DAMPAK HUKUM AKIBAT PERBEDAAN BUDAYA

ANTAR PERUSAHAAN HASIL DARI TINDAKAN
MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA

Sang Putu Rio Sudarsana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Putu Edgar Tanaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i11.p07

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai prosedur pasti dari terjadi proses merger dan akuisisi di Indonesia dan sekaligus untuk mengetahui dan memahami hubungan dari diadakannya merger dan akuisisi terhadap pengaruh perbedaan budaya dan perusahaan yang telah melakukan proses tersebut selain itu yang menjadi perhatian adalah dengan terjadinya proses tersebut, dapat juga menimbulkan aspek-aspek lain seperti integrasi budaya antara perusahaan yang dapat berakibat ketidak berhasilan dikarenakan perbedaan budaya yang ada, dengan alasan tersebut penulis juga menjelaskan aspek tersebut sebagai pembahasan kedua dalam penelitian ini. Metode penulisan artikel ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif mengacu pada peraturan di Indonesia secara khusus, namun tetap dalam jangkauan pembahasan atas perusahaan multinasional terhadap perusahaan dari negara lain, dalam hal ini mengacu kepada perusahaan di Indonesia, metode ini digunakan sebagai tujuan untuk menjawab permasalahan yang sedang dihadapi agar dapat ditemukannya pemecahan masalah yang proposional. Atas penulisan ini, penulis mendapatkan hasil bahwa perbedaan budaya yang terjadi dalam suatu perusahaan dan perusahaan lainnya menjadi faktor utama keberhasilan atas suatu proses merger dan akuisisi yang terjadi, dengan menilai dari aspek-aspek karyawan dan etos kerja yang dimiliki masing-masing perusahaan dengan berdampak pada keberlangsungan dari perusahaan hasil dari proses merger dan akuisisi tersebut.

Kata Kunci: Merger dan Akuisisi, Perbedaan Budaya, Perusahaan

ABSTRACT

This study aims to to know and understand more about the exact procedure of the merger and acquisition process in Indonesia and at the same time to know and understand the relationship of holding mergers and acquisitions to the influence of cultural differences and the companies that have carried out the process, it can also lead to other aspects such as cultural integration between companies which can result in failure due to the existing cultural gap, for this reason, the author also explains this aspect as the second discussion in this study. The method of writing this article uses a type of normative legal research referring to regulations in Indonesia, but still within the scope of discussion of multinational companies over companies from other countries, in this case referring to companies in Indonesia, this method is used as an objective answer the problems that are being faced in order to find proportional problem solutions. In this writing, the authors get the result that cultural differences that occur in a company and other companies are the main success factor for a merger and acquisition process that occurs, by assessing aspects of the employees and work ethic of each company with an impact on the sustainability of the company resulting from the merger and acquisition process.

Key Words: Merger and Acquisitions, Cultural Differences, Companie

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Masifnya perkembangan di dunia saat ini menyebabkan menjamurnya kemampuan atas ekonomi dari suatu negara, dimana hal tersebut selaras dengan apa yang menjadi tujuan dari setiap negara. Salah satunya, kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan orang banyak melalui pihak penunjang, seperti bertumbuhnya banyak perusahaan-perusahaan, hal tersebut terjadi karena, perusahaan sebagai salah satu penunjang ekonomi negara, berkembang dalam hal pemenuhan segala kebutuhan atau diinginkan oleh seluruh masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, hal tersebut juga terjadi di Indonesia, salah satu negara berkembang di Asia. Hingga saat ini sedang gencar memajukan kemakmuran atas ekonomi negara dalam berbagai sektor, ditambah pesatnya teknologi yang ada dengan disertai kemampuan untuk bersaing secara ekonomi membuat Indonesia terus ingin bersinar dalam kancah dunia internasional.

Merger dan akuisisi tidak dapat dipungkiri adalah fakta yang secara sistematis merupakan kehidupan dari bisnis dengan alasan sebagai dasar keberlanjutannya konsolidasi industri dari berbagai sektor sehingga kebersaingan dibidang yang ditekuni masing-masing perusahaan hasil merger dan akusisi tersebut dapat mengisi hal-hal yang dibutuhkan oleh konsumen. Kunci dari keberhasilan dari proses merger dan akuisisi adalah dengan kepercayaan yang dibangun dari kedua instansi terkait,1 karena dengan menaruh kepercayaaan dapat dikatakan bahwa kedua perusahaan tersebut telah setuju dan berkeinginan untuk terus maju bersama dibarengi dengan visi dan misi yang sejalan. Namun, hal tersebut tidak dapat berjalan selaras apabila tidak ada perkembangan yang signifikan dari perencaanaan dan pengembangan transisi yang tepat sesuai sasaran, yang mencakup lebih dari sekedar struktur dan proses serta menghindari kesamaan jebakan terlalu fokus pada merger detail bahwa konsumen dan karyawan diabaikan.

Meskipun jelas merger dan akuisisi yang berhasil harus didasarkan pada keberpihakan tujuan yang strategis, keuangan dan kriteria lainnya, satu hal yang perlu dicatat oleh perusahaan yang melakukan tindakan tersebut, yaitu seringnya mengabaikan atau tidak mengindahkan potensi benturan budaya yang menyebabkan kegagalan dalam beberapa hal,2 dikarenakan tiap perusahaan mempunyai perjalanan dan sistem yang berbeda-beda, terlebih dari budaya kerja yang ada pada tenaga kerja masing-masing perusahaan. Banyak merger dan akusisi yang tampak sangat menjanjikan dari sudut pandang strategis atau keuangan akhirnya gagal. Oleh karena itu, pentingnya keterkaitan tenaga kerja dan perbedaan budaya yang terjadi antar perusahaan menjadi permasalahan penting yang patut dibahas dalam penulisan penelitian ilmiah ini.

Sebagai analogi,3 perusahaan bertindak sebagai variabel metafora dasar, dan budaya sebagai variabel pendekatan yang berfokus pada kausalitas. Sehingga budaya dianggap mampu menyebabkan hasil tertentu, sedangkan pendekatan metafora yang telah dijelaskan ada pada perusahaan berfokus pada pemahaman bagaimana anggota menciptakan budaya bersama mereka dan bagaimana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap siapa yang menjadi bagian dari dirinya. Schein mendefinisikan4 budaya organisasi sebagai struktur dasar dari nilai-nilai yang dimiliki oleh suatu kelompok yang menemukan mereka, dimana ditemukan dan dikembangkan dalam pembelajaran untuk mengatasi masalah eksternal yang beradaptasi atau berintegrasi secara internal. Hasil integrasi dan sinergi itulah yang digunakan sebagai tumpuan untuk tenaga kerja yang berimbas dari penyatuan kedua perusahaan yang telah terjadi dengan cara untuk memahami, berfikir, dan menelaah masalah-masalah yang terjadi. Sehingga, tenaga tenaga kerja yang menjadi faktor penting dari kelangsungan suatu perusahaan sangat berperan aktif dalam sukses atau gagalnya proses merger dan akuisisi yang terjadi.

Dampak hukum akibat perbedaan budaya yang terjadi imbas dari adanya proses merger dan akusisi di Indonesia sangat sering terjadi sehingga hal tersebut memicu ketidakcocokan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain yang terikat dari proses merger dan akuisisi. Padahal, hal ini sangat penting untuk diperhatikan terlebih apabila dua perusahaan yang terikat berasal dari 2 negara yang berbeda, yang jelas memang berbeda dari segi budaya dan sistem lingkungan perkehidupan ketenagakerjaannya. Oleh sebab itulah, penulis hendak mengkaji tulisan yang berjudul “DAMPAK HUKUM AKIBAT PERBEDAAN BUDAYA ANTAR PERUSAHAAN HASIL DARI TINDAKAN MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA.”

Untuk dapat menjadi pembanding dan bukti keaslian artikel ini, telah dilakukan perbandingan pada sejumlah penelitian terkait dengan topik yang diangkat pada penelitian ini yaitu artikel ilmiah yang berjudul “Cross-Border Mergers and Acquisitions: Do Strategy or Post-Merger Integration Matter?” yang dibuat oleh H. Donald Hopkins pada tahun 2018 yang meneliti mengenai efektifitas dari proses Merger dan Akuisisi terhadap strategi akan masa depan perusahaan.5 Artikel ilmiah yang berjudul “Merger dan Akuisisi: Sebuah Perkawinan Paradoksal” yang dibuat oleh Achmad Sobirin, pada tahun 2001 yang meneliti mengenai M&A sebagai sebuah perkawinan dengan mengacu pada mind-set perusahaan, dimensi psikologis perkawinan dalam M&A, serta beberapa persoalan yang terjadi dari adanya merger dan akuisisi di Indonesia.6

Adapun unsur pembeda penelitian tersebut di atas dengan penelitian ini yakni (a) menitik beratkan pembahasan kepada keefektifitasan atas suatu perusahaan yang mempertanyakan mengenai strategi masa depan yang akan berlangsung begitu baik ataukah malah terjadi sebaliknya. Sementara, poin (b) menitik beratkan pada M&A sebagai analogi perkawinan bahwa suatu perusahaan mengawinkan dirinya dengan perusahaan lain dengan acuan dan mind-set yang disatupadukan serta pembahasan dari faktor-faktor lain sehingga dapat diketahui persoalan-persoalan yang menimpa

perusahaan yang bersangkutan. Namun tetap berada dalam satu ruang lingkup yang sama yaitu pembahasan mengenai merger dan akuisisi atas suatu perusahaan dan dampaknya bagi masing-masing permasalahan yang dijadikan isu.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagimanakah prosedur terjadinya merger dan akuisisi di Indonesia?

  • 2.    Bagaimanakah perbedaan budaya dapat berpengaruh terhadap tindakan perusahaan untuk melakukan merger dan akuisisi?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan artikel ilmiah ini adalah untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut mengenai prosedur pasti dari terjadi proses merger dan akuisisi di Indonesia dan sekaligus untuk mengetahui dan memahami hubungan dari diadakannya merger dan akuisisi terhadap pengaruh perbedaan budaya dan perusahaan yang telah melakukan proses tersebut.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum normatif digunakan sebagai jenis penelitian pada artikel ini yang merujuk pada aturan dan proses terjadinya aturan tersebut yang khusus terkait dengan perbedaan budaya yang mungkin dialami oleh pekerja dan beberapa aspek lainnya atas tindakan suatu perusahaan dalam memberlakukan penyatuan dan penggabungan perusahaan melalui prosedur merger dan akuisisi.7 Penulisan artikel ilmiah mengkaji mengenai bagaimana hubungan dari budaya dan perbedaan di dalamnya terhadap suatu prosedur atau pelaksanaan dari tindakan penggabungan dan penyatuan dua perusahaan, serta aspek-aspek lain yang mendukung dengan memperhatikan asas-asas yang terkandung dalam hukum bisnis dengan menggunakan pendekatan analisis sehingga fakta yang telah didapatkan dapat memperkuat struktur argumentasi artikel ini agar didapati kejelasan hukum dari permasalahan yang dihadapi.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1.    Prosedur Terjadinya Merger Dan Akuisisi Di Indonesia

Tindakan suatu perusahaan atas perusahaan lain melalui mekanisme cross border M&A diharuskan untuk tunduk terhadap hukum negara dimana negara pada perusahaan tersebut diambilalih, sebagai contoh, ketika perusahaan dari negara Singapura ingin mengambil alih atau menggabungkan perusahaannya atas perusahaan di Indonesia, perusahaan asal Singapura tersebut haruslah mengikuti dan tunduk terhadap yurisdiksi yang berlaku di Indonesia, dengan kata lain negara asal perusahaan tersebut diambil alih. Oleh karena itu, agar lebih memudahkan pembaca dan tidak membingungkan, penulis akan lebih menjelaskan aturan-aturan terkait dengan Cross Broder M&A yang terjadi di Indonesia, yang dimana tentunya juga akan membahas lebih lanjut mengenai hukum Indonesia secara khusus. Pada hukum di Indonesia, suatu perusahaan yang mengambil alih perusahaan haruslah tunduk terhadap aturan yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, selanjutnya disebut sebagai UUPM, dimana pada pasal tersebut dijelaskan bahwa hanya badan usaha berbentuk PT saja yang

dapat diambil alih oleh suatu perusahaan yang berasal dari luar negeri dengan cara pembelian saham atas perusahaan terkait sehingga Perseroan Terbatas yang bersangkutan dapat diambil alih.

Sebelum berlanjut alangkah baiknya untuk dapat memahami pengertian lebih lanjut mengenai merger dan akuisisi, dimana merger menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, selanjutnya disebut UU CK, yang mengubah Ketentuan pada UUPT, menjelaskan Pasal 109 ayat 1, bahwa penggabungan atau merger merupakan “perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum,” dan menurut Black’s Law Dictionary, sebagai “the fusion of absorbtion of one thing or right into another”.8 Sementara, akuisisi menurut UU CK dengan pasal yang sama menjelaskan bahwa pengambilalihan atau akusisi merupakan “perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut” dan ditunjang dengan Black’s Law Dictionary sebagai “the purchase of one company by another in order to fullfill particular strategic goals related to revenues, market share, product/serving offerings, or competition”9

Di Indonesia sendiri, aturan mengenai merger dan akuisisi dibedakan atas kebutuhan dan persyaratannya, mengingat kedua hal tersebut memang suatu proses yang berbeda, sehingga aturan-aturan penguat serta penunjang juga pastilah berbeda. Aturan hukum mengenai merger tertuang secara gamblang pada UUPT dan PP No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, selanjutnya disebut PP No. 27. Ketika suatu perusahaan asing yang ingin menggabungkan perusahaannya terhadap suatu perusahaan Indonesia melalui mekanisme Cross Border M&A, perusahaan harus memenuhi beberapa persyaratan yakni:

  • 1.    Perusahaan, pemegang saham minoritas, beserta tenaga kerja atas kedua perusahaan;

  • 2.    Persaingan atas usaha yang beritikad baik atau sehat demi kepentingan masyarakat umum;

  • 3.    Mitra usaha yang bersangkutan beserta kreditor atas perusahaan yang melaksanakan penggabungan.

Namun, yang menjadi catatan adalah bagi perusahaan yang ingin melaksanakan proses dan mekanisme tersebut disarankan untuk menggunakan metode “Legal Due Dilligence” untuk mengetahui tujuan serta potensi permasalahan yang kemudian akan dihadapi ketika mekanisme dan prosedur penggabungan tersebut akan dilaksanakan, sehingga dapat dipahami lebih lanjut mengenai kedua perusahaan, terutama kedua negara yang bersangkutan agar proses Cross Border M&A berlangsung dengan baik dan tanpa kendala. Kemudian, UU PT pada pasal 123, menerangkan bahwa Perusahaan yang akan mengakuisisi perusahaan di Indonesia haruslah menyusun rancangan penggabungan atas perusahaan, dimana bagi direksi kedua perusahaan yang akan melaksanakan proses tersebut bertanggung jawab atas penyusunan

rancangan yang telah di diskusikan sebelumnya, dengan memuat sekurang-kurangnya:

  • 1.    “nama dan tempat dari masing-masing Perseroan, alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan penggabungan, persyaratan penggabungan, tata cara penilaian dan konversi saham masing-masing perseroan serta rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerima penggabungan apabila ada”;

  • 2.    “Laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun buku terakhir dari masing-masing perseroan, rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan penggabungan dan neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia”;

  • 3.    “Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Karyawan masing-masing perseroan, cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga dan cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan perseroan”;

  • 4.    “Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima penggabungan, perkiraan jangka waktu pelaksanaan, laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap perseroan yang akan melakukan penggabungan”;

  • 5.    “Kegiatan utama setiap perseroan, perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan, dan rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melaksanakan penggabungan.”

Bahwa rancangan yang telah selesai dibuat, diharuskanlah mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris masing-masing perusahaan. Kemudian, pengumuman Ringkasan Rancangan Merger, dimana suatu perusahaan wajib mengumumkan bahwa perusahaan mereka akan melaksanakan penggabungan terhadap perusahaan lain, dengan memberikan notifikasi kepada karyawan dari masing-masing perusahaan yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 hari. Terakhir adalah, pembuatan akta merger dimana setelah rancangan atas semua dokumen berhasil di penuhi, pembuatan akta merger atau penggabungan di depan Notaris dengan penggunaan Bahasa Indonesia dan selanjutnya salinan akta tersebut dilampirkan dalam pemberitahuan penggabungan kepada Menteri Kumham untuk dicatat dalam daftar perseroan. Kemudian, Direksi perusahaan yang bersangkutan menerima dan menggabungkan kedua perusahaan yang terlibat secara resmi melalui pengumuman minimal 1 surat kabar dengan masa waktu selambat-lambatnya 30 hari tehitung dari sejak tanggal penggabungan.

Akuisisi sendiri terdapat 2 bidang yang dilakukan melalui 2 proses dan mekanisme yang berbeda, pertama, adalah akuisisi atas suatu perusahaan yang secara tertutup dan yang kedua, akuisisi atas suatu perusahaan yang dilakukan secara terang-terangan. Namun, pada kali ini, penulis akan lebih menjelaskan mengenai proses dan mekanisme melalui akuisisi perusahaan terbuka, dimana dikendalikan oleh pengendali perusahaan terbuka, disebut pengendali, secara tidak langsung ataupun langsung jika mempunyai saham pada PT Tbk lebih dari ½ dari total keseluruhan saham dengan hak suara dengan telah disetor penuh (50%) dan memiliki kecakapan

untuk menentukan dan mengelola kebijakan perusahaan langsung maupun tidak langsung.

Aturan yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan akuisisi suatu perusahaan, terkhusus perusahaan asing atas perusahaan di Indonesia melalui proses dan mekanisme Cross Border M&A, menitikberatkan aturan yang terkandung pada beragam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dimana POJK No.31/2015, No. 9/2018, No. 17/2020, No. 42/2020 memegang andil yang besar atas terjadinya transaksi akuisisi atas suatu perusahaan. Sesuai dengan aturan Pasal 4 ayat (1) POJK No. 9/2020 menjelaskan bahwa perusahaan terbuka diharuskan disetujui oleh shareholders secara independen di dalam forum RUPS, dalam hal:

  • 1.    “Nilai transaksi afiliasi memenuhi batasan nilai transaksi material yang wajib memperoleh persetujuan RUPS”;

  • 2.    “Transaksi afiliasi yang dapat mengakibatkan terganggunya kelangsungan usaha perusahaan terbuka, dan/atau”;

  • 3.    “Melakukan transaksi afiliasi yang berdasarkan pertimbangan OJK memerlukan persetujuan pemegang saham independen”.

Dimana persetujuan tersebut dimasudkan agar dapat terlindunginya pemegang saham independen dikarenakan mereka dapat saja menolak suatu proses transaksi yang berbenturan kepentingan. Kemudian, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 6 Huruf K POJK No. 31/2015 menerangkan “suatu perusahaan diwajibkan untuk menyampaikan laporan atas informasi perubahan pengendalian atas perusahaannya melalui emiten yang bersangkutan dengan berupa perubahan dalam kendalinya atas tindakan langsung atau tidaklah langsung terhadap emiten tersebut kepada tanggung jawabnya terhadap OJK dan melakukan pengumuman kepada masyarakat.” Serta kemudian, Pasal 14 jo. Pasal 13 POJK No. 9/2018 menjelaskan “haruslah terjadi penawaran atas tender dimana pengendali wajib melaksanakan penawaran tender selama 30 hari setelah pengumuman berupa teks melalui surat kabar harian nasional, dengan maksud agar pemegang saham mempunyai kesempatan untuk menjual saham tersebut harus menyerahkan saham ke kustodian yang ditunjuk oleh pengendali tersebut.” Dalam hal pengambilalihan perusahaan atas perusahaan lain di Indonesia dilakukan langsung harus dicatatkan serta didagangkan pada Bursa Efek Indonesia sesuai yang telah yang berlaku atas pengambilan saham perusahaan.

Namun, melalui proses dan mekanisme yang sudah tertata rapi seperti yang telah dijelaskan, terdapat juga dampak negatif yang ditimbulkan atas transaksi yang berlangsung tersebut, yang dimana paling terlihat dirasakan oleh tenaga kerja atau karyawan dari kedua perusahaan yang digabungkan atau diambilalihkan tersebut, dimana terdapat banyak ketidakpastian dan kecocokan antar kedua perusahaan tersebut, yang kemudian selanjutnya akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.

  • 3.2.    Perbedaan Budaya Antar Perusahaan Akibatnya Atas Terjadinya Merger Dan Akuisisi Di Indonesia

Proses berlangsungnya Merger dan Akuisisi di seluruh dunia memberikan dampak yang begitu signifikan, terlebih dalam jalannya sistem ekonomi dan keuangan bagi suatu negara yang terlibat akan suatu transaksi tersebut. Yang utama, bagi perusahaan atas kedua negara yang melakukan kegiatan yang paling terdampak akan proses tersebut, serta, tanpa dipungkiri entitas di dalamnya, yaitu tenaga kerja atau

biasa dikenal sebagai karyawan juga terdampak akan proses atas perusahaan mereka.10 Salah satu tantangan terbesar yang di hadapi suatu pimpinan perusahaan pasca terjadinya merger dan akuisisi adalah mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi identifikasi organisasi di perusahaan baru dari aspek faktor keadilan dan budaya organisasi.11 Kerps dalam bukunya yang dikutip oleh Jurnal dari Universitas California, mendefinisikan budaya perusahaan sebagai “mekanisme koordinasi dalam situasi dengan keseimbangan ganda dan juga merupakan cara untuk menghadapi kontinjensi yang tidak terduga”.12 Sementara itu, Bouwman, dalam bukunya berpendapat bahwa “budaya perusahaan merupakan bagian dari modal manusia tertentu yang dimiliki oleh banyak karyawan perusahaan”.13 Untuk waktu yang sudah sangat lama, proses ini berjalan dengan masifnya di seluruh dunia, yang juga terjadi di Indonesia. Sejarah menunjukan bahwa perusahaan yang sangat sukses pun memiliki budaya perusahaan yang khas dan mudah dikenali, dengan survei yang telah menunjukan bahwa selama bertahun-tahun budaya perusahaan sangat penting bagi kelangsungan kinerja atas adanya proses merger dan akuisisi atas suatu perusahaan, namun bagi beberapa perusahaan yang mengabaikan ketentuan ini akan mengalami kegagalan atas integrasi budaya yang terjadi. Sebuah laporan yang disampaikan oleh Aon Hewitt Consulting pada tahun 201114 menyajikan hasil survei terhadap 123 perusahaan di seluruh dunia dari berbagai bidang industri yang ada, dengan rincian, 50% responden menjawab bahwa Merger dan Akuisisi di perusahaan mereka gagal memenuhi harapan mereka, dengan tiga alasan utama penyebab kegagalan integrasi budaya tersebut adalah: (a) kurangnya kesepakatan manajemen puncak tentang budaya yang diinginkan sebanyak 48%, risiko budaya yang tidak dikenali selama fase uji tuntas sebanyak 48% dan kurangnya dukungan manajemen atasan sebanyak 44%.

Homogenitas budaya dalam hal pengakuisisi dan target memiliki budaya yang sama, tidak terkait secara signifikan dengan keberhasilan merger, sebaliknya, jenis heterogenitas budaya tertentu antara pengakuisisi dan target sangat membantu memprediksi keberhasilan.15 Hasil ini menunjukan bahwa saat keselarasan budaya mengurangi konflik pasca proses merger, itu tidak menyiratkan sinergi. Namun, beberapa perbedaan budaya dapat mengimplikasikan budaya potensi sinergi tersebut. Deloitte, suatu perusahaan besar di dunia yang mempunyai banyak anak cabang di banyak negara, menyiratkan bahwa dampak budaya sangat bertanggung jawab pada

30% pada proses terjadinya merger dan akusisi.16 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perbedaan budaya yang ada di perusahaan haruslah menjadi faktor yang sangat diperhatikan bagi perusahaan yang ingin melaksanakan proses merger dan akuisisi karena sangat berperan atas suatu keberhasilan dan keberlangsungan dari suatu perusahaan imbas merger dan akuisisi.

  • 4.    Kesimpulan

Proses merger dan akuisisi oleh suatu perusahaan atas perusahaan lainnya dengan skema lintas batas negara mempunyai proses dan mekanisme yang begitu terperinci dan mempunyai perbedaan diantara keduanya, sehingga memudahkan bagi para investor atau perusahaan yang akan menggabungkan ataupun mengakuisisi suatu entitas atau perusahaan. Namun, dibalik sisi positif yang terjadi tersebut, tidak menampik pula terdapat sisi lain yang perlu di pahami lebih lanjut, yaitu mengenai perbedaan budaya atas kedua perusahaan yang menjalani proses merger dan akuisisi tersebut, dimana paling terlihat pada subjek utamanya, yaitu tenaga kerja atau biasa dikenal sebagai karyawan, dibagian pembahasan kedua diperjelas mengenai kelangsungan tenaga kerja imbas dari penggabungan ataupun pengakuisisian, dimana ketika kedua perusahaan tersebut sepakat untuk melaksanakan tindakan sesuai dengan aturan merger dan akuisisi, permasalahan baru timbul, ketika perbedaan budaya antara kedua perusahaan tersebut tidak saling melengkapi satu sama lain, namun malah menjadikan perusahaan imbas merger dan akuisisi menjadi tidak terarah dan mengalami kegagalan. Maka, dapat disimpulkan bahwa, perbedaan budaya yang ada harus menjadi perhatian yang signifikan agar proses merger dan akusisi berjalan lancar dan sesuai dengan harapan. Rekomendasi yang diajukan yaitu, pertama, sebelum diberlakukannya proses M&A tersebut, alangkah baiknya di lakukan uji tuntas terlebih dahulu mengenai kedua perusahaan serta kedua negara tempat perusahaan tersebut berasal, agar dapat dihindarinya perbedaan yang mungkin tidak dapat disatukan, kemudian, kedua, setelah proses tersebut selesai, diharapkan kepada kedua  perusahaan untuk  terus memperhatikan budaya, karyawan,  serta

keberlangsungan etos kerja agar terjaminnya perlindungan hukum dan keberhasilan proses merger dan akuisisi, terlepas dari apapun keadaan yang terjadi.   Bagi

perusahaan yang ingin melaksanakan proses dan mekanisme tersebut disarankan untuk menggunakan metode “Legal Due Dilligence” untuk mengetahui tujuan serta potensi permasalahan yang kemudian akan dihadapi ketika mekanisme dan prosedur penggabungan tersebut akan dilaksanakan, sehingga dapat dipahami lebih lanjut mengenai kedua perusahaan, terutama kedua negara yang bersangkutan agar proses Cross Border M&A berlangsung dengan baik dan tanpa kendala

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Efendi, Jonaedi S. H. I., S. H. Johnny Ibrahim, and MM SE, Metode Penelitian Hukum:

Normatif dan Empiris (Depok, Prenada Media, 2018).

Schein, E. H, “Organizartional culture and leadership”, 3rd Edition (San Fransisco, Jossey Bass, 2006)

Garner, Bryan A dan Henry, Black, Henry Campbell, “Black’s Law Dictionary”, (St. aul, MN; West, 2009)

Jurnal

Aristos, Deligiannis, dkk, “The Impact of Mergers and Acquisitions on Corporate Culture and Employees: The Case pof Aegen & Olympic Air”, Academy of Strategic Management Journal, Vol. 17, Issue. 1 (2018)

Berger, Allen N. dan Bouwman, Christa, “How does capital affect bank performance during financial crises?”, Journal of Financial Economics, Vol. 109, Issue. 1 (2013)

E. H, Kim dan Desai M, Bradley, “Sunergistic gains from corporate acquisitions and their divisions between the stockholders of target and aquiring firms”, Journal of Financial Economics, Vol. 21, No. 1 (1988)

Hermalin, Benjamin E., “Economic & Corporate Culture”, University of California, Berkeley, (2000)

Hopkins, H. Donald. "Cross-border mergers and acquisitions: do strategy or postmerger integration matter?." International Management Review 4, no. 1 (2008): 5.

Ismail, Maimunah dan Baki, Nordahlia Umar, “Organizational factors of justice and culture leading to otganizational identification in merger and acquisition”, European Journal of Training and Development, Vol. 41, Issue. 8 (2017)

Kusumadewi, Made Ariputri, dan Darmadha, I Nyoman, “Kedudukan Hukum Pekerja dalam Hal Terjadinya Pengambilalihan Perseroan”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 4, No. 3 (2016).

Remanda, Louis-Caleb, “A Review of Organizational Cultur in the Mergers & Acquisitions Process”, Journal of Media Critiques (JMC), Vol. 2, No. 8 (2016)

Sobirin, Achmad. "Merger dan akuisisi: sebuah perkawinan paradoksal." Jurnal Siasat Bisnis 1, no. 6 (2001).

Souza, Jordao dan A, Avelar, “Organizational culture and post-acquisition changes in management control systems: an analysis of a succesful Brazilian case”, Journal of Business Research, Vol. 67, No. 4 (2014)

Internet

Aon Hewitt Consulting, “Cultural Integration in M&A: Survey Findings”, M&A Solutions (2011):     1-5,     URL:     https://www.aon.com/attachments/thought-

leadership/M_A_Survey.pdf,

Deloitte Consulting, “Cultural Issues in Meger and Acquisitions”, URL: https://www2.deloitte.com/content/dam/Deloitte/us/Documents/mergers-acqisitions/us-ma-consulting-cultural-issues-in-ma-010710.pdf,

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan

Pengambilalihan Perseroan Terbatas

Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.11 Tahun 2021, hlm. 937-947