yang paling terkenal digunakan disaat zaman teknologi seperti ini ada Instagram. Transaksi lewat media social Instagram ini menjadi solusi yang sangat diminati masyarakat, pasalnya melakukan transaksi di Instagram sungguh gampang untuk memasukan foto yang mau di unggah, karena pada dasarnya aplikasi media social Instagram sebagai pelaku

usaha bisa menunjukan barang kepada konsumen melalui online bahkan dengan menggunakan cara menunjukan foto atau video.

Dikarenakan dizaman sekarang ini sistem transaksi menjadi sangat mudah maka dari itu tidak luput dari akan adanya resiko yang bermunculan dari transaksi tersebut. Pada dasarnya sistem jual beli dilakukan dengan ketemu satu sama lain, tetapi lain halnya dengan transaksi yang jual beli yang dilakukan dimedia Instagram ini dilakukan tanpa adanya pertemuan antara para pihak. Pembeli dan penjual melakukan transaksi berdasarkan rasa kepercayaan satu dengan lainnya, transaksi jual beli online dimedia Instagram tidak lepas dari yang namanya perjanjian. Pada kondisi yang ini pasti akan memicu adanya berbagai akibat dari hukum dengan resiko yang ada, contohnya akan muncul permasalahan wanprestasi yakni antara satu pihak dalam transaksi tersebut dan bagimana pertanggung jawabannya dan masalah yang muncul lainnya semacam tidak ada suatu kewajiban dari seorang penjual untuk menyampaikan pemberitahuan kepada pembeli.

Supaya meminimalisir sebuah masalah yang timbul dalam transaksi online jual beli pada media social Instagram maka perlunya ada yang mengikat tentang perlindungan terhadap konsumen. Di Indonesia sudah ada peraturan tentang perlindungan konsumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK). Pemerintah turun untuk memberikan sarana untuk memecahkan berbagai permasalahan social yang tegas dengan cara memberikan sanksi bagi yang melakukan penyelewengan transaksi elektronik sesuai pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, peraturan ini bisa dibilang sebagai bukti dari sebuah tanggung jawab negara yang diberikan kepada masyarakat Indonesia untuk memberikan sebuah bentuk perlindungan yang sangat maksimal kepada semua kegiatan yang manfaatkan teknologi dan komunikasi di Indonesia supaya dilindungi dengan bijak dari potensi penyelewengan teknologi dan sudah tercantum di dalam undang-undang. Baik yang sudah dipaparkan diatas di Indonesia mengatur mengenai undang-undang perlindungan konsumen dan ITE untuk melakuka transaksi jual beli online di media sosial tetapi fakta yang ada dilapangan adanya kesenjangan yang terjadi yaitu masih banyaknya ada pelaku usaha atau konsumen yang tidak mengtahui terhadap pengaturan mengenai transaksi jual beli tersebut mulai dari hak-hak, kewajiban hingga sanksi yang didapatkan.

Adapun pengaturan mengenai penggunaaan media social di Indonesia ini termasuk di dalamnya mengenai hal jual beli melalui media social, karena seperti yang kita ketahui pada umumnya terdapat banyak transaksi yang dilakukan melalui secara online lewat media social. Sampai saat ini transaksi di media social Instagram memang sedang banyak diminati oleh masyarakat khususnya untuk kalangan perempuan yang latar belakangnya sangat menyukai belanja dengan unsur kepraktisan. Tetapi walaupun sudah ada yang mengatur mengenai peraturan perundang-undangan tersebut tetapi realitanya di masyarakat masih ada ditemukan persoalan dalam berjualan khususnya jual beli melalui media social Instagram. Persoalan yang sering muncul mulai dari masalah penipuan, barang rusak, hingga wanprestasi. Sesuai pada kebijakan hukum yang berada di Indonesia, gugatan perdata boleh dilangsungkan apabila terjadi wanprestasi atau suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Hal ini diatur pada sebuah ketentuan Buku III KUH Perdata Pasal 1234 dan Pasal 1365. Bila pembeli menemukan sesuatu kerugian dari transaksi jual beli secara online maka gugatannya termasuk wanprestasi karena pelaku usaha yang melanggar suatu kewajiban di dalam kontrak elektronik yang telah disepakati atau disetujui dan

menimbulkan kerugian yang dialami oleh konsumen.2 Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilakukan sebuah penelitian yang berjudul “IMPLEMENTASI UU ITE DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN SAAT MELAKUKAN PEMBELIAN DI INSTAGRAM”

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah pengaturan terhadap perlindungan konsumen pada saat melakukan transaksi jual beli secara online di media social Instagram?

  • 2.    Bagaimana implementasi UU ITE terhadap proses transaksi online jual beli di media social Instagram?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Adapaun tujuan penulisannya adalah untuk mencari tahu mengenai perlindungan konsumen dalam transaksi online di media Instagram dan penerapan UU ITE di Instagram saat konsumen melakukan proses transaksi jual-beli.

  • II.    Metode Penelitian

Metode ini memakai metode penelitian hukum empiris menggunakan objek kajian membandingkan suatu ketetuan hukum normative UU dan dengan menggunakan penerapaanya pada saat kejadian hukum yang terjadi dimasyarakat dengan teori prakteknya dalam masyarakat mengguankan pendekataan fakta (The Fact Approach) artinya menggunakan suatu pendekatan ini melihat fakta yang ada di lingkungan masyarakat dan setelah itu dapat dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan.3

  • III.    Hasil dan Pembahasan

  • 3.1    Pengaturan Terhadap Perlindungan Konsumen Pada Saat Melakukan Transaksi Jual Beli Secara Online di Media Sosial Instagram

Di era globalisai seperti saat ini membuat kemajuan teknologi yang sangat canggih, dan dengan adanya dukung dari aplikasi yang mempermudahkan orangorang berbicara dengan jarak jauh. Adapun dampak positif yang kita dapatkan dengan berkembang pesatnya kemajuan teknologi adalah penjual toko online dengan sangat gampang dapat menawarkan sebuah barang yang dijual kepada konsumen hanya dengan cara mempromosikannya melalui mengungah foto ataupun video . Transaksi elektronik (e-commerce) untuk saat ini bisa di bilang maju di kalangan masyarakat. Ecommerce merupakan sesuatu transaksi perdagangan menggunakan media elektronik. Seperti yang sudah lumrah terjadi bahwa sebagai pelaku usaha toko online dengan konsumen tidak bertemu secara langsung bertatap muka maka dari itu hal ini yang

membuat penyebab sesuatu kejadian yang baik ataupun buruk bisa terjadi didalam melakukan transaksi secara online tersebut.4

Dalam Pasal 1 ayat (1) (UUPK) menyatakan pengertian dari perlindungan konsumen ialah “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”. Dalam melakukan sebuah perdagangan yang setidaknya dibutuhkan dua pihak yang melakukan, pihak pertama sebagai penyelenggara perdagangan dan pihak kedua sebagai para pengguna barang. Sebelum masuk lebih lanjut terkait ketentuan UUPK ada beberapa istilah yang sering terdengar mengenai konsumen. Konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang dan atau jasa yang tujuan untuk kebutuhannya sendiri, keluarga dan tidak untuk memproduksi untuk dijual kembali, adanya transaksi konsumen maksudnya yaitu adanya proses terjadinya peralihan pemilik/penikmat barang atau jasa dari penyedia barang atau penyelenggara jasa kepada konsumen.5 Perlindungan konsumen memiliki istilah yang sangat berkaitan dengan sebuah perlindungan hukum, maka dari itu suatu perlindungan konsumen mengandung sebuah aspek hukum.6 Perlindungan hukum yang ada hukum terhubungan mengenai hak dan kewajiban manusia.7 Bentuk dari sebuah perlindungan hukum untuk konsumen dalam bertransaksi elektronik yaitu sebagai berikut ;

  • 1.    Pasal 4 UUPK mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen

“Hak untuk memilih barang dan / atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi dan / penggantian, apabila barang dan / atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dll”

  • 2.    Pasal 7 UUPK mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha

“Memberikan infomasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan / atau jasa yang diteima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian dll”

  • 3.    Pasal 8 UUPK mengatur yang di larang bagi pelaku usaha

“Untuk memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang di nyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi perjualan barang dan / atau jasa tersebut”

Seperti yang diketahui di dalam UUPK tidak menjelaskan secara nyata mengenai hak kenyamanan konsumen. Jika sebagai pelaku usaha tidak mejalankan suatu kewajibannya, maka hal ini sebagai pelaku usaha dapat dipidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni pada pasal 62 UUPK yang berbunyi: “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).”

Terkait hal ini merupakan sebuah wujud nyata dari perlindungan terhafap hukum yang diberikan kepada konsumen dalam bertransaksi jual beli secara elektronik melalui media social Instagram. Pada saat melakukan transaksi elektronik yang dapat disebut sebagai subjek hukum yakni pelaku usaha dan konsumen yang melakukan transaksi jual beli secara online melalui teknologi informasi yaitu internet dan ini termasuk kedalam melahirkan sebuah perjanjian. Didalam sebuah perjanjian yang berhubungan dengan dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti elektronik hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kejadian penyalah gunaan atau permasalahan dari pihak yang tidak mau dimintai sebuah bertanggung jawab yang termasuk dalam golongan kejahatan pada saat sedang melakukan transaksi elektronik. Oleh sebab itu maka dibutuhkannya sebuah perlindungan hukum bagi para subjek hukum yang melakukan transaksi jual beli secara elektronik.

Pada sebuah perjanjian sebagai pelaku usaha yang bertugas membuatkan isi dari dokumen elektronik yang beisikan adanya aturan atau kondisi yang harus disetujui oleh pihak konsumen. Peraturan itu di gunakankan sebaik mungkin dan termasuk kedalam bentuk perlindungan hukum bagi kedua belah pihak. Bentuk perlindungan hukum yaitu sebagai berikut ;

  • A.    Bagi pelaku usaha lebih menekankan dalam hal pembayaran, yang dimana artinya sebagai konsumen harus membayarkan penuh atau dalam artian lunas dan setelah itu melakukan konfirmasi terhadap pembayaran dan selanjutnya baru barang siap untuk dikirimkan.

  • B.    Bagi konsumen lebih menekankan pada garansi sebagai pengembalian/penukaran sebuah barang jika konsumen mendapatkan barang yang cacat ataupun tidak sesuai dengan apa yang dipesankan atau tidak sesuai dengan gambar yang di promosikan.

Dizaman seperti ini diketahui beraneka ragam konsumen terkait hak yang tidak dihiraukan oleh para pelaku usaha hal ini membuat konsumen merasakan akan dirugikan. Berkaitannya dengan perubahan teknologi yang ada sekarang ini dimana barang maupun jasa diperjual belikan kepada konsumen tanpa ada halangan yang dinamakan batasan suatu wilayah, oleh sebab itu maka hal ini yang membuat tekad bahwa pelindungan konsumen menjadi hal sangat penting dan menarik untuk diteliti. Disini baik sebagai konsumen atau bagi pelaku usaha berhak untuk mendapatkan sebuah perlindungan hukum. Tetapi sering terjadi kedudukan konsumen lebih lemah dibandingankan pelaku usaha. Dilihat dari kesadaran konsumen teradap haknya, kemapuan uangnya dan kemampuan dalam tawar menawar barang yang cendrung masih dibilang lemah. Maka dari itu hukum harus bisa menaruh kedudukan konsumen dan penjual ditempat yang setara agar mendapatkan keadilan yang sebener-benarnya. Para konsumen dan pelaku usaha harus dilindungi oleh yang namaya hukum dikarenakan ini merupakan salah satu sifat ataupun tujuannya adalah memberikan perlindungan untuk masyarakat Indonesia yang dapat di realisasikan dengan dalam bentuk suatu kepastian hukum yang menjadi hak yang didapatkan oleh yang bersangkutan yakni konsumen seperti yang telah dijabarkan diatas.

Mengenai pelaksanaan hak-hak dari konsumen, sebagai pelaku usaha pada akun Instagram harus tau bahwa dalam melakukan transaksi elektronik telah disepakati dan tidak dapat terbengkalai oleh penjual barang atau jasa oleh alasan yang ada. Berdasarkan Pasal 49 ayat (3) PP No 82 Tahun 2012 tentang “Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik” menjabarkan bahwasanya “Pelaku usaha wajib memberikan batasan waktu kepada konsumen untuk mengembalikan barang apabila tidak sesuai dengan perjanjian”. Dan bila ternyata barang yang di terima konsumen tak sama dari foto atau tidak sesuai dengan yg di pesankan sebagai konsumen boleh untuk menggugat pelaku usaha melalui perdata menggunakan alasan sudah terjadinya wanprestasi atas transaksi jual beli yang dilakukan sama konsumen serta penjual.

  • 3.2 Implementasi UU ITE Terhadap Proses Transaksi Jual-Beli Di Media Sosial Instagram

Pada “UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai mana telah diubah oleh UU No 19 Tahun 20168tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016)”. Keterkaitan yang ada dengan munculnya dari kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan “Pasal 28 Ayat (1) UU ITE tentang peyebaran berita bohong yang menyesatkan dan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”. UU ITE yang disahkan sebagai UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 dapat meminimalisir dan melindungi hak konsumen dari kejahatan melalui media elektronik dan media on-line.9

Pada UU ITE terdapat berbagai macam bentuk perlindungan hukum yang berhubungan dengan aktivitas yang memanfaatkan internet menjadi media baik berasal dari transaksi/pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE pula mengatur mengenai aneka macam aturan yang di dapatkan bagi yang melakukan kejahatan melalui media internet. UU ITE mengatur mengenai eksistensi kebutuhan para perlaku usaha pada internet serta masyarakat biasanya untuk mendapat kepastian hukum, dengan dilegalkannya bukti elektronik menjadi bukti yang legal di hadapan pengadilan. Hal- hal yang dimuat pada UU ITE saat bertransaksi di media social Instagram adalah sebagai berikut :

  • 1.    “Pasal 45 ayat (3) UU ITE mengatur mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

  • 2.    “Pasal 45 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai pelanggaran kesusilaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE dapat pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

  • 3.    “Pasal 45A ayat (2) mengatur mengenai menyebarkan kebencian atau permusuhan dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan (SARA), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dapat pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

  • 4.    “Pasal 28 ayat (1) tentang penyebaran berita bohong, menyebarkan dan menyesatkan maka dapat dihukum sesuai Pasal 45 ayat (1) UU ITE menyatakan apabila seseorang memenuhi unsur sebagaimana yang dimaksudkan dengan Pasal 28 ayat (1) dan (2) maka dapat dipidanakan dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.1000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.10

Maraknya fenomena dizaman sekarang ini yang memudahkan orang untuk bertransaksi secara online dengan satu ketikan jari dan bermodal kepercayaan yang menimbulkan berbagai permasalahan dilapangan. Perseturuan yang seringkali terjadi di dalam transaksi jual beli secara online ini adanya konsumen yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya dan selain itu tidak adanya pertanggungjawaban pelaku usaha jika barang yang di jual belikan tidak sesuai dengan laman Instagram. Hal ini terjadi di karenakan kurangnya wawasan pelaku usaha dan konsumen tentang peraturan yang mengatur mengenai perlindungan hukum saat melakukan transaksi jual beli di media social Instagram. Berdasarkan UU ITE transaksi yang dilakukan secara melalui online dapat dibenarkan menjadi transaksi elektronik yang bisa dipertanggung jawabkan. Menurut “Pasal 48 ayat (3) (PP PSTE) No 71 Tahun 2019” kontrak elektronik harus memuat hal yang tercantum didalam pasal tersebut. Penyelesaian kasus UU ITE/PP PSTE menjadi dasar aturan untuk menuntaskan konflik yang terjadi. Mengenai perlindungan konsumen ada di “Pasal 49 ayat (1) PP PSTE” yaitu sebagai berikut “Pelaku usaha wajib menyediakan informasi lengkap dan benar terkait dengan syarat kontrak, produsen dan produk yang ditawarkan”. Dan untuk ayat selanjutnya dipaparkan bahwasanya pelaku usaha harus menyampaikann keterangan jelas tentang informasi perihal penawaran iklan. “Pasal 49 ayat (3) PP PSTE.“ Pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen dan/atau penerima kontrak untuk mengembalikan barang yang dikirim dan/atau jasa, apabila tidak sesuai dengan kontrak atau terdapat cacat tersembunyi”.

Selain yang dipaparkan diatas jika ternyata barang yang diterima tidak sama dengan foto atau iklan toko online tersebut, pembeli boleh untuk menggugat pelaku usaha melalui jalur perdata menggunakan dalih terjadinya wanprestasi yang timbul atas transaksi jual beli yang dilakukan secara online pada media Instagram. Menurut “Prof R. Subekti, S.H.” dalam bukunya tentang “Hukum Perjanjian”, wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan dengan 4 macam kondisi.11 Dan seandainya bila antara empat macam kondisi tersebut terjadi, maka melalui jalur perdata bisa menggugat penjual online dengan dalih terjadinya wanprestasi.

IV. Kesimpulan sebagai Penutup

4. Kesimpulan

Perkembangan perekenomian dapat dimanfaatkan melalui Internet dengan media social yang pada waktu ini sering dikenal menggunakan istilah electronic commerce (E-Commerce). Transaksi yang dilakukan di media social Instagram sangatlah maju diantara lainnya. Untuk mencegah terjadinya permasalahan yang

timbul dikemudian hari dalam transaksi jual beli pada media social Instagram maka perlunya peraturan yang mengatur mengenai perlindungan konsumen. Khususnya di negara Indonesia sudah mengatur Perlindungan Konsumen yakni UU No.8 Tahun 1999 tentang “Perlindungan Konsumen”. Serta untuk sanksi yang diberikan bagi ada yang menyalahgunakan transaksi elektronik sesuai dengan “UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)” yang ada pada “pasal 45A ayat 1”, “pasal 45 ayat 3” yaitu sanksi pidana dan perdata. Mengenai hak, kewajiban dan larangan diatur di dalam “Pasal 4”, “Pasal 7” dan “Pasal 8” UUPK. Jika pelaku usaha enggan melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya pelaku usaha bisa dipidana sesuai ketentuan “Pasal 62 UUPK”. Dokumen elektronik bisa dapat menjadi sebagai alat bukti elektronik yang sah dipengadilan bila mana dikemudian hari terdapat penyalahgunaan yang menimbulkan wanprestasi.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmiah

Alfredo Sitorus, Daniel. “Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Di Tinjau Dari Aspek Hukum Perdata”. Skripsi, Universitas Atma Jaya Jogyakarta. (2015).

Aulia Khotimah, Cindy. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli-Online (E-Commerce)”. Business Law Review, Vol.1, (2016).

Debby Chintya Kirana, Ni Putu. “Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Meida Sosial Instagram”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol.7, No.1, (2019).

Fifiana Wisnaeni, Joko Priyono, and Mutia Rahma Wardani. “Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Elektronik Melalui Instagram”. Journal Notarius, UNDIP, Vol. 13, No.2, (2020).

Indriyani Putri, Kadek Ratih. “Perlindungan Konsumen Dalam Jual Beli Emas Melalui Platform Digital Tamasia”. Jurnal Hukum Kenotariatan, Acta Comitas. Universitas Udayana, Vol.4 No.3, (2019).

Intan Lestarini, Ni Made Dewi. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kerugian Yang Ditimbulkan Oleh Pelaku Usaha Toko Online DiInstagram”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol.7 No.10, (2019).

Junior Hendri Wijaya, Iman Amanda Permatasari. “Implementasi Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dalam Penyelesaian Masalah Ujaran Kebencian Pada Media Sosial”. Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Vol.23 No.1, (2019).

Kade Wida Suryandini, Dewa Ayu. “Pertanggungjaaban Selebgram Terhadap Konsumen Yang Mempromosikan Barang Dan Jasa Dimedia Sosial”. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum Vol. 8 No.6, (2020).

Stephani, Melya. “Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Media Sosial Instagram Menurut UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (Studi kasus Reza Vs @Grosir_Olshop799)”. Jurnal Hukum Adigama, Vol.3 No.1, (2020).

Prihatiningsih, Witanti. “Motif Penggunaan Media Sosial Instagram Di Kalangan Remaja”. Jurnal Communication VIII, Universitas Pembangunan Nasional No.1, (2017).

Putra Wibisono, Aldhy.”Perlindungan Hukum Konsumen Terkait Dengan Endorsement Di Sosial Media Instagram”. Procceding: Call for Paper 2 nd National Conference on Law Studies: Legal Development Towards A Digital Society Era, (2020).

Buku

Buku Ajar. ”Hukum Perlindungan Konsumen”. Fakultas Hukum, Universitas Udayana, (2016).

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 2 Tahun 2022, hlm. 448-457