HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM

DALAM PROSES PENYIDIKAN

Oleh

Maya Diah Safitri Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

The right to obtain legal aid to suspects especially the underprivileged, can be obtained at any stage of the examination, one of them at this stage of the investigation. In this study, there are two problems have been studied, that is how the urgency of the right of suspects to obtain legal aid and legal consequences if a suspect haven’t accompanied by legal counsel in any investigation process. The method used in this paper is the use of normative legal research because there are still obscurity norms about “the right time and at any level of examination, according to the procedures which regulated in the Act". Discussion of these issues are providing legal assistance in the investigation process relating to the presumption of innocence who that every person can’t be found guilty if not legally enforceable and the legal consequences if the suspect hasn’t accompanied by legal counsel in the investigation process in MA RI Decision No.1565 K / Pid/1991, consequently, Prosecution demands can’t be accepted because the right mentoring is imperative nature of rights, which if neglected will result in invalidity of the examination process. The conclusion of this study are urgency right to legal assistance in any investigation process is very important because as a fundamental right of a suspect who governed by the Act, which if neglected will make the process of checking unauthorized and non-acceptance of the demands of the public prosecutor.

Keywords : Rights of suspect, Legal Assistance, Investigation.

ABSTRAK

Hak memperoleh bantuan hukum kepada tersangka khususnya yang kurang mampu, dapat diperoleh pada setiap tahap pemeriksaan salah satunya pada tahap penyidikan. Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimanakah urgensi hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum serta akibat hukum apabila seorang tersangka tidak didampingi penasehat hukum dalam setiap proses penyidikan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif karena masih adanya kekaburan norma tentang “berhak dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang di atur dalam Undang-Undang”. Pembahasan dari permasalahan ini, pemberian bantuan hukum dalam proses penyidikan berkaitan dengan asas praduga tidak bersalah yang setiap orang tidak dapat dinyatakan bersalah jika tidak berkekuatan hukum tetap dan akibat hukumnya apabila tersangka tidak didampingi penasehat hukum dalam proses penyidikan pada Putusan MA RI No.1565 K/Pid/1991, berakibat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima karena hak pendampingan merupakan hak yang sifatnya imperatif, yang bila diabaikan mengakibatkan tidak sahnya proses pemeriksaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah urgensi hak mendapatkan bantuan hukum dalam setiap proses penyidikan sangat penting karena sebagai suatu hak fundamental tersangka yang diatur

oleh Undang-Undang, yang apabila diabaikan akan membuat proses pemeriksaan tidak sah dan tidak diterimanya tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Kata Kunci : Hak Tersangka, Bantuan Hukum, Penyidikan

  • I.    PENDAHULUAN

    1.1.    LATAR BELAKANG

Pada dasarnya hak untuk memperoleh bantuan hukum kepada tersangka khususnya yang kurang mampu, dapat diperoleh pada setiap tahap pemeriksaan salah satunya pada tahap penyidikan. Hal ini termuat dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP), “Guna kepentingan pembelaan, tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini”. Tidak diberikannya hak untuk memperoleh bantuan hukum terhadap tersangka dan/atau terdakwa merupakan perbuatan diskriminasi, yang bertentangan dengan rasa keadilan, serta secara tegas dilarang oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peranan bantuan hukum bagi tersangka adalah rangkaian upaya untuk membela dirinya apabila hak-haknya dilanggar serta terjadi penyimpangan kekuasaan penyidik yang terlalu besar dan cenderung tidak terkendali.

Ketentuan Pasal 54 KUHAP diatas masih menimbulkan kekaburan norma, yaitu dalam hal tidak adanya kejelasan mengenai “berhak dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang di atur dalam Undang-Undang”. Artinya, bagaimanakah batasan waktu hak tersangka untuk bisa didampingi penasehat hukum dan dalam setiap pemeriksaan di tingkat manakah tersangka berhak didampingi penasehat hukum, karena kenyataannya sering kali dalam setiap tingkat pemeriksaan tersangka tidak selalu didampingi penasehat hukum.

  • 1.2.    TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimanakah urgensi hak untuk memperoleh bantuan hukum bagi tersangka, serta akibat hukum, apabila seorang tersangka tidak didampingi penasehat hukum dalam proses penyidikan.

  • 1.3.    METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu jenis penelitian hukum normatif yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.1 Dipilihnya metode penelitian ini, yakni masih adanya kekaburan norma tentang “berhak dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang di atur dalam Undang-Undang.” Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.2 Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Teknik analisis dilakukan melalui teknik deskriptif, teknik analisis dan teknik argumentatif.

  • II.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • A.    Urgensi hak untuk memperoleh bantuan hukum bagi tersangka dalam proses penyidikan

Sejarah perundang-undangan di Indonesia, bila dikaitkan dengan persoalan hak asasi manusia maka penghormatan terhadap hak asasi tersangka juga merupakan penghormatan terhadap hak asasi manusia, yang pada masa pemberlakuan HIR (Herziene Inlandsch Reglement) belumlah menjadi perhatian.3 Pasal 50 sampai dengan Pasal 57 KUHAP menentukan bahwa hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum dapat diberikan pada setiap tingkat pemeriksaan dan dalam rangka untuk pemerataan keadilan yang cepat bagi setiap orang, yang dilakukan dengan cepat, murah dan sederhana, maka pejabat pada semua tingkat pemeriksaan wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka dan terdakwa yang diancam dengan pidana mati atau pidana lima belas tahun atau lebih dan penjara lima tahun atau lebih bagi tersangka atau terdakwa yang tidak mampu yang tidak mempunyai penasehat hukum.4

Pemberian bantuan hukum dalam proses penyidikan, berkaitan erat dengan suatu asas dalam hukum acara pidana, yaitu “asas praduga tidak bersalah” yang merupakan

asas yang menyatakan bahwa setiap orang yang disangka atau disidik, ditangkap, ditahan, dituntut dan diperiksa disidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah kecuali berdasarkan putusan hakim dengan bukti sah dan meyakinkan yang menyatakan kesalahannya dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan tetap.5 Hak warga negara (civil rights) merupakan hak seseorang untuk membela diri dan menuntut hak-haknya dengan pengakuan asas kebersamaan kedudukannya di dalam hukum (equality before the law) dan dengan melalui proses hukum yang adil (due process of law) yang dalam hal ini adalah mekanisme proses peradilan pidana.6

  • B.    Akibat Hukum Apabila Seorang Tersangka Tidak Didampingi Penasehat Hukum Dalam Proses Penyidikan

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa seorang tersangka berhak didampingi dalam proses penyidikan, sesuai dengan ketentuan yang diatur KUHAP. Seorang tersangka yang tidak mengetahui haknya untuk didampingi penasehat hukum mulai dari tahap penyidikan, penyidik punya kewajiban untuk memberitahukan hak-hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum (Pasal 114 KUHAP). Bahkan dalam perkara-perkara dengan kategori tertentu, seorang tersangka wajib didampingi oleh penasihat hukum dalam proses pemeriksaan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

Jadi, dalam setiap pemeriksaan suatu perkara pidana hak dan kedudukan tersangka harus selalu diperhatikan untuk wajib diketahui oleh tersangka, sehingga tercipta keterbukaan dan keseimbangan proses pemeriksaan dapat memenuhi rasa keadilan yang dituangkan dalam KUHAP menyangkut asas praduga tidak bersalah.

Ketentuan Pasal 54, 55, 56 dan 114 KUHAP apabila dilihat secara keseluruhan, merupakan ketentuan akan adanya jaminan perlindungan hukum bagi tersangka/terdakwa untuk mendapat bantuan hukum yang pelaksanaannya wajib dipenuhi dalam suatu proses penyidikan. Apabila dihubungkan dengan paparan sebelumnya, sudah sangat jelas bahwasanya pendampingan seorang tersangka oleh penasehat hukum dalam proses penyidikan merupakan hal yang “seharus”-nya atau sifatnya “imperatif” sehingga pengabaian akan hal tersebut dapat berakibat, tidak sahnya proses pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap tersangka dalam proses

penyidikan. Pada bagian pertimbangannya, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993, akibat hukum yang dapat dimunculkan dengan tidak didampinginya tersangka oleh penasehat hukum dalam proses penyidikan, berakibat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima.

  • III.    KESIMPULAN

  • 1.    Urgensi hak mendapatkan bantuan hukum dalam setiap proses penyidikan sangat penting karena sebagai suatu hak fundamental tersangka yang diatur oleh Undang-Undang, yaitu sebagai kepentingan pembelaan yang berkaitan erat dengan suatu asas dalam hukum acara pidana, yaitu “asas praduga tidak bersalah”.

  • 2.    Akibat hukum apabila seorang tersangka tidak didampingi penasehat hukum dalam proses penyidikan, Pada Putusan MA RI No. 1565 K/Pid/1991, berakibat tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima. Yang dalam hal ini, putusan tersebut menyebutkan apabila syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Subekti, R, 1984, Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam KUHAP, Pradnya Paramita, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Ramelan, 2006, Hukum Acara Pidana Teori dan Implementasi, Sumber Ilmu Jaya, Jakarta.

Harahap, M. Yahya 2008, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta

Undang-Undang:

Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

5