PENGATURAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN IZIN USAHA DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG - UNDANG CIPTA KERJA
on
PENGATURAN KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN IZIN USAHA DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
BERDASARKAN UNDANG - UNDANG CIPTA KERJA
Intan Septiyani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2022.v11.i05.p11
ABSTRAK
Penelitian ini tujuannya dalam rangka mengetahui konsep perizinan usaha pada bidang lingkungan hidup dengan berlandaskan pada UU No.32 Tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis normatif berdasarkan bahan hukum primer. Hasil studi menunjukkan bahwa pada UU Cipta Kerja pemberian izin diberikan oleh pemerintahan pusat dimana hal ini didasarkan pada penghitungan tingkat bahaya serta nilai potensial yang ada pada aspek lingkungan, keselamatan, serta penggunaan sumber daya. Bilamana ada pelanggaran yang penerima izin lakukan, dengan demikian konsekuensinya adalah pencabutan izin usaha.
Kata Kunci : Lingkungan Hidup, Perizinan, Cipta Kerja
ABSTRACT
This study aims to determine the concept of business licensing in the environmental sector based on Law No. 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. The writing of this article uses a normative juridical approach research method based on primary legal materials. The results of the study indicate that in the Employment Creation Act, the permit is granted by the central government where this is based on the calculation of the level of danger and the potential value in environmental, safety, and resource use aspects. If there is a violation by the licensee, the consequence is the revocation of the business license.
Key Words: Environment, Licensing, Job Creation
Lingkungan hidup disebut sebagai satu cakupan meliputi segala daya, benda, makhluk hidup, serta keadaan di dalamnya. Contohnya adalah manusia beserta perilaku yang ia miliki, yang memberikan pengaruh pada alam, keberlangsungan peri kehidupan serta sejahteranya manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Disederhanakannya perizinan melalui UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan tanggapan cepat pemerintah dalam rangka mengatasi keadaan terkait penyelenggaraan kegiatan usaha di masa sekarang memakai pendekatan izin (license approach) dengan tidak menggunakan pendektan risiko (RBA/Risk-BasedApproach). Keadaan tersebut konsekuensinya yakni segala aktivitas perusahaan perlu mempunyai izin. Karena, pada sektor tertentu diperlukan lebih banyak perizinan yang perlu pengusaha miliki sebelum melaksanakan usahanya. Permasalahan terkait perizinan salah satunya yakni perihal investasi dan hal tersebut harus dibenahi selain menjadi
syarat ketenagakerjaan, investasi, perlindungan UMKM, serta kemudahan kemudahan berusaha.1
Pada pandangan teoritis lingkungan hidup dipandang sebagai unsur pasti dalam kehidupan manusia dan tak lepas dari hidup manusia.2 Bagian dalam suatu instrumen pada pengelolaan lingkungan hidup yakni perizinan. Izin disebut sebagai alat pemerintahan dengan sifatnya yang yuridis preventif dalam rangka agar saat menegakkan hukum mampu melakukan pencegahan terkait pencemaran lingkungan hidup serta dilaksanakan dengan cara represif yang dimana usaha dalam menegakkan hukum bertindak secara hukum pada siapapun yang tak mematuhi keberlakuan undang-undang.3 Serta dipergunakan menjadi suatu instrumen administrasi dalam pengendalian tingkah laku masyarakat. Maka dari sifat sebuah perizinan yakni preventif, tak terlepas dari kewajiban serta perintah yang wajib pemegang izin taati. Perizinan dapat diselenggarakan dengan melaksanakan pelayanan terpadu di pintu yang sama yang dimana penyelenggaraannya perlu dilaksanakan melalui prinsip penyederhanaan jenis perizinan.4 Sehingga akan dapat ditemukan dalam berbagai wujud perizinan, seperti izin, dispensasi, lisensi, konsesi, rekomendasi, dan lain sebagainya.5
Jenis perizinan pada dasarnya berkaitan dengan berbagai aktivitas yang berdampak besar pada lingkungan atau seringkali disebut dengan perizinan lingkungan (milieuvergunning/environmental licence).6 Perizinan lingkungan merupakan izin pada masing-masing pihak pengusaha ataupun aktivitas yang diwajibkan memiliki amdal ataupun UKL-UPL terkait pengelolaan serta perlindungan lingkungan hidup selaku syarat dalam memperoleh perizinan berusaha ataupun kegiatan.
Perizinan berasal dari kata izin dengan artian pernyataan mengizinkan. Izin (vergunning) merupakan kesetujuan penguasa atas dasar keberlakuan perundang-undangan ataupun peraturan pemerintahan pada kondisi tertentu yang tak sejalan dengan berbagai hal yang dilarang perundang-undangan. Izin juga berarti pembebasan, pelepasan, ataupun dispensasi terkait sebuah hal yang dilarang. Lebih lanjut, lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disebut dengan satu lingkup yang mencakup segala daya, benda, makhluk hidup, kondisi tak terkecuali manusia beserta perilaku yang ia miliki yang memberikan pengaruh pada alam, keberlangsungan perikehidupan, serta sejahteranya manusia beserta makhluk lainnya.
Hubungan izin beserta lingkungan yaitu izin disebut sebagai sebuah usaha dalam mencegah rusaknya lingkungan hidup dengan ketetapan pada sistim perizinan lingkungan. Perizinan lingkungan serta syarat-syarat yang wajib disusun atas dasar berbagai ukuran yuridis dengan mengacu pada kondisi individual aktivitas industri dengan dampaknya kepada tahap-tahap dalam mengelola lingkungan hidup.
Suatu hal yang diperhatikan pada UU Cipta Kerja yakni peraturan izin lingkungan untuk pengusaha. Bermacam peraturan pada UU Cipta Kerja, memotong beberapa birokrasi pada investasi terkait lingkungan. Saat ini, perizinan investasi tidak seragam lagi, namun lebih mengedepankan basis resiko. Hal tersebut serupa dengan berubahnya prosedur terkait penilaian amdal. Sehingga perlu adanya penelitian dan penulisan pengkajian terkait aturan yang menyederhanakan perizinan lingkungan pada UU Cipta Kerja serta dampak yang muncul.
-
1. Bagaimana pengaturan penyederhanaan perizinan lingkungan hidup pada UU Cipta Kerja?
-
2. Bagaimana dampak penyederhanaan perizinan terhadap kelestarian lingkungan hidup?
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi sistem peraturan penyederhanaan Perizinan Lingkungan Hidup pada UU No. 32 Tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta segala dampak dari penyederhaan perizinan terhadap lingkungan hidup tersebut.
Metode Penelitian yang digunakan yaitu berbentuk penelitian yuridis normatif. Berbagai landasan yuridis yang digunakan dalam penelitian ini yakni UU No. 32 Tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 27 Tahun 2012 perihal perizinan Lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian yang didasarkan pada UU ataupun peraturan pemerintah pada kondisi khusus serta tak sesuai dengan ketetapan-ketetapan larangan dalam undang-undang yang dilakukan pengkajian melalui statute approach (pendekatan undang-undang) yang berarti sebuah permasalahan akan diamati berdasarkan aspek hukum melalui penngkajian aturan undang-undang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan study literature serta pengamatan/observasi dokumen. Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif yang memiliki tujuan dalam rangka mendeskripsikan dengan sistematis mengenai izin usaha dibidang lingkungan hidup.
-
III. Hasil dan Pembahasan
Dalam praktek pelaksanaan pemerintah terdapat beberapa produk kebijakan yang sering dijumpai (policy rule, beleidregel) dengan karakteristik yang bervariasi salah
satunya aturan (UU) terkait perizinan.7 Konstruksi hukum pada aturan perizinan perusahaan terkait lingkungan hidup berlandaskan UU No.32 tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian dipersingkat UUPLH serta ada aturan pelaksana UUPLH tersebut yakni PP No. 27 Tahun 2012 perihal perizinan lingkungan. Perizinan tersebut menyatakan dasar izin dengan maksudnya izin yakni pernyataan yang memberikan pengabulan, tak melakukan pelarangan, serta lain-lain. Izin menjadi sebuah persetujuan penguasa atas dasar UU ataupun peraturan pemerintah terkait suatu kondisi yang tak sesuai dengan ketetapan yang dilarang undang-undang.
Izin juga berarti dispensasi pembebasan ataupun pelepasan atau dari sebuah yang dilarang.8 Izin menjadi instrumen pemerintahan dengan sifatnya yang yuridis, preventif serta dipergunakan selaku alat administrasi dalam pengendalian tingkah laku bermasyarakat. Oleh karenanya sifat daripada sebuah izin yakni preventif, tak dapat terlepas dari kewajiban serta perintah yang wajib pemegang izin taati.9 Di sisi lainnya ada fungsi izin yang represif, yang izin dengan fungsinya selaku alat yang digunakan dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan manusia terkait perizinan berarti sebuah usaha dengan izin terkait pengelolaan lingkungan berkewajiban menjegah tercemar serta rusaknya lingkungan yang mungkin muncul akibat kegiatan perusahaannya.10
Badan usaha sangat berperan penting dalam hal ini dikarenakan badan usaha wajib mengamati serta menjamin kelangsungan lingkungan dan juga mutu lingkungan beserta pemulihannya akibat adanya aktivitas usaha.11 Dalam UUPPLH perizinan lingkungan melakukan penggabungan proses pengurusan terkait kelayakan lingkungan hidup, perizinan untuk membuang limbah cair ataupun bahan berbahaya/beracun. Untuk sekarang 3 perizinan itu digabung dan diurus bersamaan menjadi bentuk perizinan lingkungan. Terdapat persyaratan ketika megurus terbitnya izin lingkungan dari badan usaha, yakni terkait AMDAL (analisis dampak lingkungan) ataupun UKL (upaya pengelolaan lingkungan hidup) serta UPL (upaya pemantauan lingkungan hidup). Dengan demikian dengan tidak adanya tiga persyaratan yang telah disebutkan maka tidak lolos perijinan.
Selain aturan perizinan berdasarkan UUPPLH, pemerintah menerbitkan aturan turunan berdasarkan UU selaku aturan teknis terkait penyelenggarannya, aturan ini merupakan PP No.27 Tahun 2012 perihal perizinan lingkungan. Peraturan Pemerintahan tersebut memuat tahapan teknis terkait perizinan lingkungan secara ketat serta tidak mudah berubah, dengan demikian segala perusahan yang mendapatkan perizinan lingkungan wajib patuh dan tertib dengan Peraturan Pemerintah tersebut.
Beberapa perihal bisa menjadi penyebab untuk pelaku usaha agar memenuhi bermacam tahapan dan langkah di dalamnya. Selain itu, ,masing- masing pengusaha
perlu mempersiapkan dokumen AMDAL sertajuga siap untuk membiayai seluruhhal yang dibutuhkan terkaitpembuatan dokumen.
Pasal 42 jo Pasal 47 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 menyebutkan perizinan lingkungan disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian ANDAL serta RKL-RPL ataupun pemeriksaan UKL-UPL. Perizinan lingkungan diterbitkan oleh beberapa pihak yaitu :
-
a) Menteri, dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup ataupun Rekomendasi UKL-UPL yang Menteri publikasikan
-
b) Gubernur, dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup ataupun Rekomendasi UKL-UPL yang gubernur publikasikan; serta
-
c) Walikota serta bupati dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup ataupun Rekomendasi UKL-UPL yang Walikota/Bupati publikasikan.
Usaha ataupun aktivitas terencana perlu mempunyai izin atas pengelolaan serta perlindungan lingkungan hidup (PPLH). Izin lingkungan mencakup perizinan PPLH sejalan dengan UU meliputi :
-
a) perizinan untuk memanfaatkan air limbah agar diaplikasikan ke tanah;
-
b) perizinan untuk mengangkut limbah B3;
-
c) perizinan untuk membuang limbah cairan;
-
d) perizinan untuk mengumpulkan limbah B3;
-
e) perizinan untuk mengolah limbah B3;
-
f) perizinan untuk membuang air limbah ke lautan;
-
g) perizinan untuk melakukan injeksi ulang pada formasi/perizinan venting.
Wacana pemberian aturan terkait izin lingkungan hidup pada UU Cipta Kerja yang dimana terdapatnya UU No.11 Tahun 2020 perihal Cipta Kerja yang kemudian dikenal sebagai UU Cipta kerja dengan penyederhanaan pada lebih dari 70 peraturan tersebut maksudnya adalah memudahkan investasi supaya mampu memberikan dorongan atas terciptanya lapangan pekerjaan yang lebih luas. Berbagai macam UU dilakukan perubahan, termasuk UU Kehutanan, UUPPLH, pertambangan serta beragam UU yang lain terkait lingkungan hidup.
UU Cipta Kerja mengganti konsepsi aktivitas usahanya dari yang basis perijinan dijadikan penerapan standar yang basisnya resiko.12 Izin usaha merupakan penyelenggaraan pengawasan dengan disebut sebagai alat pemerintahan untuk mengendalikan aktivitas usaha supaya dapat terlaksana secara optimal dan lancar. Perizinan merupakan penerapan usaha dengan basis resiko yang sebagaimana teratur pada UU Cipta Kerja atas dasar penentuan resiko aktivitas usaha. Terletak catatan yang perlu diperhatikan dalam Pasal 8 dikarenakan penulis menyebutkan telah ada penentuan yang tidak jelas terkait kriteria tingkatan bahaya serta klasifikasinya terkait kemungkinan terjadinya bahaya dengan potensi dapat megabaikan berbagai risiko atau hal-hal yang tak terindentifikasi. Selanjutnya terdapat penentuan tingkatan bahaya agar dapat menetapkan tingkatan risiko aktivitas usaha tak ditemukan aspek risiko bencana, kemudian sebuah aktivitas usaha berkemampuan dalam mengeliminasi resiko bencana alam atau bencana yang bisa diakibatkan karena ulah manusia. Selanjutnya ada beragam proyek strategis nasional yang ada pada wilayah yang beresiko terkena bencana.
Pasal 11 ayat (2) menyebutkan izin disebut sebagai hal-hal yang pemerintah pusat setujui terkait penyelenggaraan aktivitas usaha yang perlu pengusaha penuhi sebelum berusaha. Pemerintah pusat memberikan izin terkait UU Cipta Kerja. Maka dari itu sangat disayangkan jika pemerintahan daerah tidak mempunyai kewenangannya untuk memberikan izin, akan lebih esensial lagi dengan tak disusunnya AMDAL yang menyebabkan dampak tidak baik bagi kelangsungan lingkungan hidup terkait kerusakan serta pencemaran lingkungan yang diakibatkan perusahaan beserta kegiatannya. Pada Pasal 12 perihal pengawasan, segala aktivitas usaha dilaksanakan disertai intensitas pelaksanaan yang dilakukan atas dasar tingkatan resiko aktivitas usaha. Perihal tersebut bisa mengakibatkan timbulnya rasa tidak patuh serta meningkatkan berbagai pelanggaran serta risiko.13
Pada UU Cipta Kerja terdapat peraturan berbasis risiko yang tidak dapat diimplementasikan di negara Indonesia, dikarenakan regulasi berbasis risiko dilaksanakan agar dapat meningkatkan efesiensi regulasi dengan memberikan hal-hal prioritas yang risikonya bernilai tinggi, serasi dengan teorinya, ketika meregulasi dengan basis risiko, pemberi regulasi harus memenuhi berbagai hal sebagai berikut :14
-
a) mendeskripsikan secara nyata tujuan atas adanya regulasi serta risiko-risiko yang terkait pencapaian wujud regulasi itu;
-
b) menetapkan risiko yang mampu diterima atau tak dapat diterima (risk appettie);
-
c) melaksanakan pemberian peringkat risiko berdasarkan probabilitas maupun dampak atas suatu risiko itu sendiri;
-
d) menyalurkan sumber daya serasi dengan tingkat risikonya.
Risiko-risiko terkait keadaan tersebut terletak regulasi dengan basis risiko tidak bisa dilakukan penerapan secara optimal. Pemerintah sebagai regulator melalui omnibus Law cenderung bingung dengan hal mandatnya beserta tujuan dari regulasi itu. Sebagai contoh tujuan omnibus law pada penerapannya di Indonesia berkaitan dengan perihal permasalahan lingkungan yakni dalam rangka berinvestasi serta membukakan lapangan perkerjaan. Tetapi pada Pasal 3 UUPPLH bertujuan memberikan perlindungan pada NKRI dari tercemar serta rusaknya lingkungan hidup, memberikan jaminan atas keberlangsungan kehidupan makhluk hidup serta lestarinya ekosistem, memberikan jaminan atas terpenuhi serta terlindunginya hak terkait lingkungan hidup sama halnya dengan HAM, dll. Kemudian kesimpulan antara mendatangkan atau berinvestasi yang tujuannya memberikan perlindungan atas lingkungan merupakan tujuan yang dapat berlainan.
Investasi dapat dilaksanakan disertai dengan adanya perusakan lingkungan tanpa mengamati beragam aspek yang melindungi serta mengelola lingkungan hidup yang bisa menimbulkan tercemar serta rusaknya lingkungan.15 Jika investasi menjadi tujuan dari regulasi tersebut maka peran pemerintah dalam hal ini bisa mendefinisikan risiko setelah mengetahui adanya tujuan dari regulasi tersebut. Yang menjadi faktor
utama dari risiko adalah dari ketatnya peraturan lingkungan serta investor merasa dipersulit. selanjutnya apabila regulasi bertujuan melindungi lingkungan, justru investasi pada sebuah daerah berpeluang sebagai faktor risiko.
Dalam menentukan risiko akan terkesan subjektif serta tak jarang memunculkan konflik, dikarenakan pada penetapan risiko masing-masing orang ataupun komunitas dapat berpariasi. Adapun beberapa orang dengan memiliki prilaku menghidar dari resiko (Risk Averse) sedangkan beberapa orang yang lain memilih risiko (Risk Taker). Pada penilaian risiko ini sangatlah membutuhkan tak sedikit data, dan juga dalam implemetasinya ditemukan beragam kejadian yang dianggap gagal sewaktu pendekatan dengan basis resiko karena resiko yang awalnya kecil selanjutnya dapat meningkat dikarenakan kurangnya pengawasan.
Sistem dalam mengatur serta mengelola lingkungan hidup cenderung membuat sulit terkait penegakan hukum serta pengawasan bilamana penghapusan izin lingkungan tidak sesuai dengan sistem aturan tersebut. Perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan sistem yang bisa secara keseluruhan melingkupi kategori instrument yang dipilih untuk mengelola lingkungan hidup secara benar. Adapun masalah yang akan terjadi jika penghapusan izin lingkungan dalam Omnibus Law yakni:
-
a) Dengan tidak adanya perizinan lingkungan pemerintah cenderung akan sulit mengawasi serta melakukan penegakan hukum;
-
b) Jika perizinan lingkungan dihapuskan maka memberikan dampak kepada kesempatan yang kurang untuk masyarakat dalam melakukan perbaikan terkait keputusan yang tak sesuai dengan perundang-undangan terkait berbagai aspek lingkungan hidup;
-
c) Jika perizinan lingkungan dihapusnya maka berdampak pada berkurangnya tindakan untuk mencegah tercemar serta rusaknya lingkungan hidup.
Prinsip dari hukum pidana adalah menjadi pengatur sebuah tindakan dengan berlandaskan norma masyarakat serta sosial yang tujuannya adalah memberikan dorongan atas terciptanya norma sosial yang menerangkan bahwa tindakan itu salah. Peniadaan ancaman sanksi pidana bagi pelanggaran ijin akan memberikan tanda positif terhadap pengusaha dalam rangka sikapnya untuk abai pada lingkungan hidup. Ketentuan pidana yang terdapat dalam UUPPLH terkait dengan izin lingkungan yang bisa menyebabkan potensi besar merugikan ataupun membuat tercemarnya lingkungan tetapi tak mempunyai perizinan lingkungan ataupun tak melaksanakan sanksi administratif. Adapun 4 (empat) jenis sanksi administratif itu adalah teguran tertulis, paksaan pemerintahan, dibekukannya perizinan lingkungan pengelolaan lingkungan hidup dan dicabutnya perizinan lingkungan pengelolaan serta perlindungan lingkungan hidup.16 Tak hanya keempat jenis sanksi tersebut, ada juga beberapa jenis sanksi administratif yang lainnya yaitu : sanksi administratif berupa denda administrative dan dibatalkannya perizinan.17 Pada saat ini pemerintah memberikan sanksi administratif sebagai kegiatan preventif, maka dari itu sanksi administratif sangat diperlukan untuk penegakkan hukum lingkungan. Selain sanksi lainnya sanksi pidana termasuk didalamnya yaitu sanksi pidana meliputi actus reus
(tindakan menentang hukum), mens rea (mempertanggungjawabkan pidana) dan juga sanksi yang bisa diberikan berbentuk punishment (pidana) serta treatment (tindakan).18
Melindungi agar lingkungan tidak semakin rusak, sehingga harus dilaksanakan sebuah pencegahan sejak awal. Pencegahan tersebut bisa berbentuk intensifnya pengawasan pada perusahaam ataupun aktivitas yang berpotensi tidak sesuai dengan ketetapan hukum administrasi. Agar dapat dilaksanakan penindakan pada pihak yang melanggar hukum administrasi. Pemberian tindakan hokum dapat dilaksanakan dengan cara optimal sehingga lingkungan tidak sempat tercemar ataupun terusak.19 Jika terjadinya pelanggaran terhadap izin tersebut maka bisa saja terjadi dampak kepada tercemar serta rusaknya lingkungan, hal ini memberikan dampak kepada kesejahteraan, kesehatan, serta dapat memberikan ancaman pada nyawa masyarakat yang tekena dampaknya. Maka dari itu menghilangan sanksi pidana bagi seseorang yang melakukan perbuatan mengabaikan perusakan dan pencemaran lingkungan tidak ada bedanya melalui penganggapan terkait perbuatan itu bukanlah hal yang salah.
Omnibus Law memiliki salah satu wacana yaitu mengalihkan norma-norma pengumuman terhadap masyarakat yang dilaksanakan melalui cara yang dapat diterima dengan tidak sulit bagi masyarakat dengan sistem elektronik maupun cara yang pemerintah atur.20 Penyertaan masyarakat hendaknya didahulukan dengan memberikan informasi yang dapat dimengerti agar masyarakat dapat memahami risiko atau dugaan terhadap dampak usaha maupun kegiatan tentang kehidupan mereka. Adapun alasan penyertaan masyarakat ketika terjadi suatu pengambilan keputusan layak ataupun tidaknya aspek lingkungan atas sebuah usaha yakni media yang digunakan untuk memperdalam kesadaran pembuat kebijakan tentang permasalahan yang aktual di masyarakat. Salah satunya media pendidikan politik, sehingga masyarakat dapat ikut memiliki rasa yang bisa memunculkan perasaan tanggung jawab moril terkait landasan, potensi serta dampak atas pembangunan yang berhubungan dengan keputusan untuk generasi saat ini maupun yang akan datang, dan media mengawasi keputusan yang didukung masyarakat agar mempermudah melakukan penataan atas tegaknya hukum.
Usaha dalam menyederhanakan perizinan pada UU Cipta Kerja berjalan seiring dengan rasa khawatir akibat adanya dominasi investasi yang berdampak pada laju rusaknya lingkungan semakin cepat. Amdal dilakukan pada aktivitas usaha dengan resiko tinggi saja dan sampai sekarang peraturan mendasar dalam penentuan proyek dengan risiko tinggi, menengah ataupun rendah masih belum ada kejelasan terkait kriteria di dalamnya.21 Prinsip dan konsep dasar pengaturan Amdal menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tak ditemukan perubahan berdasarkan ketetapan yang sebelumnya ada. Perubahan tersebut cenderung
mengarah dalam menyempurnakan kebijakan serta penyelenggaraan aturan sejalan dengan apa yang tertuang dalam UU Cipta Kerja yang dapat memberi pengusaha kemudahan terkait perizinan lingkungan disertai dengan memperhatikan ketetapan yang ada. Izin lingkungan menuju izin berusaha menjadi penyebab pengusaha tak mengurus berbagai perizinan yang terkadang sifatnya amat rumit serta membuat masyarakat dengan usaha yang sederhana kesulitan.
Salah satu yang dijadikan fokus saat ini yaitu perhatian pelibatan masyarakat untuk menyusun amdal yang masih kurang jelas. Masyarakat terdampak cenderung melakukan pembatasan peran masyarakatnya dari berbagai unsur yang lain misalnya pengamat lingkungan, selaku individu ataupun bagian dalam organisasi. Dengan demikian kurangnya fungsi kontrol masyarakat menjadi penyebab berkurangnya kelestarian lingkungan. Perihal tersebut membuat publik khawatir terkait akses yang terbatas dalam pemperoleh informasi serta keikutsertaannyapada pengujian kelayakan lingkungan hidup.
Dalam aturan sebelumnya akses masyarakat dibatasi pada hasil terakhir pada kebijakannya, tetapi dalam peraturan baru, masyarakat diberikan akses sejak proses awalnya. Dari hasil evaluasi, apa yang dianggap penting oleh masyarakat cenderung terdampak serta kerap kali terdilusi oleh kepentingan lainnya. Dengan demikian hal tersebut menjadi penyebab keterlibatan masyarakat akan terdampak, yakni terkait pemberian perhatian kepada masyarakat, dengan tetap dapat membukakan ruang untuk pembina masyarakat serta pengamat lingkungan yang terdampak.
Subjek penunjukan pemerintah pusat sebagai pembentuk Lembaga Uji Kelayakan dapat membuat potensi memunculkan hukum yang tidak pasti terkait suatu birokrasi, yang dimana wewenang instansi memiliki potensi untuk lebih memiliki kemudahan untuk dilakukan perubahan dikarenakan hal tersebut tercantum pada peraturan pemerintah. Selanjutnya, beberapa pihak memberi penilaian terkait kapabilitas pemerintahan pusat pada pengambil alihan segala wewenang atas aspek kuantitas serta akses menuju seluruh wilayah di Indonesia amatlah terbatas. Hal tersebut dikarenakan permasalahan lingkungan hidup bersifat site specific. Lembaga uji kelayakan dalam pelaksanaan tugasnya melakukan penunjukan Tim Uji Kelayakan yang mencakup pemerintahan daerah serta pakar yang tersertifikasi kompeten pada bidang yang dijalaninya. Dalam tim ini pemerintah daerah wajib mampu mengkaji dan menilai secara objektif atas dasar keadaan lingkungan beserta ciri khas pada setiap daerah. Izin dengan basis risiko pada UU Cipta Kerja berkaitan dengan pengusaha serta aktivitas usahanya yang memiliki potensi tinggi menimbulkan kerusakan serta pencemaran lingkungan. Perizinan semakin ketat jika tingkatan risiko di dalamnya tinggi. Jika terdapat pelanggaran ataupun pengusaha tak mampu menjaga kualitas lingkungan sekitarnya sesuai dokumentasi Amdal, dengan demikian negatif “risk based”- nya, serta Perizinan Berusahanya akan terdampak karena hal tersebut terjadi.
Dicabutknya perizinan usaha untuk badan yang melakukan pencemaran menjadi suatu usaha, supaya lingkungan yang semakin rusak tak menjadi bertambah parah. Kelestarian lingkungan perlu diberikan perlindungan terkait upaya dalam meningkatkan standarisasi kriteria Prosedur, Standar, Norma, serta Kriteria lainnya pada sertifikat standar Amdal serta UKP- UPL.
Terdapatnya aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja menjadi perihal paling penting supaya UU tersebut bisa diimplementasikan secara optimal. Beragam ketentuan pada aturan penyelenggaraan yang contohnya berhubungan dengan kriteria tingkatan risiko usaha ataupun kegiatannya, mekanisme pengujian kelayakan Amdal, tak terkecuali bentukan serta mekanisme keikutsertaan masyarakat terkait izin lingkungan
cenderung dijadikan bukti bahwa UU tersebut memiliki keberpihakan supaya lingkungan tetap lestari, dengan hanya mendorong adanya investasi serta hanya berusaha saja. Jadi, perusahaan bias dicegah untuk merusak lingkungan dengan memberikan dorongan bagi pengusaha agar menjadi tambah peduli pada lingkungan hidup yang lestari.
Sosialisasi dari pemerintah perihal izin lingkungan atas dasar UU Cipta Kerja sangatlah diperlukan supaya meminimalisir kesalahan dalam memberikan informasi yang memunculkan kekhawatiran masyarakat terkait terganggunya lingkungan yang lestari. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Komisi IV DPR RI pada pengimplementasian UU Cipta Kerja sangatlah diperlukan terkait upaya dalam menegakkan hukum di bidang lingkungan. Komisi IV DPR RI harus memberikan desakan pada pemerintah agar melakukan penyusunan peraturan pelaksanaan secepatnya yang mencakup peraturan pemerintah perihal pelaksanaan izin usaha dengan basis risiko, pengujian kelayakan lingkungan hidup, dan juga langkah dilibatkannya masyarakat saat menyusun perizinan lingkungan.
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
Penyederhanan izin lingkungan pada UU Cipta Kerja melalui pengintegrasian perizinan lingkungan ke Usaha, harapannya adalah mampu memudahkan investasi serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Izin usaha dalam bidang lingkungan hidup dengan berlandaskan pada UUPLH (UU No.32 Tahun 2009 perihal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) memakai pendekatan melalui basis perizinan (lisenced approach) yang kemudian dilakukan perubahan menjadi pengimplementasian standard dengan basis resiko (RBA/Risk-Based Approach) pada Omnibus Law, artinya perizinan pemerintah pusat diberikan atas dasar penghitungan tingkat potensial terjadinya bahaya pada sisi keselamatan, kesehatan, pemanfaatan sumber daya, serta lingkungan. Perizinan lingkungan menjadi prasyarat yang diwajibkan untuk perizinan usaha beserta kegiatannya. Sepanjang perizinan usaha tak dilakukan pencabutan, aktivitas usaha bisa berjalan seperti biasa, tetapi jika terdapat pelanggaran yang tidak terlaksananya kewajiban sesuai dengan ketetapan pada dokumentasi amdal UKL- UPL, konsekuensinya adalah pencabutan izin usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Baldwin, R. Cave, M. & Lodge. Understanding Regulation : Theory, Strategy, and Practice (2nd ed, Oxford University Press, 2012). Dikutip oleh ICEL. Hukum dan Kebijakan Lingkungan Dalam Proses Percepatan Investasi: Catatan Terhadap Wacana Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Seri 1.
Deputi V MENLH Bidang Penataan Sanksi Lingkungan KLH. Buku Saku Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Lingkungan Hidup ( 2012).
Indrati ,Maria F. Ilmu Perundang Undangan 1, (Kanisius, 2007).
Machmud, Syahrul. Penegakan Sanksi Lingkungan Indonesia (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2012).
Siahaan N.H.T. Hukum Lingkungan (Jakarta, Pancuran Alam, 2009).
Sukandar, Dadang. Panduan Membuat Kontrak Bisnis (Jakarta, Visimedia, 2017).
Sutedi, A. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Cet-kedua (Jakarta, Sinar Grafika, 2011).
Jurnal
H, R. Dan Pudyatmoko Y. S. “Kebijakan Perizinan Lingkungan Hidup Di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Jurnal Mimbar Hukum, 28(2), (2016).
Hartono, Ocktavianus. “Urgensi Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dalam Rangka Menciptakan Perekonomian yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan.” Jurnal Hukum Dialogia Iuridica, 3(2), (2012).
Helmi. “Kedudukan Izin Lingkungan Dalam Sistem Perizinan Di Indonesia.” Jurnal Ilmu Hukum, 2(2), (2010).
ICEL, Hukum dan Kebijakan Lingkungan Dalam Proses Percepatan Investasi : Catatan Terhadap Wacana Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ifrani & Said, M. Yasir. “Kebijakan Kriminal Non-Penal OJK Dalam Mengatasi Kejahatan Cyber Melalui Sistem Peer To Peer Lending”. Jurnal Al Adl, 12(1), (2020).
Utama, I Made Arya. “Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Hidup Dalam Mewujudkan Pembangunan Daerah Yang Berkelanjutan (Studi Terhadap Pemerintah di Wilayah Pemerintahan Provinsi Bali)”, Disertasi, Program Pasca Sarjana Unpad Bandung (2006).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Materi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Press Conference Bersama Menteri-Menteri tentang UU Cipta Kerja. Jakarta, 7 Oktober 2020.
Luhukay, Roni Sulistyanto. “Karakteristik Tanggung Gugat Perusahaan Terhadap Lingkungan Dalam Menciptakan Kesejahteraan Rakyat.” Jurnal Meta Yuridis, 2(1) (2019).
Luhukay, Roni Sulistyanto. “Fungsi Rancangan Undang- Undang Omnibus Law Cipta Kerja Dalam Percepatan Pertumbuhan Ekonomi”. Jurnal Meta Yuridis, 3(1), (2020).
Syaputra, M.Y.A.”Kajian Yuridis Terhadap Penegasan Hiearaki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Dalam Perspektif Stufen Theorie”. Mercatoria, 9(2), (2016).
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Peraturan Pemerintah Lingkungan Hidup No.02 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Website
Pengertian Lingkungan Hidup https://www.seputarpengetahuan.com/2016/03/9-penger tian-lingkungan-hidup-menurutpara-ahli.html. diakses pada tanggal 18 Oktober 2021.
Bahaya Pasal-Pasal Omnibus Law UU Ciptaker yang Ancam Lingkungan Hidup https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/5f7c3f0e25cc1/bahaya-pasal-pasal-omnibus-law-uu-ciptaker-yang-ancam-lingkungan-hidup. diakses pada tanggal 20 Oktober 2021.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 5 Tahun 2022, hlm. 1056-1067
Discussion and feedback