Itepa: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan,

Ni Putu Ulfi Widhiastiti dkk. /Itepa 11 (1) 2022 100-111

ISSN : 2527-8010 (Online)

Pengaruh Lama Fermentasi dengan Lactobacillus plantarum terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Fungsional Tepung Biji Durian (Durio zibethinus Murr

The Effect of Long Fermentation with Lactobacillus plantarum on the Physicochemical and Functional definitions of Durian Seed Flour (Durio zibethinus Murr).

Ni Putu Ulfi Widhiastiti1, Luh Putu Trisna Darmayanti1 , I Desak Putu Kartika Pratiwi1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali

*Penulis korespondensi: Luh Putu Trisna Darmayanti, Email: [email protected]

Abstract

This research was aimed to determine the effect of fermentation time on the physicochemical and functional characteristics of fermented durian seed flour using Lactobacillus plantarum inoculum. This study used a completely randomized design with fermentation time treatment consisting of 5 levels, namely: 0 hours, 12 hours, 24 hours, 36 hours, and 48 hours. Each treatment was repeated 3 times in order to obtain 15 experimental units. Data were analyzed by analysis of variance and if the treatment had a significant effect, it the variables, it was continued with Duncan s Multiple Range test. The results showed that the fermentation time had a significant effect on yield, density of Kamba, oil absorption capacity, solubility and total lactic acid bacteria, but had no significant effect on moisture content, ash content, color density, water absorption capacity, and swelling power. Long treatment of fermentation with a time of 48 hours resulted in the best fermented durian seed flour with the characteristics of ash content of 0.67%, moisture content of 9.87%, density of kamba 0.49%, color density L 34.59, starch content, water absorption capacity 1,95%, oil absorption capacity 2.41, swelling power 45.01%, solubility, 24.30% total LAB.

Keywords: durian seeds, fermented flour, fermentation time, Lactobacillus plantarum.

PENDAHULUAN

Pengolahan biji durian menjadi tepung akan mempermudah pemanfaatan biji durian menjadi, produk olahan setengah jadi yang fleksibel sehingga mudah diaplikasikan pada berbagai pengolahan produk pangan selain waktu simpannya yang lama juga dapat dipakai sebagai penganekaragaman pengolahan bahan makanan. Menurut Nurfiana et al., (2010), pembuatan tepung dari biji durian dilakukan melalui proses penyortiran, pencucian, pengupasan, pengirisan, pencelupan, pengeringan, dan penepungan. Verawati (2017) menyatakan bahwa tepung biji durian mempunyai beberapa kandungan nutrisi yang lebih baik di bandingkan terigu yaitu energi

365 kkal, protein 8,9 g, lemak 1,3 g, karbohidrat 77,3 g, kalsium 16,0 mg, fosfor 106 mg, dan zat besi 1,2 mg. Pada biji durian terdapat senyawa glikoprotein dalam bentuk lendir sehingga dilakukan upaya modifikasi dengan cara fermentasi biji durian dengan Lactobacillus plantarum untuk memecah glikoprotein menjadi senyawa yang lebih sederhana. Dan selain itu fermentasi juga dapat meningkatkan nilai fungsional tepung.

Nilai fungsional tepung dapat ditingkatkan dengan fermentasi mempergunakan Lactobacillus plantarum. L. plantarum merupakan bakteri asam laktat (BAL) yang mampu memfermentasi gula atau karbohidrat untuk memproduksi asam laktat

dalam jumlah besar. Menurut Surono (2004), L. plantarum merupakan BAL yang mampu tumbuh pada produk non susu. L. plantarum dalam fermentasi digunakan untuk memperbaiki nutrisi dan fungsional bahan seperti biji-bijian (Gobbetti et al., 2005). L. plantarum lebih mudah beradaptasi dan dapat memfermentasi berbagai jenis karbohidrat dan bersifat non-patogen. (Quatravaux et al., 2006). L. plantarum juga merupakan salah satu BAL penghasil enzim amilase yang dapat menghidrolisis pati (Moradi et al., 2014 dalam Setiarto dan Widiastuti, 2016). L. plantarum sudah dimanfaatkan dibeberapa produk tepung fermentasi seperti tepung kulit singkong (Mayangsari, 2019).

Lama fermentasi merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini, salah satu indikator bahwa proses fermentasi untuk menghasilkan tepung terfermentasi akan berlangsung optimal apabila mikroba yang aktif mampu memproduksi enzim selulase. Enzim tersebut termasuk produk metabolit sekunder, yaitu produk yang dihasilkan mikroba apabila mikroba telah memasuki fase stasioner. Pada saat itu mikroba mengalami keterbatasan nutrisi, sehingga mikroba akan terstimulasi menghasilkan enzim tertentu yang dapat menghidrolisis senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yang akan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidupnya sebagai sumber karbon. (Darti et al., 2013). Menurut Tandrianto (2014) menyatakan bahwa, tepung singkong memiliki kadar protein semakin tinggi seiring semakin lama waktu fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin

meningkat aktivitas enzim dalam mendegradasi pati sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori (Aida et al,2012). Pengolahan tepung biji durian secara fermentasi dengan lama waktu fermentasi selama 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam menggunakan L. plantarum perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh lama waktu fermentasi menggunakan L. plantarum dapat mempengaruhi karakteristik fisikokimia dan mikrobiologi tepung biji durian.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Rekayasa dan Laboratorium Analisis Pangan Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2020.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu pisau, inkubator (Memmert), blender (cosmos), baskom, sendok, talenan, loyang, ayakan 80 mesh, plastik, spektrofotometer, erlenmayer (Pyrex), oven, kertas saring, cawan porselin, aluminium foil, desikator, labu ekstraksi soxlet, pipet volume, botol kaca, batang bengkok (Pyrex), mikropipet, tip, laminar flow cabinet (Kojair), bunsen, gelas beker (Pyrex), pipet tetes, labu ukur, tabung reaksi besar (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), labu kjeldahl, cawan petri, labu lemak, cawan porselin, desikator, kertas label, timbangan analitik (Shimadzu), tanur, pinset, alumunium foil, spatula, kompor listrik (Maspion),

colorimeter (PCE Instruments), cawan petri, tabung centrifuge 15 ml (OneMed), centrifuge, rak tabung reaksi (Pyrex), vortex, korek api, cawan petri plastik, waterbath (Memmert), gelas ukur (Pyrex), kulkas.

Bahan Bahan yang digunakan adalah adalah biji durian yang di peroleh dari Denpasar, kultur Lactobacillus plantarum FNCC-0027 dari Universitas Gadjah Mada, aquades, garam (dolpin), alcohol (merck), H2SO4 pekat (merck), HCl (merck), MRS Agar (Oxoid), MRS Borth (Oxoid), NaCl, gliserol dan minyak goreng (bimoli).

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan lama penyimpanan terdiri dari 5 taraf, yaitu : P1 = 0 jam, P2 = 12 jam, P3 = 24 jam, P4 = 36 jam, P5 = 48 jam. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dan apabila terdapat pengaruh nyata antar taraf perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Gomes dan Gomes, 1995)

Pelaksanaan Penelitian

Penyegaran Bakteri L. plantarum

Penyegaran bakteri dilakukan dengan cara diambil 100µL stok isolat yang disimpan dalam gliserol 30% pada suhu -20oC dan diinokulasi pada 5 ml media MRS Broth dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil positif ditunjukkan dengan munculnya kekeruhan pada media.

Konfirmasi isolat dilakukan dengan uji katalase pewarnaan gram dan uji gas. Uji katalase yaitu dengan cara dibuat tetesan isolat pada gelas objek, kemudian ditetesi dengan dua tetes larutan H2O2, dan diamati apakah terdapat gelembung. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya gelembung udara yang dihasilkan dari degradasi H2O2 oleh enzim-enzim katalase (Suryani et al., 2010). Uji gas dilakukan dengan cara jarum ose panas dimasukkan ke dalam suspensi biakan BAL. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya gas CO2 dari hasil metabolisme glukosa.

Uji Konfirmasi Isolat L. plantarum

Pewarnaan gram dilakukan dengan cara diteteskan isolat pada gelas objek kemudian difiksasi di atas bunsen dan diwarnai dengan kristal violet selama 1 menit, kemudian ditetesi dengan larutan lugol selama 1 menit. Selanjutnya gelas objek ditetesi alkohol selama 1 menit dan terakhir diwarnai dengan pewarna safranin selama 5 detik. Sel bakteri yang telah diwarnai, dikeringkan dan diamati dibawah mikroskop. Bakteri Gram positif akan mempertahankan warna ungu kristal violet dan iodin tetapi tidak dapat menyerap safranin, sedangkan bakteri gram negatif tidak dapat mempertahankan warna kristal violet tetapi dapat menyerap warna merah dari pewarna safranin.

Pembuatan Stok Kultur L. plantarum

Penyegaran bakteri yaitu dengan cara mengambil 100µL stok isolat yang disimpan dalam gliserol 30% pada suhu -20oC dan diinokulasi pada 5 ml media MRS Broth

(MRSB) dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC. Setelah inkubasi, media tersebut diamati, hasil positif ditunjukan dengan kekeruhan pada media, kultur bakteri yang terdapat dalam tabung reaksi tersebut divorteks kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Setelah disentrifugasi, akan terbentuk endapan kultur mikroba pada dasar tabung reaksi. MRSB di atas endapan kultur tersebut dibuang, sedangkan sel yang tertinggal dicuci sebanyak 3 kali. Pencucian sel dilakukan dengan cara menambahkan larutan saline ke dalam tabung reaksi berisi endapan kultur L. plantarum lalu divorteks, selanjutnya tabung reaksi disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit, dan supernatan yang terbentuk setelah proses sentrifugasi dibuang. Pada pencucian terakhir (pencucian ke-3), saline sisa tidak dibuang tetapi divortex, kemudian diambil 1 mL dan dipindahkan ke dalam microtube. Kultur dalam microtube disentrifugasi, kemudian cairan diatasnya dibuang hingga tersisa endapan kultur. Diambil 10 mL aquades steril yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam microtube yang di dalamnya terdapat kultur Lactobacillus plantarum, kemudian divortex. Campuran kultur dimasukkan ke dalam 100 mL aquades yang telah berisi irisan biji durian dan dikocok. tersebut diinkubasi selama 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam pada suhu 37oC.

Proses Pembuatan Tepung

Tahapan proses pembuatan tepung biji durian terfermentasi menggunakan inokulum L. plantarum diawali dengan persiapan bahan baku

(biji durian), pengupasan, pencucian, pengecilan ukuran diiris tipis kurang lebih 0,5 cm,fermentasi, ditiriskan, perendaman,pengeringan, penepungan dan pengayakan. Proses pengupasan biji durian dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau. Pengupasan ini bertujuan untuk menghilangkan kulit biji durian agar menghasilkan warna tepung yang lebih putih dan mencegah terjadinya kontaminasi. Biji durian selanjutnya dicuci mengalir secara manual dengan menggunakan dengan air mengalir hingga bersih untuk menghilangkan kotoran maupun lendir pada permukaan talas. Pengecilan ukuran biji durian dengan ukuran ± 0,5 cm. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah untuk memudahkan fermentasi. Dengan demikian mikroba dapat dengan mudah merombak dinding sel biji durian. Disamping itu, pengecilan ukuran menjadi bentuk irisan tipis juga bertujuan untuk memperluas permukaan, sehingga akan mempercepat proses pengeringan biji durian setelah fermentasi. Fermentasi yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan L. plantarum sebanyak 10% dengan perlakuan lama fermentasi selama 0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam. Setelah itu irisan talas selanjutnya diambil dan direndam di dalam air garam 10% selama ± 30 menit untuk menghenti proses fermentasi. Proses pengeringan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan oven,selama 3 jam. Proses penepungan dilakukan dengan menggunakan blender. Setelah dilakukan penepungan, tepung biji durian termodifikasi ini diayak dengan ukuran 80 mesh, yang bertujuan

untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati meliputi rendemen (sudarmadji et al., 1997), kadar air (sudarmadji et al., 1997), kadar abu (sudarmadji et al., 1997), densitas warna (Leon et al., 2006)., kapasitas penyerapan air (beuchat, 1977), kapasitas penyerapan minyak(beuchat, 1977), densitas kamba (Nwosu et al., 2014) dan (Rusmono et al., 2014), kadar pati, swelling power dan kelarutan (Senanayake et al.,2013), total BAL dengan metode Total Plate Count (Fardiaz, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Tepung Biji Durian

Adapun hasil rendemen tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada rendemen tepung biji durian

terfermentasi. Hasil analisis rata-rata rendemen tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis rata-rata rendemen tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 39,35-40,88%. Terdapat kecederungan rendemen tepung biji durian semakin rendah seiring dengan lama waktu fermentasi, hal ini diduga selama proses fermentasi, irisan biji durian mengalami perlakuan perendaman yang mengakibatkan terdapat komponen-komponen biji durian yang larut dalam air. Selain itu, selama proses fermentasi terjadi reaksi biokimia akibat adanya aktivitas mikrobiologis yaitu degradasi selulosa pada ubikayu menjadi bertekstur lembut serta pelubangan dinding granula pati (Darmawan et al, 2013). Semakin lama waktu fermentasi sampai dengan waktu tertentu maka semakin banyak pula dinding selulosa yang pecah sehingga mengakibatkan turunnya rendemen tepung biji durian terfermentasi yang dihasilkan.

Tabel 1. Nilai rata-rata rendemen tepung biji durian dengan perlakuan lama fementasi menggunakan inokulum L. Plantarum


Lama fermentasi

Rendemen (%)

0 jam

12 jam

24 jam

36 jam

48 jam

40,88 ± 0,42

40,23 ± 0,63

39,89 ± 0,94

39,85 ± 0,98

39,35 ± 0,62

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan nilai rata- rata tidak berbeda nyata (P> 0,05).


Fisikokimia Tepung Biji Durian

Fisikokimia tepung biji durian terfermentasi terdiri kadar abu, kadar air, densitas warna, densitas kamba, dan kadar pati. Adapun nilai rata-rata dari kadar abu, kadar air, densitas warna, densitas kamba, dan kadar pati dapat dilihat pada Tabel 2.

Kadar Abu

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada kadar abu tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata kadar abu tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata kadar abu tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar

0,96-0,97%. kadar abu tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 0,97%. kadar abu tepung terendah pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 0,96%.

Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu ini juga dapat diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap bertahan selama proses pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Soebito, 1988). standar SNI 7622-2011 menyatakan mutu modified cassava flour (MOCAF) terbaik yang memiliki kadar abu dibawah 1,5 %.

Tabel 2. Nilai rata-rata fisikokimia tepung biji durian dengan perlakuan lama fementasi menggunakan L. plantarum

Lama fermentasi

Kadar abu (%)     Kadar air (%) Densitas Kamba (g/ml) Kadar pati

0 jam

12 jam

24 jam

36 jam

48 jam

0,96 ± 0,00 a       15,94 ± 0,64 d      0,49 ± 0,06 b            7,49 ± 0,55 a

0,96 ± 0,00 a      13,74 ± 0,50 c     0,45 ± 0,03 ab          7,00 ± 1,61 a

0,96 ± 0,00 a      12,68 ± 0,38 b      0,43 ± 0,01 ab           6,96 ± 1,75 a

0,97 ± 0,01 a      10,23 ± 0,15 a     0,42± 0,01 a            6,95 ± 1,41 a

0,97 ± 0,00 a      9,87 ± 0,67 a      0,40 ± 0,005 a         5,69 ± 1,24 a

Keterangan:

Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan nilai rata- rata tidak berbeda nyata (P> 0,05).

Kadar Air

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata kadar air tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata kadar air Tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 9,87-15,94%, kadar air tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 15,94%. kadar air tepung terendah pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 9,87%.

Kadar air dalam bahan pangan menentukan umur simpan bahan pangan tersebut. Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan (Winarno, 2002). Kadar air yang diperoleh dari hasil penelitian telah memenuhi standar mutu terigu sesuai SNI 01-3751-2009 dimana kadar air dibawah 14,5 %. Rendahnya kadar air pada perlakuan 48 jam

disebabkan karena proses fermentasi dapat mengdegradasi pati oleh mikroba yang mampu menyebabkan penurunan bahan dalam mempertahankan air. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin meningkat aktivitas enzim dalam mendegradasi pati sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori Aida et al, 2012). Keadaan ini dapat memperbesar penguapan air selama proses pengeringan berlangsung, dengan demikian kadar air akan semakin menurun dalam jangka pengeringan yang sama.

Densitas Kamba

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada densitas kamba tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata densitas kamba tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 2.. Hasil analisis rata-rata densitas kamba tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 0,400,49% , densitas kamba tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 0,49%, densitas kamba tepung terendah pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 0,40%. Perlakuan terbaik yaitu 0 jam dengan densitas kamba terendah sebesar 0,49%. Densitas kamba suatu bahan pangan penting untuk diketahui terutama dalam hal pengemasan produk tersebut juga dalam penyimpanan dan transportasi. Menurut Viviyanti, et al.,2015 Nilai densitas kamba yang besar akan membutuhkan tempat yang lebih kecil begitupun sebaliknya.

Kadar Pati

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada tepung biji durian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada kadar pati tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata kadar pati tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis rata-rata kadar pati tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 5,697,49%. kadar pati tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 7,49%. kadar pati tepung terendah pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 5,69%.

Zubaidah, et al., (2006) melaporkan kadar pati mengalami penurunan sejalan dengan meningkatnya lama fermentasi, karena kemampuan mikroba amilolitik dalam pemecahan pati semakin besar seiring dengan semakin lama waktu fermentasi. Penurunan kadar pati terjadi karena hidrolisis oleh enzim amilase sehingga pati terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana, semakin lama fermentasi semakin banyak komponen-komponen yang terdapat di dalam biji durian yang diuraikan.

Pengujian Densitas Warna

Hasil densitas warna tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil rata-rata warna tepung biji durian terfermentasi dengan perlakuan lama perendaman dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai rata-rata L tertinggi terdapat pada perlakuan 48 jam sebesar 34,59 dan nilai L terendah terdapat pada perlakuan 12 jam sebedar 31,25. Nilai L yang emakin besar menunjukkan warna tepung semakin cerah. Nilai L yang tinggi

pada perlakuan 48 jam dikarenakan peningkatan derajat putih pada tepung biji durian terjadi karena selama fermentasi, L. plantarum menghasilkan enzim proteolitik yang mendegradasi kandungan protein pada biji durian dan juga mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. Nilai rata-rata a* tertinggi terdapat pada perlakuan 0 jam sebesar 8.62 dan nilai a* terendah terdapat pada perlakuan

48 jam yakni 6.87. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan 0 jam cenderung lebih hijau dibandingkan perlakuan yang lainnya. Nilai rata-rata b* tertinggi terdapat pada perlakuan 0 jam yakni sebesar 16,61 dan nilai b* terendah terdapat pada perlakun 48 jam yakni sebesar 14.48. Hal ini menunjukkan 0 jam cenderung lebih biru.

Tabel 3. Nilai rata-rata warna tepung biji durian terfementasi

CIE

Lama fermentasi biji durian

L*ab

0 jam

12 jam

24 jam

36 jam

48 jam

L

33,58

31,25

32,84

33,80

34,59

a*

8,62

8,27

8,51

8,36

6,87

b*

16,61

15,2

16,32

15,98

14,48

Fungsional Tepung Biji Durian

Fungsional tepung biji durian terfermentasi terdiri kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak dan swelling power dan kelarutan. Adapun nilai rata-rata dari kapasitas penyerapan air, kapasitas penyerapan minyak dan swelling power dan kelarutan dapat dilihat pada Tabel 4.

Kapasitas Penyerapan Air

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada kapasitas penyerapan air (KPA) tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata KPA tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata kapasitas penyerapan air Tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 1,58-1,95%. Hal ini sejalan

dengan penelitian Aini (2016) pada tepung jagung termodifikasi, melaporkan proses fermentasi cenderung menyebabkan peningkatan KPA, peningkatan terjadi karena pecahnya makromolekul seperti pati, lemak, dan protein yang ada pada biji jagung menjadi molekul yang lebih sederhana. Makromolekul yang tadinya relatif kompak menjadi agak berporous karena terpecah menjadi molekul sederhana yang memiliki bobot massa kecil sehingga agak renggang dan lebih mudah menyerap air. Penelitian Aini (2016) menunjukkan bahwa tepung jagung termodifikasi memiliki kapasitas penyerapan air berkisar 117,8-146,1% dengan hasil tertinggi diperoleh pada fermentasi selama 80 jam, sedangkan hasil terendah diperoleh pada waktu fermentasi 20 jam.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Fungsional Tepung Biji Durian dengan perlakuan lama fementasi menggunakan L. plantarum

Lama fermentasi

Kapasitas penyerapan air (g/ml)

Kapasitas penyerapan minyak (%)

Swelling power (g/ml)

Kelarutan

0 jam

1,58 ±0,55 a

1,74 ± 0,01 a

24,82 ± 1,32 a

24,30 ± 5,85 a

12 jam

1,59 ± 0,53 a

1,95 ± 0,00 b

26,90 ± 1,75 a

15,47 ± 1,22 b

24 jam

1,91 ± 0,04 a

2,17 ± 0,00 c

25,80 ± 3,10 a

16,41 ± 1,25 b

36 jam

1,95 ± 0,02 a

2,37 ± 0,00 d

24,79 ± 4,33 a

17,05 ± 0,77 b

48 jam

1,95 ± 0,01 a

2,41 ± 0,00 e

25,01 ± 0,56 a

11,37 ± 2,52 b

Keterangan : Nilai rata-rata ± standar deviasi (n=3). Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan nilai rata- rata tidak berbeda nyata (P> 0,05).


Kapasitas Penyerapan Minyak

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian berpengaruh nyata (P<0,05) pada kapasitas penyerapan minyak (KPM) tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata KPM tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Rata-rata KPM tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 1,74-2,41%, KPM tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 2,41% sedangkan KPM tepung terendah pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 1,74%.

Meningkatnya KPM tepung diduga berhubungan dengan menurunnya kadar lemak, penurunan kadar lemak terjadi akibat adanya enzim lipase yang disekresi oleh bakteri asam laktat. Enzim lipase memecah lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam lemak dan gliserol. Aini (2016) menyatakan bahwa waktu fermentasi berpengaruh nyata pada kapasitas penyerapan tepung. Penelitian Aini (2016) juga dibuktikan bahwa KPM meningkat akibat fermentasi pada tepung jagung. KPM tertinggi diperoleh pada tepung jagung dengan

lama fermentasi 80 jam sebesar 146,1%. Semakin banyak senyawa kompleks yang pecah menjadi senyawa yang lebih sederhana, semakin mudah tepung untuk menyerap minyak (Aini, 2016).

Swelling Power dan Kelarutan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada swelling power tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata swelling power tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil Analisis Rata-rata swelling power Tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 24,82-25,01% , swelling power tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 25,01% sedangkan swelling power tepung terendah pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 24,82%.

Meningkatan swelling power diduga karena penurunan amilosa akibat fermentasi. Peningkatan swelling power disebabkan adanya substitusi gugus asetil yang menggantikan gugus hidroksil sehingga ikatan hidrogen menjadi lemah dan kurang rapat sehingga memudahkan

air untuk masuk pada granula pati. Gugus asetil dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang terdapat selama proses fermentasi proso millet. Saputro et al., (2012) menyatakan bahwa amilosa dianggap paling berperan dalam proses awal asetil. Semakin banyak gugus hidroksil yang tersubstitusi oleh gugus asetil maka kandungan amilosa di dalam pati akan menurun. Berkurangnya amilosa menyebabkan kadar amilopektin meningkat, dan juga sejalan dengan peningkatan swelling power. Amilopektin merupakan komponen yang berada daerah amorf yang renggang dan kurang padat pada pati sehingga mudah dimasuki air (Haryanti et al., 2014). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian berpengaruh nyata (P<0,05) pada kelarutan tepung biji durian terfermentasi. Hasil analisis kelarutan tepung biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil analisis kelarutan Tepung biji durian terfermentasi dalam penelitian ini sebesar 11,3724,30%, kelarutan tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 24,30% sedangkan kelarutan tepung terendah perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 11,37%.

Proses fermentasi dapat meningkatkan nilai kelarutan, hal ini diduga terjadi karena aktivitas bakteri yang terdapat pada proses fermentasi. Perombakan yang terjadi pada komponen yang susah larut dalam air seperti pati, lemak, dan protein akibat enzim amilase, lipase dan protease yang dilepas oleh mikroba menyebabkan peningkatan indeks kelarutan tepung yang dihasilkan. Pada penelitian Rahma (2017) disebutkan bahwa fermentasi selama 24 jam meningkatkan nilai kelarutan dari 0,094% menjadi 0,126% dikarenakan degradasi tepung oleh bakteri menjadi gula sederhana.

Tabel 5. Nilai rata-rata total BAL cairan fermentasi biji durian menggunakan L. plantarum

Lama Fermentasi

Rata-rata Total BAL (Cfu/ml)

0 Jam 12Jam 24 Jam 36 Jam 48 Jam

5,09 x 108 a 1,39 x 109 ab 1,78 x 109 ab 6,80 x 109 b 12,8 x 109 b

Total BAL pada cairan fermentasi biji durian

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama fermentasi pada biji durian berpengaruh nyata (P<0,05) pada total BAL air rendaman biji durian terfermentasi. Hasil analisis rata-rata total BAL air rendaman biji durian terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 5. Rata-rata total BAL air rendaman biji durian terfermentasi dalam

penelitian ini sebesar 8,64 log CFU/ml (5,09 x 108 CFU/ ml) sampai 9,82 log CFU/ml (12,8 x 109 CFU/ ml), rata-rata total BAL air rendaman biji durian tertinggi pada perlakuan waktu fermentasi 48 jam sebesar 9,82 log CFU/ml (12,8 x 109 CFU/ ml) sedangkan Rata-rata total BAL air rendaman biji durian terendah pada perlakuan waktu fermentasi 0 jam sebesar 8,64 log CFU/ml (5,09 x 108 CFU/ ml). Hasil ini menunjukkan

bahwa jumlah bakteri asam laktat tertinggi adalah pada proses fermentasi menggunakan L. plantarum 48 jam. Peningkatan jumlah bakteri asam laktat pada setiap perlakuan mengalami peningkatan.

KESIMPULAN

Lama fermentasi biji durian dengan L. plantarum berpengaruh nyata terhadap rendemen, densitas kamba, kapasitas penyerapan minyak, kelarutan dan total bakteri asam laktat namun berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air, kadar abu, densitas warna, kapasitas penyerapan air, swelling power tepung yang dihasilkan. Lama fermentasi 48 jam menghasilkan tepung biji durian terfermentasi terbaik dan sesuai dengan standar mutu terigu sesuai SNI 01-3751-2009 dengan karakteristik kadar abu 0,67%, kadar air 9,87%, densitas kamba 0,49%, densitas warna L 34,59, kadar pati, kapasitas penyerapan air 1,95%, kapasitas penyerapan minyak 2,41, swelling power 45,01%, kelarutan, 24,30%.

DAFTAR PUSTAKA

Aida, N, Kurniati LI, dan Gunawan. 2012. Pembuatan Mocaf dengan proses fermnetasi menggunakan Rizhopus orizae dan Saccharomyces serevicaae. Prosiding Semnas Teknik Kimia Soebardjo Brotohrjdono. Surabaya, 21 Juni 2012.

Aida, Nur dan Lina Ika Kurniati. 2012. “Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae”. Skripsi Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Aini, N., G. Wijonarko, dan B. Sustriawan. 2016. Sifat Fisik, Kimia, Dan Fungsional Tepung Jagung Yang Diproses Melalui Fermentasi. AGRITECH. 36(2) :160-169.

Anwar, A.S dan L. Afrisanti. 2011. Pemanfaatan Tepung Biji Durian Menjadi Glukosa Cair

Melalui Proses Hidrolisa dengan 0HQJJXQDNDQ (Q]LP .- Amilase. http://eprints.undip.ac.id/36763/ (12 September 2019)

Dang, T.-N., and Nguyen, B. H. (2015). Study on Durian Processing Technology and Defleshing Machine. Asia Pacific Journal of Sustainable Agriculture, Food and Energy, 3(1), 12–16. http://journal.bakrie.ac.id/index.php/A PJSAFE (1 Oktober 2019)

Darmawan, MR, Andreas, P, Bakti Jos, Sumardiono, S. 2013. Modifikasi ubikayu dengan proses fermentasi menggunakan starter Lactobacillus casei untuk produk pangan. Jurnal Teknologi Kimia Industri vol.2 no.4: 137-145

Feng, J., Wang, Y., Yi, X., Yang, W., and He, X. (2016). Phenolics from durian exert pronounced NO inhibitory and antioxidant activities. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 64(21), 4273–4279.

https://doi.org/10.1021/acs.jafc.6b0158 0

Gobbetti, M., Smacchi, E., Fox, and Corsetti, A. 2005. The Sourdough Microflora: Cellular Localization and Characterization of Proteolytic Enzymes in Lactic Acid Bacteria. LWT-Food Science and Thechnology.

Gomes, K.A, dan A.A. Gomes. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian. UI Press, Jakarta. (20 September 2019)

Haryanti, P., R. Setyawati dan R. Wicaksono. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Suspensi Pati serta Konsentrasi Butanol terhadap Karakteristik Fisikimia Pati Tinggi Amilosa dari Tapioka. AGRITECH 34(3):308-315.

Nurfiana, F., Mukaromah, U., Jeannisa, V. C., dan Putra, S. (2009). Pembuatan bioethanol dari biji durian sebagai sumber energi alternatif [prosiding]. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, 5 November 2009.

Quatravaux, S., Remize, F., Bryckaert, E., Colavizza, D., dan Guzzo, J. (2006). Examination of Lactobacillus plantarum lactate metabolism side effects inrelation to the modulation of aeration parameters. Journal of Application Microbiology 101: 903 – 912.

Rahma, I.N., R. H. Pratama, Alfiyanti, D. R. Alwi, W. I. S. T. Astuti, dan D. H. Wardhani. 2017. Swelling Power and Solubility of Modified Breadfruit Flour using Lactobacillus plantarum. IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series 909 (2) 101-108.

Saputro, M. A, A. Kurniawan, D. S. Retnowati. 2012. Modifikasi Pati Talas dengan Asetilasi

Menggunakan Asam Asetat. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1:258-263.

Soebito, S. 1988. Analisis Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Spectrum of bacteriocin activity of Lactobacillus plantarum BS and fingerprinting by RAPD-PCR. Int. J. Food Microbiol. 95:11-18.

Surono, I. S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Tri Cipta Karya. Jakarta.

Suryani, Y., A. B. Oktavia, dan S. Umniyati. 2010. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari limbah kotoran ayam sebagai agensi probiotik dan enzim kolesterol reduktase. Biologi dan Pengembangan Profesi Pendidik Biologi. Biota. 12 (3): 177-185.of bacteriocin activity of Lactobacillus plantarum BS and fingerprinting by RAPD-PCR. Int. J. Food Microbiol. 95:1118.

Verawati, B. 2017. IbM Pemberdayaan Kelompok PKK Desa Batu Belah dan Desa Tanjung Bungo dalam Pemanfaatan Limbah Biji Durian sebagai Alternatif Dasar Pembuatan Oleh–Oleh Khas Kampar 2017. Bangkinang (ID): Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Viviyanti J. S, Christine F. M, dan Gregoria S. S. D 2015. Kajian Sifat Fisik Kimia Beras Analog Pati Sagu Baruk Modifikasi HMT (Heat Moisture Treatment) dengan Penambahan Tepung Komposit

Wahyono. 2009. Karakteristik Edible Film Berbahan Dasar Kulit dan Pati Biji Durian (Durio sp) untuk Pengemasan Buah Strawberry. Skripsi. UMS

Winarno F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Winarti, S. 2006. Minuman Kesehatan. Trubus Agrisarana: Surabaya.

Winarti, S. dan Y. Purnomo. 2006. Olahan Biji Buah. Trubus Agrisarana. Surabaya.Asendy, D.A, I.W.R. Widarta dan K.A. Nocianitri. 2018. Pengaruh Waktu Maserasi Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Jeruk Lemon (Citrus Limon Linn). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 7(3): 102-109.

Wiryanta, B. T. W. 2008. Sukses Bertanam Durian. Jakarta: Agromedia Pustaka.

111