PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PT PERTAMINA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PT
PERTAMINA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN
INDIKASI GEOGRAFIS
Gede Agung Dharma Mahadita, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Ida Ayu Sukihana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2022.v11.i06.p01
ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis tentang perlindungan hak merek dagang PT Pertamina dalam persfektif dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta mengetahui dan menganalisa akibat hukum untuk pelaku usaha bensin eceran “pertamini” yang menggunakan hak merek dagang logo milik PT Pertamina. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif dengan lebih menekankan pada pendekatan perundang-undangan dan juga pendekatan kasus. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum adalah teknik studi dokumen dan dianalisis sesuai permasalahan yang dikaji secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) perlindungan hak merek PT Pertamina akan mendapatkan perlindungan selama didaftarkan dan diperpanjang sesuai ketentuan pada Pasal 35 UU Merek dan Indikasi Geografis, (2) akibat hukum bagi pelaku usaha bensin eceran “Pertamini” yang menggunakan hak merek logo PT Pertamina apabila pelaku usaha bensin eceran pertamini tidak mengantongi izin usaha maka akan ditindak tegas dengan Pasal 53 UU Minyak dan Gas dan apabila menjual BBM bersubsidi akan dikenakan ketentuan Pasal 55 UU Minyak dan Gas. Kemudian apabila menggunakan merek PT Pertamina secara keseluruhan maka akan dikenakan Pasal 100 Ayat (1) UU Merek namun apabila menggunakan merek PT Pertamina secara pokoknya saja namun tetap memuat karakter PT Pertamina maka akan dikenakan Pasal 100 Ayat (2) UU Merek.
Kata Kunci : Pelaku usaha, Hak Merek, Bensin Eceran.
Abstract
This write aims to know and analyze the protection of PT Pertamina's trademark rights in terms of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, as well as knowing and analyzing the legal consequences of "first" retail gasoline business actors who use the trademark logo rights of PT Pertamina. The type of research used is normative legal research using a statutory approach (statue approach), conceptual approach (conceptual approach) and case approach (case approach). Legal materials used are primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. The technique of collecting legal materials is a document study technique and analyzed according to the problems studied in a qualitative juridical manner. The results showed that (1) PT Pertamina's brand rights protection would receive protection as long as it was registered and extended in accordance with Article 35 of the Trademark Law and Geographical Indications, (2) the legal consequences for the "Pertamini" retail gasoline business using PT Pertamina's logo rights if the first retail gasoline business actor does not have a business license, it will be dealt with strictly by Article 53 of the Oil and Gas Law and if selling subsidized fuel will be subject to the provisions of Article 55 of the Oil and Gas Law. Then when using the PT Pertamina brand
as a whole, it will be subject to Article 100 Paragraph (1) of the Trademark Law, but if PT Pertamina's brand is used in principle but still contains the character of PT Pertamina, Article 100 Paragraph (2) of the Trademark Law will be imposed.
Key Words: Bussines Actors, Trademark Rights, Petroll Retail.
Kebutuhan mahkluk hidup yang terus berkembang menyebabkan penyediaan kebutuhan manusia harus tetap berlajan. Industrilisasi dan globalisasi yang semakin pesat mempengaruhi kebutuhan manusia akan energi berupa gas bumi dan minyak. Keperluan terhadap energi seperti minyak dan gas bumi Indonesia saat ini dipenuhi oleh PT Pertamina. PT Pertamina dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara dengan pertimbangan bahwa minyak dan gas bumi adalah bahan galian strategis yang berguna bagi perekenomian negara maupun kepentingan pertahanan dan keamanan nasional. Kemudian status PT Pertamina yang semula adalah perusahaan negara diubah menjadi perseroan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) menjadi Perusahan Perseroan (Persero). Pemenuhan kebutuhan energi dilakukan oleh PT Pertamina dengan melalui sarana Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU).
Persediaan BBM di masing-masing SPBU di fasilitasi oleh PT Pertamina. Penyaluran dan Pemasaran BBM kerjasama antara PT Pertamina (Persero) dengan Pelaku Usaha yakni SPBU yang terlibat mengelola SPBU dalam menyediakan BBM secara bersama sesuai dengan mematuhi aturan yang ada. Hal ini diwujudkan agar tercipta keteraturan dalam ketertiban selama jalinan kerjasama tersebut. Selain SPBU, BBM juga bisa didapatkan di pelaku usaha yang menjajakan bensin secara eceran. Pedagang bensin eceran biasanya akan mudah ditemukan pada daerah-daerah terpencil terutama daerah yang memiliki jarak yang lumayan dengan SPBU. Pedagang bensin eceran biasanya menjual bensin dengan ditempatkan di botol kaca dengan takaran 1 Liter. Harga yang ditawarkan oleh pedagang bensin eceran tentu saja lebih mahal dari SPBU namun mereka mampu memasok bensin sampai ke daerah yang jauh dari kota. Seiring dengan perkembangan jaman, manusia semakin berinovasi1. Pedagang bensin eceran kini dapat menjual bensin dengan alat yang menyerupai SPBU. Alat tersebut dijual bebas dipasaran dengan warna dan logo yang sama dengan SPBU bahkan menggunakan nama Pertamini. Bukannya mendukung, pihak PT Pertamina sangat menyayangkan ulah pedagang bensin eceran ini. Hal ini membuat kesalahan persepsi di mata masyarakat yang menilai bahwa Pertamini merupakan cabang dari Pertamina itu sendiri karena kemiripan warna dan logo. Asosiasi masyarakat secara tidak langsung juga merugikan Pertamina. Pasalnya, Pertamini tak memiliki standar khusus terkait keselamatan operasi dan pelayanan SPBU. Akibatnya, masyarakat bisa saja mengira jika Pertamina memang tidak memiliki standar khusus terkait hal itu.
Fenomena maraknya penjual bensin eceran dalam bentuk pertamini menemui konflik hukum. Keberadaan penjual bensin eceran bertentangan dengan Undang-Undang Minyak dan Gas. Namun, adanya penjual bensin eceran mampu membantu kebutuhan BBM masyarakat terutama di daerah terpencil yang jauh dari SPBU.
Pemerintah mempertimbangkan legalitas keberadaan pedagang bensin eceran dengan mengeluarkan aturan BPH Migas No. 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Bahan Bakar Minyak pada daerah yang belum terdapat SPBU. Peraturan ini menjadi dasar terbentuknya pertamini dengan skala kecil dengan peralatan dan kualitasnya terjamin.
Meskipun telah dikeluarkan peraturan yang memposisikan pelaku usaha bensin eceran itu illegal, muncul suatu permasalah mengenai hak merek yang dimana dalam hal ini pelaku usaha bensin eceran menggunakan warna dan logo yang sangat mirip dengan PT Pertamina. Hal ini sudah jelas merupakan pelanggaran hukum terhadap hak merek. Merek sudah dikenal manusia. Merek biasanya dipergunakan sebagai tanda atau ciri khas pada produk satu dan yang lain yang dihasilkan seorang atau pengusaha. Merek dagang adalah “tanda, kata atau logo perusahaan yang digunakan untuk merujuk ke dirinya sendiri, merek, dan produk-produk nya, dan tidak ingin membiarkan pesaingnya untuk digunakan”. Merek dagang biasanya dipergunakan oleh pelaku usaha bisnis untuk mengenal sebuah produk atau pelayanan, merek dagang terdiri dari identitas yang terdapat dalam produk atau layanan tersebut2.
Keberadaan Pertamini ternyata secara tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap negara. Adanya pertamini membuat masyarakat sering salah presepsi terhadap perusahaan induk yang memegang kuasa dalam penyaluran minyak berskala besar yaitu PT Pertamina. Negara mengalami kerugian karena anggaran APBN yang digunakan untuk memberikan subsidi terhadap masyarakat ternyata banyak disalahgunakan oleh pedagang bensin eceran. Selain pemerintah, PT Pertamina juga mengalami kerugian karena pertamini yang beredar banyak menggunakan logo dan ciri khas PT Pertamina sehingga masyarakat yang minim informasi menganggap bahwa pertamini merupakan cabang dari PT Pertamina dan apabila terjadi kerugian maka masyarakat akan menganggap PT Pertamina turut terlibat dalam kasus tersebut. Masyarakat juga mengalami kerugian karena harga yang ditawarkan oleh pertamini lebih mahal dibandingkan PT Pertamina pada SPBU.
Kehadiran Pertamini dipermasalahkan oleh PT Pertamina (Persero) pada tahun 2016 pernah mengajukan keberatan terkait kemiripan merek dagang kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia atau yang sering disebut dengan Depkumham. Menurut pihak Pertamina, kegiatan penjualan bensin eceran melanggar Undang-Undang No. 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis. Pihak pertamina meminta agar pemerintah melarang sepenuhnya kehadiran kios-kios pertamini juga menutup sepenuhnya kemungkinan menggandeng pedagang bensin eceran berkongsi bersama lantaran mereka menjual BBM yang disubsidi Negara. PT Pertamina juga telah mendesak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) untuk melakukan penertiban terhadap pertamini. Sengketa ini tidak banyak yang lanjut ke persidangan bawasan nya pertamina sendiri ingin para pengusaha pertamini mau bergabung dengan PT Pertamina agar Pertamini memiliki standar khusus terkait keselamatan operasi dan pelayanan SPBU dan pembeli.
Dalam penulisan ini state of the art dapat ditunjukkan dari banyaknya pembaharuan dan mengisi kekosongan dari tulisan-tulisan sebelumnya. Banyaknya jurnal yang membahas mengenai hak merek namun belum ada yang membahas mengenai peniruan merek PT Pertamina oleh Pertamini. Melinda Putri Mulya
menuliskan mengenai Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna BBM Dalam Bentuk Pertamini Digital yang menyangkut kerugian konsumen atas penggunaan BBM dari Pertamini. Banyak masyarakat yang memiliki persepsi bahwa Pertamini merupakan perpanjangan tangan dari pertamina sehingga mereka akan cenderung menyalahkan PT Pertamina apabila terjadi kecurangan di Pertamini. Perlu dilakukan edukasi agar masyarakat dapat lebih memahami dan mengurangi kerugian dari PT Pertamina.
Berangkat dari uraian latar belakang diatas , maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
-
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak merek terkenal pada persfektif Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis ?
-
2. Bagaimana akibat hukum untuk pelaku usaha bensin eceran yang menyamakan logo dengan milik PT Pertamina ?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pemilik hak merek terkenal dalam persfektif Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Selanjutnya adalah untuk mengetahui akibat hukum untuk pelaku usaha bensin eceran yang menyamakan logo dengan milik PT Pertamina.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif didasarkan pada sistematika hukum yang memberikan kepastian hukum yaitu akibat hukum dari penggunaan merek PT Pertamina oleh pedagang eceran yang memakai nama pertamini dengan logo yang sama dengan PT Pertamina. Pendekatan hukum yang dipergunakan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum bersumber dari bahan hukum primer yang terdiri dari publikasi-publikasi ilmiah berupa jurnal hukum dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dan literatur hukum lainnya3. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan menggunakan teknik studi dokumen dan mencatat melalui sistem kartu (card system) untuk memudahkan menganalisis permasalahan. Bahan hukum yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif dengan pemaparan secara mendetail dari keterangan-keterangan yang didapat kemudian dibentuk menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan dan logis.4
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Perlindungan Hukum Terhadap Hak Merek Terkenal Dalam Persfektif UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
-
Merek biasanya digunakan sebagai sebuah identitas dari sebuah produk yang dihasilkan oleh seseorang atau badan usaha. Sebuah produk seharusnya memiliki ciri
khas untuk membedakan antara barang atau jasa seseorang dengan orang yang lain. Merek dapat memberikan sebuah jaminan terhadap sebuah produk yang dihasilkan oleh seseorang atau badan usaha untuk menghindari persaingan usaha tidak sehat. Pendaftaran merek dilakukan untuk memberikan jaminan terhadap seseorang atas merek yang dimilikinya agar tidak dirugikan dikemudian harinya.
Merek pada Pasal 1 angka 1 adalah “tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi suara, hologram atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”. Sedangkan hak terhadap merek merupakan “hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”5. Hak merek merupakan hak mengkhusus yang memang bersifat ekslusif dan penggunaan yang hanya bisa dilakukan oleh pemilik hak, sedangkan orang lain tidak dapat mempergunakannya tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya. Hak merek bersifat khusus sehingga hak merek dapat dipertahankan dari siapapun juga. Apabila orang lain dengan sengaja memakai hak merek tanpa izin pemiliknya maka akan dikategorikan sebagai pelanggaran merek dan bisa dimintakan ganti kerugian oleh sang pemilik merek6.
Merek dipergunakan sebagai ciri khas pembeda produk dari seseorang atau badan hukum satu dengan yang lainnya. Merek berfungsi pada sebuah produk supaya konsumen bisa mengenali sebuah produk yang berjenis barang atau jasa yang seseorang atau badan usaha miliki. Tentunya sebuah merek akan sangat berguna ketika konsumen suka dengan sebuah produk sehingga ia akan terus menggunakan produk dengan merek tersebut. Merek sangat penting dalam mempengaruhi bisnis untuk berkembang yang dapat dilihat dari minat masyarakat terhadap produknya. Semakin berkembangnya jaman maka semakin besar minat masyarakat terhadap sebuah produk yang memiliki kualitas tinggi. Namun selain kualitas, masyarakat juga mengikuti trend untuk produk terkenal sehingga memberikan kesan tersendiri bagi orang yang menggunakannya. Dalam masyarakat kadangkala sebuah merek dari produk yang digunakan memberikan kesan tersendiri bagi pemakainya. Kondisi seperti ini sering dimanfaatkan oleh pemilik merek terkenal untuk mengembangkan produk mereka tetapi sering juga digunakan oleh oknum tidak bertanggungjawab dalam memalsukan produknya7.
Tidak sedikit dari konsumen yang tahu bahwa barang yang mereka beli adalah palsu, namun hal ini dilakukan karena mereka biasanya tidak mampu membeli merek asli yang harganya dipatok sangat tinggi. hal ini dapat menjadi salah satu peluang usaha bagi pedagang dalam memalsukan merek terkenal sehingga mendapatkan nilai ekonomis dari hal tersebut. Tindakan ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap UU
Merek8. UU Merek yang baru memberikan celah pada pemegang ha katas merek yang sah mengajukan gugatan ke pengadilan apabila terjadi pelanggaran merek. Pada umumnya perbuatan-perbuatan menirukan merek-merek terkenal yang selama ini sudah banyak dikenal oleh konsumen. Meskipun dalam UU Merek No. 20 Tahun 2016 telah diatur tentang sanksi dan perbuatan pelanggaran hak merek namun masih saja terjadi pelanggaran-pelanggaran hak merek. Dalam UU No. 20 Tahun 2016 pada BAB XV diatur tentang upaya yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa atas pelanggaran merek yang pada Pasal 83 menyatakan sebagai berikut :
-
(1) “Pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan yang pokok atau keseluruhannya untuk barang dan jasa yang sejenis berupa :
-
a. Gugatan ganti rugi dan/atau;
-
b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut/
-
(2) gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula diajukan oleh pemilik merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan.
-
(3) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukanke pengadilan niaga.” Kemudian dalam UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek juga diatur tentang ketentuan pidana bagi pelanggaran-pelanggaran hak atas merek yang terdapat dalam BAB XVIII sebagai berikut :
-
a) “Pasal 100 menyatakan bahwa
-
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak RP 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-
(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguang kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
-
b) “Pasal 101 menyatakan bahwa
-
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling banyak 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,-(dua miliar rupiah).
-
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling banyak 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah)”.
-
c) Pasal 102 yang menyatakan “setiap orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 100 dan 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta).”
Undang-undang merek itu sendiri telah mengatur mengenai sanksi yang membuktikan bahwa sudah ada upaya preventif dari pemerintah yang digunakan untuk terjadinya pencegahan peniruan merek. Pelanggaran merek yang dilakukan oleh masyarakat biasanya disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap adanya aturan mengenai peniruan merek tersebut. Meskipun dalam peraturan perundang-undangan sudah diterapkan namun tidak ada sosialisasi atau campur tangan masyarakat dalam penerapannya akan sia-sia.
Adanya muatan merek dalam sebuah perundang-undangan yang salah satunya ialah tentang pengertian merek dan rentetannya dibuat dengan maksud supaya terjadi persamaan presepsi di dalam pelaksanaanya9. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disebutkan ”merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi suara, hologram atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”. Berdasarkan pengertian merek dari UU Merek, unsur yang harus ada dalam sebuah merek yaitu :
-
1) “Merek yang digunakan sebagai tanda.
-
2) Merek harus memiliki daya pembeda.
-
3) Merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.” Sebuah tanda jika tidak mempunyai perbedaan, maka hal tersebut tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori sebagai sebuah merek.
Jaminan perlindungan hukum kepada orang yang memiliki merek secara sah diberikan hak khusus yang bersifat ekslusif sehingga orag lain tidak bias memakai hal yang persis bahkan sama dengan merek yang sudah ada. “Hak khusus tersebut cenderung bersifat monopoli, artinya hanya pemilik merek yang dapat menggunakannya”. Seseorang yang memiliki hak bisa menggunakan mereknya sesuai dan tidak melanggar aturan yang berlaku10. Penggunaan merek tanpa meminta izin kepada pemiliknya maka dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran misalnya peniruan dengan memalsukan merek atau dengan memanfaatkan reputasi.
Dampak penggunaan logo PT Pertamina yang digunakan pelaku usaha bensin eceran “Pertamini” menimbulkan kerugian bagi pihak Pertamina. Salah satu kerugian tersebut berasal dari segi ekonomi. Apabila pelaku usaha bensin eceran membeli BBM khususnya premium maka otomatis stok premium di SPBU secara otomatis menipis.Hal ini biasanya dimanfaatkan oleh pelaku usaha bensin eceran yang menimbun BBM dan kemudian dijual dengan harga lebih mahal saat persediaan premium di SPBU telah habis. Pelaku usaha bensin eceran menggunakan nama Pertamini dan logo serta warna yang sama dengan PT Pertamina sehingga banyak masyarakat menjadi salah paham dan menganggap bahwa Pertamini merupakan perpanjangan tangan dari PT Pertamina. Jaminan perlindungan hukum untuk hak merek bertolak pada hak merek yang sifatnya khusus. Khusus dalam arti bahwa hak ini hanya bisa digunakan oleh pemiliknya. Merek dapat digunakan oleh orang lain apabila sudah mendapatkan ijin dari pemiliknya11.
Terjadinya pelanggaran merek seperti yang dilakukan oleh pelaku usaha bensin eceran dengan menggunakan nama dan warna yang mirip dengan PT Pertamina, sehingga PT Pertamina sebagai pemilik merek terkenal sudah seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Merek terkenal merupakan sasaran bagi peniru atau pelanggar merek untuk dilakukan pemalsuan karena menurut mereka itu akan menambah nilai dari produk atau jasa yang mereka hasilkan. Apabila merek sudah memperoleh predikat terkenal, penindakan yang tegas terhadap peniruan merek terkenal sangat dibutuhkan demi menjaga nama baik merek terkenal apalagi peniruan merek yang dilakukan dengan memalsukan produk terkenal tanpa memegang kendali tanggung jawab hanya akan memberikan kesan buruk bagi masyarakat terhadap merek terkenal itu. Bentuk perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh merek terkenal adalah secara preventif sebagai upaya pencegahan dan refresif untuk memberikan efek jera agar tidak digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Adapun upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut :
-
1. “Kepastian hukum tentang hak merek terkenal
Kepastian pengaturan tentang merek terkenal disini berhubungan dengan materi hukum, yaitu peraturan perundang-undangan tentang merek itu sendiri sebagaimana diatur dalam UU Merek. Materi yang diatur harus jelas, tidak tumpang tindih serta tidak menimbulkan multitafsir, terutama yang menyangkut kriteria merek terkenal dan sistem perlindungan hukumnya.
-
2. Pendaftaran hak merek
Dalam mendapatkan hak atas merek harus melalui mekanisme pendaftaran. Pendaftaran merek tersebut sebagai sarana perlindungan hukum bagi pemilik merek. Pendaftaran merek disini adalah merupakan inisiatif dari pemilik tersebut, yang sadar akan perlunya perlindungan hukum atas merek yang dimilikinya. Sebagaimana diungkapkan di atas, hak atas merek baru lahir jika telah didaftarkan oleh pemiliknya ke Kantor Merek. Dengan demikian sifat pendaftaran hak atas merek merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemiliknya. Mekanisme pendaftaran hak atas merek tersebut sesuai dengan system konsitutif (first to file principle) yang dianut oleh UU Merek.
-
3. Penolakan Pendaftaran
Undang-undang Merek, mekanisme perlindungan hukum terhadap merek terkenal selain melalui inisiatif pemilik merek tersebut untuk mendaftarkan mereknya, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh Kantor Merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang samapada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek terkenal. Jika ada pendaftaran merek yang dilakukan oleh orang lain dengan meniru merek terkenal yang sudah ada, maka akan ditolak oleh Kantor Merek”.
Jaminan perlindungan hukum dalam bentuk refresif diberikan dengan cara memberikan sanksi hukum sesuai aturan yang berlaku. Seseorang yang melakukan peniruan atau pemalsuan terhadap merek terkenal harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pemilik merek terdaftar harus mendapatkan kompensasi atas peniruan merek yang ia miliki. Pemilik merek juga dapat melngajukan gugatan terhadap seseorang yang telah melakukan peniruan merek sehingga ia harus merugi. Gugatan diajukan ke Pengadilan Niaga untuk menuntut ganti rugi serta menghentikan perbuatan yang merupakan pelanggaran merek tersebut12. Dalam hal ini apabila PT Pertamina merasa dirugikan dengan kehadiran pelaku usaha bensin eceran yang menggunakan nama “pertamini” serta memakai warna dan logo yang hampir sama dengan PT Pertamina, maka PT Pertamina dapat menggugat ke Pengadilan Niaga untuk mendapatkan konpensasi ataupun ganti rugi dan menghentikan aktivitas pelaku bensin eceran “pertamini” menggunakan logo dan warna yang hampir sama dengan PT Pertamina. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 83 UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2016 menyatakan mengenai jaminan pelindungan pada sebuah merek yang sudah terdaftar dalam jangka waktu sepuluh tahun dimulai dari tanggal diterimanya. Apabila pemilik mengajukan permohonan agar bisa diperpanjang oleh pemilik untuk jangka waktu yang sama. Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2016 menyebutkan ”Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu pelindungan itu dapat diperpanjang”. Undang-Undang Merek yang ada memberikan jaminan pelindungan pada merek yang terdaftar secara umum seperti yang tercantum pada Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek, yaitu selama sepuluh tahun lamanya. Masa waktu perlindungan merek bisa diperPanjang lagi dengan cara mengajukan permohonan untuk memperpanjang perlindungan untuk merek yang sama. Waktu yang diajukan dalam permohonan sama dengan sebelumnya. Pengajuan permohonan bisa diajukan secara offline dan online dalam bentuk bahasa Indonesia dari pemilik merek atau yang diberikan kuasa dengan batas waktu enam sebelum masa waktu perlindungan merek berakhir. “Permohonan perpanjangan disetujui jika melampirkan surat pernyataan tentang Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana dicantumkan dalam sertifikat merek tersebut dan Barang atau jasa masih diproduksi dan/atau diperdagangkan.”
Rangkaian pendaftaran merek yang berubah untuk lebih mempersingkat penyelesaian pendaftaran merek. Pengumuman dilaksanakan pemeriksaan marek agar pelaksanaan substantive dapat dilakukan secara efisian dan apabila ada keberatan tidak perlu diperiksa kembali. Dalam hal perpanjangan hak merek, maka pemohon akan diberi kesempatan sampai 6 bulan setelah masa merek itu selesai. Ketentuan ini menjamin bahwa pemilik merek sebelumnya tidak secara langsung bisa kehilangan hak
mereknya karena lupa memperpanjang hak mereknya13. Pendaftaran merek dilakukan agar pemilik merek mendapatkan perlindungan atau jaminan dari pemerintah atas merek yang telah mereka buat. Merek juga memiliki sebuah nilai dimana pemilik merek dapat menjual lisensi mereka untuk mendapatkan keuntungan. Merek terkenal biasanya banyak diminati masyarakat untuk dijadikan peluang bisnis seperti usaha-usaha waralaba di Indonesia yang saat ini tengah menjamur. Hal ini dikarenakan merek terkenal lebih cepat mendatangkan hasil daripada harus kembali merintis usaha dari awal.
Hukum dalam masyarakat hidup dan berkembang sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sebuah aturan yang dilanggar pasti saja akan mengakibatkan adanya sebuah akibat. Sama halnya dengan reaksi sebab akibat yang dimana setelah kita melakukan sesuatu pasti ada saja sebuah akibat yang didapatkannya. Dalam hal suatu pelanggaran terhadap hukum maka akan ada yang Namanya akibat hukum. akibat hukum biasanya berbentuk sanksi-sanksi baik itu sanksi secara perdata, pidana dan juga administrasinya.
Kasus penggunaan logo dan warna PT Pertamina oleh pelaku usaha bensin eceran atau yang lebih dikenal dengan nama “pertamini” telah banyak menimbulkan kesalahan presepsi dari masyarakat yang menyangka bahwa pertamini merupakan perpanjangan tangan dari pihak PT Pertamina. Keberadaan pertamini memang sangat membantu penyediaan bahan bakar minyak kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada jauh dari pusat kota dan keberadaan SPBU. Namun tidak semua pertamini berlaku jujur, banyak dari mereka yang mengurangi takaran perliternya atau menjual bahan bakar minyak yang kualitasnya tidak baik atau sudah dicampurkan untuk meraup keuntungan yang banyak14. Hal ini yang membuat masyarakat merasa dirugikan sehingga mereka yang berpikir bahwa pertamini adalah perpanjangan tangan PT Pertamina malah menyalahkan PT Pertamina sebagai perusahaan induknya.
Dalam kasus ini pelaku usaha bensin eceran “pertamini” telah melakukan pelanggaran merek dengan modus passing off (pemboncengan reputasi) yang menyebabkan kesalahan presepsi masyarakat yang menganggap pertamini merupakan perpanjangan tangan dari PT Pertamina. Pelaku usaha bensin eceran ini tidak perlu lagi membangun kesan di masyarakat dengan keberadaanya. Masyarakat akan percaya begitu saja bahwa pertamini adalah milik PT Pertamina. Memang benar pelaku usaha bensin eceran mendapatkan bahan bakar minyak yang mereka jual dari SPBU milik PT Pertamina namun setelah keluar dari SPBU itu segala tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha bensin eceran itu bukan tanggungjawab dari PT Pertamina dan PT Pertamina tidak tahu bagaimana cara mereka menjual bensin yang didapat dari SPBU. Apakah takarannya dikurangi perliternya ataukan dicampurkan dengan bahan lain agar bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak.
Secara tidak langsung pertamini telah menimbulkan kerugian bagi negara, PT Pertamina dan konsumen. Konsumen dirugikan karena standar keamanan yang
diberikan oleh kios pertamini tidak memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia) yang dimana bisa menyebabkan kebakaran dan BBM yang di jual oleh pertamini juga tidak terjamin mutunya bahkan ada yang takarannya di kurangi demi meraup keuntungan yang lebih. PT Pertamina merasa dirugikan secara materil dan moril dengan adanya pelaku usaha pertamini tersebut, secara materil PT Pertamina merasa haknya dirampas oleh Pertamini karena mempergunakan hak merek yang dimiliki PT Pertamina sedangkan secara moril masyarakat akan berasumsi bahwa pertamini memiliki hubungan kerja sama dengan pihak petamina, dengan demikian seolah olah PT Pertamina mempunyai sangkut paut terhadap penyaluran BBM secara resmi karena memakai logo dari PT Pertamina yang akan mencoreng nama perusahaan Pertamina sebagai perusahaan besar internasional
PT Pertamina yang memiliki logo khas dominan warna merah dan putih dengan sentuhan warna hijau, kuning dan biru sudah terdaftar dan sudah dikenal sejak dahulu. Logo PT Pertamina dapat digolongkan ke dalam merek terkenal sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 35 UU Merek dan Indikasi Geografis, merek akan mendapatkan perlindungan hukum selama merek itu telah terdaftar dan diperpanjang berkala selama 10 (sepuluh) tahun. PT Pertamina mempunyai hakikat perlindungan hukum. Perlindungan hukum merupakan suatu kepastian apabila suatu kepentingan seseorang dirugikan maka orang tersebut akan dapat menuntut ganti kerugian yang telah diterimanya. Dalam ketentuan Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, perlindungan hukum yang didapat oleh PT Pertamina terdapat dalam Pasal 67 Ayat (1) dimana terhadap pelanggaran merek dapat diajukan gugatan. Kemudian pada Pasal 83 yang menyatakan bahwa :
-
(1) “Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa :
-
a. Gugatan ganti rugi, dan/atau
-
b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
-
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula diajukan oleh pemilik Merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan.
-
(3) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan niaga.” Sehingga sudah jelas hak merek PT Pertamina dilindungi oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dan apabila terjadi pelanggaran terhadap merek tersebut maka akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Dalam Peraturan No. 6 Tahun 2015 yang mengatur mengenai BPH Migas menyatakan bahwa ada kesempatan bagi pengusaha menengah kecil menjual BBM secara aturan yang bersifat legal. Bahan bakar yang bisa dijual banyak sampai dengan biofuel. Pada dasarnya apabila pertamini tidak memiliki izin usaha maka telah melanggar ketentuan Pasal 53 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Bumi yang menyatakan sebagai berikut :
Setiap orang yang melakukan :
-
a. “Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar).
-
b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin usaha pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 40.000.000.000,00 (empat puluh miliar).
-
c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar).
-
d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa izin niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar).”
Sedangkan apabila yang dijual adalah bahan bakar bersubsidi, akan mendapatkan akibat hukum yang ada dalam Pasal 55 UU Migas yang menyatakan “setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi oleh pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar).”
Kemudian apabila pelaku usaha bensin eceran pertamina menggunakan logo dan warna yang sama dengan PT Pertamina maka akan mendapatkan akibat hukum yang terdapat dalam Pasal 100 Ayat (1) dan (2) UU Merek yang menyatakan sebagai berikut:
-
(1) “Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 95 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak RP 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
-
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Dalam ketentuan Pasal 100 Ayat (1) UU Merek dikenakan apabila pelaku usaha bensin eceran menggunakan merek PT Pertamina secara keseluruhan dan menyamai semua karakter yang ada pada merek PT Pertamina.Sedangkan Pasal 1 Ayat (2) diberlakukan apabila pelaku usaha bensin eceran menggunakan pokoknya saja namun tetap merupakan identitas dari PT Pertamina.
Sanksi yang bisa dijatuhkan untuk pelaku pelanggaran merek adalah sebagai berikut:15
-
a. Sanksi secara perdata
Penggunaan merek orang lain tanpa izin dapat digugat sesuai dengan ketenruan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Pihak yang mengajukan gugatan dibebani pembuktian bahwa ia mengalami kerugian akibat penggunaan merek tanpa izin tersebut.
-
b. Sanksi secara pidana
Orang yang telah melanggar hak merek seseorang termasuk kedalam ketentuan pidana persaingan tidak jujur sehingga bersifat melawan hukum. Persaingan tidak sehat dapat dimasukkan sebagai tindak pidana sesuai yang tercantum dengan Pasal 382 bis KUHP. Perbuatan materiil “diancam hukuman penjara setinggi-tingginya 1 tahun atau denda, setinggi-tingginya Rp 900,00 ialah melakukan perbuatan yang tipu muslihat untuk mengelabui masyarakat atau seorang tertentu”. Selain itu, ketentuan yang terdapat dalam KUHP, yaitu
ketentuan Pasal 393 ayat (1) yang menyatakan “Barangsiapa yang memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan teranguntuk dikeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu nama, firma atau mereka yang menjadi hak orang lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu dengan ditambahkan nama firma yang khayal, ataupun bahwa pada barangnya sendiri atau pada sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus rupiah”. Pasal 393 ayat (2) KUH Pidana: “Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap, karena kejahatan semacam itu juga, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan”. Peniruan merek tidak hanya menyamakan tapi juga apabila ada perbedaan kecil juga termasuk ke dalam perbuatan melanggar hukum. Perbuatan tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak indikasi geografis dan hak indikasi asal, semuanya dikualifikasikan sebagai kejahatan dengan ancaman pidana bersifat kumulatif. Selain di dalam KUHP, terdapat juga ketentuan sanksi pidana dalam UU Merek.
Sebenarnya pemanfaatan merek terkenal dengan tujuan yang tidak baik dapat dihindari apabila masyarakat sebagai pengguna barang tidak mendukung adanya pemalsuan dan peniruan tergadap sebuah merek. Kesadaran hukum dalam masyarakat sangat diperlukan guna mempersempit ruang gerak dari pelaku peniruan merek dengan tidak mengkonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan dengan melakukan peniruan atau pemalsuan terhadap sebuah produk. Kesadaran hukum terhadap masyarakat akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Selain itu juga, rendahnya pengetahuan masyarakat akan adanya perlindungan terhadap sebuah merek menyebabkan banyak kasus pelanggaran merek terutama masyarakat yang awam terhadap hukum. Dalam hal ini efektifnya sebuah peraturan tidak bisa dikatakan berjalan ketika salah satu unsurnya tidak berjalan. Masyarakat sebagai pemegang kontrol seharusnya memiliki pengetahuan mumpuni terhadap hukum karena perlu adanya sinergisitas dari masyarakat, pemerintah dan aturannya agar dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Perlindungan hak merek d PT Pertamina ditinjau dari UU No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi geografis adalah merek PT Pertamina akan mendapatkan perlindungan hukum selama merek tersebut telah didaftarkan dan diperpanjang dalam jangka waktu sepuluh tahun sesuai pada ketentuan Pasal 35 UU Merek dan Indikasi Geografis. Selain itu apabila pemilik merek terdaftar merasa dirugikan dengan pemakaian merek oleh pihak lain maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Akibat hukum bagi pelaku usaha bensin eceran “Pertamini” yang menggunakan hak merek dagang logo milik PT Pertamina adalah apabila pelaku usaha bensin eceran pertamini tidak memiliki izin usaha maka akan ditindak tegas dengan Pasal 53 UU Minyak dan Gas dan apabila menjual BBM bersubsidi akan dikenakan ketentuan Pasal 55 UU Minyak dan Gas. Kemudian apabila menggunakan merek PT Pertamina secara keseluruhan maka akan dikenakan Pasal 100 Ayat (1) UU Merek namun apabila menggunakan merek PT Pertamina secara pokoknya saja namun tetap memuat karakter PT Pertamina maka akan dikenakan Pasal 100 Ayat (2) UU Merek.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dharmawan, N.K.S. Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Cet II, Yogyakarta, Deepublish (2017).
Ishaq, Metode Penelitian, Bandung, Alfabeta (2017).
Purwaka, Tommy. Perlindungan Merek, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia (2017).
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Press (2015).
Jurnal
Arifin, Zaenal. “Perlindungan Hukum Terhadap Merek Yang Terdaftar”, Jurnal Ius Constituendum, Volume 5 No. 1 (2020) : 47 – 65.
Desmayanti, Rakhmita.”Tinjauan Umum Perlindungan Merek Terkenal Sebagai Daya Pembeda Menurut Presfektif Hukum di Indonesia”, Jurnal Cahaya Keadilan, Volume 6 No. 1 (2018) : 174 – 191.
Dewi, Nourma. “Kasus Sengketa Merek Prada S.A Dengan PT Manggala Putra Perkasa Dalam Hukum Perdata Internasional”, Jurnal Ius Constituendum, Volume 4 No. 1 (2019) : 374 – 392.
Hidayati, Nur. “Perlindungan Hukum Pada Merek Terdaftar”, Jurnal Pengembangan Humaniora, Volume 11 No. 3 (2011) : 23 – 34.
Kowel, Fandi. “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Merek di Indonesia”, Jurnal Lex et Sociatatis, Volume 5 No. 3 (2017) : 245-262.
Mardianto, Agus. “Akibat Hukum Pembatalan Pendaftaran Merek Terhadap Hak Penerima Lisensi Merek Menurut UU No. 15 Tahun 2001”, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 11 No. 3 (2011) : 460 – 470.
Pratiwi, Ida Ayu Windhari Kusuma. “Pelanggaran Merek Terkenal dan Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Dalam Persfektif Paris Convention, Trips Agreement dan UU Merek Indonesia”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 7 No. 3 (2014) : 423 – 437.
Rantung, Mariska. “Akibat Hukum Merek Dagang yang Terdaftar Pada Suatu Perusahaan”, Jurnal Lex Privatum, Volume 2 No. 2 (2014) : 68-78.
Santoso, Edy. “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Merek Dagang Melalui Peran Kepabeanan Sebagai Upaya Menjaga Keamanan dan Kedaulatan Negara”, Jurnal Rechtsvinding, Volume 5 No. 1 (2016) : 23 – 34.
Saraswati, Ida Ayu. “Pembatalan Merek Karena Adanya Kesamaan Konotasi dengan Merek Lain yang Telah Terdaftar”, Jurnal Kertha Semaya, Volume 7 No. 1 (2017 : 1 – 15.
Sukmadewi, Yudhitiya Dyah. “Pendaftaran Merek Asosiasi Sebagai Merek Kolektif (Kajian Terhadap Asosiasi Rajut Indonesia Wilayah Jawa Tengah), Jurnal Ius Constituendum, Volume 2 No. 1 (2017) : 45-64.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tenang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953).
Jurnal Kertha Wicara Vol.11 No.6 Tahun 2022, hlm.1177-1190
Discussion and feedback