PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR

APABILA DEBITUR WANPRESTASI PADA

PERJANJIAN HUTANG PIUTANG YANG MENGGUNAKAN AKTA DIBAWAH TANGAN

I Made Suparyana Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Pande Yogantara, Fakultas Hukum Universitas Udayama, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2022.v11.i02.p5

ABSTRAK

Dalam penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui kekuatan pembuktian perjanjian hutang piutang menggunakan akta dibawah tangan serta mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap kreditur ketika debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang yang menggunakan akta dibawah tangan. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian normatif, suatu penelitian yang mengunakan bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal dan makalah serta data ilmiah hukum lainnya, juga menggunakan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), seluruh bahan hukum yang telah dikumpulkan menggunakan teknik studi dokumen, dan dianalisis data secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kekuatan pembuktian akta dibawah tangan diatur dalam pasal 1875 KUHPerdata, jika tanda tangan telah disetujui (tidak diingkari), maka akta itu dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna bagi penandatangan (seperti halnya kemampuan pembuktian akta otentik), Namun jika faktanya dibantah, seseorang yang mengajukan sebagai alat bukti tersebut harus bisa membuktikan faktanya. Mengenai perlindungan hukum bagi seorang kreditur tersebut diatur dalam Undang-Undang yakni apabila debitur wanprestasi, harta tergugat dijadikan jaminan untuk melunasi utangnya, dimana hal tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 1131KUHPerdata.

Kata kuci: Kreditur, Perlindungan Hukum, Hutang Piutang, Akta Dibawah Tangan

ABSTRACT

The purpose of this study is determining to the knowing verification of strength the debt agreement usedprivately made deed and to find out legal protection efforts against creditors when the debtor defaults in a debt agreement using privately made deed. The method used normative research, that study of use secondary legal materials form the books, journals and papers as well as other legal scientific data, also use the statute approach.All of the legal materials have been collected using document study technique than analyzed by qualitative. The results of this study showed verification of strength a privately made deedregulated in clause1875 of the Civil Law Code, if the signature has been approved (not default), then the deed can be a perfect verification tools for the signer (as well as the ability to prove an authentic deed), but if the fact is denied, someone who submits an evidence must be able to prove the fact. Regarding the legal protection for a creditor is regulated in the Law if the debtor defaults, the defendant's property is used as collateral to pay off his debt, where this has been regulated in the provisions of clause 1131 of the Civil Law Code.

Keywords: Creditors, Legal Protection, Debts and receivables, Underhand Deed

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Setiap orang selalu berhadapan dengan berbagai jenis kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, biasanya sifat manusia selalu berharap untuk bisa memenuhi semuanya. Meskipun kebutuhan ini beragam, ada yang perlu diprioritaskan, ada yang terdaftar sebagai prioritas kedua, dan ada yang bisa dipenuhi nanti.

Dengan adanya beragam kebutuhan disetiap harinya, Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhannya secara penuh, karena mereka ingin menjalani kehidupan yang layak. Untuk memenuhi kebetuhan tersebut mereka harus berusaha agar mendapatkan penghasilkan dan sebagain dari penghasilann ini harus disisihkan untuk ditabung.

Namun kebanyakan orang berpikiran ingin memenuhi semua kebutuhan tersebut, jika menabung membutuhkan waktu lama untuk mengumpulkan dana, dan setelah dana terkumpul ternyata tidak cukup untuk membeli kebutuhan yang diinginkan, karena seiring berjalannya waktu harga barang akan selalu naik. Oleh karena itu, kebutuhan yang diinginkan selalu gagal. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang banyak terjadi dikalangan masyarakat adalah pinjam meminjam uang. Dalam masyarakat, kegiatan perjanjian utang pihutang biasanya dilakukan oleh beberapa kelompok dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup1.

Pasal 1313 (1) KUHPerdata menyatakan "perjanjian adalah perilaku yang mengikatkan seorang atau lebih kepada orang lain". Pasal ini menjelaskan secara singkat tentang perjanjian, yang memberikan gambarkan tentang terdapatnya dua pihak yang saling mengikat.2

Perjanjian dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yang pertama adalah perjanjian tertulis dan yang lainnya adalah perjanjian lisan. Perjanjian tertulis bisa dibuat secara otentik atau dibawah tangan. Biasanya, kebanyakan orang menandatangani perjanjian utang piutang, namun mereka masih menandatangani perjanjian dibawah tangan. Dalam membuat perjanjian di bawah tangan tidak terdapat bentuk formalitas, karena dapat digarap oleh siapapun dan di mana saja dalam bentuk yang diperlukan oleh setiap orang atau pihak yang berkepentingan, yang berarti ada kebebasan, karena tidak terikat oleh UU, seperti halnya menandatangani perjanjian resmi, dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata mengatur bahwa hal itu harus dilakukan oleh pejabat umum atau di hadapan pejabat umum3.

Perjanjian Hutang Pihutang adalah perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam KUHPerdata Bab Ketigabelas Jilid III. Pasal 1754 KUHPerdata mengatur: “pememinjaman merupakan sebuah perjanjian mengenai satupihak akan menyerahkan sejumlah barang kepada pihak lain, dan harus dikembalikannya sejumlah barang yang sama oleh pihak yang meminjam”. Pasal ini dapat diartikan sebagai “orang yang meminjam uang atau barang, maka harus mengembalikan sesuai jumlah yang dipinjam dalam waktu yang ditentukan oleh orang yang meminjam”.

Saat ini perjanjian utang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, dan hampir semua orang terlibat dalam kegiatan utang piutang yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi dan meningkatkan standar hidup. Dalam kegiatan

hutang piutang, kedua belah pihak biasanya berkonflik, dan konflik tersebut biasanya disebabkan oleh kreditur atau debitur.

Kebutuhan setiap masyarakat terus berkembang, sehingga menimbulkan peraturan perundang-undangan yang harus menyesuaikan dengan kondisi sosial saat ini.Perubahan zaman sangat cepat, namun masih kurangnya masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang keberadaan hukum dan kurangnya informasi tentang perubahan peraturan. . Jadi hanya bergantung pada rasa saling percaya. Tentunya dalam kehidupan bermasyarakat, rasa saling percaya antar setiap orang masih sangat kuat. Oleh karena itu, dalam perjanjian utang piutang, kreditur sangat percaya kepada debitur, sehingga dalam perjanjian utang piutang, ia sering tidak menggunakan alat bukti berupa perjanjian yang ditandatangani di depan notaris. Debitur disini biasanya sewenang-wenang dalam memenuhi kewajibannya, seperti tidak melunasi hutangnya dalam batas waktu yang ditentukan. Tentu saja para kreditur di sini juga merasakan kerugian.

Setelah penulis melakukan pengamatan terdapat topik yang sama namun topik permasalahan berbeda. Adapun penelitian yang pertama dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Pemenuhan Piutang Yang Dimiliki (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2357K/Pdt/2010)” yang dibuat oleh Ni Putu Ayu Diah Saraswati, dan penelitian kedua berjudul "Perlindungan Hukum Terhadap Debitor Yang Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang Piutang Dari Ancaman Hukum Pidana" yang dibuat oleh Muhammad Gary Gagarin Akbar. Pada pembahasan jurnal pertama lebih menjelaskan mengenai perlindungan hukum bagi seorang kreditur dan untuk mengetahui tentang upaya hukum yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menuntut pemenuhan hak, dan pembahasan jurnal kedua menjelaskan perlindungan hukum terhadap debitor wanprestasi, sedangkan penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum terhadap kreditur ketika debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang yang menggunakan akta dibawah tangan. Berdasarkan Penelitian Jurnal tersebut diperlukan sebuah karya tulisan jurnal dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Apabila Terjadi Wanprestasi Debitur Pada Perjanjian Hutang Piutang Yang Menggunakan Akta Dibawah Tangan”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kekuatan pembuktian perjanjian hutang piutang menggunakan akta dibawah tangan?

  • 2.    Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur ketika debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang yang menggunakan akta dibawah tangan?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penulisan Jurnal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kekuatan pembuktian perjanjian hutang piutang menggunakan akta dibawah tangan serta mengetahui upaya perlindungan hukum terhadap kreditur ketika debitur wanprestasi dalam perjanjian hutang piutang yang menggunakan akta dibawah tangan.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam jurnal ini penulis menggunakan metode penelitian normatif, penelitian yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (The Statute Approach). Sumber data hukum yang digunakan mengacu pada bahan hukum sekunder buku, jurnal dan makalah serta data ilmiah hukum lainnya. Teknik pengumpulan bahan hukum pada jurnal ilmiah ini, penulis mengadopsi metode penelitian kepustakaan, yaitu mencari dan mengambil data hukum yang ada kaitanya

dengan masalah yang dibahas di perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Teknik menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, membandingkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pendapat sarjana/doktrin, dan teori hukum lainnya yang terkait dengan masalah yang dibahas sampai dengan kesimpulan.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Kekuatan Pembuktian Perjanjian Hutang Piutang Menggunakan Akta Dibawah Tangan

Akta adalah pernyataan tertulis yang ditandatangani dan dibuat oleh satu atau lebih pihak, dan tujuannya adalah untuk digunakan sebagai bukti dalam prosedur hukum.4 Dengan kata lain, akta mengacu pada surat yang ditandatangani yang memuat peristiwa, dimana peristiwa tersebut menjadi dasar suatu hak atau perjanjian, yang dimaksudkan untuk membuktikannya sedari awalmula. Oleh karena itu, menurut Pasal 1869 KUHPerdata, untuk mengklasifikasikan suatu akta, surat tersebut wajib ditandatangani. Untuk alat bukti surat, memiliki dua macam surat, yaitu surat dan bukan surat. Akta itu sendiri terbagi menjadi dua yakni akta otentik dan akta dibawah tangan.5

Akta otentik merupakan suatu akta yang digarap dihadapan para pejabat publik yang memiliki hak, sesuai dengan Peraturan UU. Dimana ketentuan akta otentik terdapat dalam Pasal 156 HIR, Pasal 285 RBG dan Pasal 1868 KUHPerdata. Merupakan alat bukti yang sempurna (Volledig bewijs) salah satu karekteristik keistimewaan dari akta otentik, yang nantinya apabila akta itu diserahkan sebagai alat bukti terhadap hakim, maka akan diterima oleh hakim dan dianggap bahwa yang tertulis dalam akta tersebut adalah suatu peristiwa yang memang benar terjadi.6. Di sisi lain, yang diartikan dengan akta dibawah tangan mengacu pada suatu akta yang digarap pihak pihak dan tidak ada sangkut paut dari seorang pejabaat dan dibuat untuk keperluan tertentu. Oleh karena itu, mengenai akta dibawah tangan, jika akta itu sudah ditandatangani oleh semua pihak, akta tersebut cukup diselesaikan oleh para pihak sendiri. Misalnya, kwitansi, perjanjian utang, dll. Tidak adanya pejabat yang berwenang adalah perbedaan utama antara akta dibawah tangan dan otentik7.

Faktor yang terpenting dalam kehidupan sehari-hari setiap orang adalah memenuhi kebutuhan hidup. Dalam proses pemenuhan kebutuhan disetiap harinya, manusia tidak dapat melakukannya tanpa pihak lain. Hubungan hukum biasanya antara dua pihak atau lebih. Hubungan hukum tersebut disini mengacu pada hubungan yang terjadi dalam masyarakat, jika kekuasaan ini dilanggar dapat dikenakan sanksi. Dengan perkembangan zaman dan teknologi, hubungan hukum khususnya di bidang soseko (social economy) semakin melonjak. Oleh karena itu, tak heran apabila muncul berbagai kesepakatan dengan isi yang berbeda-beda, dan hal ini merupakan fenomena sosial yang menarik di zaman modern ini.

Hak dan kewajiban kreditur dan debitur timbul apabila kedua pihak tersebut terikat dalam perjanjian utang piutang. Inti dari perjanjian pinjaman merupakan bahwa kreditur memberikan pinjaman kedebitur, maka dari itu debitur memiliki

kewajiban membayar kembali dengan bunga dalam waktu yang ditentukan. Secara umum, pelunasan utang dibayar dengan angsuran bulanan. Dalam perjanjian utang yang menggunakan akta dibawah tangan merupakan suatu akta yang buat untuk dijadikan alat bukti, dimana akta tersebut dibuat dan ditandatangani para pihak tanpa ada campur tagan pejabat8. Pasal 1338 KUHPerdata menetapkan bahwa “suatu perjanjian yang mengikat secara hukum dibuat di tangan para pihak dan mempunyai akibat hukum bagi pihak yang membuatnya” dapat disimpulkan dari penafsiran pasal ini yakni perjanjian yang digarap di tangan para pihak dapat dikatakan efektif menurut hukum yang berlaku. Maka dari itu akta tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat sebagai alat pembuktian. Selama perjanjian ini dibuat dengan itikad baik dan memenuhi syarat syarat agar perjanjian menjadi efektif9.

Perjanjian yang sah adalah perjanjiian yang memenuhi syarat yang ditentukan UU10. Persyaratan hukum merupakan hal penting diperhatikan oleh para pihak ketika membuat suatu perjanjian.Jika perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam UU, maka akan terlihat keabsahan perjanjian tersebut. Untuk menentukan keabsahan suatu perjanjian, beberapa perjanjian harus diuji menurut syarat-syaratnya. Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan empat syarat agar perjanjian itu dapat berlaku, yakni:

  • 1.    Meraka setuju mengikatnya

  • 2.    Kecakapan dalam membuat suatu kesepakatan

  • 3.    Tentang persoalan

  • 4.    Alasan hukum

Syarat kesatu serta kedua disebut klausa subjektif karena lebih banyak tentang orang. Sedangkan ketentuan ketiga dan keempat sifatnya objektif dikarena menyangkut objek perjanjian11. Berdasarkan hal diatas, setiap perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian tersebut. Maka dari itu, jika dalam perjanjian tersebut tidak terpenuhinya syarat-syarat yang diatur dalam UU, maka perjanjian dikatakan batal demi hukum.

Dalam kontrak privat dengan hak pembuktian, syarat formil dan materil harus dipenuhi terlebih dahulu:

  • 1.    Dibuat paling sedikit 2 pihak, tanpa sangkut paut dari pejabat yang memiliki wewenang.

  • 2.    Keduabelah pihak menandatangani.

  • 3.    Tanda tangan serta isi tidak sidangkal kebenarannya12

Jika syarat-syarat di atas terpenuhi dalam pembuatan aktaa di bawah tangan, maka akta tersebut bisa dikatakan bukti yang sempurna sesuai dengan ketentuan pasal 1875 KUHPerdata. Oleh karena itu, menurut pembuktian akta dibawah tangan, jika tanda tangan telah disetujui (tidak diingkari), maka akta itu dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna bagi penandatangan (seperti halnya kemampuan pembuktian akta otentik) kepada seseorang yang menandatangani serta ahli warisnya

dan mereka yang memperoleh hak darinya. Oleh karena itu, nilai alat bukti yang melekat padanya adalah sempurna serta mengikat (volledig en bindende bewijskracht). Namun jika faktanya dibantah, seseorang yang mengajukan sebagai alat bukti harus bisa membuktikan faktanya.

  • 3.2 Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Ketika Debitur Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang Piutang Yang Menggunakan Akta Dibawah Tangan

Para pihak dalam kontrak pinjaman melakukan komitmen dan kewajiban yang ditetapkan dalam kontrak pinjaman sesuai dengan perjanjian, dan perjanjian pinjam meminjam tidak merugikan pihak manapun, Namun terkadang jika salah satu pihak gagal memenuhi janji terkait dengan perjanjian tersebut yang dicapai berdasarkan kesepakatan bersama, dan jika salah satu pihak gagal melaksanakan kewajibannya sebagaimana diperjanjikan, maka dapat dikatakan perbuatan wanprestasi 13.

Kata wanprestasi merupakan istilah dari bahasa Belanda “wanprestatie” dimana berarti pencapaian yang tak terpenuhi. Wanprestasi juga dapat dimksudkan seperti kelalaian atau kealpan, ingkar janji, atau perjanjian yang dilanggar14. Menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH menyatakan bahwa “wanprestasi berarti tidak ada yang dicapai dalam hukum kontrak, yang berarti harus ditegakkan sebagai bagian dari perjanjian.” Dalam istilah bahasa Indonesia bisa digunakan istilah “pelaksanaan pemenuhan janji dan tidak terpenuhinya janji dalam wanprestasi”. Wanprestasi bisa dimasukkan sebagai dilaksanakannya kewajiban namun telat atau dilaksankan tidak selayaknya(M.Yahya Harahap).

Melihat apa yang dibahas diatas, terdapat adanya konsep wanprestasi, yakni seseorang melanggar perjanjian dalam situasi sebagai berikut: “Tidak memberikan nilai sama sekali, nilai diberikan terlambat, dan nilai tidak dibuat sesuai kesepakatan”15.

Dalam perjanjian utang piutang sering terjadi kesewenang-wenangan debitur dalam memenuhi prestasinya sendiri, sehingga kreditur sering mengalami kerugian akibat kelalaian debitur. Banyak orang mengklaim bahwa kreditur lebih menguntungkan daripada debitur, tetapi pernyataan ini sebenarnya tidak benar, bahkan banyak debitur yang tidak menepati janjinya saat menerima tagihan. Kelalaian debitur sering terjadi dalam perjanjian yang tidak memenuhi ketentuan perjanjian. Wanprestasi debitur dapat berbentuk sebagai berikut:

  • 1.    Utang tersebut sama sekali tidak dilunasi

Kelalaian debitur dalam melunasi utangnya bisa dikatakan sudah tidak beriktikad baik didalam melakukan perjanjian. Namun, jika debitur sama sekali tidak melunasi utangnya oleh karena bencana alam, sampai tidak lagi memiliki aset, debitur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

  • 2.    Bayar hanya sebagian dari hutang

Debitur dalam hal ini hanya melunasi sebagian kecil saja dari utangnya, sehingga masihterdapat sisa utang. Dimungkinkan juga untuk membayar hanya sebagian dari hutang, pengembaliannya hanya utang pokok saja, dan tidak ada bunga yang dibayarkan, atau sebaliknya, bunganya saja yang dibayar tetapi utang pokoknya belum dibayar. Jika hanya sebagian dari utang

yang telah dilunasi, apalagi sebagian kecil saja yang baru dilunasi, kemudian untuk sisa utangnya susah diharapkan, hal tersebut yang biasanya menyebabkan kesulitan dari phiak kreditur. Dalam terminologi perbankan, hal ini dinamakan kredit yang macet. Bagian dari pelunasan utang antara lain sebagai berikut: Pertama, apakah debitur memiliki integritas pada saat mengajukan kredit, hal tersebut bisa dilihat dari dokumen debitur yang diserahkan. Bisa juga dilihat dari isi dokumen debitur tersebut, apakah debitur memenuhi syarat kredit. Kedua, apakah kreditur menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugasnya. Kreditur harus berhati-hati dalam hal mempertimbangkan permintaan utang, sehingga debitur dianggap layak.

  • 3.    Menyelesaikan kewajiban namun waktunya terlambat

Jenis wanprestasi yang terakhir adalah membayar kembali kewajiban namun telah melewati waktu yang ditentukan. Ada dua jenis keterlambatan dari segi waktu, waktu tergolong singkat seperti hitungan hari, atau beberapa bulan dan waktu yang termasuk usang, seperti setiap tahun. Jika pelunasan dalam waktu yang tergolong usang akan membebankan debitur, lantaran bunganya yang semakin besar dan bisa melebihi utang diawal. Maka dariitu hal seperti ini bisa mebuat kreditur rugi apabila pembayarannya terlambat16. Apabila debitur terlambat waktunya dalam melunasi utang, namun debitur masih memiliki itikad baik, tetapi karena suatu hal yang mendesak, ia menunda pelunasan utangnya, yang dimana ketidak sengaja tersebut bisa membuat debitur mengalami kerugian. Namun demikian, apabila pelunasan utang tersebut terlambat walau sehari saja, maka dianggap wanprestasi tetap kerena debitur belum mencapai hasil yang diperjanjikan.

Dalam hal ini, jika debitur wanprestasi ketika menggunakan perjanjian dibawah tangan, maka diberikan perlindungan hukum bagi kreditur. Kreditur dapat mengharapkan untuk menggunakan jaminan yang dipegang oleh kreditur, dengan kata lain kreditur menjadi kreditur prioritas atau kreditur istimewa, jika kreditur setuju untuk menggunakan jaminan kebendaan dalam perjanjian hutang piutang, kreditur akan mendapatkan yang lebih menguntungkan. Dengan syarat agunan tersebut dipegang oleh kreditur.

Didalam perjanjian utang piutang terkait perlindungan hukum kreditur telah dijamin oleh UU, jaminan tersebut berupa harta benda milik debitur. Dalam KUHPerdata pada Pasal 1131 mengatur mengenai perlindungan hukum para kreditur, yang mengatakan “semua barang bergerak dan tidak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan datang, dapat dijadikan jaminan atas perikattan pribadi debitur.”. Yang dimaksud dengan ketentuan pasaal ini adalah “apabila tergugat ingkar, maka harta ia akan dijadikan sebagai jaminan, dan harta tergugat akan dilelang atau akan dijual melalui gugatan pengguat kepada hakim, dan hasil penjualan akan menjamin pelunasan hutang”.

Pasal 1132 KUHPerdata memberikan perlindungan lebih lanjut yang menyatakan bahwa “barang barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua krediturr, dan hasil penjualan barang dibagikan menurut jumlah piutangnya masing-masing, kecuali jika debitur tidak membayar dan terdapat alasan yang didahulukan”. Oleh karena itu, Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan klausul-klausul jaminan umum yang timbul dari

peraturan perundang-undangan yang berlaku universal bagi semua kreditur. Agunan disebut jaminan umum karena kreditur tidak memiliki perbedaan atau prioritas17.

Pasal 1139 KUHPerdata yang memberi penjelasan utang istimewa benda benda tertentu menyatakan sebagai berikut :

  • 1.    Bia perkara didenda hanya untuk melelang barang, baik itu barang bergerak ataupun tidak. Bia tersebut berasal dari jaminan dan hasil penjualan.

  • 2.    Penyewaan harta benda, biaya pengikatan yang harus ditanggung penyewa, dan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban perjanjian sewa.

  • 3.    Belum dibayarnya beban pembelian barang bergerak.

  • 4.    Bia penyimpanan suatu barang.

  • 5.    Bia pekerjaan proyek yang wajib dibayar ke pekerja.

  • 6.    Apa yang dilakukan pemilik penginapan terhadap para tamu.

  • 7.    Gaji dan biaya transportasi tambahan.

  • 8.    Jika utang belum melebihi tiga tahun dan kepemilikan tanah masih menjadi milik debitur, pembayaran harus dilakukan kepada tukang batu, tukang kayu dan pembangun lainnya harus membayar untuk pembangunan, penambahan dan perbaikan tidak bergerak.

  • 9.    Kompensasi dan balas jasa yang harus ditanggung oleh pejabat publik atas segala kelalaian, kesalahan, pelanggaran hukum, dan kejahatan dalam tugasnya.

Jika kreditur tidak menggunakan agunan, kreditur memperoleh pembayaran sebelum kreditur, sehingga melalui penggunaan jaminan kebendaan, debitur terpaksa melunasi utangnya kepada kreditur, dan debitur dapat dilunasi lebih cepat. Debitur tidak dikecualikan untuk melakukan kinerjanya sesuai dengan persyaratan yang disepakati.

  • 4. Kesimpulan

Mengenai kemampuan pembuktian suatu akta di bawah tangan yakni jika tanda tangan telah disetujui (tidak diingkari), maka akta itu bisa menjadi alat bukti yang sempurna bagi penandatangan (seperti halnya kemampuan pembuktian akta otentik) kepada seseorang yang menandatangani serta ahli warisnya dan mereka yang memperoleh hak darinya, sesuai dengan ketentuan pasal 1875 KUHPerdata. Dan nilai bukti yang melekat padanya adalah sempurna dan mengikat (volledig en bindende bewijskracht). Namun jika faktanya dibantah, seseorang yang mengajukan sebagai alat bukti tersebut harus bisa membuktikan faktanya. Perlindungan hukum kreditur dalam perjanjian utang dijamin, oleh UU. Jaminan yang diberikan oleh hukum adalah hartabenda milik seorang debitur. Apabila debitur wanprestasi, harta tergugat dijadikan jaminan untuk melunasi utangnya. Dimana hal tersebut telah diatur dalam kententuan Pasal 1131KUHPerdata.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Supramono, Gatot. Perjanjian Hutang Piutang (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2013), 3.

Miru, Ahmadi dan Pati, Sakka. Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2016), 63.

Widjaja, R. Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek (Jakarta, Kesainc Blanc, 2012)

JURNAL ILMIAH

Asmawardhani,Dewi."Analisis Asas Konsensualisme Terkait Dengan Kekuatan Pembuktian Perjanjian Jual-Beli Di Bawah Tangan" GaneÇ Swara 9, No. 1 (2015): 167-176, h. 173.

Suryana."Bentuk Dan Perbedaan Perjanjian Kredit."Jurnal Hukum STHG 1, No. 2 (2018):1-5, h. 6.

Suparman, Jesse Adam dan Putrawan, Suatra."Kekuatan Pembuktian Akta Dibawah Tangan Yang Telah Dilegalisasi Oleh Notaris" Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 4, NO. 3 (2016): 1-12, h. 9.

Dewi, Kartika Puspita dan Malikhatun, Siti."Akibat Hukum Hutang Piutang Menggunakan Perjanjian Di Bawah Tangan Dalam Hal Terjadi Wanprestasi"

Notarius 11, No. 2 (2018): 283-291, h. 288.

Palit, Richard Cisanto."Kekuatan Akta Di Bawah Tangan Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan" Lex Privatum 3, NO. 2 (2015): 137-145, h. 139.

Jamilah, Lina. "Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Standar Baku." Syiar Hukum 14, No. 1 (2012): 227-243, h.233.

Puspa, Whenahyu Teguh Puspa."Tanggungjawab Notaris Terhadap Kebenaran Akta Dibawah Tangan Yang Dilegalisasi Oleh Notaris"Jurnal Repertorium 3, No.

2 (2016): 154-163, h. 160.

Prabancani,Putri Alam dan Arini, Desak Gde Dwi."Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Pinjam Meminjam Uang" Jurnal Analogi Hukum 1, No.1(2019):67-70, h.69.

Bandem, I Wayan dan Wisadnya, I Wayan."Akibat Hukum Perbuatan Wanprestasi Dalam Perjanjian Hutang-Piutang" Raad Kertha3,No.1    (2020):1-19, h.5.

Bahari Sitorus,Muhammad Memo."Tinjauan Yuridis Perbuatan Wanprestasi Hutang Piutang Pada Pt. Meroke Tetap Jaya" Diss. Universitas Sumatera Utara(2018): 1-115, H.61.

Diah Saraswati,Ni Putu Ayu. "Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Pemenuhan Piutang Yang Dimiliki (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2357k/Pdt/2010)" Novum:Jurnal Hukum 1, No 4(2014):1-13, h.6.

LEMBARAN NEGARA

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 2 Tahun 2022, hlm. 265-273