PENGATURAN SANKSI DALAM PERDA KOTA

DENPASAR NO. 2 TAHUN 2015 TERHADAP PKL
YANG MELAKUKAN PELANGGARAN

Nyoman Yashinta Dindianingrat, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Putu Niti Suari Giri, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v11.i01.p14

ABSTRAK

Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaturan sanksi terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Denpasar. Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian Penulisan”Hukum Normatif yang menggunakan pendekatan undang-undang. Dengan dikeluarkannya aturan mengenai pemberdayaan dan penataan terhadap pedagang kaki lima diharapkan penataan tata ruang Kota Denpasar sesuai dengan sebagaimana mestinya yang telah diatur. Dikeluarkannya pengaturan ini juga dapat memberikan kepastian hukum dalam penataan dan penertiban yang ditujukan kepada pelaku usaha kaki lima. Pedagang kaki lima menurut Perda No. 2 Tahun 2015 memiliki hak dan kewajiban. Hak yang dimaksud adalah berhak untuk mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha pkl atau TDU yang dapat mengakibatkan pedagang kaki lima mendapatkan pemberdayaan dan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Denpasar. Dan kewajiban yang harus dilakukan oleh pedagang kaki lima yaitu wajib untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Kunci: Pedagang Kaki Lima, Pemberdayaan, Pengaturan

ABSTRACT

This study aims to find out the how to regulate sanctions against street vendors in Denpasar City. The writing of this journal uses the Normative Legal Writing research method that uses a legal approach. With the issuance of regulations regarding the empowerment and arrangement of street vendors, it is hoped that the spatial arrangement of Denpasar City is in accordance with what has been regulated. The issuance of this regulation can also provide legal certainty in the arrangement and control aimed at street vendors. Street vendors according to Regional Regulation No. 2 of 2015 has rights and obligations. The right in question is the right to obtain business registration services for street vendors or TDU which can result in street vendors getting empowerment and assistance provided by the Denpasar City Government. And the obligations that must be carried out by street vendors are to comply with the provisions of the applicable laws and regulations.

Key Words: Street Vendors, Empowerment, Regulations

  • I . Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Pedagang kaki lima atau biasa disebut sebagai PKL merupakan perkumpulan dari pedagang-pedagang yang dominan menjajakan daganganya menggunakan sarana prasarana yang lebih mudah di bongkar pasang dan berpindah-pindah serta memanfaatkan fasilitas umum untuk tempat berjualan seperti berjualan di trotoar, pinggiran jalan raya dan/atau pinggiran kota. Menurut Bromley, yang dikutip oleh Mulyanto, bahwa pedagang kaki lima (PKL) merupakan kelompok tenaga kerja yang banyak di sektor in-formal. PKL yang merupakan kegiatan dibidang ekonomi menengah kebawah, dengan seseorang yang menawarkan barang atau makanan dan minuman yang bertempat di trotoar maupun di emperan toko yang memanfaatkan alat untuk berdagang seperti gerobak beroda. Keberadaan dari adanya PKL merupakan unsur-unsur yang penting dibidang usaha, ini dikarenakan PKL menjadi peranan yang penting dalam bidang usaha yang dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi bagi golongan masyarakat menengah ke bawah. Pedagang kaki lima (PKL) diminati oleh banyak orang dikarenakan tidak memerlukan modal yang besar seperti menyewa tempat toko ataupun ruko ataupun biaya-biaya lainnya seperti membuka usaha di suatu tempat. Kesulitan ekonomi, urbanisasi serta sedikitnya lapangan kerja yang ada merupakan faktor-faktor munculnya pkl.1 Peran serta fungsi dari adanya pedagang kaki lima yaitu pelaku usahanya dapat memasarkan hasil produksi dari tangan lain atau biasa disebut sebagai distributor.2

Maraknya pertumbuhan pedagang kaki lima dikarenakan pemerintah dianggap lalai dalam menangani pertumbuhan ekonomi sehingga membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lambat, hal tersebut dapat memicu terjadinya peningkatan angka pengaguran yang dikarenakan tidak adanya perkembangan di bidang ekonomi. Meningkatnya masyarakat yang dirumahkan dan diberhentikan dari pekerjaannya di masa pandemi saat ini, ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi salah satunya adalah penurunan pendapatan ekonomi di seluruh dunia. Faktor tersebutlah yang membuat masyarakat menjalankan kegiatan usaha dengan modal yang sedikit untuk menyambung kehidupannya dan keluarganya. Mereka berjualan dengan menggunakan modal yang sedikit serta dengan perlengkapan dan fasilitas yang mereka miliki seadanya, seperti berjualan dengan menggunakan motor, gerobak, atau mobil. Seperti saat ini di sekitaran kota Denpasar semakin banyak ditemukannya pedagang-pedagang yang berjualan menggunakan kendaraan roda 4 dan juga roda 2, pedagang tersebut tidak hanya menjual bakso atau lalapan seperti yang biasa ditemukan tetapi mereka juga menjual berbagai macam kebutuhan seperti berjualan telur, tissue, masker serta buah-buahan juga dijual oleh pkl dengan harga yang dibandrol jauh lebih murah ketika dibandingkan dengan harga yang diberikan di swalayan. Pedagang-

pedagang kecil yang menjajakan barang-barang dagangannya dengan berjualan ditempat yang tidak memerlukan modal usaha yang besar merupakan sekelompok masyarakat yang dapat digolongkan sebagai marginal dan tidak berdaya.3

Keberadaan adanya pkl ini terkadang mereka tidak mempertimbangkan dampak yang terjadi dalam tatanan fisiik massa dan ruang kota yang sudah ada.4 Dengan hal tersebut di daerah Kota Denpasar akan terkena dampak seperti adanya ketidakselarasan terhadap ruang publik yang seharusnya memiliki fungsi sebagaimana mestinya dan juga dapat merusak tatanan kota seperti kebersihan dan ketentraman di sekitar Kota Denpasar. Ciri khas yang menonjol dari pelaku usaha kaki lima adalah adanya ditemukan ketidakteraturan dalam menjalankan kegiatan usahanya yang secara hukum melanggar peraturan yang berlaku.5 Dengan masih ditemukannya pedagang-pedagang yang berjualan di piinggiran jalan dan trotoar yang menyebabkan terganggunya pengguna bahu jalan seperti pejalan kaki yang seharusnya berjalan di atas trotar tetapi malah berjalan di dekat jalan karena haknya untuk menggunakan trotar telah dirampas oleh para pedagang kaki lima, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pejalan kaki tertabrak oleh kendaraan yang lewat.

Dengan keberadaan dari pedagang kaki lima sering ditemukan berjualan dengan menganggu lalu intas karena berjualan menggunakan trotoar atau dipinggir jalan raya yang menyebabkan pedagang kaki lima dianggap sebagai penyebab terganggunya aktivitas lalu lintas yang berakibat terjadinya kemacetan. Juga, akibat adanya aktivitas pkl yang menyebabkan banyaknya sampah yang dikarenakan pedagang tidak mengelola sampah dengan semestinya.6 Pemerintah Kota Denpasar sebagai penyelenggara otonomi daerah seharusnya lebih memperhitungkan dengan adanya pedagang kaki lima seperti pengaturan, penataan dan penegakan hukum agar tidak terjadinya kekaburan norma dalam pengimplementasiannya.7 Pemerintah yang berusahan untuk mengendalikan menjamurnya pedagang kaki lima dengan mengeluarkan aturan-aturan dan memberikan tugas dan wewenang kepada Satpol PP untuk mengontrol agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan semestinya.8 Berkaitan dengan

keberadaan dari para PKL tersebut, Pemerintah Kota Denpasar sebenarnya sudah membuat aturan tentang penataan serta pemberdayaan terhadap pedagang kaki lima di daerah Kota Denpasar dengan mengeluarkan Perda Kota Denpasar No. 2 pada tahun 2015. Tujuan Pemerintah Kota Denpasar membuat aturan tersebut adalah agar para PKL sebagai pelaku dari kegiatan usaha yang berada di sektor in-formal yang dapat memberikan kontribusi nyata yang menunjang dalam bidang perekonomian.

Oleh karena itu, para pelaku usaha kaki lima semakin menjamur di Kota Denpasar, maka Pemkot Denpasar perlu melakukan penataan dan pemberdayaan agar dapat menjaga kebersihan lingkungan serta menjaga tempat agar tetap terasa indah. Peraturan ini dibuat bertujuan untuk mengkoordinasikan penataan PKL agar lebih tertib serta melakukan pemberdayaan PKL yang terlindungi oleh hukum dan memperoleh hak dan kewajiban yang sudah seharusnya didapatkan.9 Dengan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka penulis mengangkat permasalahan mengenai bagaimana penerapan sanksi yang ditujukan terhadap para pedagang kaki lima yang telah melakukan pelanggaran dengan judul “Pengaturan Sanksi Dalam Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 Terhadap Pkl Yang Melakukan Pelanggaran”

Penulisan jurnal ini merupakan penulisan yang berbentuk orisinil dengan sepanjang penulisan jurnal ini belum ditemukannya jurnal dengan pembahasan yang sama. Penulisan jurnal ini berfokus pada kajian bagaimana PKL dan bagaimana pengaturan sanksi terhadap PKL yang melakukan pelanggaran sesuai dengan Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015. Dengan penulisan ini tentunya ditemukan beberapa tema pembahasan yang sama-sama mengangkat pengaturan terhadap pedagang kaki lima, seperti Jurnal yang ditulis oleh I Made Wira Manik Prayascita dengan judul “Penerapan Sanksi bagi Pedagang Kaki Lima yang Berjualan di Pinggir Jalan Raya Beringkit Mengwitani Kabupaten Badung”. Dalam jurnal tersebut membahas bagaimana penerapan sanksi yang diberikan terhadap PKL yang mengkhususkan di wilayah Badung, sedangkan penulisan jurnal ini difokuskan pada pengaturan sanksi terhadap PKL di wilayah Kota Denpasar.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana pengaturan PKL menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015?

  • 2.    Bagaimanakah penjatuhan sanksi dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 terhadap PKL yang melakukan pelanggaran?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penulis memiliki tujuan penilitian yaitu untuk mengetahui juga dapat mengkaji dan menganalisis bagaimana pengaturan sanksi terhadap pelaku usaha kaki lima di Kota Denpasar sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015.

  • 2 .Metode Penelitian

Penulisan jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji suatu permasalahan mengenai pengaturan sanksi terhadap PKL di kota Denpasar yang melanggar aturan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 dengan menggunakan sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan dengan undang-undang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggambarkan keadaan di wilayah kota Denpasar yang digunakan sebagai tempat berjualan oleh PKL. Dalam penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau menentukan ada tidaknya hubungan antar suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.

  • 3 . Hasil dan Pembahasan

    3.1    PKL Menurut Perda No. 2 Tahun 2015

Salah satu permasalahan mengapa banyak ditemukannya pedagang-pedagang yang berjualan dengan menggunakan fasilitas umum dikarenakan adanya pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan cepat, sehingga banyak masyarakat yang digolongkan sebagai masayarakat ekonomi menengah ke bawah melakukan kegiatan usaha kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup. PKL pada dasarnya seorang yang tidak mempunyai modal besar untuk membuka suatu usaha sehingga mereka berjualan dengan modal yang minim dan tidak jarang dipekerjakan oleh seseorang dengan pemilik modal yang lebih besar dengan komisi atau bayaran yang minim sebagai upahnya.10 Dengan angka pertumbuhan pelaku usaha kaki lima yang semakin tinggi, Pmerintah Kota Denpasar mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 yang mengatur tentang penataan serta pemberdayaan terhadap pelaku usaha kaki lima untuk tetap menjaga Kota Denpasar tetap sesuai dengan penataan tata ruang kota, dengan menimbang bahwa pemerintah harus memberikan kepastian hukum dalam penataan dan penertiban terhadap para PKL.

Pasal 1 angka (11) Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 menjelaskan pengertian PKL yaitu “pedagang kaki lima yang selanjutnya disingkat dengan PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik

pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap.” Pemerintah Kota Denpasar membuat pengaturan mengenai pedagang kaki lima dengan tujuan sebagai mewujudkan daerah Kota Denpasar yang terasa tertib, aman dan bersih; untuk menjaga lingkungan agar tetap indah dan lestari; memberikan pemberdayaan serta dengan memberikan penetapan lokasi terhadap pedagang kaki lima agar bisa menjadi pelaku usaha yang dapat mandiri serta dapat mengembangkan kemampuan usaha dari pelaku usaha kaki lima.

Pedagang kaki lima menurut Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 memiliki hak dan kewajiban, dalam pasal 30 menyebutkan dengan jelas hak yang didapatkan oleh PKL, yaitu “mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL; melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan; mendapatkan informasi dan sosialisasi atau pemberitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan; mendapatkan pengaturan, penataan, pemberdayaan, supervise dan pendampingan dalam pengembangan usahanya; dan mendapatkan pendampingan dalam mendapatkan pinjaman permodalan dengan mitra bank.” Untuk kewajibannya disebutkan dalam pasal 31 bahwa PKL berkewajiban untuk “mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditetapkan oleh walikota; memeihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha; menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur; tidak menganggu lalu lintas dan kepentingan umum; menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh Pemerintah Kota; dan menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota sesuai TDU yang dimiliki PKL.”

Berdasarkan pasal 12 dalam penataan terhadap pedagang kaki lima, Pemkot Denpasar menetapkan lokasi bagi pelaku usaha kaki lima sesuai dengan peruntukannya, lokasi sesuai peruntukannya yang dimaksud adalah suatu tempat untuk menjalankan kegiatan usaha kaki lima yang bersifat permanen dan sementara. Lokasi PKL yang bersifat permanen adalah tempat yang disediakan secara menetap yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha kaki lima dengan tertata, sedangakan untuk lokasi PKL yang bersifat sementara yaitu tempat untuk melakukan kegiatan usahanya secara terjadwal dan bersifat sementara. Jenis tempat untuk berdagang bagi pkl terdapat 2 jenis yaitu tempat usaha yang bergerak dan tidak bergerak, dalam pasal 15 dijelaskan bahwa “Jenis tempat usaha yang tidak bergerak yaitu seperti gelaran, lesehan, tenda dan selter. Untuk jenis tempat usaha bergerak meliputi tidak bermotor dan tempat usaha bermotor.” Dimasa pandemi covid-19 ini, dengan keadaan pelaku usaha kaki lima yang semakin meningkat, maka semakin banyak pelaku usaha kaki lima yang menggunakan kendaraan bermotor hingga mobil yang sedang berjualan di tempat-tempat yang seharusnya tidak dipergunakan untuk berjualan seperti parkir dipinggir jalan dengan menggunakan trotoar yang seharusnya digunakan oleh pejalan kaki.

Agar pedagang-pedagang tersebut dapat diberikan pemberdayaan dan penataan oleh pemerintah serta mendapatkan jaminan hukum, pelaku usaha kaki

lima harus melakukan pendaftaran usahanya agar dapat diberdayakan oleh pemerintah, dalam pasal 39 mengatur pemberdayaan pkl melalui “peningkatan kemampuan berusaha; fasilitasi akses permodalan; fasilitasi bantuan sarana dagang; penguatan kelembagaan; fasilitasi peningkatan produksi; pengolahan, pengembangan jaringan dan promosi; serta pemberdayaan dan bimbingan teknis.” Pendaftaran TDU atau Tanda Daftar Usaha untuk para PKL juga diatur dalam Perda ini, pendaftaran TDU dilakukan di masing-masing kecamatan lokasi berjualan, seperti PKL yang berjualan di sekitaran Denpasar Barat, maka pedagang tersebut harus mendaftarkan usahanya di kantor wilayah kecamatan Denpasar Barat.

  • 3.2    Pengaturan Sanksi dalam Perda No. 2 Tahun 2015 Terhadap PKL yang Melakukan Pelanggaran

Pada dasarnya hukum memiliki tujuan yaitu untuk memastikan timbulnya aspek-aspek positif serta aspek negatif kemanusiaan dan bertujuan untuk memastikan keadilan bagi seluruh rakyat warga negara dilakukan tanpa adanya pembedaan kelas sosial, agama, gender, ras dan etnis.11 Pemerintah yang memiliki fungsi utama yaitu sebagai lembaga pemerintahan yang membuat suatu kebijakan.12 Pemerintah pusat yang memberikan kewenangan untuk membuat aturan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya masing-masing kepada Pemerintah Daerah. Jadi dengan adanya otonomi daerah tersebut Pemerintah Daerah dari masing-masing kabupaten/kota dapat mengatur berbagai kebijakan untuk kepentingan daerahnya masing-masing. Sesuai dengan Pasal 2 Perpres No. 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang menyatakan “Pemerintah bersama Pemerintah Daerah berkoordinasi melakukan penataan dan pemberdayaan PKL.” Pemerintah Pusat berharap dengan memberikan kepercayaan kepada masing-masing daerah untuk membuat peraturan yang dapat mengatur penataan serta pemberdayaan terhadap para PKL agar dapat terorganisir lebih baik.13 Berdasarkan hal tersebut, Pemkot Denpasar sebagai penerima otonomi daerah dan kemudian membuat pengaturan yang mengatur tentang penataan serta pemberdayaan terhadap PKL, pengaturan tersebut berupa Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015.

Berbagai kebijakan yang dibuat dan dituangkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan seperti kebijakan pengaturan terhadap pedagang kaki lima. Didalam pengaturan mengatur tindakan-tindakan yang dapat menjaga ketertiban umum, pengaturan pendaftaran TDU atau Tanda Daftar Usaha PKL, serta pengaturan sanksi yang ditunjukan kepada pihak pelaku usaha kaki lima bagi yang melanggar terhadap peraturan yang ada. Dalam Peraturan Daerah yang

telah dibuat harus mencantumkan sanksi-sanksi yang telah di terapkan kepada para pelaku usaha kaki lima yang melanggar aturan oleh Pemerintah Daerah.14 Pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan Perda tersebut, dalam penegakan hukumnya dapat dikenakan tindakan hukuman atau sanksi yang tegas. Sanksi yang diberikan dapat berbentuk sanksi administratif maupun dalam bentuk sanksi pidana.15 Dalam Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015, pengaturan sanksi terhadap PKL terdapat dalam pasal 49, pasal 50 dan pasal 51. Dalam pasal 49 yang menyebutkan bahwa “Setiap PKL yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 dikarenakan sanksi administratif berupa pencabutan TDU dan dikarenakan sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal 31 dan pasal 32 menjelaskan kewajiban-kewajiban serta larangan yang harus ditaati bagi pelaku usaha kaki lima, misalnya seperti pedagang kaki lima wajib berjualan dengan keadaan yang tertib dan tiidak mengganggu lalu lintas serta kepentingan umum. Jika kewajiban tersebut dilanggar dan tidak ditaati dengan menggelar usahanya di tempat yang dapat menyebabkan terjadinya arus lalu lintas terganggu seperti berjualan di atas trotoar dan ruang umum yang tidak diperuntukan bagi pedagang kaki lima, maka pedagang tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 49 yaitu berupa sanksi administrative dengan dilakukannya pencabutan TDU serta sanksi lainnya menurut kebijakan yang sedang berlaku.

Dilakukannya pencabutan TDU setelah Walikota mengeluarkan surat peringatan melalui Satpol PP sebanyak 3 kali berturut turut kepada pelaku usaha kaki lima. Selain pencabutan TDU, apabila surat peringatan tersebut tidak diindahkan maka Satpol PP yang sebagai pengontrol kebijakan perda tersebut melakukan tindakan penutupan, pembongkaran terhadap tempat berjualan PKL sesuai yang telah diatur dalam pasal 51 Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015. Dalam pasal 38 menjelaskan larangan bertransaksi yang menyebutkan “Setiap orang dilarangmelakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas umum yang dilarang untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL.” Pengaturan tersebut menjelaskan larangan yang diberikan kepada orang-orang agar tidak melakukan berbagai kegiatan jual-beli ditempat-tempat yang tidak diperbolehkan bagi pkl untuk berjualan dan tempat-tempat yang telah diberikan rambu atau tanda larangan sebagai tempat menggelar kegiatan usaha kaki lima. Jika aturan tersebut dilanggar maka pelanggar akan dikenakan hukuman berbayar dengan setinggi-tingginya sebesar Rp. 1.000.000 sesuai dalam Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 pasal 50. Namun penjelasan mengenai sanksi yang diberikan kepada pedagang kaki lima hanya ditunjukan kepada para PKL yang sudah terdaftar TDU dalam kantor kecamatan masing-masing, sedangkan untuk pengaturan

sanksi terhadap pelaku usaha kaki lima yang belum terdaftar dalam TDU belum diatur oleh Pemerintah Kota Denpasar.

  • 4    Kesimpulan

Otonomi daerah merupakah hak yang diberikan kepada Pemerintah Derah oleh Pemerintahan Pusat untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dengan diberikannya hak tersebut, Pemkot Kota Denpasar mengeluarkan peraturan berupa Perda Kota Denpasar No. 2 Tahun 2015 tentang Pedagang Kaki Lima dikarenakan pertumbuhan pelaku usaha kaki lima yang semakin tinggi dan menjamur. Dikeluarkannya aturan mengenai pemberdayaan serta dan penataan terhadap para pkl dengan harapan penataan tata ruang Kota Denpasar sesuai dengan sebagaimana mestinya yang telah diatur. Pengaturan ini juga dapat memberikan kepastian hukum dalam penataan dan penertiban yang ditujukan kepada pelaku usaha kaki lima. Selain itu dengan dikeluarkannya perda tersebut bertujuan untuk mewujudkannya Kota Denpasar yang aman, tertib, bersih dan indah serta bertujuan untuk memberikan pemberdayaan terhadap PKL agar dapat menjadi pelaku usaha yang lebih mandiri dan dapat mengembangkan kemampuan usahanya. Pedagang kaki lima menurut Perda Kota Denpasar memiliki hak dan kewajiban. Hak yang dimaksud adalah berhak untuk mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha pkl atau TDU yang dapat mengakibatkan pedagang kaki lima mendapatkan pemberdayaan serta bantuan dari Pemerintah Kota Denpasar. Kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang sebagai pelaku usaha kaki lima yaitu berkewajiban mematuhi ketentuan peraturan yang berlaku. Namun jika kewajiban tersebut dilanggar pedagang kaki lima maka pedagang tersebut akan dikenakan sanksi-sanksi yang sudag diatur dalam Perda tentang PKL. Dalam pengaturan tersebut hanya terdapat pengaturan sanksi terhadap pedagang kaki lima yang terdaftar dalam TDU, sedangkan untuk pelaku usaha kaki lima yang belum terdaftar belum ada pengaturan sanksi yang diberikan. Diharapkan kedepannya Pemerintah Kota Denpasar segera mengeluarkan pengaturan sanksi yang ditujukan kepada pedagang kaki lima yang belum terdaftar TDU. Dan Pemerintah Kota Denpasar juga harus lebih tegas untuk memberikan sosialisasi kepada pelaku usaha kaki lima agar segera mendaftarkan usahanya ke kantor kecamatan di Kota Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Wiradipradja Saefullah, 2015, Penuntun Praktis Metode Penulisan dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, CV. Keni Media Bandung.

Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T Alumni, Bandung.

JURNAL

Abdullah, Dudung. "Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah." Jurnal Hukum Positum 1, no. 1 (2016): 83-93.

Adisti, Ayu Yuliany, Ida Ayu Putu Widiati, and Luh Putu Suryani. "Implementasi Peraturan Daerah N0mor 2 Tahun 2015 terhadap Pedagang Kaki Lima Kendaraan Bermobil di Kota Denpasar Selama Pandemi Covid-19." Jurnal Konstruksi Hukum 2, no. 3 (2021): 634-639.

Dharmawati, Ni Komang Devi Yurisia, and I. Wayan Parsa. "Penegakan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Tentang Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat Terhadap Pedagang Kaki Lima."

Erdianto, 2001, Pengujian Perundang-Undangan Hukum Pidana oleh Mahkamah Konstitusi Dalam Kaitan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, Jurnal Konstitusi, vol VI, h.5.

Ibsik, Sangkala. "Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus pada Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Rappocini Kota Makassar)." Jurnal Tomalebbi 1, no. 3 (2016): 1-18.

Ikram, Amirul. "Eksistensi Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Jalan Arteri Primer, Kota Singaraja." Jurnal Dinamika Sosial Budaya 22, no. 2 (2020): 294-305..

Laksono, Bintardi Dwi, 2019 Penegakan Hukum Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Berjualan Di Atas Trotoar Jalan Abu Bakar Ali Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002.

Mertada, Gede Rudi, and Saptala Mandala. "Penerapan Ketertiban Umum Khususnya Ketertiban Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 6 Tahun 2009 Di Kota Singaraja." Kertha Widya 4, no. 2 (2016).

Pariartha, I. Wayan Wana. "Sikap Pedagang Kaki Lima Terhadap Lingkungan Di Kota Denpasar." Bumi Lestari Journal of Environment 11, no. 1 (2012).

Prayascita, I. Made Wira Manik, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, and Desak Gde Dwi Arini. "Penerapan Sanksi bagi Pedagang Kaki Lima yang Berjualan di Pinggir Jalan Raya Beringkit Mengwitani Kabupaten Badung." Jurnal Analogi Hukum 1, no. 2 (2019): 158-162.

Rahayu, Maria Sri. "Strategi Pedagang Kaki Lima terhadap Perda No. 3 Tahun 2000." Studi kasus di lapangan Puputan Margarana Denpasar.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor (2010).

Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Pokok Hukum Administrasi Negara, Laksbang Press Indo, Yogyakarta, h.46.

Selina, Desak Nyoman Oxsi, R. Ibrahim, and I. Ketut Suardita. "Pengaturan Bagi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2000." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum: 1-5.

Syakbani, Baehaki. "Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha Pedagang Kaki Lima Dalam Menjalankan Usahanya Di Kota Mataram." Valid Jurnal Ilmiah 15, no. 1 (2018): 67-72.

Tanaya, Putu Edgar, and Fakultas HukumUniversitas Udayana. "Penerapan Perda No 2 Tahun 2015 Terkait Pedagang Kaki Lima Di Kota Denpasar."

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum.

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedagang Kaki Lima.

Jurnal Kertha Wicara Vol.11 No.1 Tahun 2021, hlm.142-152