PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT KENAIKAN HARGA HAND SANITIZER DI MASA PANDEMI COVID-19

Nyoman Cintya Putri Wikaryuni, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Anak Agung Ketut Sukranatha, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v11.i01.p05

ABSTRAK

Tujuan penulisan karya tulis ini untuk mengidentifikasi dan mengkaji bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen serta untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen dan penanggulangan terkait dengan adanya kenaikan harga penjualan hand sanitizer akibat penimbunan barang yang dilakukan saat pandemi virus Covid-19. Penulisan karya tulis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analisis bahan hukum berupa perundang-undangan (statute approach). Hasil yang dicapai dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaku usaha tertentu yang menaikkan harga penjualan hand sanitizer dengan cara melakukan penimbunan barang tentu tidak sesuai isi dari Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yakni mengesampingkan kewajibannya untuk beritikad baik dalam menjalankan usahanya dan telah melanggar hak-hak yang dimiliki konsumen diantaranya tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga konsumen merasa haknya telah dilanggar karena tidak memperoleh barang dengan harga yang sesuai serta keluhannya tidak didengar atas kenaikan harga hand sanitizer yang menyebabkan harganya sangat tidak terjangkau. Pentingnya penelitian ini dilakukan agar konsumen mengetahui hak-hak yang dimilikinya dan untuk memperoleh kepastian hukum.

Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha, Tanggung Jawab

ABSTRACT

The purpose of writing this paper is to identify and examine forms of legal protection for consumers as well as to find out the responsibilities of business actors to consumers and countermeasures related to the increase in the selling price of hand sanitizers due to stockpiling of goods carried out during the Covid-19 virus pandemic. The writing of this paper uses a normative legal research method with an analytical approach to legal materials in the form of legislation (statute approach). The results achieved from this study indicate that certain business actors who increase the selling price of hand sanitizers by hoarding goods are certainly not in accordance with the contents of Article 7 of the Consumer Protection Act, which excludes the obligation to have good intentions in carrying out their business and have violated the rights of consumers including those stated in Article 4 of the Consumer Protection Act so that consumers feel their rights have been violated because do not get goods at the right price and their complaints are not heard over the increase in the price of hand sanitizers which makes the price very unaffordable. The importance of this research is done so that consumers know their rights and to obtain legal certainty.

Key Words: Consumer Protection, Business Actor, Responsibility

  • 1.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Terjadinya pandemi virus corona atau lebih dikenal dengan Covid-19 di banyak negara mengakibatkan banyaknya kerugian pada berbagai sektor. Di berbagai negara termasuk Indonesia juga terdampak dengan adanya pandemi ini, sehingga pemerintah Indonesia melakukan banyak langkah untuk menghambat peningkatan kasus tersebut di Indonesia agar semakin berkurang dan mencegah penyebaran virus Covid-19. Jumlah orang yang menderita virus Covid-19 di Indonesia semakin meningkat, sehingga untuk mengurangi bertambahnya kasus serta penyebaran virus Covid-19 yang mudah menular ini pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan penyebaran dan mencegah virus tersebut. Langkah awal yang dilakukan pemerintah Indonesia yaitu dengan mulai menerapkan social distancing (jaga jarak sosial) yang bertujuan untuk menghindari diri dari kerumunan, selanjutnya disebut physical distancing (pembatasan fisik). Upaya awal penanggulangan agar semakin berkurangnya penyebaran virus Covid-19 dan sebagai upaya menekan jumlah kasus positif dengan menerapkan social distancing juga memiliki dampak pada masyarakat.

Tidak seluruh masyarakat dapat tetap memiliki penghasilan dan memperoleh pekerjaan meskipun berada di rumah, tidak sedikit pula masyarakat yang tidak dapat berdiam di rumah agar terpenuhi kebutuhan hidupnya sehingga pemerintah Indonesia menghimbau masyarakat yang memiliki kepentingan yang mengharuskan bepergian agar selalu memakai masker dan tidak lupa membawa cairan pembersih tangan (hand sanitizer). Melemahnya perekonomian di Indonesia yang diakibatkan oleh penurunan pendapatan yang tentunya hal ini menyebabkan banyaknya karyawan yang kehilangan pekerjaannya, menurunnya pendapatan masyarakat yang bekerja pada berbagai sektor salah satunya sektor transportasi seperti supir angkutan umum maupun ojek online menjadi sepi penumpang dikarenakan karyawan mulai bekerja dari rumah (work from home) merasa terbebani harus membeli masker dan menyediakan hand sanitizer yang kini kian melambung tinggi harganya. Sebelum konsumen membeli suatu barang, konsumen akan lebih dahulu memperhatikan hal yang paling penting yakni harga.1 Harga sebagai nilai tukar untuk memperoleh suatu barang harus dibayar oleh konsumen pada saat memiliki keinginan untuk mendapatkan suatu barang tersebut yang dijual oleh pelaku usaha.2

Terdapat banyak usaha yang kini mengalami penurunan pendapatan bahkan kebangkrutan, dan tidak sedikit pula terdapat oknum-oknum yang merugikan konsumen dengan memanfaatkan keadaan seperti sekarang ini untuk menjual barang dengan cara melakukan penimbunan sehingga terjadinya kelangkaan barang di pasaran lalu menaikkan harganya. Kemudian harga dari penjualan barang tersebut melambung tinggi. Seperti yang pada awalnya harga penjualan hand sanitizer dapat dikatakan terjangkau stabil atau normal kini terjadi lonjakan harga dikarenakan kebutuhan akan barang tersebut yang semakin besar sama seperti kebutuhan akan

masker medis yang menyebabkan barang tersebut menjadi langka di pasaran. Karena terjadinya kelangkaan hand sanitizer, maka mengakibatkan kebutuhan akan hand sanitizer semakin meningkat inilah yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga secara drastis. Hand sanitizer merupakan cairan pilihan yang sebagai pembersih tangan alternatif, dapat mengurangi infeksi atau bakteri pada tangan serta mampu membunuh dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lebih baik daripada sabun pembersih dan air.3 Dikarenakan hand sanitizer dianggap sama pentingnya seperti masker di masa pandemi ini maka harganya pun ikut mengalami kenaikan. Hal ini keresahan bagi masyarakat yang membutuhkannya karena adanya kelangkaan stok hand sanitizer di pasaran. Hand sanitizer yang biasanya dibanderol dengan harga rata-rata Rp10.000,00 per100ml, kini harganya melambung melonjak hingga berkali-kali lipat.4 Terjadinya peningkatan permintaan akan suatu barang setiap harinya kemudian harga suatu barang tersebut di pasaran menjadi melambung tinggi, hal inilah penyebab dari melonjaknya harga penjualan hand sanitizer sehingga banyak pelaku usaha nakal turut melakukan kecurangan dengan memanfaatkan kelengahan masyarakat yang terlanjur mengalami panic buying guna memperoleh barang yang dibutuhkan, dalam hal ini hand sanitizer karena kelangkaan barang tersebut.

Pemerintah Indonesia menganjurkan masyarakat yang memiliki kepentingan untuk keluar rumah agar terus menerapkan 5M khususnya dalam hal ini yaitu mencuci tangan, salah satunya dapat pula menggunakan pembersih tangan alternatif. Tentunya dengan adanya kebijakan tersebut masyarakat yang bepergian wajib memiliki persediaan masker dan tentunya hand sanitizer sebagai perlindungan keamanan diri sendiri jika tidak tersedianya tempat untuk mencuci tangan. Selama dalam situasi pandemi, biasanya konsumen mengalami kesulitan dalam membeli suatu barang karena adanya kelangkaan barang akibat panic buying atau pelaku usaha menimbun barang dan menaikkan harga demi meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dengan adanya kelangkaan barang tersebut mengakibatkan harga barang menjadi naik secara berlebihan. Tidak sedikit masyarakat yang merasa terbebani dengan himbauan tersebut di tengah situasi pandemi ini, dikarenakan tidak mudah untuk memperoleh penghasilan. Masyarakat yang mengeluhkan bahwa hak-haknya sebagai konsumen dilanggar maka harus didengar, baik oleh pelaku usaha ataupun negara. Ketika masyarakat semakin waspada dan mengantisipasi agar dirinya terhindar dari virus tersebut serta dihimbau untuk tidak bepergian atau keluar rumah, akibatnya masyarakat membeli kebutuhan yang cenderung banyak dan berlebihan untuk memenuhi kebutuhan hal inilah juga yang menyebabkan terjadinya kelangkaan barang.

Mengenai upaya preventif untuk mengatasi Covid-19 yang dilakukan masyarakat salah satunya dengan cara selalu membawa hand sanitizer pada saat berpergian nyatanya belum tercapai dengan baik dikarenakan adanya kenaikan harga hand sanitizer yang semakin meningkat dari harga semula. Kebutuhan masyarakat akan hand sanitizer mengakibatkan barang tersebut menjadi langka dan sulit untuk ditemukan khususnya menjelang dimulainya kemunculan kasus Covid-19 di

Indonesia. Meningkatnya kebutuhan akan barang tersebut tentunya mengakibatkan terjadinya kelangkaan yang dapat dikatakan cukup besar. Kebutuhan masyarakat akan hand sanitizer karena adanya himbauan untuk selalu mencuci tangan, tetapi karena persediaan tempat mencuci tangan yang masih minim atau sedikit dan tentunya bertujuan untuk tidak mengakibatkan kerumunan orang yang mengantre untuk mencuci tangan maka hand sanitizer dijadikan sebagai alternatif lain yang dapat digunakan saat bepergian keluar rumah.

Pada awal mula merebaknya kasus Covid-19, masyarakat dikagetkan dengan melonjaknya harga masker dan hand sanitizer yang digunakan sebagai alat pencegahan penyebaran virus Covid-19. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan jual beli untuk barang-barang tertentu yang digunakan sebagai alat untuk menangkal kemungkinan tertular virus ini, muncul dalam jumlah yang cukup tinggi. Selain kebutuhan pokok, kebutuhan akan masker dan hand sanitizer juga merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dan paling dicari di tengah situasi genting seperti sekarang. Keberadaan barang-barang tersebut mulai langka diiringi dengan melonjaknya harga barang tersebut dikarenakan mulai sulit untuk ditemukan di toko-toko, khususnya saat virus Covid-19 sudah mulai menyebar di Indonesia.

Sebelumnya terdapat dua penelitian yang membahas dan memiliki keterkaitan mengenai kenaikan harga serta penimbunan barang. Penelitian pertama membahas mengenai kenaikan harga dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Melonjaknya Harga Masker Akibat Virus Covid-19” yang ditulis oleh Ni Putu Icha Putri Andika, penelitian ini berkhusus pada perlindungan hukum dan tanggung jawab pelaku usaha.5 Selanjutnya penelitian kedua berjudul “Penimbunan Produk Masker Jenis N95 Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha di Indonesia” yang ditulis oleh Amira Jasmine, penelitian ini lebih menekankan pada penimbunan barang yang difokuskan pada pengaturan dan sanksi hukum bagi pelaku usaha yang melakukan penimbunan ditinjau berdasarkan hukum persaingan usaha.6 Dari kedua penelitian tersebut, dalam penulisan penelitian ini lebih difokuskan kepada penimbunan barang yang dilakukan oleh oknum pelaku usaha kemudian terjadinya kenaikan harga barang di pasaran yang menyebabkan perlindungan hukum terhadap konsumen merasa dikesampingkan serta objek yang dibahas yakni meliputi hand sanitizer.

Kenaikan harga hand sanitizer tidak hanya dirasakan di toko-toko saja melainkan di online shop ada pelaku usaha yang menawarkannya dengan harga yang tidak terhitung masuk akal yakni puluhan hingga ratusan ribu rupiah. Seperti yang terlihat di online shop, harga hand sanitizer meningkat dari harga normal biasanya.7 Tetapi tidak ditemukan pengaturan terkait perlindungan hukum terhadap konsumen agar diperolehnya barang yang benar-benar diperlukan untuk mencegah virus tersebut sesuai dengan standar harga normal begitu pula dalam hal penimbunan barang sehingga dirasa terjadinya kekosongan norma pada UUPK. Dalam uraian latar belakang tersebut, penulis memiliki ketertarikan untuk menulis sebuah karya ilmiah

yang diberi judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Adanya Kenaikan Harga Hand Sanitizer Di Masa Pandemi Covid-19”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen akibat adanya

kenaikan harga hand sanitizer di masa pandemi Covid-19?

  • 2.    Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha dan penanggulangan dengan adanya kenaikan harga hand sanitizer akibat penimbunan barang yang dilakukan saat pandemi Covid-19?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tentu memiliki suatu keterlibatan guna memberikan suatu manfaat dalam menentukan hasil yang akan diperoleh dan tentunya tujuan dari penulisan karya tulis ini agar pembaca dapat mengetahui bagaimana perlindungan hukum ketika konsumen merasa dirugikan. Adapun tujuan lainnya yakni untuk mengkaji dan menganalisis mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dan mampu memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai perlindungan hukum terkait adanya kenaikan harga hand sanitizer akibat adanya pandemi Covid-19 serta dapat memberikan pemahaman mengenai tanggung jawab pelaku usaha dan penanggulangan akibat penimbunan barang yang mengakibatkan melonjaknya harga hand sanitizer tentu tidak menyimpang dari rumusan masalah yang telah dipaparkan.

  • 2.    Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan (statute approach) sebagai bahan hukum primer. Statute approach ialah pendekatan undang-undang yang diselesaikan dengan menyelidiki, menganalisis serta membedah undang-undang maupun pedoman yang diidentifikasi terkait isu hukum atau masalah yang ditangani.8 Penelitian hukum normatif merupakan suatu metode yang digunakan dengan menyelidiki, memeriksa, dan mengkaji bahan pustaka dari berbagai aspek yakni seperti teori-teori hukum dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dikaji. Penelitian ini mengkaji dari peraturan perundang-undangan terkait yakni UUPK, UU Perdagangan, dan peraturan lainnya yang tentunya berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji. Namun pada UUPK tidak ditemukannya aturan yang membahas terkait kenaikan harga yang disebabkan oleh penimbunan barang sehingga dirasa terjadinya kekosongan norma.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1  Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Adanya Kenaikan Harga

Hand Sanitizer di Masa Pandemi Covid-19

Adapun perlindungan terhadap konsumen dipandang terasa sangat berguna dan penting, mengingat saat ini ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi yang kini semakin berkembang. Dengan lahirnya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yakni sebagai dasar hukum utama tentu memberikan suatu

harapan terhadap konsumen untuk memperoleh keamanan yang sah dengan adanya perlindungan dan juga jaminan kepastian hukum atas hak-hak istimewa mereka serta mengatasi kerugian akan apa yang dibeli oleh konsumen. Pengertian Perlindungan Konsumen sebagaimana yang telah diuraikan dalam Pasal 1 angka (1) UUPK yakni “segala upaya yang menjamin kepastian hukum untuk memberikan jaminan perlindungan yang ditujukan kepada para konsumen”.9 Hukum perlindungan konsumen tentunya memiliki tujuan, tidak diragukan lagi memiliki alasan secara langsung yaitu guna meningkatkan martabat serta kesadaran yang ditujukan kepada konsumen akan apa yang menjadi hak-haknya. Di samping itu, tujuan tidak langsungnya yakni membantu memberdayakan produsen dengan mendorongnya melakukan kegiatan usaha dengan rasa penuh tanggung jawab.10 Konsumen yang termasuk dalam bagian dari masyarakat Indonesia sudah sangat jelas memiliki hak-hak istimewa yang harus dilindungi.11 Masyarakat selaku konsumen dalam hal perlindungan konsumen memiliki hak-hak tertentu yang bertujuan agar haknya itu tidak dilanggar atau dikesampingkan oleh siapapun termasuk oleh para pelaku usaha.

Akibat yang timbul dari meningkatnya kasus penyebaran virus ini di Indonesia berdampak juga terhadap perlindungan konsumen. Hal ini terjadi pada awal mula diberlakukannya karantina wilayah dikarenakan konsumen merasa khawatir akan ketersediaan barang-barang tersebut akibat adanya pembatasan aktivitas yang menghimbau masyarakat agar tetap tinggal di rumah, sebagai upaya pencegahan guna memutus penyebaran virus semakin merambat. Akibat timbulnya rasa kekhawatiran, maka konsumen membeli barang-barang tersebut walaupun disajikan dengan harga yang tinggi dan benar-benar tidak sewajarnya. Terjadinya panic buying di pasaran menyebabkan harga barang tersebut melonjak drastis salah satunya pada hand sanitizer. Hal tersebut tentunya dianggap tidak sesuai dengan perlindungan konsumen dikarenakan memanfaatkan kebutuhan konsumen dengan mengambil keuntungan secara ekstrim atau berlebihan. Perilaku mengambil keuntungan sendiri secara berlebihan di tengah situasi pandemi dengan cara melakukan penimbunan barang dengan tujuan mengambil keuntungan sebesar-besarnya melewati batas kewajaran tentunya tidak hanya melanggar hukum yang ada, namun termasuk mengabaikan etika atau moral bisnis juga.

Merujuk pada Pasal 2 UUPK menjelaskan mengenai lima asas perlindungan konsumen, yakni “perlindungan konsumen berasaskan: manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, dan kepastian hukum”. Disampaikan bahwa asas yang paling sering dibahas yakni mengenai keadilan, yang dimana sangat jelas bahwa setiap masyarakat dimaksudkan memiliki pilihan untuk mengambil bagian atau turut berpartisipasi, diwujudkan dan diakui tanpa batasan serta diberikan kesempatan bagi konsumen serta pelaku usaha untuk mendapat hak mereka masing-masing dan melaksanakan kewajiban mereka dengan baik dan adil. Pada asas selanjutnya yakni keseimbangan dikatakan bahwa diperlukannya keseimbangan yang terjalin antara kepentingan kedua belah pihak terkait maupun

Pemerintah dalam artian materiil dan spirituil.12 Sedangkan yang dimaksud dengan asas manfaat yakni guna mengamanatkan bahwa segala sesuatu menyangkut perlindungan bagi konsumen harus mengupayakan memberi keuntungan atau manfaat kepada kepentingan kedua belah pihak terkait. Lalu dalam asas keamanan dan keselamatan konsumen dijelaskan agar memberi suatu jaminan kepada konsumen terkait keamanan dan keselamatan dalam menggunakan barang/jasa. Kemudian asas yang terakhir, kepastian hukum yang dimana ditujukan untuk pelaku usaha ataupun konsumen diharapkan mematuhi segala aturan hukum serta mendapatkan keadilan yang merata bagi konsumen dalam mengimplementasikan jaminan perlindungannya dan negara turut menjamin kepastian hukumnya tersebut.13

Namun dalam hal ini, belum diterapkannya asas keadilan dan asas keseimbangan. Tidak ditemukannya keadilan yang seharusnya diperoleh oleh konsumen yaitu untuk mendapatkan hand sanitizer dengan harga sewajarnya, yang pada kenyataannya harganya mengalami kenaikan yang sangat tinggi sehingga tidak seluruh konsumen mampu untuk membeli dengan harga yang tidak terjangkau dan konsumen kurang mampu merasa terbebani dengan adanya kenaikan harga tersebut. Kemudian perihal asas keseimbangan antara konsumen dengan pelaku usaha juga belum dirasakan oleh konsumen, karena konsumen merasa bahwa hanya pelaku usaha yang diuntungkan sedangkan konsumen dirugikan dan merasa kedudukan maupun kepentingannya dikesampingkan. Dalam hal ini masyarakat yang menggunakan hand sanitizer tentunya berhak memperoleh perlindungannya juga atas hak-hak konsumen yang dimilikinya. John F. Kennedy menguraikan hak konsumen terdiri dari empat macam yang harus dijamin yakni: “Hak memperoleh keamanan (the right to safety); Hak memilih (the right to choose); Hak mendapat informasi (the right to be informed); Hak didengar (the right to be heard).”14

Dengan dibentuknya UUPK menetapkan hak-hak istimewa bagi para konsumen, bertujuan supaya hak istimewa itu tidak dilanggar dan dikesampingkan oleh para pelaku usaha tertentu. Terdapat pula hak dasar konsumen yang tercantum pada Pasal 4 UUPK yang menyebutkan: “a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.”15

Merujuk pada isi Pasal 7 UUPK terdapat penjelasan terkait kewajiban pelaku usaha yang harus dipenuhi, dijelaskan bahwa “pelaku usaha memiliki kewajiban agar beritikad baik dalam menjalankan usahanya”. Namun dalam pelaksanaannya pada situasi pandemi Covid-19 terdapat oknum pelaku usaha tertentu yang tidak menerapkan isi dari pasal tersebut dan dengan sengaja melakukan penimbunan barang serta menjualnya dengan harga tinggi. Tentunya ini sangat bertentangan dengan isi dari pasal tersebut, tetapi tidak terdapat sanksi yang mengatur pada UUPK untuk membuat efek jera bagi oknum pelaku usaha yang melanggar dan melakukan kegiatan bertentangan dari isi Pasal 7 UUPK.

Melonjaknya harga barang di masa pandemi Covid-19 seperti salah satunya hand sanitizer dapat dikatakan sebagai lemahnya perlindungan konsumen, hal inilah yang mengakibatkan beberapa masyarakat mengalami panic buying pada masa pandemi seperti sekarang ini. Perihal masyarakat yang dimana sebagai konsumen merasa mengalami kerugian dapat melaporkan pelaku usaha yang menjual barang seperti salah satunya hand sanitizer dengan menaikkan harga menjadi tidak terjangkau, laporan pengaduan mengenai hal tersebut dapat dilakukan ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) karena telah melanggar etika bisnis dan hukum. Laporan pengaduan masyarakat yang nantinya dapat dijadikan sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah atau kementerian terkait (Kemendag) oleh BPKN. Manfaat dari sebagian aspek ketentuan hukum sebagai penegakan hukum terkait jaminan perlindungan bagi konsumen adalah dengan memberi kenyamanan untuk para konsumen, dikarenakan dengan diterapkannya penegakan hukum guna memberikan perlindungan bagi konsumen tersebut, akibatnya berdampak hukum pula bagi pelaku usaha sehingga semakin berwaspada berkenaan dengan akibat hukum yang ada.16 Masyarakat digolongkan sebagai subjek konsumen tentu sepatutnya memperoleh perlindungan hukum terkait ketersediaan barang seperti masker dan hand sanitizer. Merujuk pada UUPK memang tidak mengatur masalah penyalahgunaan penimbunan barang. Namun, ketentuan lain mengenai batasan untuk menyimpan suatu barang guna menindak penimbunan yakni UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) serta UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Persaingan Usaha).

Berdasarkan Pasal 107 UU Perdagangan, larangan yang diidentifikasi terkait penimbunan atau menyimpan barang baik itu barang pokok maupun barang penting dalam jumlah maupun waktu tertentu.17 Lain hal dalam UU Persaingan Usaha, penimbunan hand sanitizer dapat dikatakan berhubungan dengan praktik monopoli dan penentuan harga yang bisa dikatakan melewati batas kewajaran. Dalam hal seperti ini dapat menunjukkan bahwa penimbunan hand sanitizer oleh pelaku usaha yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri ini menuai permasalahan yang dapat dikategorikan sebagai permasalahan yang serius, karena bukan hanya kebutuhan beberapa orang tetapi juga kebutuhan seluruh masyarakat. Jika ditinjau menurut Pasal 107 ini, para oknum pelaku usaha yang melakukan kegiatan bertentangan seperti menyimpan barang dalam waktu tertentu yang dapat diartikan sebagai penimbunan barang lalu menaikkan harga sehinga terjadinya gejolak harga “dipidana penjara yang ditentukan hukuman paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp50 miliar”. Masker maupun hand sanitizer memang tidak masuk kategori barang pokok

dan juga barang penting yang diatur dalam UU Perdagangan. Maka dari itu, akan sulit apabila para pelaku usaha yang menimbun barang untuk dijerat UU Perdagangan tersebut.

Dalam hal penimbunan hand sanitizer oleh para pelaku usaha yang kemudian berdampak pada kelangkaan barang atau sulitnya menemukan ketersediaan barang tersebut serta harganya yang kian melambung tinggi, terkait permasalahan oknum pelaku usaha yang melakukan kegiatan penimbunan hand sanitizer ini tentu perlunya dikaji lebih lanjut berdasarkan pada UUPK untuk menjerat para oknum pelaku usaha yang mengakibatkan kegagalan tersedianya hand sanitizer tersebut sehingga menjadi langka di pasaran. Terkait Pasal 45 ayat (1) UUPK yakni menjelaskan “setiap konsumen yang merasa dirugikan bisa menggugat pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa permasalahan antara pihak terkait melalui lembaga yang berwenang”.18 Konsumen yang merasa haknya dirampas serta merasa mengalami kerugian dapat melakukan pengaduan dan memprosesnya secara hukum.

  • 3.2  Tanggung Jawab Pelaku Usaha dan Penanggulangan Dengan Adanya

Kenaikan Harga Hand Sanitizer Akibat Penimbunan Barang Yang Dilakukan Saat Pandemi Covid-19

Pelaku usaha jika melakukan perbuatan yang menyimpang harus menanggung akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, dan tentunya menjadi tanggung jawabnya atas perbuatan yang diperbuat hingga mengakibatkan konsumen merasa dirugikan. Tanggung jawab jika ditelaah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah suatu kewajiban tanggungan beban menanggung suatu hal apabila didapati hal yang dapat diperkarakan maupun dituntut.19 Tanggungjawab ialah suatu kewajiban bagi siapa pun untuk menanggung setiap hasil dari kegiatan atau perbuatan yang telah dilakukannya baik disengaja atau tidak disengaja.20 Tanggungjawab yang ada dalam bidang hukum atau Legal Responsibility diharapkan berkaitan dengan ketentuan dalam ranah hukum.21 Tanggung jawab yang harus dipenuhi para pelaku usaha telah diatur dalam UUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Dasar hukum terkait tanggung jawab pelaku usaha selain UU Perlindungan Konsumen (UUPK) yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat menjadi KUHPer). Dalam KUHPer, terkait dengan tanggung jawab para pelaku usaha diuraikan dengan jelas dalam Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367.

Secara  komprehensif,  “prinsip-prinsip  tanggung jawab dalam hukum

perlindungan konsumen dibedakan menjadi lima yakni sebagai berikut:

  • 1.  Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault);

  • 2.  Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab (presumption of liability

principle);

  • 3.    Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non liability);

  • 4.  Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability); dan

  • 5.    Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).”22

Dalam melakukan kegiatan untuk usahanya, pelaku usaha tidak semata-mata diberatkan dengan adanya hak beserta kewajiban belaka melainkan pelaku usaha memiliki suatu kewajiban dalam hal menawarkan, mengedarkan, dan memperdagangkan barangnya maupun jasanya harus dikerjakan dengan cara yang benar. Perbuatan pelaku usaha yang dilarang berdasarkan UUPK terdapat pada BAB IV yaitu dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Dengan lahirnya UUPK yang dimana memiliki tujuan guna memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen serta dibuat untuk para pelaku usaha hendaknya menjalankan usahanya dengan benar, jujur, dan juga dengan penuh tanggung jawab.

Masyarakat yang memiliki keinginan untuk membeli sesuatu dikenal dengan sebutan konsumen kerap tidak tahu ataupun sadar mengenai hak istimewa mereka karena sering kali konsumen mudah tertipu oleh penjual yang sering menipu dalam memasarkan barang-barang mereka.23 UUPK telah mengatur mengenai hak yang dimiliki konsumen tetapi masih terdapat pelaku usaha yang tidak memedulikan hak tersebut. Berdasarkan pada Pasal 4 UUPK mengenai memperoleh barang sesuai nilai tukar serta pendapat dan keluhan konsumen, berkaitan pula dengan Pasal 7 UUPK yang dimana dalam UUPK secara tegas telah diatur ketentuan mengenai kewajiban pelaku usaha salah satunya perihal pemberian informasi kepada konsumen yang pada intinya pelaku usaha wajib “memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.24 Merujuk pada Pasal 4 huruf b UUPK, sangat jelas bertentangan tidak sesuainya nilai tukar agar dapat membeli barang yang dibutuhkan, serta pada huruf d, konsumen merasa pendapat maupun keluhannya tidak didengar atas adanya kenaikan harga hand sanitizer yang mengakibatkan harganya menjadi sangat tidak terjangkau sehingga konsumen merasa haknya telah dilanggar karena tidak adanya tindakan lebih lanjut yang diharapkan adanya penurunan harga hand sanitizer. Akibat dari kenaikan harga yang terlalu mahal ini menyebabkan tidak seluruh masyarakat mampu untuk membeli hand sanitizer.

Pelaku usaha seharusnya mengerti bahwa melakukan penaikkan harga bukan merupakan strategi yang baik untuk kepercayaan konsumen.25 Adanya kenaikan harga hand sanitizer akibat penimbunan barang, lalu hal ini mengakibatkan hak konsumen merasa terancam. Sangat jelas tercantum pada Pasal 7 UUPK salah satunya pelaku

usaha mempunyai suatu kewajiban yakni memberikan informasi yang sebenarnya ditujukan pada konsumen mengenai peningkatan harga hand sanitizer, yang dimana seharusnya kenaikan harga dari barang tersebut tidak terlalu melambung tinggi di masa sulit ini. Berkenaan dengan hal tersebut tentunya sangat jelas kepentingan milik pihak konsumen dirugikan, dirasakan langsung atau secara tidak langsung. Banyak konsumen yang memerlukan barang tersebut dan tentunya hal ini mengakibatkan konsumen mengeluh akibat adanya kenaikan harga yang cenderung mahal. Tetapi keluhan dari konsumen tidak membawa perubahan apa-apa. Selanjutnya konsumen berhak mendapat perlakuan jujur juga tidak diperoleh oleh konsumen karena ulah dari oknum pelaku usaha yang melakukan penimbunan barang sehingga terjadinya kelangkaan barang, hal ini sangat jelas perbuatan curang guna memperoleh keuntungan atau manfaat besar. Dalam pertanggungjawaban pelaku usaha yang melakukan penimbunan barang belum diatur dengan jelas atau masih dalam area keabu-abuan. Dalam UUPK dan KUHPer hanya mengatur bagaimana tanggung jawab pelaku usaha secara umum, sedangkan dalam tindakan penimbunan barang ini sudah jelas merupakan perbuatan yang merugikan pihak konsumen. Oleh karna itu, pelaku usaha yang melakukan penimbunan barang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara materiil.

Berbagai pihak termasuk pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanggulangan yaitu diantaranya membentuk Peraturan Pemerintah dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) agar terjaminnya ketersediaan hand sanitizer di Indonesia dan tidak terulang kejadian penimbunan barang yang dilakukan oleh pelaku usaha tertentu yang berbuat curang membawa dampak persediaan hand sanitizer di pasaran menjadi sangat sulit diperoleh. Hal seperti inilah yang menjadi penyebab harga hand sanitizer menjadi melambung tinggi. Penanggulangannya meliputi menjaga stabilitas harga barang, diberlakukannya sanksi yang tegas guna membuat efek jera untuk oknum pelaku usaha agar tidak mengulangi perbuatan curangnya tersebut, dan tentunya agar pelaku usaha lainnya takut untuk melakukan perbuatan yang sama serta melakukan pengawasan lebih lanjut oleh Pemerintah yang berwenang seperti Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memantau persediaan dan menghimbau para pelaku usaha agar tidak mengekspor hand sanitizer tersebut, menaikkan harga maupun melakukan penimbunan. Mengenai ketentuan tersebut telah diatur oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui peraturan yang dikeluarkannya yaitu Permendag No. 23 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker.

Dalam Pasal 2 Permendag tersebut, Kemendag telah menghimbau para pelaku usaha agar tidak mengekspor Antiseptik (hand sanitizer), menaikkan harga atau menimbun barang tersebut guna mengantisipasi kelangkaan barang yang dapat mengakibatkan ketersediaan semakin menipis dan hal tersebut menyebabkan terjadinya harga dari barang tersebut melonjak. Apabila ada pelaku usaha yang melanggar aturan dan tidak menerapkan himbauan tersebut, pemerintah akan memberikan sanksi administrasi yang dimulai dengan sanksi peringatan hingga pencabutan izin usaha. Pemerintah juga memberlakukan pembatasan pembelian hand sanitizer serta menjaga agar supply dan demand tetap terjaga. Hal ini dilakukan agar masyarakat selaku konsumen membeli barang-barang tersebut secara wajar sesuai dengan kebutuhan dan tidak panik yang mengakibatkan panic buying. Adapun pada Pasal 30 ayat (1) UUPK telah memberikan penjelasan terkait pengawasan, yang dimana dalam pengawasan tersebut diselenggarakan baik itu oleh pemerintah terkait, kendati demikian masyarakatpun turut serta bersama lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat untuk mengawasi penyelenggaraannya dan juga penerapan peraturan perundang-undangan tersebut.26

  • 4.  Kesimpulan

Terkait perlindungan hukum terhadap konsumen akibat adanya kenaikan harga hand sanitizer di masa pandemi Covid-19 dirasa kurang sesuai dengan ketentuan terkait hingga saat ini. Konsumen mempunyai hak istimewa tentunya tidak boleh dilanggar maupun dikesampingkan oleh siapapun. Pada Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dalam menjalankan usahanya, tetapi pelaksanaannya sebaliknya, masih ditemukan yang tidak menerapkan isi dari pasal tersebut dengan melakukan penimbunan barang lalu menjualnya dengan harga yang tinggi. Serta dalam Pasal 4 huruf b dan d UUPK, konsumen merasa bahwa tidak ditemukan kesesuaian nilai tukar untuk mendapat barang, dan “pendapat” ataupun “keluhannya” tidak didengar atas adanya kenaikan harga hand sanitizer yang mengakibatkan harganya menjadi tidak terjangkau sehingga konsumen merasa haknya telah dilanggar karena tidak adanya penurunan harga hand sanitizer. Pentingnya menegakkan perlindungan hukum agar tidak ada lagi konsumen yang merasa haknya dirampas, tetapi jika dilihat pada UUPK tidak ditemukannya sanksi yang mengatur mengenai penimbunan tersebut sehingga tidak dapat membuat efek jera bagi oknum pelaku usaha yang melanggar isi dari Pasal 7 serta Pasal 4 huruf b dan d UUPK. Mengenai tanggung jawab pelaku usaha, konsumen berhak untuk diperlakukan secara jujur tetapi dalam hal ini oknum pelaku usaha tidak menerapkannya juga. Lalu mengenai penanggulangannya yaitu dengan melakukan pengawasan lebih lanjut oleh Pemerintah yang berwenang yakni Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memantau persediaan dan menghimbau para pelaku usaha agar tidak mengekspor Antiseptik (hand sanitizer). Dengan disarankannya kepada pihak yang terkait yakni seperti konsumen yang merasa haknya dikesampingkan dan juga dirugikan dapat melaporkan pelaku usaha, laporan pengaduan dapat dilakukan ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) agar tidak terulang kembali masalah yang diakibatkan ulah oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan di balik penderitaan orang lain. Dengan dilaporkannya pihak terkait yang berbuat curang seperti penimbunan barang ini diharapkan tidak ada lagi yang merasa terbebani dengan harga yang tidak sesuai dan mampu membeli suatu barang yang dibutuhkan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Dewi, Eli Wuria. Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2015).

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011).

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2014).

Rosmawati. Pokok-pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Pertama, (Depok, Prenadamedia Group, 2018).

JURNAL

Andika, Ni Putu Icha Putri, and I. Made Dedy Priyanto. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Melonjaknya Harga Masker Akibat Virus Covid-19." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 4, (2021).

Anggarani, Cornelia Dewi, and Mariske Myeke Tampi. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Harga Masker Yang Melonjak Tinggi Disaat Pandemi Covid-19 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Hukum Adigama, Vol. 3, No. 2, (2021).

AM, Daniel Alexander Soebroto, and Ida Bagus Putu Sutama. "Tanggung Jawab Perusahaan Vapor Juice Inc Bali Terhadap Konsumen Pembeli Rokok Elektrik Jika Terjadi Ledakan Rokok Elektrik." Kertha Semaya 5, No. 05, (2017).

Asngad, Aminah, and Nopitasari Nopitasari. "Kualitas Gel Pembersih Tangan (Handsanitizer) dari Ekstrak Batang Pisang dengan Penambahan Alkohol,

Triklosan dan Gliserin yang Berbeda Dosisnya." Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, Vol. 4, No. 2, (2018).

Dewi, Rai Agustina, and I. Nyoman Suyatna. "Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Online." Journal Kertha Semaya 4, No. 2, (2016).

Dwisana, I. Made Arya, and I. Wayan Wiryawan. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Produk Yang Memiliki Nilai Nominal Berbeda Dengan Harga Pada Display Rak." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 1, (2017).

Jasmine, Amira, and I. Ketut Westra. "Penimbunan Produk Masker Jenis N95 Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha di Indonesia." Kertha Desa 9, No. 3 (2021).

Kartika, I. Made Surya, and AA Sagung Wiratni Darmadi. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Periklanan dalam Memberikan Informasi yang Lengkap dan Benar." Jurnal Kertha Semaya 3, No. 04, (2016).

Maharani, AA Sagung Agung Sintia, and I. Ketut Markeling. "Akibat Hukum Terhadap Perbedaan Harga Barang Pada Label (Price Tag) Dan Harga Kasir." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 5, (2018).

Mansyur, Ali, and Irsan Rahman. "Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Produksi Nasional." Jurnal Pembaharuan Hukum 2, No. 1, (2016).

Nareswari, Ni Putu Dinar, and Ida Ayu Sukihana. "Perlindungan Hukum terhadap Konsumen atas Penjualan Hand Sanitizer yang Dikemas Ulang Tanpa Izin Edar." Jurnal Kertha Negara, Vol. 9, No. 4, (2021).

Nurmahayani, Ni Made Dwi, and I. Ketut Keneng. "Bentuk Pengawasan Lembaga Perlindungan  Konsumen  Swadaya  Masyarakat  dalam  Memberikan

Perlindungan Terhadap Konsumen." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4, No. 3, (2016).

Pratiwiningrat, Anak Agung Ayu Manik, I. Wayan Wiryawan, and Dewa Gde Rudy. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Produk Makanan Kadaluarsa." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 3, No. 3, (2015).

Putri, N. M. S. A., I. Made Sarjana, and I. Made Dedy Priyanto. "Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Kota Denpasar." Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 2 No. 2, (2017).

Pesulima, Theresia Louize, Jenny Kristiana Matuankotta, and Sarah Selfina Kuahaty. "Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Produk Kesehatan Ilegal di Era Pandemik Covid-19 Di Kota Ambon." SASI 27, No. 2, (2021).

Wibawa, I. Made Satria, Anak Agung Ketut Sukranatha, and I. Made Dedy Priyanto. "Perlindungan Konsumen terhadap Kecurangan Pengisian Bahan Bakar Minyak pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di Bali." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 7, No. 12, (2019).

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Permendag Nomor 23 Tahun 2020 tentang Larangan Sementara Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11, No.1 Tahun 2021, hlm.43-56