LEGALITAS INVESTASI ASET KRIPTO DI INDONESIA SEBAGAI KOMODITAS DIGITAL DAN ALAT PEMBAYARAN

Anak Agung Ngurah Wisnu, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ni Ketut Supasti Dharmawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v11.i01.p07

ABSTRAK

Perlunya penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk mengetahui perlindungan hukum teerhadap Aset Kripto sebagai salah satu komoditas digital yang sedang marak di transaksikan di dunia belakangan ini. Metode yang digunakan dalam penelitan jurnal ini berjenis hukum normatif. Hasil penelitian memperoleh bahwa Dengan Berkembang pesatnya teknologi di dunia mendesak pemerintah untuk membentuk pengaturan mengenai Aset Kripto, BAPPEBTI menetapkan aset kripto sebagai salah satu instument investasi yang diperdagangkan di bursa berjangka yang secara legalitas tertuang dalam Peraturan Bappebti Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka dan/Atau Kontrak Derivatif Lainnya Yang Diperdagangkan Di Bursa Berjangka. Mengacu pada hukum Indonesia yang tidak mengakui aset kripso sebagai alat pembayaran yang sah dituangkan pada bulan Januari tahun 2018 melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemprosesan Transaksi Pembayaran dan PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, menegaskan apapun jenisnya aset kripto termasuk bitcoin, ethereum, dan lainnya bukan merupakan alat pembayaran sehingga penggunaannya sebagai alat pembayar tidak dapat dilakukan di wilayah Indonesia.

Kata kunci : Legalitas, Aset Kripto, Komoditi, Alat pembayaran

ABSTRACT

The purpose of writing this journal is to find out the legal protection of Crypto Assets as one of the digital commodities that are currently being traded in the world these days. The method used in this journal research is normative law. The results of the study found that with the rapid development of technology in the world urging the government to form regulations regarding Crypto Assets, BAPPEBTI determined crypto assets as one of the investment instruments traded on futures exchanges which legally stipulated in CoFTRA Regulation Number 3 of 2019 concerning Commodities That Can Be Subjected Futures Contracts and/or Other Derivative Contracts Traded on the Futures Exchange. Referring to Indonesian law which does not recognize crypto assets as legal tender, it was stated in January 2018 through Bank Indonesia Regulation (PBI) 18/40/PBI/2016 concerning the Implementation of Payment Transaction Processing and PBI 19/12/PBI/2017 concerning Implementation Financial Technology, confirms that any type of crypto asset, including bitcoin, ethereum, and others, is not a means of payment so that its use as a means of payment cannot be carried out in the territory of Indonesia.

Key Word : Legality, Aset Kripto, Commodity, Means of payment

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Majunya pertumbuhan inovasi teknologi merupakan suatu kebutuhan yang tak terbantahkan sepanjang seluruh eksistensi kemajuan manusia sedang berlangsung. Peningkatan inovasi ini membawa perubahan pada semua bagian dari keberadaan manusia.1 Perkembangan teknologi yang sangat pesat secara terus menerus membawa perubahan yang memberikan kemudahan pada aktivitas transaksi. Teknologi tersebut berkembang pada berbagai aspek kehidupan manusia terlebih pada penggunaan internet yang semakin meningkat menyebabkan banyak kegiatan yang dengan mudah dilakukan dengan media digital dan tentu menjadi pilihan banyak orang. Inovasi yang berkembang di era teknologi ini memberikan dampak yang memicu perdagangan elektronik semangkin bertambah, hal ini digunakan untuk mempermudah transaksi bisnis dan ketika hendak berinvestasi dengan mengandalkan teknologi internet. Perdagangan berbasis elektronik telah memberikan perubahan besar dimasyarakat yaitu mendorong masyarakat untuk berinvestasi dan melakukan pembayaran yang semula berbasis offline atau cash based instrument atau alat pembayaran tunai kini mulai berkembang secara online tanpa harus bertemu langsung atau dikenal dengan non cash based instrument sehingga sudah tidak terlalu digunakan lagi pembayaran cash atau uang kertas melainkan berbasis paperless (bukan kertas). Melihat fenomena tersebut berkembang salah satu alat pembayaran paperless yang saat ini ramai diperbincangkan dan mulai berkembang di Indonesia yaitu virtual currency atau mata uang virtual, dan lebih akrab disebut Cryptocurrency.

Cryptocurrency di Indonesia yang biasa dikenal sebagai Aset Kripto yaitu sebuah komoditi tanpa wujud yang bentuknya berupa digital aset, pada model peer to peer sebagai jaringan yang digunakan, menggunakan kriptografi dan terdapat pencatatan yang dilakukan dalam suatu buku besar terdistribusi yang digunakan untuk mengatur penciptaan unit-unit baru, serta melakukan verifikasi ketika ada transaksi baru, dan menjamin keamanan transaksi tanpa melibatkan pihak lainnya dalam artian pihak ketiga antara pengguna dan aset kripto, teknologi tersebut dikenal dengan Blockchain.2 Keberadaan aset kripto merupakan tuntutan masyarakat yang menginginkan transaksi mudah dan cepat tanpa ada campur tangan pihak ketiga baik instansi pemerintah atau institusi finansial. karena akibat dari keberadaan pihak ketiga seperti adanya biaya admin yang harus dikeluarkan ketika menggunakan jasa antar institusi finansial. Hingga saat ini jenis uang kripto sangat beragam, tercatat jumlahnya mencapai 4172 jenis mata uang kripto yang ada di dunia, diantaranya adalah Bitcoin, Ethereum, Binance Coin, Polkadot, Cardano, XRP, Litecoin, Chain link dll. Di antara setiap bentuk uang Kripto ini, bitcoin sebagai salah satu jenis kripto dengan eksistensi paling besar sekaligus menguasai pasar dengan besaran kapitalisasi pasar mencapai $796,371,959,839 dengan harga $ 42,240.19 untuk 1 Bitcoin (BTC), kemudian posisi kedua diduduki oleh Aset Kripto yang bernama Ethereum dengan besaran nilai kapitalisasi pasar yang ia capai sebesar $ 337,717,479,145 dengan harga $ 2,868.33 per 1 Ethereum (ETH).3 Melihat kondisi pasar saat ini yang didominasi oleh bitcoin tidak

terlepas pada awal mula keberadaan bitcoin sebagai pionir dari aset kripto yang sekaligus sebagai aset kripto pertama yang diciptakan. Aset kripto berjenis Bitcoin diciptakan oleh Satoshi Nakamoto yang hingga saat ini fakta tersebut masih simpang siur dan identitasnya masih tersembunyi karena hingga saat ini belum diketahui siapa dan seperti apa orang tersebut.4 Aset Kripto mengunakan jaringan sistem dengan menghubungkan beberapa computer yang beroperasi menggunakan software untuk melakukan transaski dan mencatat hal-hal berkenaan dengan transaksi secara otomatis dalam system yang terdesentral. Teknologi pencatatan demikian dikenal dengan blockchaim sebagai buku besar umum atau dalam Bahasa inggris global ledger atau neraca yang ada di sistem Aset Kripto sebagai pecatat transaksi. Pencatatan dilakukan berisifat catatan publik dan catatan umum, hal ini dilakukan agar publik mengetauhi setiap transaksi menggunakan Aset Kripto walaupun alamat wallet Aset Kripto tetep dapat dirahasiakan sehingga public tidak mengetahui pelaku transaksi tersebut.5

Terlepas dari keuntungan-keuntungan yang didapat ketika menggunakan aset kripo terdapat beberapa resiko yang mengikuti karena sistem penggunaan mata uang kripto bersifat fluktuatif yang berdampak pada fluktuasi nilai harga pada aset kripto yang sangat tinggi. Sebuah sistem akan selalu memiliki resiko gagal termasuk aset kripto, bocornya data, peretasan dan regulasi yang aset kripto yang dapat dikatakan belum sempurna.6 Aset kripto diciptakan sebagai jawaban dari kebutuhan masyarakat yang merasa transaksi offline memiliki banyak kendala terlebih menggantungkan kelancaran transaksi kepada pihak ketiga. Pihak ketiga biasanya berupa produk pembayaran yang dikeluarkan perusahaan dan dipercaya sebagai pengelola transaksi digital yang saat ini terdapat beberapa jenis seperti mastercard, visa, paypal dan lain sebagainya. Realita terhadap aset kripto di Indonesia adalah badan berwenang mengenai keuangan dan transaksi keuangan negara yaitu Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pelarangan penggunaan produk Aset Kripto terhadap semua jenisnya tanpa terkecuali sebagai alat tukar atau alat transaksi dan kebolehan dari Bappebti. Impilikasi dari hal tersebut membuat masyarakat bingung mengenai aspek legalitas Aset Kripo sebagai salah satu alat komuditi yang diperdangankan di bursa berjangka komoditi. Pada bulan februari 2019 dunia aset kripto di Indonesia mendapatkan kabar segar dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappebti).

Problematika Aset Kripto di Indonesia sebenarnya telah mendapat kajian dari beberapa penulis atau peneliti hukum. Terkait dengan fokus kajian artikel jurnal, publikasi atau penelitian terdahulu menujukkan lebih banyak dianalisis dari perspektif perdagangan dan bitcoin saja seperti kajian yang dilakukan oleh Siti Nurjannah yang mengangkat judul “Bitcoin Sebagai Aset Kripto Di Indonesia Dalam Persepektif Perdagangan”7 serta kajian yang ditulis oleh Firda Nur Amalina Wijaya, yang mengangkat judul “Bitcoin Sebagai Digital Aset Pada Transaksi Elektronik Di

Indonesia (Studi Pada Pt. Indodax Nasional Indonesia)”.8 Berdasar kajian terdahulu ini penulis merasa penting untuk mengkaji Aset Kripto dalam sudut pandang yang berbeda yaitu sebagai subjek komoditi dan alat pembayaran dikarenakan hal ini yang menjadi kunci utama perkembangan Aset Kripto di Indoneisa, dimana masa depan keberlangsungan Aset Kripto akan semakin berkembang atau dilarang oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut penulis ingin mengetahui sejauh mana perlindungan hukum yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap Aset Kripto sebagai komoditi dan alat pembayaran yang belakangan ini menjadi Trend di dunia, Sehingga penulis mendapatkan judul “LEGALITAS INVESTASI ASET KRIPTO DI INDONESIA SEBAGAI KOMODITAS DIGITAL DAN ALAT PEMBAYARAN”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana Legalitas Aset Kripto Sebagai Subjek komoditas Perdagangan dalam bursa Berjangka?

  • 2.    Bagaimana eksistensi Aset Kripto sebagai sebuah alat pembayaran di Indonesia?

  • 1.3.    Tujuan Masalah

  • 1.    Untuk mengetahui Legalitas Aset Kripto Sebagai Subjek komoditas Perdagangan dalam bursa Berjangka

  • 2.    untuk mengetahui apakah Cryptocurency dapat menjadi salah satu alat pembayaran di Indonesia

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini disajikan secara deskriptif melalui Metode Penelitian hukum normatif. Jenis penelitian yang digunakan dirasa sesuai dengan penelitian yuridis normative yaitu menelaah data-data yang ditemukan kemudian dikaji dengan pendekatan Undang-undang yang telah sah dan berlaku saat ini. Penelitian ini memakai pendekatan konseptual atau Conceptual Approach dan pendekatakan perundang-undangan (Statue Approach) maksudnya adalah menelaah perundang-undangan yang berlaku kemudian dikaitkan dengan data dan isu hukum yang sedang dibicarakan. Teknik pengambilan atau pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah teknik studi keputakaan atau library research guna mendapat informasi dan gambaran terhadap penelitan terkait yang dapat digunakan sebagai pedoman yang berkaitan dengan isu yang sedang dibicarakan yaitu berkenaan dengan Aset Kripto yang penelitiannya dilakukan secara online maupun offline. Sumber data yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu yang pertama berupa sumber hukum primer yang diambil dari peraturan perudang-undangan terkait dan untuk bahan hukum sekunder berupa kajian terhadap literature dan materi pendukung yang telah dipublikasi mengenai bahan hukum. Sumber

sekunder dapat berupa literature hukum yang dapat dipertanggung jawabkan, penelitian ilmiah, jurnal hukum dan lainnya.9 Bahan hukum tersier dalam penelitan menggunakan website-website internet terpecaya dan berita perdagangan dari Kementrian Perdagangn Republik Indonesia.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1 . Legalitas Aset Kripto Sebagai Subjek Perdagangan Berjangka Komoditi

Dalam dunia perekonimian terdapat istilah yang sering digunakan oleh para pelaku ekonomi yaitu investasi, sedangkan jika mengacu pada peraturan perudang-undangan Indonesia investasi dikatakan sebagai penanaman modal. Investasi merupakan seluruh kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh investor baik dia yang berkewarganegaraan Indonesia maupun yang bukan berkewarganegaraan Indonesia di wilayah negara kesatuan republik Indonesia.10 Pengelompokan ketegori investasi pada dasarnya menjadi 2 kategori yaitu yang pertama investasi secara langsung dan yang kedua investasi secara tidak langsung. Sedangkan pengelompokan investasi berdasarkan jenisnya terdapat kelompok investasi menurut asetnya. Dalam topik kajian ini salah satu aset yang saat ini ramai diperbincangkan adalah investasi Aset Kripto yang diperdangankan di bursa berjangka komoditi. Bursa berjangka sendiri memiliki pengertian sebagai badan usaha atau substansi usaha yang pekerjaannya mengatur dan memberikan penyediaan sistem dan/atau media sarana untuk mempermudah kegiatan perdangan komoditi dengan ciri khas kontrak berjangka, kontrak derivative dan/atau kontrak derivative lainnya.11 Keberadaan UU perdagangan berjangka yang dikeluarkan pemerintah sebagai upaya meningkatkan semangat kegiatan perdangan yang teratur, berlanjut pada pembentukan BAPPEBTI atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.12 Sehingga Pihak Bank Indonesia (BI) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak lagi perlu sepenuhnya bertanggung jawab untuk segala permasalahan yang ditimbulkan oleh pemanfaatan Bitcoin, pengunaan Bitcoin baik dipergunakan sebagai usahan dan/ atau metode transaksi.13

Sejak awal ketika Aset Kripto muncul kepermukaan yang merupakan salah satu hasil teknologi buatan manusia seiring dengan perkembangan zaman yang membuat berbagai inovasi kesegala aspek. Aset Kripto sebagai temuan baru telah memberikan ide baru di dunia pembayaran yang digunakan secara mudah dengan nilai sama dengan uang dan berjenis digital. Karena kecanggihannya penggunaan Aset kripto bukan hanya menjadi alat tukar nilai melainkan juga sebagai salah satu media investasi. Dalam rangka mendukung peradaban yang lebih maju dengan basis teknologi dan peningkatan inovasi teknologi aset kripto, pemerintah Indonesia berusaha mendalami dan mengkaji Aset Kripto yang menggunakan basis teknologi blockchain ini. Pertanyaan yang muncul yaitu apakah crypto dapat digolongkan sebagai komoditi, namun sebelum itu kita harus mengkaji apakah Aset Kripto ini dapat kita anggap sebagai benda/barang atau tidak.14

Berdasarkan pandangan salah satu pakar hukum yaitu PNH Simanjuntak yang tertuang dalam bukunya dengan judul "Hukum Perdata Indonesia" beliau memberikan penjelasan mengenai pengertian benda sebagai semua hal yang dapat dijadikan sebagai objek hukum dan barang-barang yang dapat diakui sebagai hak milik yang diikuti hak setiap orang untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum.15 Jika mengacu pada pasal 503 KUHPerdata Pengertian zaak atau benda tidak serta merta dapat selalu dikatakan sebagai benda berjuwujud/bertubuh (lichamelijk zaken) tetapi benda disini termasuk pula pda benda tidak berwujud/ tidak memiliki tubuh (onlichamelijk zaken)16. Dan Pada pasal 500 KUH Perdata benda itu seperti suatu “objek hukum”, mengacu pada pasal 1792 KUH Perdata mengenai benda itu juga bisa berupa “perbuatan Hukum”, “kepentingan” tedapat dalam 1354 KUH Perdata, dan "kenyataan hukum" terdapat dalam pasal 1263 KUH Perdata17. Sehingga jika mengacu dari ketentuan pasal-pasal yang telah disebutkan penulis menarik benang merah bahwa Aset Kripto dikatagorikan sebagai benda atau barang tidak berwujud.

Dalam artikel yang berjudul “A Short Introduction to the World of Cryptocurrencies” yang telah diterbitkan oleh Federal Reserve Bank of St. Louis Review, Alexander Berentsen dan Febian Schar menyampaikan bahwa Bitkoin sebagai uang vitual yang tidak bewujud atau tidak konkret.18 Namun apakah barang bisa dijadikan sebagai komoditi ditegaskan dengan diberlakukannya Undang-Undang Perdagangan Berjangka Komoditi, yang menjelaskan pengertian komoditi ialah segala bentuk kepentingan baik berupa hak, barang dan jasa dan dapat diperdagangkan serta dapat pula menjadi subjek kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak

Derivatif lainnya.19 Keberlakuan undang-undang tersebut saja tidak cukup menegaskan pemberlakuan Aset Kripto sebagai sebuah subjek komoditi yang dapat kita perdagangkan di dalam bursa berjangka. Dikarenakan minat masyarakat Indonesia terhadap Aset Kripto sangatlah tinggi, pada akhirnya pemerintah melalui kementerian perdagangan mengeluarkan kebijakannya yang secara spesifik memberikan kepastian pada Aset Kripto, yakni tercantum dalam salah satu Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang berisi tentang penetapan mengenai Aset Kripto yang digolongkan sebagai komiditi sekaligus dapat menjadi subjek kontrak yang mengenai peraturan lanjutannya akan ditetapkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).20 Banyaknya jenis Aset Kripto yang ada didunia medesak pemerintah Indonesia melakukan pemilahan dan melakukan seleksi sehingga tidak semaunya seluruh aset kripto dapat diperdagangkan di bursa berjangka Indonesia, dari hasil pemilahan tersebut dimana ditetapkan oleh BAPPEBTI mengenai asset kripto yang diperbolehkan berada di bursa perdagangan Indonesia yaitu berjumlah 229 yang terdiri atas Bitcoin, Litecoin, Bitcoin cash, Polkadot, Ethereum, Theta, Tether, dash, Vehain, tezoz, Stellar, Nem, Cosmos, Iota, Yearn Finance, Og network, Theta dan Aset kripto lainnya.21 Kemudian Pada tanggal 8 Februari 2019 perhatian pemerintah terhadap Aset Kripto sebagai komoditi ditunjukan oleh BAPPEBTI dimana Lembaga yang berwenang sekaligus bertanggung jawab atas Aset Kripto di Indonesia ini pada akhirnya memberikan kepastian hukum tentang izin berlangsungnya perdangan Aset Kripto di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan yang dikeluarkan oleh badan pengawas perdagangan berjangka komoditi tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di bursa berjangka Indonesia.

Pada peraturan tersebut BAPPETI memberikan penetapan terhadap status Aset Kripto yang dikategorikan sebagai komoditas tidak bewujud dengan bentuk spesifiknya berupa aset digital yang menggunakan kripto grafi, mengenai sistem jaringan menggunakan jaringan peer to peer dan menggunakan buku besar, terdistribusi yang berfungsi sebagai pengatur dalam penciptaan unit baru dan memvalidasi atau verifikasi transaksi dan memberikan jaminan rasa aman terhadap pengguna yang berkenaan dengan penggunaan Aset Kripto dan tidak meibatkan pihak ketiga dalam transaksi tersebut.22 Aset Kripto dalam perdagangan berjangka masih dalam tahapan berkembang sehingga jarang diketahui oleh masyarakat pada umumnya dibandingkan dengan instrument investasi lainnya seperti saham ataupun pasar modal

yang sudah ada terlebih dahulu. Hal ini karena bentuk investasi di perdangan berjangka komoditi memiliki resiko sangat tinggi dibandingakn dengan saham, sifat nilai fluktuatif pada penggunaan aset kripto yang artinya berpotensi mendapat keuntungan yang tinggi dalam waktu singka dan sebaliknya dapat memberikan resiko kehilangan modal dengan waktu singkat pula. Dalam komunitas penggiat investasi keadaan ini dikenal dengan selogan "high risk high return". Yang menyebabkan tinggingnya resiko pengguna aset kripto yaitu karena harga atau nilai dari aset kripto bergerak secara fluktuatif atau tidak terduga. Upaya yang dapat dilakukan pada investasi aset kripto ini guna mengurangi resiko kerugian karena fluktuasi harga dapat dilakukan dengan sarana pengelolaan yang terdapat dalam perdangan berjangka atau futures trading. Perlindungan terhadap resiko ini dilakukan dengan cara mengalihkan resiko dan memperingati sejak awal kepada insvestor agar mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga yang fluktuasi dalam pasar kripto.23

Perbedaan pada investasi aset kripto dan komoditas lain dalam kontrak berjangka tertetak pada harga dasar pada aset kripto tidak ada karena ia bergerak bebas sedangkan pada komoditas lain terdapat harga dasar yang mendasari nilai komoditas tersebut (underlying asset). Underlying asset sendiri dmerupakan aset dasar yang mendasari harga derivatif, atau bisa disebut juga derivatif adalah instrumen keuangan yang penetapan harganya berpijak pada nilai aset lain sebagai asset dasarnya yang menjamin nilai dari sebuah derivatif tersebut. Sehingga pada komoditas kontrak berjangka lainnya memiliki dasar harga agar nilai komoditasnya aman. Misalnya, aset dasar dalam rupiah dalam perdagangan dapat menggunakan pesanan pembelian atau faktur sebagai transaksi dasar, dan untuk komoditas minyak bumi, barel sebagai standar. Sementara transaksi kripto tidak memiliki nilai dasar, karena Pengguna aset kripto berbasis keyakinan pemiliknya di mana aset tersebut memiliki atau akan memiliki nilai dengan keamanan yang dijamin oleh teknologi Blockchain. Maka dari itu kegunaan serta fungsi dari asset kripto sangat mempengaruhi nilai harga di pasar, serta ekosistem dari para pengunanya juga sangat mempengaruhi nilai sebuah aset kripto. Hal ini selaras dengan hasil penelitian pada tahun 2013 yang dilakukan oleh Jamaludin yang mengemukakan tentang keyakinan akan dampak yang ditimbulkan pada saat memilih instrument investasi sehingga efek yang ditimbulkan pengguna berasal dari kepercayaan pengguna aset kripto.24

Aset Kripto tidak memiliki dasar harga atau underlying sehingga tidak ada ketentuan harga pasti, hal ini karena inovasi teknolgi yang berkembang seperti basis kode yang terdapat di teknologi Blockchain dan jaringan pendukung lainnya. Keterangan lebih lanjut mengenai Blockchain ini ialah teknologi ini melakukan pencatatan transaksi yang saling berhubungan dengan mengaitkan kode unik yang ada dan tidak dapat diubah karena berpotensi pada gagalnya transaksi. Blockchain bekerja

ketika terdapat transaksi baru atau terjadi perubahan dari transaksi yang sudah ada, pada umumnya untuk menjalankan sebagian besar node dalam penggunaan blokchain digunakan sebuah algoritma guna mengevaluasi dan verikasi blok yang ada di dalam blockchain pengguna yang telah diajukan. Ketika sebagian besar node mencapai target konsesus kemudian berstatus valid, blok transaski yang telah diterima dan masuk dalam catatam buku besar serta blok tersebut masuk keadalam rantai transaksi. Ketika sebagian besar milih untuk tidak setuju atas penambahan atau modifikasi blok di dalam masukan buku besar maka kerputusan akan ditolak dan tidak terjadi penambahan rantai. Model konsesus yang berjalan ini yang menyebabkan blockchain berjalan sebagai buku besar tanpa memerlukan campur tangan atau otoritas, demi menunjukan valid atau tidaknya transaksi.25 Hal yang demikian yang menjadi alasan Badan Pengawas Perdangan Berjangka Komoditi dan Kementrian Perdangan menempatkan kategori transaksi aset kripto sebagai bursa berjangka, guna terhindar dari fluktuasi harga sebab tidak terdapat underllying. Merujuk pada ketentuan hukum tersebut dapat disimpulkan aset Kripto merupakan benda tidak berwujud dan boleh diperdangankan di wilayah Indonesia karena telah memiliki dasar hukum atau kerangka hukum yang jelas untuk dapat diperdagangkan melalui perantara teknologi elektronik dan dunia digital.

  • 3.2    Eksistensi Aset Kripto Sebagai Sebuah Alat Pembayaran Di Indonesia

Suatu transaksi dalam sistem berskala nasional dalam melakukan pembayaran dibutuhkan alat pembayaran yang telah ditentukan sebelumnya, di Indonesia sendiri yang bertanggung jawab mengenai hal tersebut adalah Bank Indonesia. Tugas Lembaga Bank Indonesia yang mengurusi sistem pembayaran nasional telah ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,26 ialah bertugas menjaga nilai tukar rupiah agar tetap pada kedudukan yang stabil. Secara umum penggunaan sistem pembayaran juga berguna untuk meningkatkan perekonomian nasioal serta meningkatkan semangat aktivitas ekonomi dalam lingkungan bisnis. Serta terciptanya lingkungan ekonomi yang kondusif dan mengurangi persaingan usaha tidak sehat, dalam hal ini menekan pengguna untuk meningkatkan daya saing sehat dan mengundang investor asing untu menanamkan modal di Indonesia. Dari sisi keuntungan Indonesia, perekonomian nasional sekaligus taraf hidup masyarakat akan secara otomatis meningkat. Sistem pembayaran yang dimaksud mencakup alat yang digunakan atau alat pembayaran, dan pihak perbankan yang terlibat dalam akitivitas pembayaran. Definisi sistem pembayaran merupakan ketentuan yang harus dilakukan dalam melakukan pemindahan sejumlah uang dari pihak satu kepihak lainnya sebagai akibat dari transaksi ekonomi. Contoh alat pembayaran yang dapat digunakan yaitu kartu debet, cek, kartu kredit, kartu ATM, Bilyet Giro, Wesel-wesel, E-Money atau alat pembayaran berupa Aset Kripto dengan basis teknologi blockchain. Tanpa adanya alat pembayaran transaksi tidak dapat dilakukan, sebagai koponen penting berlangsungnya pembayaran diperlukan alat

pembayaran yang sesuai dengan sistem tesebut agar berjalan sesuai fungsinya. Keberadaan sistem pembayaran pun berkaitan dengan alat pembayaran yang beredar dimasyarakat harus melalui izin sehingga alat pembayaran dinyatakan legal. Alat pembayaran dapat disebut media penyalur dalam proses pembayaran.27

Alat pembayaran yang beredar terdapat dua bentuk yaitu dalam bentuk uang tunai dan non-tunai.28 Alat pembayaran yang berasal dari teknologi keuangan yang berkembang pesat saat ini ialah berupa pembayaran non-tunai, perpindahan dari alat pembayaran dikehidupan masyarakat menjadi salah satu fenomena teknologi saat ini yang memiliki bentuk beragam seperti mata uang kripto atau bentuk virtual lainnya. Perbedaan E-money dan crytocurrency reletak pada cara penciptaan dan bagaimana transaksinyaa tercatat, ketika E-money mencatat transaksinya pada server pusat yang berada di bawah Bank Indonesia seperti BNI, Flazz BCA, eMoney mandiri, Tap cash, Brizzi BRI dan sebagainya yang berbasis chip dan server sedangkan dalam cryptocurrency atau aset kripto, sistem yang digunakan berbasis teknologi blockchain atau blok yang transaksinya terbagi dalam sistem tersebut sehingga ketika siapapun yang masuk pada sistem akan secara otomatis terhubung ke seluruh dunia dengan transparan. Jaringan Blockchain adalah bagian dari salah satu teknologi keuangan yang berkembang pesat belakangan ini. Sistem dari teknologi Blockchain mencakup semua transaksi Aset Kripto. Blockchain hanya berada di dunia digital yang berisi catatan publik sehingga pemegangnya tidak menerima uang atau koin secara fisik, tentu hal ini sangatlah efisien secara tempat dan waktu. Orang bisa mendapatkan Aset Kripto di dunia digital dengan menerimanya, menyimpanya sebagai asset investasi, melakukan trading (jual-beli), atau mining yaitu menambang menggunakan sistem proof of work dalam blockchain. Tidak ada bank tersentral atau entitas terpusat di Blockchain karena setiap pengguna berhak melakukan transaksi dan mengelola dengan membuat catatan tersebut, sehingga disebut sistem yang terdesentralisasi.

Ketika suatu benda dialih fungsikan sebagai alat tukar atau alat pembayaran terdapa ketentuan yang harus dipenuhi, yaitu berkenaan dengan waktu berlakunya jadi harus tahan lama, kuat yang artinya sulit untuk musnah (durability), yang selanjutnya memiliki kadar kualitas serupa (uniformity), jumlah benda tersebut ditaksir dan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat dan sulit untuk diduplikasi atau dipalsukan dalam bentuk apapun (scarity), sifatnya portable atau mudah untuk dipindahkan atau dibawa dan mudah pula terbagi tetapi pembagian yang dimaksud tidak mengurangi kadar uang tersebut, nilai uang berkedudukan stabil dari waktu kewaktu atau kecederungan stabil (stability). Mata uang yang dikeluarkan Republik Indonesia bernama rupiah.29 Satu-satunya lembaga yang mendapatkan kewenangan secara hukum dalam mengatur perdaran uang, pencetak, mencabut, menarik dan memusnahkan uang rupiah yang ada di wilayah republik Indonesia adalah Bank Indonesia, hal ini tertuang dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Aset Kripto memiliki keunggulan dengan kecepatannya dalam bertransaksi dan cakupan batas yang sangat luas mencapai lintas negara, bahkan aset kripto dipilih sebagai alat pembayaran yang telah digunakan oleh

beberapa komunitas tertentu karena tingkat anonimitas yang tinggi. Pada Komunitas yang menggunakan Aset Kripto sebagai alat pembayaran terutama berjenis Bitcoin, kripto dianggap memiliki kedudukan serupa dengan uang konvesional bahkan menggantikan alat pembayaran uang konvesional untuk bertransaksi. Dalam perkembangannya, Aset Kripto saat ini terutama bitcoin sudah diterima sebagai alat pembayaran di beberapa perusahaan raksasa skala international. Contoh penggunaan aset Kripto dalam bertransaksi yaitu digunakan oleh salah satu perusahaan otomotif yaitu Tesla, hal ini disampaikan langsung oleh CEO Tesla yaitu Elon Musk sebagai salah satu jajaran orang terkaya di dunia melalui postingan tweetnya yang menjelaskan bahwa pembelian Tesla dapat menggunakan Bitcoin dan ketika bitcoin sebagai alat pembayaran ke Tesla, pihak perusahan tidak akan menukarkan nya ke mata uang fiat tetapi tetap bertahan pada nilai Bitcoin. Dalam Sektor Keuangan ada PayPal yang menerima Aset Kripto bitcoin, Perusahaan pembayaran PayPal ini telah mengumumkan pada Oktober 2020 bahwa penggunaanya dapat membeli, menjual, dan menyimpan Aset Kripto tertentu melalui akun Cash atau Cash Plus mereka, mulai tahun 2021. Pada Maret lalu, bank besar seperti Morgan Stanley juga mengatakan akan menawarkan kepada klien-kliennya akses ke dana Bitcoin. Sementara itu Goldman Sachs yang merupakan perusahaan bank, investasi dan jasa keuangan multinasional asal Amerika dengan kantor pusat di New York City akan menawarkan Aset Kripto kepada investor, dan Mastercard salah satu perusahaan kartu kredit terbesar akan mulai memfasilitasi pembayaran dalam Aset Kripto tahun ini. Dalam penggunaan teknologi blockchain yang dipakai oleh Aset Kripto, Transaksi dalam cryptocurrency tidak memiliki pihak ketiga (middleman), sehingga transaksi menggunakan cryptocurrency tidak memiliki limit / batasan jumlah transaksi berbeda dengan transaksi menggunakan mata uang konvensional yang memiliki limit / batasan tertentu, proses transaksi menggunakan cryptocurrency lebih hamat waktu dan tidak ada biaya pengeluaran admin dan bahkan cenderung lebih murah jika dibandingkan dengan uang konvensional.30 Jangkauan perdagangan cryptocurrency juga sangat luas, kita dapat menggunakan cryptocurrency di mana saja selama koneksi internet tersedia.31

Di Indonesia sendiri Aset kripto bukanlah kategori alat pembayaran yang sah, karena dalam ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga berwenang yang mengurusi alat pembayaran mana yang diperbolehgunakan di wilayah Indonesia selaku entitas regulator melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemprosesan Transaksi Pembayaran dan PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial yang dikeluarkan pada tahun 2018 menekankan tentang fungsi aset kripto yang bukan jenis alat pembayaran dan tidak diakui kevalidanya dalam hal pembayaran yang sah ketika berada di Indonesia. Cryptocurrency dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal sebagai aset kripto karena bukan termasuk currency yang sah di Indonesia karena tidak memiliki aspek legalitas. Pelarangan penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran juga tertuang dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang bahwa mata uang yang dapat digunakan adalah Mata Uang yang dikeluarkan Indonesia dan ketika melakukan setiap transaksi baik secara tunai dan non tunai di wilayah Indonesia wajib

melakukan transaksi dengan media mata uang rupiah sebagai alat pembayaran yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Aset kripto merupakan komoditas dan bukan sebagai alat pembayaran sehingga tidak dapat digunakan dalam kebutuhan pembayaran, hal ini berimplikasi pula pada hak setiap bank atau lembaga keuangan dapat menolak atau menerima transaksi aset kripto sebagai mana mata uang asing. Keuntungan dan risiko investasi yang dilakukan dalam aset kripto, negara tidak bertanggung jawab tetapi sepenuhnya menjadi tanggung jawab investor.32

Maka dari itu, sesuai dengan aturan yang dikeluarkan Menko Perekonomian Nomor S-302/M.EKON/09/2018 tentang tindak lanjut dari pelaksanaan rapat koordinasi membahas tentang pengaturan Aset Kripto sebagai komoditi yang diperdangkan di bursa berjangka tanggal 24 September 2018 memutuskan pelarangan terhadap segala bentuk penggunaan aset kripto beserta jenis-jenis yang mengikuti sebagai media pembayaran yang sah tetapi diperbolehkan melakukan investasi sebagai komoditas yang diperdangkan. Hal ini harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah, karena secara ekonomi potensi investasinya besar dan tindakan pelarangan akan berdampak pada minat investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia atau arus kas (capital flow) karena kosumen akan menuntut pemberian legalitas terhadap penggunana transaksi menggunakan cryptocurrency, atau biasanya pengguna menganti pasar atau memakai exchange yang memberikan legalitas aset kripto, jika penggunaannya dilarang hal ini akan mengurangi minat dan jumlah invetasi akan menurun atau arus kas (capital flow) karena konsumen atau pengguna akan mengupayakan legalisasi pasar menggunakan transaksi berbasis cryptocurrency, biasanya pengguna akan memakai exchange atau pasar di negara lain. Pengaturan mengenai aset kripto pertama-tama terdapat dalam Peraturan Menteri Perdangan yang menggolongkannya sebagai komoditi yang diperdagangkan di Bursa berjangka, mengenai regulasi lanjutan setelahnya yang menyangkut teknis dikeluarkan melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.33

Masalah terkait Aset Kripto yang dimasukan dalam salah satu alat pembayaran mulai dipublikasi dan diberitakan kembali dalam berita perdagangan Biro hubungan masyarakat Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Tjahya Widayanti yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dimana beliau menjelaskan, Aset Kripto bukan termasuk uang tunai/non tunai dan tidak dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran tetapi dapat dimasukan pada kategori investasi komoditi pada perdagangan. Hal ini disampaikan dalam sela-sela rapat kerja nasional Kementrian Perdagangan pada hari Selasa, 12 Maret 2020 oleh Tjahya. Sejalan dengan Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang dikeluarkan Bank Indonesia, menetapkan bahwa mata uang kripto bukan termasuk produk mata uang Indonesia sehingga transaksi atau jual beli menggunakan alat pembayaran berupa aset kripto tidak valid atau tidak sah. Sahudi, sebagai Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan pasar juga mengungkapkan bahwa kemajuan teknologi pada penggunaan smartphone yang sangat tinggi diseluruh dunia dan fakta bahwa transaksi dapat menggunakan perantara smartphone, menjadi salah satu dari banyaknya faktor pendukung perkembangan perdangan cryptocurrency di Indonesia ditambah minat generasi milenial untuk mengembangkan kreatifitasnya dibidang teknologi. Sahudi

menambahkan keberadaan lembaga pemerintah yang mengatur regulasi keuangan dan kegiatan transaksi perbankan seperti Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keungan mendukung aset kripto di Indonesia tetapi bukan digunakan untuk alat pembayaran. Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pelaku usaha aset kripto (exchange) yang diakui Indonesia dan terdaftar seagai pelaku usaha perdagangan aset kripto oleh BAPPEBTI, pengakuan merupakan hal penting bagi perusahaan untuk menarik minat dan kepercayaan penggunanya, pelaku usaha tersebut yaitu PT Indodax Nasional Indonesia, PT Tiga Inti Utama, PT Upbit Exchange Indonesia, PT Bursa Cripto Prima, PT Crypto Indonesia Berkat, PT Pintu Kemana Saja dan PT Zipmex Exchange Indonesia.34

  • 4.    Kesimpulan

Berdasarkan pasal-pasal yang ada dalam KUHperdata, Aset Kripto dapat digolongkan dalam benda/barang tak berwujud. Ditegaskan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 99 tahun 2018 yang membahas tentang kebijakan umum penyelenggaraan perdagangan berjangka aset kripto (crypto asset) menetapkan status aset kripto di Indonesia sebagai kategori komoditi yang dapat menjadi subjek kontrak yang ketentuan lanjutannya akan diatur oleh lembaga berwenang yaitu BAPPEBTI. Alasan yang membuat aset kripto bertahan dikalangan masyarakat disamping resikonya yaitu keuntungan yang tinggi dan lebih signifikan. Hal ini ditambah dengan penyebaran informasi dengan cepat sehingga pemilihan keputusan instrument investasi cenderung sama antara satu sama lain atau dinamakan efek bandwagon, yaitu Kepercayaan yang timbul ketika keputusan memilih diambil oleh banyak orang akan memberikan kenaikan harga dan didukung oleh penyebaran Informasi dan analisis data menggunakan jejaring sosial memudahkan dalam mengambil keputusan yang sama,35 inilah yang menjadi salah satu faktor yang medasari kerjasama BAPPEBTI dan Kementrian Perdagangan untuk memasukan transaksi aset kripto di bursa berjangka Berdasarkan aturan hukum. dalam kajian ini aset kripto dapat dilihat sebagai tradable intangibles atau barang sah yang karena memiliki pengaturan khusus yang digunakan sebagai dasar hukum untuk diperdagangkan melalui perantara teknologi berupa media elektronik. Terlepas dari Aset Kripto resmi menjadi suatu komoditi yang dapat kita perdagangkan secara sah di bursa berjangka di Indonesia. Namun pada perkembangannya Aset Kripto tetap tidak dapat dijadikan alat pembayaran di Indonesia. Mengacu pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 serta Peraturan Bank Indonesia (PBI) 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemprosesan Transaksi Pembayaran dan PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial menetapkan tentang penggunaan Aset Kripto bukan lah sebagai alat pembayaran karena pemerintah Indonesia tidak mengakuinya sehingga ketika melakukan pembayaran dengan perantaran Aset Kripto tidak dapat dilakukan karena telah dilarang pemerintah Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Barkatullah, Abdul Halim, dan Prasetyo, Teguh, Bisnis E-Commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016.

Sastrawidjaja, Man Suparman. Perjanjian Baku Dalam Aktifitas Dunia Maya, Cyberlaw: Suatu Pengantar , Jakarta: Elips, 2002.

Simanjuntak, PNH, Hukum Perdata Indonesia, Edisi Pertama, Cet. Ke-3, Jakarta: Kencana, 2015.

JURNAL ILMIAH

Ausop, Asep Zaenal dan Aulia, Elsa Silvia Nur. “Teknologi Cryptocurrency Bitcoin Untuk Investasi Dan Transaksi Bisnis Menurut Syariat Islam.” Jurnal Sosioteknologi | Vol. 17, No 1, (2018).

Berentsen, A. F. S. “A short introduction to the world of cryptocurrency.” Federal Reserve Bank of St. Louis Review, First Quarter (2018).

Böhme, R., Christin, N., Edelman, B., & Moore, T. “Bitcoin: Economics, Technology, and Governance.” Journal of Economic Perspectives. 29(2), (2015).

DeVries, P.D. “An Analysis of Cryptocurrency, Bitcoin, and the Future.” International Journal of Business Management and Commerce. 1(2), (2016).

Jamaludin, N. “Religion and Individual Investment Choice Decision: The Case of Malaysia.” International Journal of Business and Social Science. 4(1) (2013).

Kastanakis, M.N. & Balabanis. “G. Between the Mass and the Class: Antecedents of the “Bandwagon” Luxury Consumption Behavior.” Journal of Business Research, (2012)

Litoama, Fransiskus, “Kepastian Hukum Investasi Perdagangan Berjangka Komoditi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi”, Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Vol. 9 No. 1 (2018).

M. Renti, Allysthia “Perdagangan Berjangka Komoditi Dan Kajian Hukum Kontrak Dervatif Forex Dan Indeks Harga Saham Asing Dalam Industri Perdangan Berjangka Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-42, No.1 (2012).

Made Dananjaya Mahawira, Putu Tuni Cakabawa Landra, “Perlindungan Hukum Pemegang Sertifikat Kepemilikan Atas Tanah Yang Berusia Diatas Lima Tahun.” Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum: Vol. 08, No. 07, (2019).

Nurul Huda, Risman Hambali. “Risiko dan Tingkat Keuntungan Investasi Cryptocurrency.” Jurnal Manajemen dan Bisnis, Performa Vol. 17, No. (2020).

Prayoga Bhiantara, Ida Bagus. “Teknologi Blockchain Cryptocurrency Di Era Revolusi Digital.” ISSN 2087-2658 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Teknik Informatika (SENAPATI), Ke-9 (2018).

Setiawan, Ezra Putranda. “Analisis Potensi dan Risiko Investasi Cryptocurrency di Indonesia”, Jurnal Manajemen Teknologi, vol 19(2), (2020).

Yohandi, Axel. “Implikasi Yuridis Penggunaan Mata Uang Virtual Bitcoin Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Komersial (Studi Komparasi Antara Indonesia-Singapura)”, Diponegoro Law Journal Volume 6, Nomor 2, (2017).

Zhara Shafira Uswatun Khasanah, Yuniar Farida, “Analisis Performa Mata Uang Virtual (Cryptocurrency) Menggunakan Preference Ranking Organization Method for Enrichment Evaluation (Promethee).” Journal of Science and Technology Rekayasa, vol 14(1) (2021).

WEBSITE

Bank Indonesia, ‘Sistem Pembayaran di Indonesia’, (Bank Indonesia, 2011)https://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/di-indonesia/Contents/Default.aspx

BERITA PERDAGANGAN Biro Hubungan Masyarakat Kementerian perdagangan Republik Indoneisa, diperoleh memlaluihttps://www.kemendag.go.id/

Coin         Market         Cap,         Crypto-Currency         Market

Capitalizations,http://coinmarketcap.com/

http://bappebti.go.id

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 99 tahun 2018 tentang kebijakan umum penyelenggaraan perdagangan berjangka aset kripto (crypto asset)

Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangka

Peraturan badan pengawas perdagangan berjangka komoditi nomor 7 tahun 2020 tentang penetapan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto

Jurnal Kertha Wicara Vol.11 No.1 Tahun 2021, hlm.66-80