ASPEK HUKUM PRAKTIK BUNDLING YANG

DILAKUKAN OLEH PELAKU USAHA ONLINE SHOP

Olivia Chandra Halim, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Wayan Novy Purwanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v11.i01.p09

ABSTRAK

Studi ini bertujuan untuk menambah pemahaman hukum dari masyarakat terkait pengaturan hukum dan legalitas pelaku usaha online di Indonesia serta guna memberikan pengetahuan terkait aspek hukum praktik bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha online khususnya kepada para pelaku usaha online dan konsumen online shop. Studi berjenis penelitian hukum normatif ini ditulis dengan pendekatan statute approach, historical approach dan conceptual approach. Hasil studi menemukan bahwa Pengaturan terkait pelaku usaha online di Indonesia ialah didasarkan pada dua payung hukum utama yakni UU ITE dan UU Perlindungan Konsumen yang mengatur keberadaan pelaku usaha online sebagai penyelenggara sistem transaksi elektronik yang berkewajiban untuk tidak menyelenggarakan praktik usaha yang merugikan konsumen. Kemudian terkait dengan aspek hukum praktik bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha online ialah harus diselenggarakan dengan merujuk ketentuan Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 10 UU Perlindungan Konsumen. Terhadap praktik penjualan bundling yang bertentangan dengan ketentuan a quo akan menimbulkan akibat hukum berupa dapat disengkatakannya pelaku usaha online tersebut melalui gugatan ke pengadilan ataupun diselesaikan secara non-litigasi untuk meminta ganti kerugian atas praktik bundling yang dilakukan.

Kata Kunci: Aspek Hukum, Bundling, Pelaku Usaha Online

ABSTRACT

This study aims to increase the legal understanding of the community regarding legal arrangements and legality of online business actors in Indonesia and to provide knowledge regarding the legal aspects of bundling practices carried out by online business actors, especially to online business actors and online shop consumers. This normative legal research study is written with a statute approach, a historical approach and a conceptual approach. The results of the study found that regulations related to online business actors in Indonesia are based on two main legal umbrellas, namely the ITE Law and the Consumer Protection Law which regulates the existence of online business actors as providers of electronic transaction systems who are obliged not to carry out business practices that harm consumers. Then related to the legal aspects of bundling practices carried out by online business actors, it must be carried out by referring to the provisions of Article 7, Article 8 and Article 10 of the Consumer Protection Law. The practice of selling bundling that is contrary to the a quo provisions will have legal consequences in the form of disputes between the online business actors through a lawsuit to the court or non-litigation resolution to ask for compensation for the bundling practice carried out

Keywords: Legal Aspects, Bundling, Online Business Actors.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, setiap orang melakukan berbagai tindakan yang bisa menghasilkan suatu pemasukan yang bernilai ekonomis. Salah satu

upaya yang dilakukan ialah melalui suatu transaksi perdagangan. Secara teoritis, perdagangan ialah suatu proses pertukaran jasa dan barang.1 Perdagangan juga dapat diartikan sebagai kegiatan distribusi dam penyebaran barang dengan mekanisme pasar.2 Pada dasarnya, perdagangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan jual beli yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan guna memenuhi kebutuhan hidup.3 Dalam pelaksanaannya terdapat dua aktor pada aktivitas perdagangan yakni produsen dan konsumen. Istilah produsen berasal dari kata producent dalam bahasa Belanda yang berarti penghasil serta producer dalam bahasa Inggris yang berarti penghasil.4 Produsen juga dapat dimaknai sebagai pengusaha yang menghasilkan jasa dan barang. Adapun pemahaman produsen tidak hanya dapat dimaknai sebagai penghasil produk semata namun juga berhubungan erat dengan pengedaran produk hingga sampai pada konsumen.

Dalam perspektif lainnya, konsumen sendiri berasal dari kata consument dalam bahasa Belanda dan consumer dalam Bahasa Inggris.5 Pengertian dari konsumen ialah setiap orang yang menggunakan barang atau pihak yang menjadi pengguna akhir dari produk yang ditawarkan oleh produsen.6 Lebih lanjut, konsumen juga merupakan orang yang memperoleh barang untuk digunakan dan tidak untuk diperjual belikan lagi. Dalam perkembangannya, kemutakhiran teknologi yang membuat akses terhadap informasi dan data tanpa mengenal batas-batas wilayah lagi, memungkinkan munculnya suatu pkonsep transaksi yang dilakukan dar jarak jauh.

Transaksi secara elektronik yang dilakukan antara pelaku usaha dengan konsumen tersebut, lazim disebut dengan istilah online shop. Online shop merupakan proses dimana konsumen dapat melakukan transaksi atas jasa dan barang dengan realtime melalui suatu media perantara yakni internet. Online shop juga dapat dipahami sebagai suatu pembelian jasa atau barang antara produsen dan konsumen tanpa harus bertatap muka langsung.

Kemunculan konsep perdagangan online ini tentu mengubah sebuah paradigma tentang proses transaksi yang terbatas pada suatu tempat tertentu seperti pasar, supermarket atau toko. Pemahaman tentang berbelanja yang harus berpergian ke suatu tempat penjual berubah menjadi aktivitas yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Perbuatan transaksi dalam ruangan maya atau cyber space ini tentu juga menambah geliat perkembangan usaha atau bisnis.

Secara mendasar terdapat beberapa alasan utama yang membuat semakin digemarinya online shop meliputi:7

  • 1 .Tidak membutuhkan biaya operasional lebih tinggi dari toko konvensional

  • 2 .Modal yang dibutuhkan untuk memulai usahanya relatif kecil

  • 3 .Konsumen dapat mencari dan melihat berbagai katalog produk lebih cepat 4.Layanan operasional dapat dilakukan secara 24 jam

  • 5 .Konsumen dapat melihat-lihat beberapa toko online pada waktu yang sama.

  • 6 .Kemudahan dalam proses pembayaran yang dapat dilakukan secara transfer 7.Barang dapat dikirimkan langsung kerumah

  • 8 .Harga barang atau jasa relatif lebih murah.

Disamping itu, keberadaan online shop juga memberikan kemudahan bagi para konsumen untuk dapat memperoleh berbagai barang atau jasa yang dibutuhkan tanpa harus terbatas oleh waktu. Selain berbagai sisi positif yang muncul dari penyelenggaraan online shop, disisi lainnya terdapat praktik yang kerap dilakukan oleh para pelaku usaha online untuk memperoleh keuntungan dan menimbulkan kerugian pada konsumen. Salah satu praktik yang dilakukan oleh pelaku usaha online tersebut ialah bundling. Bundling ialah suatu penjualan dua atau lebih produk terpisah dalam sebuah paket.8 Praktik bundling ini kerap dilakukan oleh beberapa pelaku usaha online ternyata berujung pada dideritanya kerugian oleh konsumen sebagai akibat dari strategi penjualan bundling. Menelaah dalam perspektif perlindungan konsumen, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK) tidak menentukan secara jelas terkait larangan praktik bundling yang dilakukan oleh para pelaku usaha online. Berangkat dari persoalan pengaturan tersebut, penting untuk ditelaah terkait aspek hukum dari praktik bundling online shop dan keterkaitannya pada upaya penjaminan perlindungan konsumen atas barang dan jasa.

Berkaitan dengan penjaminan orisinalitas atas penelitian yang dilakukan, selanjutnya diuraikan dua penelitian terdahulu yang mengangkat tema permsalahan serupa yakni Ni Made Dewi Sukmawati dengan judul “Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Online Shop Terhadap Konsumen Akibat Peredaran Produk Kosmetik Palsu” yang pada pokoknya menganalisa terkait tanggungjawab hukum pelaku usaha online dan perlindungan hukum yang bisa diberikan terhadap konsumen yang dirugikan sebagai akibat peredaran kosmetik palsu.9Selanjutnya, Sulasi Rongiyati melalui judul “Pelindungan Konsumen dalam Transaksi Dagang Melalui Sistem Elektronik” menelaah berkenaan dengan berbagai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada konsumen ketika melakukan transaksi perdagangan secara elektronik.10

Berdasarkan yang diuraikan sebelumnya maka dapat dipahami bahwasannya penelitian yang diangkat oleh penulis memiliki suatu kebaharuan objek. Dalam hal ini belum terdapat penelitian terkait yang melakukan pengkajian secara khusus terkait permasalahan hukum yang muncul dari praktik bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha online. Kemudian penulis memilih judul peneliitian sebagai berikut “Aspek Hukum Praktik Bundling Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha Online Shop.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.Bagaimana pengaturan pelaku usaha online di Indonesia?

  • 2.Bagaimana aspek hukum praktik Bundling yang dilakukan online shop?

  • 1.3 Tujuan Penulisan

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menambah pemahaman hukum dari masyarakat terkait pengaturan hukum dan legalitas pelaku usaha online di Indonesia. Adapun tujuan lain dari dituliskannya jurnal ini ialah untuk memberikan pengetahuan terkait aspek hukum praktik bundling yang diselenggarakan oleh pelaku usaha online khususnya kepada para pelaku usaha online dan konsumen online shop.

  • 2 .Metode Penelitian

Penelitian Aspek Hukum Praktik Bundling Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha Online Shop termasuk sebagai penelitian hukum normatif yang mengkaji permasalahan norma kabur dalam UU PK khususnya berkenaan dengan aspek hukum praktik bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha online shop di Indonesia. Adapun sumber hukum pada penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan sekunder. Pendekatan yang terdapat pada jurnal ini ialah conceptual approach yang menelaah online shop dan praktik bundling secara konseptual dan historical approach yang membedah sejarah dari kemunculan online shop serta praktik bundling. Kemudian statute approach digunakan pula dalam mengkaji berbagai ketentuan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan aspek hukum bundling.11 Teknik pengumpulan bahan hukum didasarkan melalui studi dokumen sedangkan teknik analisis dilakukan melalui analisis kualitatif.

  • 3 .Hasil dan Pembahasan

    3.1.  Pengaturan Pelaku Usaha Online Di Indonesia

Online shop terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Inggris yakni online dan shop yang bilamana diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yakni dalam jaringan internet dan toko. Berangkat dari dua terjemahan kata tersebut maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan online shop ialah toko yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet. Secara teoritis, online shop termasuk kedalam bentuk perdagangan elektronik atau e-commerce.12 Hal ini dikarenakan online shop melakukan kegiatan jual-beli barang atau jasa yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet atau elektronik. Menurut WTO, e-commerce juga mencakup bidang distribusi, pemasaran,produksi, penjualan dan pengiriman jasa maupun barang secara elektronik. 13

Dalam perspektif lainnya, Organization for Economic Cooperation and Development menyatakan bahwa e-commerce adalah transaksi secara elektronik yang didasarkan pada proses serta transmisi data..14 Kemudian Alliance for Global Business mengartikan bahwasannya e-commerce merupakan transaksi nilai yang melibatkan transfer

informasi, jasa, produk atau pembayaran dengan jaringan elektronik sebagai sarana dimana dengan media inilah bisa diberlangsungkannya transaksi bisnis mulai dari pembuatan katalog, pengiklanan, transaksi dan pengiriman barang.15 Ruang lingkup e-commerce terbagi menjadi tiga sisi yaitu transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan antara konsumen dan produsen guna memenuhi suatu kebutuhan tertentu di waktu tertentu (business to consumer); Sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis secara elektronik yang dilakukan dalam kapasitas atau volume produk yang besar dengan berkelanjutan (business to business) dan; transaksi bisnis melalui perangkat sistem elektronik yang diselenggarakan antar konsumen guna memperoleh berbagai hal yang dibutuhkan di waktu tertentu (consumer to consumer).16

Menelaah sejarah perkembangan online shop sendiri tidak dapat dilepaskan dari kelahiran internet yang berhasil dikembangkan pertama kali oleh Departemen of Defense United States melalui proyek Advanced Research Project Network pada tahun 1969.17 Semakin masifnya pemanfaatan internet yang dilakukan dalam berbagai aspek atau bidang kehidupan, mendorong lahirnya berbagai kegiatan promosi secara online pada banner di halaman-halaman website. Keberadaan banner iklan dalam halaman-halaman website inilah yang menjadi cikal bakal kelahiran e-commerce. Praktik online shop pertama kali tercatat pada tahun 1979 yang dilakukan oleh Michael Aldrich dari perusahaan Redifon Computers dengan menyambungkan TV berwarna dengan komputer sehingga mampu memproses transaksi secara realtime melalui sarana kabel telepon.18

Selanjutnya pada tahun 1990, Tim Barners-Lee dengan WWW server pertamanya menyediakan layanan secara komersial yang digunakan sebagai sistem pemesanan online oleh Pizza Hut. Kemudian pada tahun 1995, munculnya situs belanja online Amazon juga memiliki andil besar dalam berkembangnya praktik e-commerce hingga hari ini.19 Menelisik lebih dalam terkait kedudukan e-commerce dalam sistem hukum di Indonesia sebenarnya merupakan subsistem dari hukum perjanjian pada bidang hukum perdata. Beranjak dari kerangka teoritis itu maka asas-asas yang ada dalam suatu perjanjian menjadi berlaku juga pada e-commerce seperti asas konsensual, asas memaksa, asas itikad baik, dan asas pacta sunt servanda. Dasar hukum dari penyelenggaraan online shop di Indonesia adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik j.o UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2018 (UU ITE). Merujuk dalam Pasal 1 angka 6 UU ITE ditentukan terkait definisi dari penyelenggaraan sistem elektronik sebagai

setiap pihak yang memanfaatkan sistem elektronik mencakup orang, badan usaha, penyelenggara negara dan masyarakat”. Kemudian berkaitan dengan yang dimaksud orang dan badan usaha sebagai penyelenggara sistem elektronik ditentukan pula dalam UU ITE Pasal 1 angka 21 j.o angka 22 yakni “orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum j.o Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat dipahami bahwasannya bisnis online yang dijalankan oleh pelaku usaha tertentu merupakan suatu perbuatan hukum yang termasuk dalam transaksi elektronik dimana penyelenggaranya dapat berupa orang, badan usaha, dan/atau masyarakat. Adapun penyebutan secara eksplisit terhadap pelaku usaha online shop sebagai salah satu penyelenggara transaksi elektronik terdapat dalam ketentuan Pasal 9 UU ITE yang menentukan pada pokoknya bahwa pelaku berkewajiban untuk menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen atas produk yang ditawarkan melalui sistem elektronik.

Dalam perspektif perlindungan konsumen, sebagaimana pelaku usaha konvensional memiliki berbagai kewajiban dan hak serta larangan yang diatur oleh hukum positif maka begitu juga dengan pelaku usaha online shop yang mesti mengindahkan berbagai ketentuan-ketentuan tersebut sebagai pelaku usaha. Menelaah dalam Pasal 7 UU PK diatur keseluruhan kewajiban pelaku usaha mencakup:

  • a.    “beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

  • b.    memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan

  • c.    memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif

  • d.    menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

  • e.    memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

  • f.    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

  • g.    memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

Disamping pengaturan kewajiban hukum pelaku Usaha sebagaimana yang diuraikan sebelumnya, nyatanya UU PK juga memuat rumusan Pasal yang menentukan berkenaan dengan beberapa hak-hak pelaku usaha yang dijamin melalui Pasal 6 UU PK yaitu hak untuk membela diri, menerima pembayaran sesuai kesepakatan, memperoleh perlindungan hukum, hak untuk direhabilitasi nama baiknya dan hak-hak lainnya yang diatur dalam undang-undang. Adapun beberapa perbuatan pelaku usaha yang tidak diperkenankan diatur melalui Pasal 8 UU PK yang pada pokoknya meliputi keseluruhan kegiatan memperdagangkan barang atau jasa yang tidak mencantumkan infomrasi atau petunjuk penggunaan barang, tidak memberikan label penjelasan barang, tidak mencantumkan batas waktu penggunaan (kadaluwarsa), adanya perbedaan kondisi antara barang yang diinformasikan dengan yang diberikan, dan tidak memenuhi standar sesuai yang diwajibkan oleh hukum positif.

  • 3.2 Aspek Hukum Praktik Bundling Yang Dilakukan Online Shop Di Indonesia

Bundling dalam pandangan Frans. M. Royan ialah strategi dalam menyatukan dua produk dalam satu lini yang ada dengan harga yang umumnya lebih murah dibandingkan harga sebelumnya.20 Menurut Stremersch, bundling merupakan penjualan dua atau lebih produk terpisah dalam sebuah paket.21 Selanjutnya terkait dengan definisi bundling juga disampaikan oleh Yellen yang menyatakan bahwa bundling ialah bentuk aktivitas penjualan barang melalui suatu paket dengan harga khusus dalam praktek strategi pemasarannya.22 Secara konsep, bundling dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi utama yakni bundling focus yang menitikberatkan pada price dan product bundling serta yang kedua adalah dimensi bundling form yang bisa berbentuk unbundling, pure bundling maupun mixed bundling. Berkaitan dengan konsep bundling tersebut, lebih lanjut Tellis menguraikan sebagai berikut:23

  • 1)  “Price Bundling is the sale of two or more different products in one discounted price

package, or an offer of several products that are not integrated at a lower price level when offered separately, without any integration of the products (not integrated means that the customer can still use one of these products without reducing the function of the product.

  • 2)    Product bundling is an integration and sale of two or more more separate products at a given price. Integration on This product bundling generally provides value added (value added) to the customer. Bigger value increases reservation price for product bundle compared to quantity conditional reservation prices of separate products. Associated with the reservation price that is willing to be paid by each consumers and the perceived value received by consumers, then in doing bundling the company needs to Pay attention to the market segment.

  • 3)    Mixed Bundling is a strategy in which a firm sells both the bundle and all the separate products in the bundle separately.

  • 4)    Pure Bundling is a strategy in which a firm sells only the bundle and not (all) the products separately. Pure bundling is sometimes called tying in the economics and legal literature

  • 5)    Unbundling Unbundling is a strategy in which the company only sells products separately, but not bundles. Usually, because This strategy is the strategy for most companies, the strategy this is called unbundling only when contrasted with strategy bundling.”

Secara teoritis keberhasilan strategi bundling tergantung pada beberapa indikator utama meliputi ketepatan media promosi perusahaan dalam melakukan perencenaan program bundling, kesesuaian antara harga dengan jumlah produk maupun kualitas produk bilamana digabungkan agar tak merugikan konsumen, dan

faktor strategi pemasaran bundling yang mesti menarik.24 Menelaah aspek hukum praktek bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha online di Indonesia tentu mesti diletakkan dalam perspektif hukum perlindungan konsumen. Hal ini dikarenakan salah satu dasar pertimbangan filosofis dari dibentuknya UU PK ialah untuk menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab sehingga kepentingan konsumen akan dapat terlindungi secara integratif dan komprehensif sebagaimana yang tertuang dalam dasar menimbang UU PK.

Berdasar pada kerangka pemikiran tersebut maka praktik bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha haruslah diselenggarakan secara bertanggung jawab dimana ia mesti mengindahkan ketentuan terkait kewajiban-kewajiban dan hal-hal yang dilarang untuk dilakukan menurut UU PK. Terhadap perbuatan pelaku usaha yang menggunakan praktik bundling sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan dengan menyiasati, membohongi atau mengelabui konsumen agar konsumen membeli produk tersebut dapat ditafsirkan telah bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku usaha online yakni untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan serta memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 huruf a j.o huruf b j.o huruf c UU PK.

Selanjutnya, perbuatan itu juga dapat ditafsirkan telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 10 huruf a j.o huruf d UU PK yang menentukan bahwa pada pokoknya pelaku usaha tidak diperkenankan memperdagankan jasa dan/atau barang yang tidak berkesesuaian dengan jaminan, kemanjuran, kondisi dan keistimewaan seperti yang seharusnya dan tidak sesuai dengan perundang-undangan khususnya terkait standar yang disyaratkan. Kemudian berkenaan dengan penyelesaian terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen dapat disengketakan dengan merujuk aturan Pasal 45 UU PK yang memuat pada pokoknya diperkenankannya gugatan diajukan oleh konsumen ke peradilan umum sepanjang upaya non-litigasi telah diupayakan.

  • 4. Kesimpulan

Pengaturan terkait pelaku usaha online di Indonesia ialah didasarkan pada dua payung hukum utama yakni UU ITE dan UU PK yang mengatur keberadaan pelaku usaha online sebagai penyelenggara sistem transaksi elektronik yang berkewajiban untuk tidak menyelenggarakan praktik usaha yang merugikan konsumen. Selanjutnya terkait dengan aspek hukum praktik bundling yang dilakukan oleh pelaku usaha online ialah harus diselenggarakan dengan merujuk ketentuan Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PK. Terhadap praktik penjualan bundling yang bertentangan dengan ketentuan a quo akan menimbulkan akibat hukum berupa dapat disengkatakannya pelaku usaha online tersebut melalui gugatan ke pengadilan ataupun diselesaikan secara non-litigasi untuk meminta ganti kerugian atas praktik bundling yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Dwi Suwiknyo, Bisnis Online Syariah, (Yogyakarta, Trus Media, 2009).

M. Fuad, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006)

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013)

Frans M Royan, Creating Effective Sales Force, (Yogyakarta,Andi Offset, 2004)

JURNAL

Adams, William J. and Janet L. Yellen, “Commodity bundling and the burden of monopoly”, Quarterly Journal of Economics, no 90 (1976)

Atikah, Ika. "Pengaturan Hukum Transaksi Jual Beli Online (E-Commerce) Di Era Teknologi." Journal of Muamalatuna 10, no. 2 (2019).

Farida Hanum. "Bisnis Online Indonesia Menarik Minat Kalangan Muda." Jurnal Bisnis Corporate 4, no. 1 (2019).

Firatmadi, Agung. "Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Persepsi Harga Terhadap Kepuasan Pelanggan Serta Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan." Journal of Business Studies 2, no. 2 (2017).

Gaol, Hariana Dameria Lumban."Aspek Hukum Pemanfaatan Sistem Bundling dalam Pemasaran Produk." Diponegoro Law Journal 5, no. 2 (2016).

Jalari, Muhammad. "Ateseden Masyarakat Surakarta Terhadap Keputusan Pembelian Koran Solopos." Jurnal Education and Economics 2, no. 03 (2019).

Pradana, Mahir. "Klasifikasi Jenis-Jenis Bisnis E-Commerce Di Indonesia." Journal of Neo-Bis 9, no. 2 (2015)

Rayhani. "Legal Protection For Parking Service Users Kapuas Regional Regulation Number 2 Of 2010 Concerning Retribution Of Parking Services At The Edge Of The Public." De Jure Critical Laws Journal 1, no. 1 (2020)

Rongiyati, Sulasi. "Pelindungan Konsumen Dalam Transaksi Dagang Melalui Sistem Elektronik." Jurnal Negara Hukum 10, no. 1 (2019).

Sternersch, Stefan, dan Gerard J Tellis. “Stategic Bundling of product Price : A New Synthesis for Marketing.” Journal of Marketing, (2002)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Jurnal Kertha Wicara Vol.11 No.1 Tahun 2021, hlm. 91-99