INDIKASI PREDATORY PRICING PADA FLASH SALE SHOPEE DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA
on
INDIKASI PREDATORY PRICING PADA FLASH SALE SHOPEE DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERSAINGAN USAHA
Rosa Fitriyana Sinaga, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2022.v11.i05.p16
ABSTRAK
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui predatory pricing yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) yang selanjutnya menjadi landasan untuk mengetahui flash sale Shopee termasuk dalam predatory pricing serta untuk mengetahui sanksi terhadap pelaku usaha terkait predatory pricing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa yang termasuk dalam kegiatan predatory pricing apabila telah memenuhi unsur-unsur yang dilarang oleh UU Anti Monopoli. Unsur-unsur yang dilarang oleh UU Anti Monopoli adalah kegiatan jual beli yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan menetapkan harga jauh lebih murah yang bertujuan untuk mematikan usaha pesaingnya dalam upaya menetapkan posisinya sebagai monopolis dan perbuatan predatory pricing tersebut sudah dibuktikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Flash sale Shopee tidak termasuk dalam predatory pricing karena tidak memenuhi unsur-unsur yang dilarang oleh UU Anti Monopoli melainkan hanya sebagai media promosi dan meningkatkan brand awareness agar semakin dikenal publik. Sanksi terhadap pelaku usaha terkait predatory pricing yaitu pelaku usaha dapat dikenakan sanksi berupa tindakan administratif, sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan.
Kata Kunci: Predatory Pricing, Flash Sale, Shopee, Persaingan Usaha Tidak Sehat.
ABSTRACT
The purpose of writing this article is to find out predatory pricing which is prohibited by Law Number 5 Year 1999 Concerning Prohibition Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Anti Monoply Law) then becomes the basic for knowing wheter flash sale conducted by Shopee are included in predatory pricing and to find out the sanctions against business actors related to predatory pricing. This research uses a normative legal method with a statute approach. The result of the study indicated that which is included in predatory pricing if it has fulfilled the elements that prohibited by Anti Monopoly Law. The elements prohibited are buying and selling activities which business actors set a much lower price with the aim of shutting down their competitors’ businesses in an effort to establish a position as a monopoly and predatory actions of fixing the price have been proven by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU). Flash sale Shopee are not included in predatory pricing because it does not meet the elements that prohibited but only as a promotional media and to increase brand awareness so they are increasingly known to the public. Sanctions against business actors related to predatory pricing, business actors can be subject to sanctions in the form of administrative actions, basic criminal sanctions and additional criminal sanctions.
Key Words: Predatory Pricing, Flash Sale, Shopee, Unfair Business Competition.
Kemujuran pengembangan informasi berhasil menyatukan dunia di sebuah satu kesatuan, dan memberikan dampak yaitu munculnya era globalisasi yang tentu saja tidak dapat dihindari oleh siapapun. Jarak dan waktu yang selama ini selalu menjadi penghalang antar Negara, mendadak hilang begitu saja. Hal ini menciptakan masyarakat dan ekonomi baru dalam kehidupan. Selain itu, dengan adanya kemajuan teknologi juga mengubah lifestyle masyakarat menjadi lebih maju serta mendunia.
Perkembangan teknologi ini juga memberikan perubahan kepada hampir seluruh masyarakat di dunia yang sebelumnya bersahaja menjadi lebih maju, hal ini tentu saja mempengaruhi kelakuan dalam berbagai bidang, baik di bidang edukasi, entertainment, informatika, kepegawaian, dan usaha tidak mengenal waktu dan tempat sebagai penghalang. Kepentingan untuk mendapatkan informasi dengan cepat tentu saja mengharuskan para sumber informasi atau narasumber untuk mempunyai sebuah wadah untuk menyampaikan informasi bisa diterima oleh masyarakat secara sederhana dan cepat. Wadah yang dimaksud ialah internet1.
Internet digunakan dalam transaksi bisnis komersial seringkali disebut menggunakan istilah Electronic Commerce (selanjutnya disebut sebagai E-Commerce). ECommerce dapat didefinisikan bagaikan sebuah perangkat teknologi, aplikasi dan aktivitas bisnis dengan tujuan mempertemukan pelaku usaha dan konsumen melalui transaksi elektronik. Maka E-Commerce adalah suatu metode jual beli antar kedua belah pihak menggunakan internet dengan fokus pada bisnis komersial sebagai sarana jual beli barang atau jasa baik antar instansi dengan instansi atau individu dengan instansi2.
Jika dilihat berdasarkan kepadatan jumlah penduduk, Indonesia menempati peringkat empat di dunia Indonesia setelah China dengan jumlah penduduk 1,3 miliar3, inilah yang membuat Indonesia memiliki kemampuan untuk memperluas transaksi online disebabkan oleh jumlah penduduk yang begitu padat. Indonesia memiliki berbagai situs e-commerce yang banyak diminati oleh masyarakat, Shopee merupakan ecommerce yang saat ini hampir digunakan oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Shopee merupakan e-commerce yang dapat digunakan dengan mudah melalui handphone kapanpun dan dimanapun. Berdasarkan pengertian penyelenggara sistem elektronik menurut UU ITE, Shopee juga dapat dikatakan sebagai penyelenggara sistem elektronik4.
Selain Shopee, masih banyak situs e-commerce lainnya seperti Tokopedia, Lazada, Blibli, Bukalapak, JD.ID dan sebagainya. Maraknya bermunculan pemain baru di industri e-commerce, membuat Shopee harus menghadirkan inovasi-inovasi pada
strategi pemasaran dan penjualannya untuk menarik perhatian massa atau calon konsumen. Salah satu kegiatan pemasaran yang diterapkan oleh Shopee untuk menaikkan interest calon konsumen adalah dengan melakukan pemasaran berupa flash sale dalam saat-saat tertentu saja. Flash sale ini diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berlangsung dengan jangka waktu yang sangat terbatas dengan menawarkan diskon, cashback serta gratis ongkos kirim kepada online shopper.
Landasan yang digunakan Indonesia di bidang perekonomian adalah asas kekeluargaan dengan menggunakan prinsip demokrasi ekonomi. Asas dan prinsip yang telah disebutkan sebelumnya dapat ditemukan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Demi menjalankan landasan perekonomian tersebut, dibuatlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut sebagai UU Anti Monopoli) sebagai instrumen untuk melahirkan kondisi usaha yang sehat. Dengan terciptanya suasana yang sehat, tentu saja akan memunculkan kesejahteraan masyarakat berlandaskan asas kekeluargaan dan prinsip demokrasi ekonomi. Hal ini terjadi karena, dalam kondisi usaha tersebut tindak mendiskriminasi baik pelaku usaha kecil, menengah maupun besar, karena setiap pelaku usaha mendapatkan kesempatan yang sama untuk memasuki pasar5.
Tujuan dari hukum persaingan usaha di Indonesia, berkaca dari UU Anti Monopoli :
-
1. Tidak adanya diskriminasi antar pelaku usaha;
-
2. Menciptakan suasana usaha yang sehat;
-
3. Memunculkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu UU Anti Monopoli mengatur berbagai jenis perilaku yang dilarang dikarenakan menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Terkait hal ini, jenis perilaku yang dilarang yakni predatory pricing6. Berdasarkan pasal 7 UU Anti Monopoli yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Perbuatan yang dimaksud oleh pasal 7 UU Anti Monopoli ini adalah perbuatan predatory pricing. Predatory pricing bisa disebut sebagai sebuah taktik yang seringkali dilakukan oleh pelaku usaha penguasa pasar tertentu guna menyingkirkan pelaku usaha kompetitor dari pasar yang sejenis. Setelah semua kompetitor berhasil disingkirkan, pelaku usaha akan menaikkan harga dengan dratis untuk mengganti kerugian yang dialami7.
Predatory pricing diawali dengan pelaku usaha memasang harga dibawah biaya produksi yang tentu saja akan menarik minat para konsumen. Hal ini akan membawa dampak yaitu tersingkirnya pelaku usaha kompetitor dalam pasar yang sejenis. Apabila semua kompetitor sudah meninggalkan pasar, pelaku usaha akan meningkatkan harga jual produk mereka untuk menutupi kerugian yang mereka alami sewaktu menetapkan harga dibawah biaya produksi. Hal inilah yang menunjukkan telah terjadinya indikasi predatory pricing yang dilarang UU Anti Monopoli.
Berdasarkan hal-hal yang melatarbelakangi pemikiran penulis mengenai indikasi predatory pricing pada flash sale yang dilakukan oleh Shopee, disamping itu juga sebagai bentuk state of art guna orisinalitas karya tulis bahwa jurnal ini menggunakan referensi-referensi jurnal terdahulu dengan pembahasan seputar predatory pricing. Adapun jurnal yang pernah membahas mengenai predatory pricing adalah sebagai berikut : pertama jurnal yang ditulis oleh Komang Kory Jayani yang mengangkat judul “Flash Sale Sebagai Indikasi Predatory Pricing pada Aplikasi E-Commerce Perspektif Hukum Persaingan Usaha”. Kedua, jurnal yang ditulis oleh Billyzard Yossy Lauran yang mengangkat judul “Praktik Flash Sale Pada E-Commerce Ditinjau dari Ketentuan Predatory Pricing dalam Hukum Persaingan Usaha” dan yang ketiga adalah jurnal yang ditulis oleh I Dw Gd Riski Mada yang mengangkat judul “Praktik Jual Rugi (Predatory Pricing) Pelaku Usaha dalam Perspektif Persaingan Usaha”. Ketiga penelitian tersebut walaupun mengkaji mengenai kegiatan predatory pricing, namun pada dasarnya terdapat perbedaan mengenai fokus kajian yang cukup spesifik dibandingkan dengan penelitian penulis, yaitu penelitian penulis memfokuskan pada indikasi perbuatan predatory pricing pada flash sale yang dilakukan oleh Shopee yang tidak dibahas pada penelitian sebelumnya. Hal tersebut menarik minat penulis untuk mengkaji isu hukum tersebut melalui penulisan artikel yang berjudul, “Indikasi Predatory Pricing pada Flash Sale Shopee Ditinjau Dalam Hukum Persaingan Usaha”.
-
1. Bagaimanakah predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli?
-
2. Apakah praktik flash sale Shopee termasuk dalam predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli?
-
3. Bagaimanakah sanksi terhadap pelaku usaha terkait predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli?
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli serta mengetahui apakah flash sale yang dilakukan oleh Shopee termasuk dalam predatory pricing dan untuk mengetahui sanksi terhadap pelaku usaha terkait predatory pricing.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah penelitian normatif, dengan mendalami segala jenis peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan hukum yang penulis teliti. Penelitian normatif juga sering diistilahkan dengan penelitian doktrinal, sebagai penelitian yang memiliki objek kajian utama yaitu peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. Pendekatan yang digunakan adalah State Approach (pendekatan berdasarkan Undang-Undang). State Approach ialah pendekatan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji semua jenis peraturan perundang-undangan yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan hukum yang penulis teliti dan penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Bahan hukum primer yang dikaji mencakup predatory pricing yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Buku, jurnal serta literatur lain yang berhubungan dengan Hukum Persaingan Usaha dikategorikan sebagai bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah library research atau yang biasa disebut dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang terkait dengan penelitian artikel ini. Setelah semua bahan hukum dikumpulkan, bahan hukum tersebut akan dianalisis secara kualitatif untuk menarik sebuah kesimpulan.
Dengan hadirnya industri e-commerce ini membawa banyak sekali kemudahan untuk masyarakat. Masyarakat bisa membeli keperluan yang dibutuhkannya, kapan dan dimana saja. E-commerce ini membawa sangat banyak keuntungan bagi pelaku usaha, seperti dapat memperluas pemasaran produk, lebih inovatif dan laporan arus kas menjadi sangat kredibel. Selain membawa keuntungan bagi pelaku usaha, konsumen juga mendapatkan banyak keuntungan dengan hadirnya e-commerce ini8.
Akan tetapi, bagi pelaku usaha industri e-commerce, akan ditemui sejumlah permasalahan. Permasalahan tersebut berhubungan dengan indikasi telah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Adapun permasalahan yang seringkali dihadapi di industri e-commerce, antara lain adalah9 :
-
1. Industri E-Commerce sangat memungkinkan untuk memunculkan monopoli digital terutama bagi e-commrce yang sudah berskala besar dan hampir mendominasi seluruh pasar. E-commerce ini tentu saja akan mengontrol dan menciptakan entry barrier (hambatan masuk) pasar bagi e-commerce lainnya yang ingin memasuki pasar. Monopoli digital ini juga akan memonopoli pasar industri lain, karena e-commerce ini akan melebarkan bisnisnya dengan mengkombinasikan beberapa platform. Dengan dilakukannya monopoli digital oleh e-commerce terkait, akan memberikan e-commerce tersebut sebuah power atau dominasi untuk mengontrol e-commerce lain. Apabila terjadi situasi dominasi digital, tentu saja akan menghalangi persaingan usaha diantara para e-commerce.
-
2. Industri e-commerce juga sangat berpotensi untuk menciptakan predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli. Hal ini disebabkan oleh harga yang ditawarkan oleh e-commerce kepada pasar terkait. Situasi predatory pricing ini ditakutkan akan membawa pengaruh yaitu kelumpuhak ekonomi pelaku usaha e-commerce lain.
-
3. Industri e-commerce memiliki potensi untuk menyebabkan terjadinya kebijakan atau kekuatan lock in. kebijakan atau kekuatan lock in adalah situasi dimana ecommerce tertentu menahan konsumen mereka agar tidak pergi, walaupun konsumen mereka sudah tidak ingin menggunakan e-commerce tersebut. Dengan adanya kebijakan dan kekuatan lock in ini memberikan kemungkinan bagi e-commerce untuk mendominasi pasar dan ditakutkan akan menghalangi e-commerce lain yang ingin memasuki pasar untuk bersaing secara sehat.
Kebijakan dan kekuatan lock in, ini sama saja dengan menghilangkan kebebasan konsumen untuk menentukan e-commerce mana yang akan dijadikan tempat untuk berbelanja.
Predatory pricing atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai jual rugi adalah sebuah strategi usaha yang hanya bisa dijalankan oleh pelaku usaha yang mendominasi sebuah pasar dengan menawarkan harga yang sangat rendah untuk suatu produk dalam jangka waktu-waktu tertentu dan strategi usaha ini mempunyai tujuan untuk menghilangkan pelaku usaha lain yang menjadi pesaingnya dan mencegah calon pesaing baru yang akan terlibat dalam pasar yang sama. Predatory pricing sering digambarkan dengan pelaku usaha yang memiliki kedudukan paling menonjol (dominant) atau daya keuangan yang sangat kuat (deep pocket) memasarkan barang dan/atau jasanya lebih rendah dari biaya produksi, dengan tujuan supaya pesaingnya tidak dapat bertahan dalam usaha sejenis, dan membuat pesaingnya meninggalkan pasar10. Pelaku usaha yang berhasil menyingkirkan pesaingnya dianggap mampu mendominasi pasar, selanjutnya akan menaikkan harga produknya secara drastis di atas harga pasar untuk menutupi kerugian yang dialami dengan keuntungan yang diperoleh dari harga monopoli, karena sudah tidak ada satupun pesaingnya di pasar sejenis.
Larangan terhadap perbuatan predatory pricing pada dasarnya telah ditegaskan pada Pasal 20 UU Anti Monopoli yang memiliki sedikit kemiripan dengan Pasal 7 UU Anti Monopoli yang secara bersamaan mengamanatkan larangan terhadap penetapan harga di bawah biaya produksi. Perbedaan diantara kedua pasal ini adalah bahwa Pasal 7 mengamanatkan adanya suatu aktivitas perjanjian terlebih dahulu bagi para pelaku usaha, sementara Pasal 20 tidak mengharuskan adanya aktivitas perjanjian tersebut. Merujuk pada Pasal 20 UU Anti Monopoli, ditentukan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan bunyi pasal yang telah disebutkan diatas, secara tidak langsung menyebutkan bahwa perbuatan predatory pricing tidaklah selalu dilarang, selama perbuatan predatory pricing tidak mengindikasikan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat11. Terdapat satu dan lain hal yang menjadi pertimbangan wajar (reasonable) bagi pelaku usaha untuk melakukan predatory pricing, antara lain :
-
1. Untuk memperkenalkan produk-produk;
-
2. Untuk menghabiskan barang dikarenakan sudah menuju tanggal expired;
-
3. Untuk menutupi kerugian yang dialami saat persediaan barang tidak terjual.
Dalam menentukan predatory pricing seperti apa yang dilarang oleh UU Anti Monopoli, maka perlu mengetahui lebih lanjut apakah telah memenuhi unsur-unsur predatory pricing yang telah disebutkan pada Pasal 20 UU Anti Monopoli antara lain :
-
1. Menjalankan predatory pricing yaitu menetapkan harga jauh di bawah yang beredar di pasaran;
-
2. Memiliki keinginan menghancurkan pelaku usaha kompetitor;
-
3. Menyebabkan lahirnya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dan dan perbuatan predatory pricing tersebut sudah dibuktikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Bilamana sebuah perbuatan predatory pricing telah terbukti mengandung unsur-unsur yang diatur oleh Pasal 20 UU Anti Monopoli, tidak serta merta membuat pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi hukuman. Jika perbuatan predatory pricing yang dijalankan oleh pelaku usaha tersebut megandung sifat rule of reason, maka perbuatan predatory pricing tersebut tidak bisa dikatakan melawan hukum. Rule of reason memberikan pengertian bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus diteliti lebih medalam. Apabila sudah dilakukan penelitian secara mendalam dan terbukti perbuatan tersebut tidak menciptakan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, meskipun pelaku usaha tersebut menjadi penguasa pasar, pelaku usaha tersebut tidak akan dikenakan sanksi menurut UU Anti Monopoli.
Jika kita berkaca dari prinsip rule of reason, tidak semua perbuatan yang memenuhi ketentuan perundang-undangan dapat dikatakan melanggar hukum. Jika perbuatan tersebut dilakukan dengan alasan-alasan yang jika dipertimbangkan merupakan hal yang wajar (reasonable), perbuatan tersebut tidak melanggar hukum. Jika perbuatan tersebut melahirkan akibat hukum yaitu munculnya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum. Prinsip rule of reason digunakan untuk menentukan penerapan hukum predatory pricing, dikarenakan predatory pricing masih berada dalam wilayah abu-abu, dimana predatory pricing ini berada diantara legalitas dan illegalitas. Kegiatan jual beli dengan cara memberikan penawaran harga yang lebih rendah tidak selalu termasuk dalam kegiatan predatory pricing, seperti kegiatan promosi dengan memberikan potongan harga. Kegiatan promosi seperti flash sale ditunjukkan untuk menaikkan hasrat berbelanja secara online12. Promosi sendiri merupakan program dari perusahaan berupa penawaran khusus dalam jangka pendek yang di rancang untuk memikat para konsumen yang terkait agar mengambil keputusan pembelian yang lebih cepat. Promosi penjualan merupakan kegiatan pendukung selain periklanan. Oleh karena itu, kegiatan yang seperti ini diperbolehkan karena memiliki alasan yang dapat diwajarkan. Untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut termasuk ke dalam predatory pricing, harus melalui sebuah tahapan yaitu tahapan pembuktian yang akan dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Predatory pricing dilarang oleh UU Anti Monopoli tentu saja memiliki alasan yang jelas. Predatory pricing ini akan memberikan dampak negative kepada pelaku usaha maupun kepada konsumen. Untuk melakukan predatory pricing, pelaku usaha akan mengorbankan banyak hal, karena pelaku usaha harus menekan laba bahkan harus siap untuk kerugian besar. Kerugian yang dialami pelaku usaha yang melakukan predatory pricing ini, dua kali lipat dibanding pelaku usaha kompetitor dalam pasar sejenis yang menetapkan harga normal. Oleh karena itu, predatory pricing tidak bisa dilakukan oleh semua pelaku usaha, strategi ini biasanya dilakukan oleh pelaku usaha yang memang sudah memiliki pondasi keuangan yang kuat dan sudah menguasai pasar tersebut. Predatory pricing akan memberikan dampak yang berbeda apabila dilakukan oleh pelaku usaha yang masih pemain baru dalam pasar tersebut13.
Predatory pricing akan membawa banyak benefit bagi para online shopper, akan tetapi keuntungan ini hanya akan didapatkan diawal saja. Saat pelaku usaha lain yang menjadi kompetitor sudah berhasil dikeluarkan dari pasar dan menutup akses untuk pelaku usaha lain memasuki pasar, disinilah letak kerugian konsumen. Pelaku usaha predatory pricing akan menaikkan harga produk mereka dengan sangat ekstrem dan membuat konsumen harus membayar harga yang sangat mahal. Akan tetapi, dikarenakan pelaku usaha lain sudah dikeluarkan dari pasar, konsumen mau tidak mau akan tetap menjadi konsumen pelaku usaha predatory pricing tersebut.
Untuk menambah ketertarikan pelanggan berbelanja di e-commerce Shopee dibanding e-commerce lainnya, Shopee harus melakukan strategi bisnis yang sekiranya lebih memikat konsumen. Salah satu strategi yang digunakan oleh Shopee yaitu dengan mengadakan flash sale. Flash sale ialah suatu taktik dengan memasarkan produknya jauh lebih murah daripada harga yang biasanya dipasarkan. Akan tetapi, strategi flash sale ini diadakan dalam jangka waku yang terbatas14. Strategi flash sale Shopee diharapkan dapat menaikkan jumlah penjualan serta untuk menambah brand awareness yang dianggap dapat membuat Shopee semakin dikenal oleh khalayak luas. Setelah diadakannya flash sale oleh Shopee ini juga sangat memicu keinginan seseorang untuk membeli produk yang sedang diinginkannya, karena tergiur oleh harga yang sangat murah disbanding aslinya. Seseorang yang memiliki kecanduan belanja atau yang biasa disebut dengan shopaholic, pasti akan melakukan pembelian produk walaupun tidak direncanakan sebelumnya dikarenakan dorongan dari harga yang sangat murah tersebut15.
Strategi flash sale Shopee, menawarkan diskon/potongan harga yang sangat ekstrem, dimana Shopee memberikan diskon 90% hingga 99%. Akan tetapi, flash sale ini berlangsung dengan sangat singkat, hanya sekitar 1 sampai dengan 2 jam. Produk-produk yang sangat digemari masyarakat dan akan diperebutkan seperti produk-produk elektronik (handphone, laptop, TV, dan sebagainya), yang biasanya bernilai belasan juta, pada saat flash sale Shopee bisa dijual dengan harga sangat jauh dengan harga pada umumnya yaitu, Rp 1, Rp. 99, Rp. 100.000. produk-produk seperti baju, sepatu, makeup, makanan dan minuman, keperluan rumah tangga, dan masih banyak lainnya, yang tidak terlalu diperebutkan oleh konsumen akan tetapi jika dijual dengan harga sangat murah pasti akan dibeli, pada umumnya akan dijual pada flash sale dengan sesi waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan produk-produk yang diperebutkan konsumen.
Predatory pricing memiliki tujuan untuk menyisihkan e-commerce lain dari industri e-commerce dan/atau menghentikan calon competitor baru yang ingin memasuki industri e-commerce. Akan tetapi, Shopee sebagai salah satu pemain dalam industri ecommerce hanya berusaha untuk menaikkan brand awareness supaya Shopee semakin
dikenal oleh khalayak luas dan untuk melebarkan pemasaran produk yaitu dengan menjadikan flash sale sebagai media untuk melakukan promosi16.
Shopee selalu mengadakan flash sale dalam waktu-waktu yang dianggap unik yaitu pada tanggal dan bulan yang sama atau yang biasa disebut dengan tanggal cantik. Seperti tanggal 8 bulan 8, Shopee mengadakan flash sale 8.8 Mid Year Sale. Pada tanggal 9 bulan 9, Shopee mengadakan flash sale 9.9 Super Shopping Day dan pada tanggal 10 bulan 10, Shopee mengadakan flash sale 10.10 Brands Festival. Puncak dari flash sale Shopee ini adalah pada tanggal 12 bulan 12, yang bertepatan dengan promo akhir tahun. Diskon yang ditawarkan oleh Shopee flash sale 12.12 akan jauh lebih besar dari flash sale sebelumnya.
Berdasarkan waktu diadakannya flash sale Shopee ini, kita sudah dapat melihat bahwa Shopee sama sekali tidak melakukan flash sale ini dengan tujuan untuk menciptakan persaingan usaha tidak sehat dengan predatory pricing. Jika Shopee melakukan predatory pricing, maka Shopee tidak akan mengadakan flash sale dalam waktu yang sangat singkat dan diadakan hanya saat waktu-waktu tertentu. Seharusnya Shopee terus mengadakan flash sale sampai e-commerce lain yang menjadi pesaingnya telah berhasil disingkirkan dari industri e-commerce.
Selain flash sale Shopee yang diadakan dalam waktu yang sangat singkat, produk yang ditawarkan pada setiap flash sale Shopee selalu berbeda. Shopee juga memiliki ketentuan tersendiri mengenai jenis produk yang dapat mengikuti flash sale. Dikarenakan terdapat ketentuan jenis produk yang dapat mengikuti flash sale menyebabkan jenis produk setiap flash sale menjadi berbeda-beda. Dengan bervariasinya produk setiap flash sale menyebabkan tidak memungkinkan terjadinya predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli, dikarenakan predatory pricing dilakukan dengan penurunan harga secara dratis terhadap berbagai jenis produk yang berbeda dengan waktu yang bersamaan.
Berdasarkan tujuan, waktu dan produk yang ditawarkan dapat ditarik kesimpulan yaitu flash sale Shopee tidak ditunjukan untuk menyisihkan e-commerce lain dari industri e-commerce dan/atau menghentikan calon kompetitor baru yang ingin memasuki industri e-commerce, akan tetapi hanya sekadar untuk menaikkan brand awareness supaya Shopee semakin dikenal oleh khalayak luas dan untuk melebarkan pemasaran produk yaitu dengan menjadikan flash sale sebagai media untuk melakukan promosi. Untuk dapat dikatakan sebagai predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli, perbuatan predatory pricing tersebut harus memuat unsur-unsur yang dilarang oleh UU Anti Monopoli. Jika dilihat berdasarkan unsur-unsur dari flash sale yang diadakan oleh Shopee, terdapat beberapa unsur-unsur yang tidak terpenuhi.
Industri e-commerce ialah sebuah industri yang sangat besar dan hal ini menyebabkan untuk melakukan perbuatan predatory pricing akan sangat sulit dilakukan terutama di Indonesia. Meskipun predatory pricing berhasil dilakukan di Indonesia, konsumen memiliki option atau pilihan lain untuk menggunakan e-commerce internasional. Dengan adanya kemajuan teknologi, menyebabkan tidak ada lagi untuk setiap individu bertransaksi17.
-
3.3 Sanksi Terhadap Pelaku Usaha Terkait dengan Predatory Pricing yang Dilarang Oleh UU Anti Monopoli
Predatory pricing yang lazimnya dikatakan dilarang UU Anti Monopoli bukanlah predatory pricing yang disebabkan oleh pelaku usaha memasang harga jual produk jauh dibawah biaya produksinya, akan tetapi dikarenakan kelak pelaku usaha akan memotong jumlah produksi lalu menaikkan harga barang tersebut. Hal seperti ini dapat terjadi apabila pelaku usaha pesaing lebih lemah sehingga terhalang untuk masuk ke dalam industri e-commerce. Akibatnya, jika pelaku usaha memang telah terbukti melakukan predatory pricing namun tidak memotong jumlah produksi barang dan menaikkan harga, maka predatory pricing tersebut tidak dilarang oleh UU Anti Monopoli.18
Apabila KPPU telah membuktikan pelaku usaha melakukan kegiatan persaingan usaha yang mengindikasikan terjadinya predatory pricing, maka pelaku usaha tersebut telah melanggar pasal 20 UU Anti Monopoli dan akan diberikan sanksi berupa tindakan administratif, pidana pokok dan pidana tambahan. Seperti dinyatakan pada pasal 47 ayat (2) huruf c, f dan g UU Anti Monopoli, tindakan administratif dapat berbentuk :
-
- Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (Pasal 47 ayat (2) butir c); dan atau
-
- Penetapan pembayaran ganti rugi (Pasal 47 ayat (2) butir f); dan atau
-
- Pengenaan denda dalam jumlah antara Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar Rupiah) (Pasal 47 (2) butir g).
Selain dapat dikenakan tindakan administratif, pelaku usaha juga pun dikenakan sanksi pidana seperti yang dinyatakan dalam pasal 48 ayat (2) UU Anti Monopoli bahwa, pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar Rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar Rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. Pelaku usaha pun dapat dikenakan sanksi pidana tambahan seperti yang dinyatakan pada pasal 49 UU Anti Monopoli yaitu :
-
a. pencabutan izin usaha; atau
-
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 untuk menduduki jabatan Direksi atau Komisaris antara 2 (dua) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun; atau
-
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Predatory pricing termasuk dalam perbuatan yang dilarang, apabila telah memenuhi unsur-unsur memenuhi unsur-unsur : melakukan predatory pricing atau menetapkan harga yang dibawah biaya produksi, memiliki keinginan akan
menghancurkan kompetitor dan menyebabkan lahirnya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dan tindakan predatory pricing sudah dibuktikan oleh KPPU. Flash Sale yang dilakukan oleh Shopee tidak termasuk pada predatory pricing yang dilarang UU Anti Monopoli karena tidak memenuhi unsur-unsur predatory pricing yang dilarang. Flash sale yang diadakan Shopee hanya sebagai media promosi untuk menaikkan brand awareness supaya Shopee semakin dikenal oleh khalayak luas dan untuk melebarkan pemasaran produk. Sanksi terhadap pelaku usaha terkait predatory pricing yang dilarang oleh UU Anti Monopoli yaitu pelaku usaha dapat dikenakan sanksi berupa tindakan administratif, sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmadi, Dadang Hendrawan Candra, E-Business & E-Commerce (Yogyakarta, Andi Offset, 2013).
Lubis, Andi Fahmi, dkk, Hukum Persaingan Usaha (Jakarta, KPPU, 2017).
Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2017).
Jurnal
Adnyani, Putu Sri Bintang Sidhi dan I Made Sarjana. “Akibat Hukum Wanprestasi dalam Transaksi Online dengan Metode Cash On Delivery Pada Aplikasi Shopee.” Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 9, No.9 (2021).
https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i09.p04
Apriani, Desi. "Tinjauan Terhadap Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dari Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen." Jurnal Panorama Hukum 4, no. 1 (2019). https://doi.org/10.21067/jph.v4i1.3040
Artisa, Rike Anggun. “Policy Paper : Pengendalian Pertumbuhan Penduduk Indonesia untuk Mendukung Pembangunan Nasional.” Jurnal Pembangunan dan Kebijakan Publik 8, no.1 (2018).
Darwipat, Dermawansyah, Agus Syam, and Marhawati Marhawati. "Pengaruh Program Flash Sale terhadap Perilaku Impulsive Buying Konsumen Marketplace." Journal of Economic Education and Entrepreneurship Studies 1, no. 2 (2020).
https://doi.org/10.26858/je3s.v1i2.18635
Devica, Sadana. "Persepsi Konsumen Terhadap Flash Sale Belanja Online Dan Pengaruhnya Pada Keputusan Pembelian." Jurnal Bisnis Terapan 4, no. 1 (2020): 47-56, h.48. https://doi.org/10.24123/jbt.v4i1.2276
Dewi, Ni Luh Putu Diah Rumika dan I Dewa Made Suartha. “Penerapan Pendekatan Rules of Reason dalam Menentukan Kegiatan Predatory Pricing yang Dapat Mengakibatkan Persaingan Usaha Tidak Sehat.” Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 5, No.2 (2017).
Febrina, Rezmia. "Dampak Kegiatan Jual Rugi (Predatory Pricing) Yang Dilakukan Pelaku Usaha Dalam Perspektif Persaingan Usaha." Jurnal Selat 4, no. 2 (2017).
Hayati, Adis Nur. "Analisis Tantangan Dan Penegakan Hukum Persaingan Usaha Pada Sektor E-Commerce Di Indonesia." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 21, no. 1 (2021). http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2021.V21.109-122
Kasmi, Kasmi, and Adi Nurdian Candra. "Penerapan E-Commerce Berbasis Business To Consumers Untuk Meningkatan Penjualan Produk Makanan Ringan Khas Pringsewu." Jurnal aktual 15, no. 2 (2017). 10.47232/aktual.v15i2.27
Lauran, Billyzard Yossy dan I Made Sarjana. “Praktik Flash Sale Pada E-Commerce Ditinjau dari Ketentuan Predatory Pricing dalam Hukum Persaingan Usaha.” Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 9, No. 12 (2021).
Mada, I Dw Gd Riski dan A.A Sri Indrawati, “Praktik Jual Rugi (Predatory Pricing) Pelaku Usaha dalam Perspektif Persaingan Persaingan Usaha.” Kerta Semaya : Journal Ilmu Hukum 1, No.6 (2013).
Maulana, Shabur Miftah. "Implementasi E-Commerce Sebagai Media Penjualan Online." Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) 29, no. 1 (2015).
Rahmawati, Cinta Rici. "Indikasi Predatory Pricing Yang Dilakukan Ovo Dengan Cara Burning Money." Jurist-Diction 4, no. 2 (2021).
https://doi.org/10.20473/jd.v4i2.25754
Skripsi
Ardin, Wulan Nabila. “Pengaruh Flash Sale dan Tagline Gratis Ongkir Shopee Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif secara Online.” Skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Sumatera Utara (2020).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 5 Tahun 2022, hlm. 1117-1128
Discussion and feedback