PRO KONTRA PENERAPAN KEBIJAKAN ASIMILASI DAN INTEGRASI DI MASA PANDEMI BERDASARKAN

PERMENKUMHAM NO 10 TAHUN 2020

Putu Ami Febriyanasia, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Gede Made Swardhana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2022.v11.i03.p5

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kebijakan asimilasi serta hak integrasi di masa pandemi Covid-19. Dalam penelitian ini, kajian atau metode yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan pendekatan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku (Statute Approach) serta pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No 10 Tahun 2020 menjadi bahan hukum yang dijadikan dasar dalam penelitian ini serta beberapa peraturan lainnya yang menjadi peraturan pendukung untuk menunjang hasil penelitian ini. Teknik pengumpulan yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan atau library research yang dimana teknik tersebut dipergunakan dengan cara pengumpulan dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan asimilasi dan hak integrasi kurang baik dilakukan di tengah-tengah masa pandemi Covid-19, terbukti dengan dikeluarkannya beberapa orang narapidana di lingkungan masyarakat. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Ahmad Ramadhan yang menyatakan tercatat ada 140 kasus kejahatan yang dilakukan kembali oleh narapidana asimilasi. Hal ini tentunya membuat masyarakat resah diantaranya mencuri, memperkosa, pembegalan hingga pembunuhan yang tentu saja ini kurang efektif dilakukan pada para narapidana dengan berbagai kasus.

Kata Kunci: Asimilasi, Hak Integrasi, Narapidana, Masa Pademi, Covid-19.

ABSTRACT

This research was conducted to examine the policy of assimilation and integration rights during the Covid-19 pandemic. In this study, the study or method used is a normative legal method with an approach through the applicable laws and regulations (Statute Approach) and a conceptual approach (Conceptual Approach). Regulation of the Minister of Law and Human Rights (Permenkumham) No. 10 of 2020 is the legal material that is used as the basis for this research as well as several other regulations that become supporting regulations to support the results of this research. The collection technique used in this research is library research, in which the technique is used by collecting and reviewing statutory regulations. The results of this study indicate that the implementation of assimilation and integration rights is not well carried out in the midst of the Covid-19 pandemic, as evidenced by the release of several prisoners in the community. Based on the information provided by Ahmad Ramadhan, who stated that there were 140 cases of crimes committed by assimilation prisoners. This of course makes the community restless, including stealing, raping, beheading to murder, which of course is less effective for convicts with various cases.

Keywords: Assimilation, Integration Rights, Prisoners, Pandemic, Covid-19.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Sejak mewabahnya Covid-19 Di Indonesia awal tahun 2020 silam, dimana virus ini menyebar melalui udara (airborne). Virus SARS-CoV-2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2) atau yang biasa dikenal dengan sebutan Covid-19 yang menimbulakan gangguan ringan pada system pernapasan, infeksi paru-paru berat, hingga bahkan kematian,1 penyakit ini pula dapat menularkan secara cepat antara satu orang dengan yang lainnya jika berada di dalam satu ruangan yang sama, serta kurangnya sirkulasi udara di dalamnya menjadi pemicu utama penyebaran virus ini. Oleh karenanya, resiko penularannya dapat dikatakan cukup tinggim salah satu contoh tempat yang paling berisiko terhadap penularan virus ini adalah area Lembaga pemasyarakatan dan juga rumah tahanan. Saat ini jumlah penghuni rumah tahanan di Indonesia sangatlah padat, bahkan telah mencapai kata berlebihan. Berdasarkan data yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui wawancaranya bersama kompas pada tahun 2021 tercatat hingga 131,007% yakni sekitar 252.384 warga binaan yang terdiri atas narapidana dan tahanan dari kapasitas lapas dan rutan hanya sebesar 135.704 warga binaan, hal ini membuat baik lapas maupun rutan mengalami kelebihan penghuni, melihat keadaan ini membuat tidak dapat menjaminnya bahwa para napi terbebas dari paparan Covid-19.2

Sehingga membuat lokasi di lapas baik di rutan menjadi tempat yang paling rentan dalam penyebaran Covid-19. Berkaca dari jumlah data penghuni di atas serta melihat kondisi lapas yakni bersifat tertutup, kurangnya ventilasi udara, terlalu padatnya penghuni di dalam ruangan, dan kurang higienisnya ruang tahanan yang tengah ditempati oleh para napi. Sehingga besar kemungkinan warga lapas dan juga rutan dapat terkena virus ini, Berdasarkan dengan penjelasan yang dijabarkan kepada wartawan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum Dan Ham, Beliau menegaskan telah tercatat lebih dari 4.000 penghuni yang dinyatakan positif virus corona. Walaupun sudah berbagai cara dilakukan untuk mengurangi jumlah penghuni yang terpapar Covid-19 mulai dari kunjungan serta proses persidangan yang dilakukan secara virtual namun nyatanya tidak sedikit pula warga binaan terpapar oleh virus ini.

Menurut penelitian dari World Health Organization (WHO), United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) dan Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) berkaitan Covid-19 di dalam penjara serta fasilitas umum lainnya yang sifatnya tertutup. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan mengingat kembali bahwa penyebaran virus ini melalui udara (airborne), Yang membuat penularannya sangat cepat. Dalam kondisi yang over capacity ini membuat kebijakan social distancing mustahil untuk dilakukan. beberapa langkah pun telah disarankan oleh World Health Organization (WHO) kepada negara belahan di seluruh bumi

untuk mengurangi over capacity dipenjara dan tempat tahanan lainnya3 salah satu caranya adalah dengan mengurangi penghuni di rutan ataupun lapas melalui asimilasi dan integrasi. Dengan adanya kebijakan ini maka diharapkan dapat mencegah penularan virus corona di dalam rutan. Tentu saja ini menjadi konsen pertama dunia khususnya di indonesia dengan mulai diterbitkannya Peraturan menteri Hukum dan Ham (Permenkumham) No. 10 Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi Dan Hak Integrasi Bagi Narapidana Dan Anak sebagai salah satu cara untuk penanggulangan awal dalam masalah ini,4 melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, bahwa Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara merupakan sebuah institusi yang memiliki ruangan yang tertutup serta memiliki tingkat hunian yang tinggi, sehingga hal ini sangat rentan terhadap penyebaran serta penularan Covid-19.5 Dengan diterbitkannya kebijakan Permenkumham No. 10 Tahun 2020 hak asimilasi dan hak integritas di masa pandemi seperti sekarang ini menurut pemerintah sebuah titik terang dalam masalah ini.

Semenjak diterbitkannya Permenkumham No. 10 Tahun 2020 ini tercatat ada sebanyak 35.676 narapidana yang telah dibebaskan, dengan rincian 33.861 narapidana dibebaskan melalui asimilasi yang terdiri atas 33.078 orang dewasa dan 783 anak, dan sebanyak 1.815 narapidana dibebaskan melalui program integrasi yang terdiri dari 1.776 orang dewasa dan 39 anak di seluruh rutan maupun lapas yang ada di seluruh wilayah kerja kemenkumham RI dan dapat dipastikan akan terus bertambah.6 Tercatat sejak pada tanggal 03 april 2020, jumlah penghuni yang ada di seluruh lapas atau rutan telah berkurang sebesar 85%. Hal ini tentunya mengalami penurunan yang sangat drastis, serta memberikan dampak yang positif bagi lembaga pembinaan baik rutan maupun lapas yang akan mempengaruhi dalam hal pembinaan lapas dan rutan dalam penghematan anggaran negara yang bisa difokuskan untuk menangani kasus Covid-19. Namun didalam pelaksanaannya yang masih mendapatkan tanggapan yang berbeda-beda.

Sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang serupa yang berkaitan dengan penerapan asimilasi dan integrasi di masa Covid-19. Yang berjudul “Kebijakan Pembebasan Bersyarat Massal Dalam Rangka Penanganan Overcrowding Selama Pandemi Covid-19 Di Negara Indonesia Dan Negara-Negara Eropa” pada tahun 2021 yang dituliskan oleh Daffa Yustia dan juga Jeremias Palito dengan membahas tentang kesesuaian penerapan pembebasan bersyarat di Indonesia dalam rangka darurat covid-19 dengan kerangka hukum pidana Indonesia.7 Selanjutnya pada “Analisis Yuridis Pengawasan Asimilasi Dan Integrasi

Bagi Narapidana Dan Anak Ketika Pandemi Covid-19” pada tahun 2020 ditulis oleh Enny Umronah8 yang berkhusus pada pengawasan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada narapidana dan anak di balai pemasyarakatan kelas 1 Malang. Dari kedua penelitian tersebut terdapat perbedaan yang mendasar yang penulis dapatkan. Yakni pada penulisan penelitian yang pertama penulis lebih menekankan pada bagaimana kebijakan pembebasan bersyarat massal dalam rangka penanganan overcrowding selama pandemi covid-19 di negara Indonesia dan negara-negara Eropa. Sedangkan pada penelitian yang kedua hanya berfokus kepada pengaturan yang diberlakukan pemerintah yang berkaitan dengan penerapan asimilasi dan juga integrasi bagi narapidana dan juga anak. Berkaca pada kedua penulisan penelitian diatas, penulisan penelitian ini akan berfokus kepada kesesuaian pengaturan yang ditetapkan oleh pemerintah dengan pengaturan diatasnya serta problematika yang ditimbulkan dari kebijakan ini.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Apakah kebijakan Permenkumham No. 10 Tahun 2020 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berada di atasnya?

  • 2.    Problematika apa yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan Permenkumham No 10 Tahun 2020?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian yang diangkat dalam jurnal ini yakni untuk dapat mengetahui, mendeskripsikan, serta menjelaskan kebijakan asimilasi serta hak integrasi di masa pandemi Covid-19, mulai dari syarat hingga pengawasan yang dilakukan oleh bapas, serta menjelaskan secara singkat dampak atau problematikan apa yang ditimbulkan dari adanya kebijakan ini.

  • II.    Metode Penelitian

Dalam penulisan jurnal ini, permasalah yang penulis angkat metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normative dengan meneliti norma kosong didalamnya. Hal ini dikarenakan dalam Peraturan Mentri No 3 Tahun 2018 yang mengatur berkaitan dengan syarat pemberian asimilasi da juga integrasi, namun dalam Peraturan Mentri Hukum dan HAM No 10 Tahun 2020 kembali dipertegas mengenai syarat- syarat pemberian hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan penanggulangan penyebaran Covid-19. Dalam penulisan jurnal ini menggunakan pengumpulan bahan hukum dengan cara studi kepustakaan (library research). Bahan-bahan hukum yang digunakan yakni berupa Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang- Undang No. 10 Tahun 2020, serta jurnal hukum yang berkaitan, dan juga website yang mendukung hasil analisis dalam penulisan ini. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual (conceptual Approach), selain itu metode pendekatan perundang undangan (statute Approach) digunakan dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk mengkaji hal-hal

yang berkaitan dengan dasar hukum tentang asimilasi dan juga integrasi serta berkaitan dengan diterapkannya pembebasan bersyarat di masa pandemi.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Dasar Hukum Penerapan Asimilasi Serta Integrasi Di Indonesia

Hak asasi manusia atau yang sering disingkat dengan sebutan HAM merupakan sebuah hak yang mendasar. Di Indonesia sendiri sangatlah menjunjung tinggi hukum, hukum yang berguna untuk melindungi kepentingan warganya. Jika hukum itu dilanggar dengan alasan apapun maka keadilan haruslah dilakukan dan sebagai ganjarannya pemidanaan akan diterima oleh sang pelanggar. Dengan tujuan pemidanaan yang dikatakan oleh Van Bemellen “Pidana bertujuan membalas dan mengamankan masyarakat. Tindakan ini dimaksudkan mengamankan dan memelihara tujuan, jadi tindakan pemidanaan bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana dalam kehidupan masyarakat9.

Pengaturan Narapidana ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang tercantum di dalam Bab 1 pada Ayat (6) serta dalam Ayat (7). Narapidana adalah seseorang yang tersesat di dalam hukum namun masih memiliki kesempatan untuk dapat kembali menyadarkan dirinya melalui pembinaan. Tentunya hal ini dapat dicapai melalui bimbingan dan pembinaan dengan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari sistem peradilan pidana, seorang Narapidana ditempatkan di sebuah Lembaga Pemasyarakatan selama menjalani masa pidananya serta ditempat yang sama mereka mendapatkan pembinaan dan keterampilan, sehingga pada saat bebas narapidana dapat bersosialisasi dengan baik tanpa menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.

Asimilasi merupakan sebuah proses bimbingan yang diperuntukkan kepada seorang narapidana atau anak didik yang mendapatkan bimbingan pemasyarakatan di Lembaga pembinaan yang dilakukan dengan metode berbaurnya narapidana di tengah-tengah masyarakat. Definisi asimilasi dan integrasi sendiri diatur dalam pasal 1 angka 8 dan juga dalam angka 9 dalam PP No 31 Tahun 1999

Asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat10.

Sedangkan pengertian integrasi

Integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dengan Masyarakat11”.

Dimana pengaturannya diatur pada KUHAP dalam Pasal 15 Ayat (1), Pasal 16. (1) serta dalam Pasal 14 Huruf j pada Undang-Undang Rakyat Indonesia No. 12 Tahun 1995. Dalam pasal tersebut menegaskan kepada semua narapidana bahwa semua seseorang

narapidana ataupun seorang anak didik pemasyarakatan dapat diberikan hak Asimilasi, Pengertian asimilasi sendiri diatur di dalam Pasal 14 Ayat 1 yang berbunyi

“Hak Asimilasi merupakan sebuah pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas bagi narapidana yang melakukan tindak pidana selain tindak pidana narkotika, prekursor, psikotropika, korupsi, serta kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi, atau warga negara asing12”.

Hal tadi bisa dijalankan jika sudah memenuhi seluruh persyaratan baik secara substantif dan juga secara administratif selain itu diperlukannya rekomendasi yang dikeluarkan oleh Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan juga oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan yang ditugaskan untuk memberikan saran yang berkaitan dengan pembinaan narapidana yang mendapatkan persetujuan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Selain pengaturan daripada peraturan yang berada diatasnya, terdapat pula keputusan menteri yang dijadikan aturan yang ke 2 yakni Kepmenkumham (Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) No. M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 (Permenkumham 19/20). Sejak awalnya kasus Covid-19 ini muncul sampai saat ini terus mengalami peningkatan terkhusus untuk negara kita, berkaitan dengan ini tentunya pemerintah tidak tinggal diam. Terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No 10 Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Atas diundangkannya Permenkumham ini pada bulan Maret 2020 lalu, yang merupakan sebuah peraturan hukum yang spesifik sehingga dengan adanya Permenkumham ini, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dapat dikesampingkan. Dengan berdasarkan pada “asas Lex Specialis Derogat Legi Generali” yakni asas preferensi, dimana kedudukan sebuah hukum khusus (lex specialis) dapat mengenyampingkan hukum umum (lex generalis).

Berkaitan dengan pengaturan yang mengatur tentang integrasi, salah satunya terdapat di dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 Tentang Binaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam konsep integrasi tentunya tidak dapat terpisahkan dengan konsep community based corrections, merupakan sebuah tempat yang paling ideal untuk melakukan upaya pembinaan kepada para pelanggar hukum.13 Yang artinya integrasi pada saat diterapkannya kedalam masyarakat dengan harapan agar nantinya narapidana menjadi pulih kehidupannya secara perlahan, dengan menjalani apa yang telah dipelajari dan juga apa yang telah didapati dari Lembaga Pemasyarakatan serta keberadaannya di tengah-tengah masyarakat dalam bersosialisasi dan berinteraksi dapat membantu dirinya dalam mentaati hukum.

Adanya kebijakan asimilasi dan juga integrasi ini dirasa sangat mendesak dan juga penting untuk segera dilakukan, yang didasari kegelisahan negara dengan adanya virus Covid-19. Terlebih lagi hal ini sangat dikhususkan dengan narapidana yang telah berusia lanjut (renta) dimana ketahanan tubuh yang dimiliki di usia ini sangatlah rentan. Dengan

kondisi lapas yang over capacity, kemungkinan besar adanya sentuhan ataupun kontak fisik antar sesama narapidana dan juga antar penjaga lapas dengan narapidana sangat dimungkinkan bisa terjadinya penularan, yang akan mengakibatkan angka penyebaran Covid-19 di Indonesia terus meningkat.14 Hanya dengan mengurangi jam kunjungan dan menutup akses dari luar, tidak melepas kemungkinan para penghuni rutan ataupun lapas dapat terbebas dari virus ini, karena lalu lintas terbesar berada di tangan penjaga lapas, penjaga lapas memiliki lebih banyak akses untuk keluar masuk lapas. Maka hal ini tentunya lebih membahayakan, sehingga langkah penerapan asimilasi dan hak integrasi ini menurut pemerintah dianggap sebuah langkah yang tepat untuk meminimalisir adanya kontak fisik antar penghuni lapas ataupun rutan. Dalam pemenuhan hak asimilasi dan hak integrasi ada beberapa syarat yang harus ditepati, yang diatur dalam Permenkumham No 10 Tahun 2020 yakni:

  • 1.    Asimilasi

  • a.    Kepada narapidana yang telah menjalani masa pidananya selama 2/3 masa tahanan, per tanggal 31 desember 2020;

  • b.    Kepada pidana anak yang telah menjalani ½ masa pidananya, per tanggal 31 Desember 2020;

  • c.    Kepada narapidana dan anak yang tidak berkait dengan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012, dan yang sedang tidak menjalani subsider dan juga bukan warga negara asing;

  • d.    Hak asimilasi ini dilaksanakan di rumah;

  • e.    Surat putusan asimilasi akan diterbitkan oleh Ketua Lapas, Kepala LPKA, dan juga Kepala Rutan.

  • 2.    Integrasi

  • a.    Kepada narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidananya;

  • b.    Kepada anak yang telah menjalani ½ masa pidana;

  • c.    Kepada Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012. Yang sedang tidak menjalani subsider dan bukan warga negara asing;

  • d.    Usulan dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan;

  • e.    Surat putusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.15

Agar seorang narapidana mendapatkan hak asimilasi dan Integrasi ada beberapa syarat-syarat yakni berupa syarat Substantif dan juga syarat Administratif,16 yang harus dipenuhi oleh narapidana yaitu:

  • a.    Syarat Substantif:

Narapidana telah memperlihatkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkannya dijatuhi hukuman pidana; Narapidana telah memperlihatkan budi pekerti dan moral yang positif selama menjalani masa tahanan; Narapidana telah berhasil mengikuti kegiatan binaan dengan tekun dan semangat; Masyarakat telah dapat menerima program kegiatan binaan narapidana yang bersangkutan; Narapidana telah berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kurangnya selama 6 bulan terakhir; Kepada narapidana telah menjalani masa pidana 2/3 dari masa pidananya sekurang-kurangnya 9 bulan.

  • b.    Syarat Administratif:

Salinan putusan pengadilan atas kasus yang tengah dijalani; Memberikan surat keterangan asli kejaksaan yang menerangkan bahwa narapidana tidak mempunyai perkara lagi; Surat asli dari pengadilan negeri yang memutuskan sikap narapidana pada waktu pemeriksaan di pengadilan serta tidak menyulitkan petugas untuk mendapatkan informasi mengenai keterangan tentang latar belakang tindak pidana yang dilakukan; Laporan penelitian kemasyarakatan dari BAPAS tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan lingkungan serta pihak lainnya yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan narapidana; Salinan daftar F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama masa pidana yang bersumber dari kepala rumah tahanan; Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala rumah tahanan; Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana, seperti keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta yang telah diketahui oleh lurah atau Kepala Desa; Surat keterangan kesehatan dari psikologi atau dokter umum, bahwa narapidana tersebut telah dinyatakan sehat secara jasmani dan rohani.

Selain itu, diperlukan juga orang (berasal dari keluarga terdekat), lembaga atapun badan hukum dituangkan secara tertulis serta bermaterai yang bisa menjamin narapidana tersebut. Kebijakan yang dibuat oleh permenkumham tidak diberlakukan terhadap semua warga binaan pemasyarakatan, kebijakan tersebut hanya diberikan kepada warga binaan yang melakukan tindak pidana umum.17 Asimilasi ini tentunya tidak diperuntukkan bagi narapidana yang nyawanya tengah berada dalam bahaya, ataupun narapidana tersebut tengah melakukan tindak pidana lainnya, serta tidak diberikan kepada narapidana yang tengah menjalani eksekusi seumur hidup. Asimilasi tidak akan diberikan kepada narapidana tindak pidana, Terorisme, Narkotika, Korupsi, serta Kejahatan terhadap Transnasional Terorganisasi, WNA.

Walau statusnya sebagai narapidana, hal itu tentunya bukan menjadi halangan baginya untuk tetap mendapatkan hak-hak, yakni sebagai berikut: Mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar, memperoleh remisi, memperoleh cuti, memperoleh asimilasi, memperoleh lepas bersyarat. Selain Indonesia, negara-negara besar lainnya juga mengeluarkan kebijakan kebebasan narapidana sebagai penanggulangan Covid-19 salah satunya di negara Perancis, yang mengambil kebijakan penanggulangan dengan cara mengurangi narapidana sebanyak 10% dari jumlah total narapidananya. Selain itu, negara Turki yang telah mengeluarkan sebuah peraturan, mereka menyebutnya dengan pembebasan sementara terhadap narapidana, kurang lebih sebanyak 45.000 narapidana di Turki sudah dibebaskan. Kebijakan yang telah dibuat oleh negara-negara di atas hampir serupa dengan apa yang tengah ditetapkan oleh Indonesia saat ini. Dengan pengawasan yang berkelanjutan terhadap narapidana yang dibebaskan sementara ataupun melakukan pelatihan kerja agar nantinya narapidana yang dilepaskan sementara tidak melakukan kejahatan ataupun tindak pidana di tengah-tengah masyarakat luas.18

Pengawasan terhadap narapidana dilakukan oleh seorang pejabat fungsional Pembimbing Kemasyarakatan (PK). pengertian PK dicantumkan di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 pada Pasal 1 angka 13. Pembebasan narapidana selama masa memerangi Covid-19 dengan cara memberikan hak asimilasi dan hak integrasi ini mengharuskan kepada pembimbing kemasyarakatan mendampingi selama narapidana berada diluar Lembaga kemasyarakatan dengan melakukan pengawasan secara daring melalui media elektronik seperti telepon/sms/Whatsapp/video call,19 dengan mengikuti jadwal yang telah disesuaikan oleh masing-masing PK, serta memberikan materi bimbingan dan juga melakukan pengawasan terhadap narapidananya. Narapidana juga diharuskan untuk melaporkan keberadaan, kondisi kesehatan, serta hubungan sosial mereka dengan keluarga dan masyarakat minimal 1 minggu sekali kepada PK.

Seorang narapidana akan diarahkan dan sekaligus dituntun oleh PK masing-masing secara individu dengan menggunakan pendekatan secara pribadi selama masa pengawasannya, yakni dengan dilakukan 1 kali dalam seminggu (hak asimilasi) dan 1 kali dalam sebulan (hak integrasi) secara online. Masing-masing PK akan memberikan pembekalan berupa keterampilan dalam hal pengamatan, keterampilan dalam hal interview, membangun hubungan secara sosial, untuk mengontrol emisi di tengah masyarakat, serta dapat memberikan dorongan yang positif kepada teman-teman setaranya di lapas, serta menggerakkan narapidana agar bisa diarahkan sesuai dengan program kerja dari perencanaan pembimbing dan pengawas. Apabila selama penerapannya seorang napi terbukti telah melakukan pelanggaran selama menjalankan hak asimilasi dan hak integrasinya, maka hak asimilasinya dan hak integrasinya akan dapat dicabut oleh Bapas. Sebagai tambahan hukuman maka hukuman yg baru akan ditambahkan dengan hukuman yang sebelumnya. Pelanggaran yang dimaksudkan berupa: sulitnya dihubungi, meresahkan warga sekitar (didapat oleh ketua rukun tetangga dan rukun warga (RT/RW),

lurah, atau kepolisian setempat, selain itu, tidak melakukan wajib lapor kepada Bapas paling banyak 3x secara bersambungan, dan juga tidak memberitahu PK jika seorang napi melakukan perubahan alamat rumah tinggal kepada Bapas, dan yang terakhir adalah jika seorang napi tidak mendengarkan arahan bapas serta tak mematuhi seluruh program arahan yang sudah ditentukan oleh Bapas20

3.2 Problematika Kebijakan Asimilasi Dan Hak Integrasi Di Masa Pandemi

Berdasarkan pada semua ketentuan yang tengah dijabarkan diatas dengan dikeluarkannya peraturan tersebut kurang mendukungnya dengan kondisi dilapangan. Seperti yang telah diketahui penyebaran Covid-19 akan terjadi apabila narapidana melakukan kontak fisik secara langsung dengan pasien Covid-19. Saat ini narapidana tersebut berada di dalam lapas dengan kapasitas yang tengah melebihi angka yang wajar dengan mengeluarkan mereka sebagian itu artinya ada kemungkinan bahwa selama berada di luar lapas mereka akan terpapar virus ini dan malah menyebarkannya lebih luas lagi. Yang seharusnya untuk dipersiapkan adalah upaya pendukung lainnya seperti mengaplikasikan sistem restorative justice, menyemprotkan disinfektan di wilayah di sekitar lapas, mengurangi lama waktu jam besuk dan juga melakukan pelacakan (tracking covid) secara ketat serta berkala kepada narapidana yang pernah berkomunikasi ataupun bersentuhan secara tidak sengaja dengan orang yang terkena virus.

Dalam pembuatan peraturan asas hukum bagaikan arah mata angin yang diperlukan dalam membuat sebuah peraturan perundang-undangan.21 Ada baiknya sebelum melahirkan produk hukum memerlukan langkah-langkah yang tepat seperti: a. Perlu adanya pengkajian secara ilmiah yang lebih mendalam sebelum menjadi peraturan yang nantinya dinyatakan berlaku. b. Harus adanya sosialisasi kepada masyarakat. c. Dengan diberlakukannya kebijakan ini, apakah dapat memberikan kepastian hukum, keadilan dan juga kemanfaatan hukum. d. Tidak menimbulkan pertentangan dengan peraturan lain ataupun peraturan diatasnya. e. Kebijakan tersebut telah disinkronkan dengan hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku serta sifatnya yang mengikat secara umum atapun khusus (hukum positif).22

Dengan diterapkannya Permenkumham 10/2020 yang menjelaskan bahwa narapidana yang diberikan baik itu hak asimilasi ataupun hak integrasi, telah memberikan warga binaan sebuah kebebasan tersendiri bagi mereka dalam menghadapi lingkungan yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat. Sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yang dalam hasilnya menjelaskan bahwa dalam kurung waktu kurang lebih 3 tahun setelah mereka dibebaskan ada sebanyak 67,8% dari mantan warga binaan terbukti melakukan tindak pidana Kembali (Fact, 2016).23 Tentunya hal ini menjadi sebuah

tekanan yang begitu besar di masyarakat yang secara tidak langsung baik itu masyarakat maupun pemerintah dirugikan akan hal ini. Tentunya hal ini pula yang menjadi tantangan tersendiri bagi pihak yg saling berkaitan, yakni: Tantangan dalam bidang hukum dan peraturan, mengacu kepada praktek penyelenggara hukum dalam ruang lingkup hukum empiris. Dari berbagai pengaturan di Indonesia masih menegaskan bagi narapidana dilarang untuk bekerja ataupun memiliki jabatan di khalayak publik, seperti yang terdapat didalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS); Tantangan dari penegak hukum, menjadi sebuah tantangan tersendiri yang tidak bisa luput bagi para penegak hukum. Dapat dilihat jumlah warga binaan yang tidak sedikit mendapatkan hak asimilasi dan juga hak integrasi berbanding terbalik dengan jumlah para aparatur negara yang mengawasi; Tantangan sarana dan prasarana, Semasa binaan para warga binaan selama di lapas cukup terpenuhi mulai dari sarana kesehatan, pendidikan, pangan, upah, serta premi yang didapatkan dari bekerjanya napi didalam lapas. Namun ketika mereka diberikan hak asimilasi dan juga integrasinya secara otomatis maka semua sarana dan prasarana yang didapatkan akan gugur. Untuk mendapatkan itu semua ditengah-tengah masyarakat mereka haruslah bekerja dengan keras di luar lapas dengan berbekal keterampilan yang dimiliki napi yang didapatkan semasa di lapas; Tantangan masyarakat, merupakan sebuah kunci keberhasilan dari diterapkannya hak asimilasi dan juga hak integrasi ini. Namun hingga saat ini peranan masyarakat dalam mengimbangi penerapan hak asimilasi dan juga hak integrasi ini masih terbilang cukup minim. Terbukti dari respon dari sebagian masyarakat yang masih enggan dan juga tidak peduli dari pemninaan ini. Hal ini yang membuat tingginya stigma negatif masyarakat terhadap mantan narapidana.

Penerapan hak asimilasi dan integrasi ini memberikan berbagai dampak, mulai dari dampak positif yang membuat angka penghuni lapas menurun dengan drastis. Dengan adanya kebijakan ini telah berhasil menurunkan angka kondisi over capacity hingga 30% di lapas.24 Selain itu pula pengawasan serta pembinaan terhadap narapidana yang masih berada di lapas atau rutan akan lebih optimal, secara otomatis pula kebijakan ini dapat menekankan biaya konsumsi yang dikeluarkan oleh lapas dan rutan. Dilihat dari sisi negatifnya, dengan dikeluarkannya kebijakan ini dapat menimbulkan meningkatnya angka kriminalitas di lingkungan masyarakat, apalagi ditambah dengan adanya pandemi seperti saat ini. Berdasarkan keterangan yang dipaparkan oleh, Ahmad Ramadhan, selaku Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes tercatat sebanyak 140 kasus yang terjadi. Kejahatan yang dilakukan sangat beragam mulai dari yg pencurian, hingga pembunuhan. Teruntuk seorang narapidana yang telah diberikan hak asimilasi maupun hak integrasi namun kembali lagi membuat tindak kejahatan di tengah-tengah masa pandemi ini, Kementerian Hukum Dan Ham telah menyiasatinya dengan memberlakukan sel pengasingan (staff cell) yakni menempatkan narapidana di tempat yang berbeda dengan narapidana lainnya. Hal ini dilakukan tentunya agar bisa mengurangi kontak fisik antar narapidana yang berasal dari luar yang kemudian kembali masuk ke dalam lapas.

Pembuatan kebijakan pembebasan narapidana ini merupakan solusi yang menguntungkan namun dilain sisi pula dapat merugikan, dimana program ini memberikan kebebasan kepada narapidananya namun tidak mempertimbangkan bagaimana nanti mereka menjalani kehidupan ditengah-tengah masyarakat. Tentu saja secara tidak langsung pula melalui peraturan ini, pemerintah tidak bisa memberikan ketentuan yang tegas bagi para narapidana yang sudah bebas untuk tidak mengulang perbuatan pidananya. Ditambah lagi dengan situasi wabah Covid-19 yang tengah melanda dunia, dengan kondisi perekonomian yang menurun drastis, tingginya angka pengangguran, serta gaya hidup banyak berubah, yang membuat kebutuhan serta tuntutan hidup ditengah-tengah pandemi meningkat drastis sehingga dapat memicu narapidana yang telah mendapatkan hak ini bisa berulah kembali.

IV. Kesimpulan sebagai Penutup

4. Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian serta teori yang telah penulis jabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembebasan narapidana melalui asimilasi dan integrasi merupakan salah satu cara pemerintah untuk mengurangi angka penghuni rumah tahanan yang sudah mencapai kelebihan penghuni (over capacity). Kebijakan Permenkumham No.10 Tahun 2020 ini telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan indonesia dengan melihat dan menelaah perundang-undangan yang berada diatasnya, namun masih kurang mampu memenuhi asas kepentingan umum dan juga rasa keadilan ditengah-tengah masyarakat. Karena hingga saat ini masih banyak sekali problematikan yang terjadi dari penerapan kebijakan ini, salah satunya adalah meningkatnya kasus criminal khususnya di masa pandemi. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkaitanpun dirasa masih kurang mumpuni, pengawasan yang hanya dilakukan via daring menjadi salah satu faktornya, selain itu pula lingkungan sekitar narapidanapun sangat mempengaruhinya. Walaupun angka narapidana yang berulah kembali masih dikatakan sedikit dibandingkan dengan narapidana yang dibebaskan melalui asimilasi maupun integrasi. Pembebasan bersyarat ini sewajarnya haruslah dipertimbangakan secara bijak dan juga matang agar dampak negatif yang tengah berkembang di masyarakat bisa diminimalisasi sebaik-baiknya. Dengan perlunya persiapan dan juga procedure control yang cukup untuk meminimalisasi kecemasan serta kekhawatiran kepada narapidana yang baru baru saja dibebaskan. Kebijakan inipun melenceng dari asas hukum kesehatan yaitu “Salus Populi Suprema Lex Esto” yang maknanya adalah keselamatan dan kesehatan masyarakat merupakan hukum yang tertinggi di negara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ikhtiar hisyam. Analisis kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana di masa pandemi covid -19.2020, Jakarta selatan.

Ruslan Renggong. Hukum Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM Dalam Proses Penahanan Di Indonesia, Prenada Media, Surabaya 2016, hlm.48.

Romi Aditya Pranata, Jurnal Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2018 “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Pembebasan Bersyarat (Studi Rumah Tahanan Kelas 11 B Praya)”

JURNAL

Rizky, Bayu. "Dampak Positif Kebijakan Asimilasi Dan Integrasi Bagi Narapidana Dalam Pencegahan Dan Penaggulangan Covid-19." JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum Dan Humaniora 7, no. 3 (2020): 655-665. DOI: -

Johari, J., and H. Husni. "Kebijakan Asimilasi Terhadap Narapidana Di Masa Pandemi COVID-19." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh 4, no. 2 (2021). DOI: https://doi.org/10.29103/jimfh.v4i2.4450

Yustia, Daffa, and Jeremias Palito. "Kebijakan Pembebasan Bersyarat Massal Dalam Rangka Penanganan Overcrowding Selama Pandemi Covid-19 Di Indonesia Dan Negara-Negara Eropa." Doctrinal 6, no. 1 (2021). DOI: -

Amrullah, Ihsan, and Padmono Wibowo. "Kontroversi Pemberian Asimilasi Dan Hak Integrasi Dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 Dalam Menanggulangi Covid-19." Jurnal Ilmiah Muqaddimah: Jurnal Ilmu Sosial, Politik dan Humaniora Humaniora 5, no. 1 (2021). DOI: http://dx.doi.org/10.31604/jim.v5i1.2021.59-70

Umronah, Enny. "Analisis Yuridis Pengawasan Asimilasi dan Integrasi bagi Narapidana dan Anak Ketika Pandemi COVID-19 (Studi di Balai Pemasyarakatan Kelas I Malang)." Legal Spirit 4, no. 1 (2020). DOI: https://doi.org/10.31328/ls.v4i1.1554

Appludnopsanji, Appludnopsanji, and Hari Sutra Disemadi. "Problematika Kebijakan Pembebasan Narapidana sebagai Upaya Penanggulangan COVID-19 di Indonesia." Jurnal     Wawasan     Yuridika 4,     no.     2     (2020).     DOI:

http://dx.doi.org/10.25072/jwy.v4i2.369

Widyatama, Arfie Rachman. "Pro Kontra Kebijakan Pelepasan Narapidana Oleh Pemerintah di Masa Pandemi Covid-19." Jurisdiction 4, no. 3 (2021): 887-904. DOI:

http://dx.doi.org/10.20473/jd.v4i3.26974

Agustiwi, Asri, and Reky Nurviana. "KAJIAN KRITIS TERHADAP PEMBEBASAN NARAPIDANA DI MASA PANDEMI COVID-19." RECHTSSTAAT NIEUW 5, no. 1 (2020). DOI: https://doi.org/10.52429/rn.v5i1.17

Nabilah, Wardah Qurni. "Pengulangan Tindak Pidana oleh Narapidana Pasca Asimilasi dan Integrasi pada Masa Pandemi Covid-19." Jurist-Diction 4, no. 3 (2021): 1203-1228. DOI: https://doi.org/10.20473/jd.v4i3.26993

Anwar, Mohamad. "Asimilasi dan peningkatan kriminalitas di tengah pembatasan sosial berskala    besar    pandemi    corona." ADALAH 4,    no.     1     (2020).

DOI: 10.15408/adalah.v4i1.15504

Akili, Rustam. "Implementasi Pembentukan Kebijakan Hukum Melalui Proses Legislasi Dalam Rangka Pembangunan Hukum." Jurnal Legalitas 5, no. 01 (2012). DOI:

https://doi.org/10.33756/jelta.v5i01.871

WEBSITE

Kemenkumham Telah Bebaskan 36.554 Napi di Tengah Wabah Corona CNN Indonesia. Diakses pada 2 september 2021 pada pukul 10.07 wita URL: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200411155847-20-492629/kemenkumham-telah-bebaskan-36554-napi-di-tengah-wabah-corona.

Arif, Abdul. Akhir Kebijakan Asimilasi di Rumah bagi Narapidana. 2021. Diakses pada 2 september    2021    URL:    https://semarang.ayoindonesia.com/netizen/pr-

77801519/Akhir-Kebijakan-Asimilasi-di-Rumah-bagi-Narapidana.

Abdi, Alfian Putra. Eks Napi Program Asimilasi Jokowi Kembali Berulah, Apa Penyebabnya?. 2020, diakses pada tanggal 29 September 2021 pada pukul 20.48 URL: https://tirto.id/eks-napi-program-asimilasi-jokowikembali-berulah-apa-penyebabnyaePvS.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Lembar Negara Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614

Lembar Negara Republik Indoneisa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Binaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68.

Peraturan menteri Hukum Dan Ham Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi Dan Hak Integritas Bagi Narapidana Dan Anak. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 298

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 3 Tahun 2022, hlm. 513-526