Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Dalam Hal Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Terhadap Pembangunan Menara Telekomunikasi
on
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT DALAM HAL PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH SEBAGAI SARANA PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI
Anak Agung Ngurah Paramartha Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]
Anak Agung Ketut Sukranata, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]
DOI : KW.2021.v10.i12.p06
ABSTRAK
Penulisan jurnal ini bertujuan untuk mendapat pengetahuan tentang bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperoleh oleh masyarakat dari adanya pembangunan menara telekomunikasi dengan adanya perjanjian sewa-menyewa tanah. Dapat memahami juga pelaksanaan dari adanya perjanjian sewa tanah untuk membangun menara telekomunikasi. Dalam penulisan ini meempergunakan metode yuridis normatif, yaitu dengan melaksanakan pengkajian bahan hukum seperti buku, jurnal, dan peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini ditunjukkan bahwa pelaksanaan kesepakatan sewa tanah untuk pendirian maupun pengembangan tower dibuat dalam bentuk tertulis, khususnya berupa akta otentik yang dibuat di hadapan notaris yang bisa digunakan sebagai perlindungan hukum bagi masyarakat yang tanahnya di sewa oleh pihak penyedia menara telekomunikasi. Pelaksanaan kesepakatan sewa menyewa lahan antara masyarakat dan pihak menara telekomunikasi dilakukan melalui suatu perjanjian sewa menyewa lahan dimana klausul yang terdapat di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Kata Kunci : Menara telekomunikasi, Perlindungan hukum, Perjanjian sewa
ABSTRACT
The purpose of writing this journal is to gain knowledge about what forms of legal protection are obtained by the comunity from the construction of telecomunication towers with the existence of a land lease agreement. Can also understand the implementation of the land lease agreement to build a telecommunications tower. This study uses a normative juridical research method, namely by conducting an asessment of legal materials such as books, journals, and statutory regulations. The results of this study indicate that the implementation of land lease agreements for the establishment and development of telecommunication towers is made in written form, especially in the form of an authentic deed made before a notary that can be used as legal protection for people whose land is leased by the telecommunications tower provider. The implementation of the land lease agreement between the community and the telecommunications tower party is carried out through a land lease agreement where the clause contained in the lease agreement is based on Law Number 36 of 1999 concerning Telecommunications.
Keywords : Telecommunications tower, Legal protection, Lease agreement
Pembangunan adalah upaya untuk mewujudkan kelimpahan sumber daya dan menciptakan kondisi rakyat yang tentram dan sejahtera. Oleh karena itu, hasil pembangunan harusnya dapat diapresiasikan oleh semua orang agar terciptanya peningkatan taraf hidup yang adil dan makmur. Di sisi lain, keberhasilan pembangunan tergantung pada partisipasi semua orang. Di masa globalisasi yang sekarang, teknologi informasi meningkat sangat pesat bersamaan dengan keinginan rakyat Indonesia akan adanya tehnologi khususnya di bidang
informasi dan komunikasi untuk menunjang aktivitas setiap harinya. Pada situasi dan kondisi saat ini, banyaknya transisi terjadi pada aspek komunikasi dan informasi. Dari komunikasi yang berwujud simpel sampai komunikasi yang berwujud modern seperti telepon, telepon seluler, internet serta banyak lagi.1 Maka dari itu, fungsi telekomunikasi yg baik ketika ini sangat esensial bagi warga untuk mendukung aktivitas ekonomi, menaikkan kesempatan kerja serta memangkas waktu bepergian.2
Pengembangan infrastruktur yang terus berlangsung tidak terlepas dari pentingnya fasilitas penunjang dan infrastruktur di segala aspek kehidupan. Satu hal yang penting dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan tentram adalah adanya ketersediaan fasilitas dan fasilitas penunjang komunikasi yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan suksesnya pengembangan infrastruktur. Dalam perkembangan sistem informasi juga membutuhkan sarana dan prasarana yang efektif dan efisien agar pengembangan sistem informasi dan komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Namun, hanya beberapa daerah yang dapat memenuhi kebutuhan infrastrukturnya secara layak jika hanya didukung oleh pemerintah daerahnya saja tanpa adanya peran dari pihak lain, dalam hal ini khususnya adalah pihak swasta maupun investor.3
Menara komunikasi atau pemancar yang bekerja untuk menyediakan sarana bagi pengguna telepon genggam.4 Saat ini, pesatnya kemajuan teknologi, membuat penyedia layanan tower sedang mencari tanah kosong dan mengadakan suatu kesepakatan kontrak tanah kepada penyedia lahan untuk pendirian dan pengembangan menara telekomunikasi di setiap tempat. Kehadiran media komunikasi di Indonesia dibutuhkan tidak hanya sebagai landasan pemersatu seluruh rakyat tetapi juga sebagai penggerak perputaran keuangan dalam menggiatkan pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Menara komunikasi saat ini menjadi kebutuhan sebagai cara untuk memberikan fasilitas untuk memperlaju sistem telekomunikasi. Oleh karena itu, perluasan dan kesetaraan fasilitas telekomunikasi merupakan hal yang esensial jika memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yang dirumuskan dalam Pasal 3 Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yaitu “Dalam pengelolaan sarana dan prasarana telekomunikasi mempunyai suatu dampak yang sangat vital bagi kepentingan bangsa dan negara dalam upaya memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mempermudah aktivitas di bidang pemerintahan, membantu terjadinya tujuan daripada pembangunan, serta mempermudah dan memperlancar hubungan dengan semua negara.”5
Pesatnya pertumbuhan menara telekomunikasi atau pemancar telepon di setiap wilayah Indonesia terbukti dapat memenuhi kebutuhan pengguna telepon seluler yang terus bertambah dan juga untuk meningkatkan jaringan sinyal telepon seluler untuk dapat membantu mempercepat penyediaan akses dan layanan. Untuk mencapai tujuan itu, pengelola membutuhkan tempat, yaitu tanah sebagai lokasi untuk membangun menara
telekomunikasi.6 Ponsel tidak lagi merupakan barang yang mewah, sebagian besar seluruh lapisan masyarakat menggunakan ponsel untuk mencari informasi dan juga untuk berkomunikasi. Pembuat ponsel sangat aktif memproduksi berbagai jenis ponsel, dengan harga terjangkau untuk berbagai kalangan masyarakat. Meningkatnya penggunaan telepon genggam di masyarakat mempunyai dampak positif bagi perusahaan yang beroperasi sebagai penyedia layanan komunikasi.7
Pendirian dan pengembangan menara telekomunikasi ialah sebagai sarana utama dalam usaha memberikan layanan telekomunikasi, sesuai dengan bertambahnya pemakai telepon seluler saat ini. Hal ini penting untuk menaikkan kualitas layanan dan kualitas sarana media telekomunikasi, yang perlu diingat semakin banyak pelosok tanah air di Indonesia tidak mendapatkan sinyal yang layak dari perusahaan jaringan seluler. Untuk mendirikan tower, perusahaan penyedia layanan telekomunikasi membutuhkan tanah. Dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengembangan sinyal, maka pihak perusahaan melakukan pembangunan perangkat komunikasi yaitu Base Transreceiver Station di pelosok tanah air. Beberapa operator terus berjuang untuk meningkatkan layanan dengan mengembangkan infrastruktur jaringan radio seluler, sehingga peningkatan kuantitas dan posisi antena menjadi suatu hal yang harus dihadapi oleh pihak operator. Penyedia layanan harus merespons untuk memenuhi kebutuhan pemakai telepon seluler di Indonesia.8
Tanah merupakan bagian yang esensial dan mengikat dari keinginan manusia. Manusia yang memiliki hak milik atas lahan adalah hak dasar dan vital dalam berbagai aktivitas bantuan pengembangan di mana rakyat memiliki suatu perangkat kepemilikan hak milik atas lahan. Pengadaan menara telekomunikasi memang membutuhkan tanah untuk membangun menara telekomunikasi dan membuat banyak orang ikut terlibat termasuk orang yang mempunyai tanah, warga setempat yang tinggal di seputaran lokasi pendirian menara dan juga pemerintah daerah, maka dari itu diperlukannya suatu kesepakatan kontrak tanah untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk pendirian menara telekomunikasi. Pemasangan dan penempatan menara Base Transreceiver Station ditentukan oleh sistem seluler pada titik yang tidak dapat digerakkan. Biasanya, lahan yang digunakan untuk pemasangan dan penempatan menara Base Transreceiver Station tersebut statusnya adalah disewakan. Dalam hal penyewaan tanah diperlukannya suatu kesepakatan secara tertulis untuk mengantisipasi masalah yang timbul di kemudian hari.
Perlindungan hukum dalam ruang lingkup public digunakan untuk menyatukan dan menyelaraskan kepentingan di dalam masyarakat yang biasa mempunyai beda pendapat atau berseberangan antara satu sama lain. Hukum harus bisa di aplikasikan semaksimal mungkin sehingga apabila terjadi benturan kepentingan dalam masyarakat dapat ditekan seminimal mungkin. Hukum tidak hanya merupakan produk hukum yang tertulis dan aparat penegak hukum. Tetapi, hukum juga mencakup suatu hal yang sebenarnya sudah ada dalam keseharian masyarakat.
Perlindungan kepada masyarakat adalah faktor yang penting. Karena perlindungan kepada masyarakat, masih banyaknya kasus yang bermunculan, namun banyaknya kasus yang belum terselesaikan secara tuntas. Perbuatan para pelaku usaha dalam hal ini sangat
merugikan masyarakat luas. Masalah perlindungan masyarakat, maka diharapkan dapat memahami dengan tepat apa yang dimaksud dengan perlindungan masyarakat. Sampai saat ini masih ada banyak masyarakat yang belum dapat memahami apa hak dan kewajibannya terhadap suatu perusahaan. Kepastian hukum dimaksudkan untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat dengan menaikkan derajat dan kedudukan masyarakat dan memungkinkan masyarakat untuk mengakses informasi tentang barang dan jasa, serta mendorong sikap anggota atau perusahaan yang jujur dan bertanggung jawab. Dalam hal ini, hakekat hukum adalah untuk menjamin kelangsungan dalam hubungan dengan masyarakat. Namun kewajiban tersebut tidak menjadi beban bagi perusahaan. Melakukan tindakan yang kooperatif dengan seluruh lapisan masyarakat diperlukan untuk menciptakan kesejahtraan sosial dan mengelola kualitas hidup masyarakat. Tugas perusahaan antara lain adalah untuk menggiatkan pertumbuhan ekonomi yang kondusif.
Tanggung Jawab ini memiliki tujuan untuk sebagai penggerak perputaran keuangan dalam menggiatkan pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Dengan adanya perlindungan hukum yang diberikan oleh pemilik tower kepada masyarakat, maka dari pemilik tower menyadari untuk melakukan tanggung jawabnya atau ganti rugi terhadap lingkungan sekitarnya. Ganti rugi berarti membayar sejumlah uang bisa dalam bentuk kompensasi untuk menutup kerugian yang dialami penyedia lahan yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan. Jika salah satu pihak melakukan pelanggaran maka perlu adanya tanggung jawab untuk mengganti atau menutupi kerugian tersebut. Menanggapi hal tersebut, pemilik tower menyadari bahwa harus melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan sekitarnya merupakan hal sangat penting dalm mendukung dan tumbuh berkembangnya perusahaan. Oleh karena itu, pemilik tower menempatkan kegiatan tersebut sebagai upaya untuk mencapai kesejahtraan terhadap masyarakat sekitarnya. Memberikan kepedulian yang maksimal dan optimal untuk para masyarakat sekitar. Dalam dunia persewaan tanah sering timbul sengketa apakah suatu dalam suatu proyek memerlukan seluruh atau sebagian tanah masyarakat untuk pembangunan, sehingga meningkatkan risiko konflik yang dapat terjadi antara pemilik hak atas tanah dan pihak penyewa.9 Masalah persewaan tanah merupakan persoalan yang cukup menarik untuk dibahas, karena permintaan tanah meningkat sedangkan jumlah tanah tetap, sebaliknya masyarakat yang membutuhkan tanah juga meningkat.
Pemilik gedung selama masa kontrak harus memenuhi persyaratan tertentu yang dibuat oleh operator telekomunikasi yang cenderung tidak menguntungkan pemilik gedung, seperti memberikan operator telekomunikasi akses penuh ke objek sewa selama 24 jam sehari. Selain itu, orang yang mempunyai bangunan tersebut juga berada dalam bahaya jika menara yang sedang dikerjakan oleh penyelenggara komunikasi siaran itu rusak atau sebaliknya jika terjadi kecelakaan yang membahayakan keselamatan jiwa dan keberadaan bangunan yang memiliki tempat dengan pihak yang menyewakannya. Kemungkinan bahaya ini secara langsung dapat mempengaruhi pemilik bangunan atau orang luar yang berada di dekat lokasi pembangunan menara komunikasi siaran karena lokasi pembangunan menara berada di sekitar tempat tinggal warga setempat. Didasarkan dari penelitian-penelitian terdahulu yang ditulis oleh Yogo Setiawan Slamet yang berjudul “Praktik Sewa Tanah Untuk Pendirian Menara Telekomunikasi Base Transceiver Station Perspektif Hukum Ekonomi Syariah (Studi di Desa Banjarsari Kidul, Kec. Sokaraja, Kab. Banyumas)”10 pada karya tulis tersebut membahas mengenai analisis praktik sewa tanah untuk pembangunan Base Transceiver Station. Terdapatnya beberapa hal yang menjadi suatu titik perbedaan atau yang menjadi state of art
dari penelitian-penelitian terdahulu yakni dijelaskan mengenai bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat dan penerapan perjanjian sewa lahan terhadap pembangunan menara telekomunikasi. Dikarenakan masih ada beberapa masyarakat Indonesia yang belum memahami dan mengetahui dari adanya perlindungan hukum untuk pihak yang tanahnya disewa oleh pihak perusahaan telekomunikasi yang merasa mengalami kerugian akibat adanya pembangunan menara. Seharusnya, masyarakat yang mengalami kerugian semestinya mendapatkan suatu kompensasi. Dalam hal ini penulis berfokus pada bukti otentik yaitu akta yang dibuat dihadapan notaris. Dari uraian latar belakang yang sudah dipaparkan penulis, maka dari itu jurnal ini akan dilakukan lebih lanjut dalam permasalahan diatas dan berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT DALAM HAL PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH TERHADAP PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI”
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya, maka permasalahan yang hendak dirumuskan adalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat dalam perjanjian sewa-menyewa tanah terhadap pembangunan menara telekomunikasi?
-
2. Bagaimana penerapan perjanjian sewamenyewa lahan untuk pendirian dan pengembangan menara telekomunikasi?
Tujuan ditulisnya jurnal ini sesuai dengan rumusan masalah tersebut sebagai berikut untuk mendapat pengetahuan tentang bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperoleh oleh masyarakat dari adanya pembangunan menara telekomunikasi dengan adanya perjanjian sewa-menyewa tanah. Dapat memahami juga pelaksanaan dari adanya perjanjian sewa tanah untuk membangun menara telekomunikasi.
Penulis dalam melaksnaakan penulisan ini mempergunakan metode yuridis normatif dalam membuat jurnal ini. Penulis dalam penelitian ini mempergunakan bahan hukum yaitu bahan hukum primer dan sekunder yang merupakan data sekunder. Pendekatan konseptual dan pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini yang ditempuh dengan “memeriksa dan menganalisis semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah hukum yang dihadapi”.11 Penelitian ini didasarkan pada bahan hukum primer yaitu undang-undang, dan bahan hukum sekunder yaitu, artikel ilmiah dan buku-buku sesuai pembahasan dalam penelitian ini. Penelitian ini menngunakan aspek perundang undangan yakni merupakan aspek yang bisa dikaji yang bersifat deskriptif dan menggunakan analisis semua data yang telah dikumpulkan dengan data primer maupun data sekunder yang merupakan teknik analisis bahan hukum kualitatif
-
3. Hasil dan Pembahasan
Dari aspek peristilahan, Overeekomst juga disebut sebagai perjanjian dalam bahasa Belanda dan contract umumnya disebut sebagai perjanjian dalam bahasa Inggris. Dengan adanya suatu kesepakatan, terdapat pula suatu hubungan hukum atau perikatan yang menimbulkan terjadinya suatu kewajiban bagi masing-masing pihak yang terikat dengan perjanjian itu.
Perjanjian adalah adanya satu pihak terhadap pihak lain yang mengikatkan dirinya akibat adanya suatu perbuatan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Para ahli hukum umumnya menilai bahwa pengertian tersebut kurang pas dan cakupannya yang sangat luas. Subekti berpendapat, “perjanjian yaitu suatu kesempatan di mana satu individu bersumpah kepada orang lain, atau di mana dua individu saling menjamin untuk melakukan sesuatu.”
Kesepakatan merupakan suatu elemen yang mengikat dari kehidupan manusia sehari-hari. Perjanjian tersebut mengarah pada perikatan, membuat perikatan pada satu pihak atau lebih dalam perjanjian. Debitur menetapkan kewajiban dalam suatu kontrak memberikan hak kepada kreditur dalam kontrak untuk menuntut dilaksanakannya suatu prestasi yang timbul dari perjanjian tersebut.12 Dimulai dengan adanya kesepakatan yang dibuat secara lisan atau dalam bentuk tertulis. Jenis perjanjiannya juga banyak, bisa berupa kesepakatan dan kesepakatan jual beli, dan salah satunya adalah perjanjian sewa menyewa.13
-
3.1.2 Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Tanah
Terhadap Pembangunan Menara Telekomunikasi
Perlindungan hukum, jika dijelaskan, mencakup dua kata, yaitu “perlindungan” dengan “hukum”, yang berarti diberikannya suatu perlindungan menurut hukum yang berlaku. UUD NRI 1945, yang diatur dalam Pasal 1 ayat 3, yang berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum". Sangat penting untuk mengembangkan perlindungan hukum untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat dilindungi sesuai dengan hukum dan undang-undang yag berlaku. Utrecht mengemukakan pendapat mengenai hukum, yaitu bahwa “hukum adalah (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan oleh karenanya harus dipatuhi oleh masyarakat itu.”14
Perlindungan hukum secara umum berarti suatu aturan yang berguna untuk memberikan perlindungan. Perlindungan hukum terkait menara telekomunikasi diatur dalam Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi dan diatur juga dalam Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Bentuk-bentuk perlindungan kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di wilayah sekitar menara telekomunikasi, kerugian yang timbul akibat adanya kesalahan dan/atau kelalaian penyelenggaran telekomunikasi, maka ganti perlu diajukan kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh penyelenggara telekomunikasi. Apabila masyarakat yang merasa dirinya dirugikan oleh pihak perusahaan telekomunikasi, maka masyarakat dapat melakukan tuntutan kepada perusahaan. Pihak perusahaan juga diwajibkan untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang sebagimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Terkait dengan bentuk perlindungan dan konsep tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar menara telekomunikasi. Perlindungan yang diberikan oleh pemilik menara
telekomunikasi berupa tanggung jawab dan ganti rugi kepada masyarakat. Di era globalisasi ini, penyelenggara menara telekomunikasi perlu memperhatikan dengan penuh tanggungjawab.15 Kesepakatan kontrak sewa menyewa lahan untuk pendirian dan pengembangan menara, kewajiban pemilik tanah menjadi hak penyewa tanah dan sebaliknya hak pemilik tanah menjadi kewajiban penyewa tanah yaitu pemilik tower. Dengan selesainya penandatanganan oleh kedua belah pihak berarti kewajiban dan hak kedua belah pihak dapat segera dilaksanakan. Perjanjian yang dibuat berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dianggap sah menurut hukum. Perjanjian sewa menyewa tanah ini bersifat memberikan kenikmatan/jasa untuk pemasangan dan penempatan tower Base Transciever Station, sehingga tanah tersebut tidak bisa digunakan selain pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan pemasangan dan penempatan tower. Perjanjian sewa menyewa tanah ini memiliki sifat perorangan bukan kebendaan artinya penyewa hanya menikmati lahan tersebut untuk kegiatan pemasangan dan penempatan tower Base Transciever Station (BTS).16
Akta otentik perlu dibuatkan untuk melindungi hak-hak yang seharusnya didapat oleh masyarakat khususnya yang tanahnya disewa oleh pihak operator agar masyarakat tersebut tidak merasa dirugikan oleh pihak operator apabila terjadi suatu perlanggaran. Pembuktian memiliki struktur dan jenis yang berbeda-beda, yang cocok untuk memberikan data dan klarifikasi tentang masalah yang dituntut di pengadilan. Beberapa hal yang dapat membenarkan dalil gugatan atau dalil bantahan para pihak mengajukan pembuktian. Dalam perdata, alat bukti yang diutamakan adalah alat bukti tertulis karena hukum perdata itu sendiri bersifat formil dari segi ruang lingkup dan perbuatan hukum perdata sendiri. Untuk menjamin hak-hak yang dimiliki oleh masing-masing individu perlu adanya kekuatan hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk mewujudkan hukum perdata yang segala perbuatan hukumnya yang bersifat formil perlu dituangkan dalam bentuk tertulis.
Akta otentik terdapat dalam KUHPerdata Pasal 1868, akta otentik merupakan akta tersebut yang dapat dibuat dihadapan pejabat berwenang untuk membuat akta tersebut yang bentuknya ditentukan oleh undang – undang. Kekuatan yang sempurna merupakan kekuatan pembuktian yang melekat pada suatu akta otentik. Di dalam suatu perjanjian sewa tanah yang dilakukan dihadapan notaris sehingga perjanjian sewa tanah tersebut memiliki suatu kekuatan hukum dan perlindungan hukum. Sebelum perjanjian tersebut disepakati, biasanya di antara perusahaan dengan penyedia tanah telah tercapai kata sepakat sebelumnya yaitu mengenai syaratsyarat mengenai perjanjian sewa tanah itu, yang dibuat dalam bentuk berita acara, surat tersebut lebih lanjut menjadi syarat dibuatkannya akta perjanjian sewa tanah.17 Terdapatnya suatu kasus yang dialami oleh pemilik lahan adanya tiga orang yang datang dengan maksud untuk menyewa lahannya untuk pembangunan tower. Pemilik lahan menyadari ada yang aneh terkait pembangunan menara tersebut yakni sudah berjalan sekitar 75% tapi belum adanya keterangan lebih lanjut dari pihak perusahaan.
Selanjutnya pemilik lahan dengan pihak perusahaan belum melakukan perjanjian kontrak sewa tanah dan pembangunan tower sudah mencapai 75%.18
Perjanjian sewa-menyewa adalah perjanjian dimana pemilik barang setuju untuk memberikan barang yang sudah disepakati kepada pihak lain untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu dan pihak lain setuju untuk membayar harga tertentu (sewa) yang ditentukan untuk jangka waktu tertentu. Perjanjian sewa-menyewa tanah untuk pembangunan menara telekomunikasi dibuat secara tertulis, bentuk tertulis menjamin kepastian hukumnya, jika terjadi sengketa pembuktian akan lebih kuat dari bentuk lisan.19 Adapun pihak yang terlibat dalam kesepakatan sewa-menyewa tanah tersebut antara lain sebagai berikut :
-
a. Penyedia lahan
Masing-masing orang yang mempunyai lahan adalah penyedia lahan perorangan. penyedia tanah yang tanahnya di sewa kepada perusahaan adalah orang-perorangan yang namanya tercantum sebagai orang yang memiliki hak tempat tanah itu berada. Penyedia tanah yang tanahnya disewakan kepada pihak penyedia layanan informasi haruslah penyedia tanah yang cakap melaksanakan tindakan hukum sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
-
b. Penyelenggara telekomunikasi
Untuk memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi yang baik dan lancer diperlukannya suatu penyelenggara telekomunikasi untuk terjadinya kegiatan penyediaan telekomunikasi. Penyelenggara telekomunikasi adalah Badan hukum yang didirikan dengan maksud tersebut berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Penyelenggaraan telekomunikasi dapat mempergunakan tanah dan atau bangunan yang dimiliki oleh orang-perorangan untuk tujuan pengembangan, pelaksanaan atau pemeliharaan atau perawatan jaringan telekomunikasi setelah adanya kesepakatan antara pihak satu dengan pihak yang lainnya, yang sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999. Penyelenggara telekomunikasi dapat juga mamanfaatkan tanah dan atau bangunan milik perseorangan dengan syarat telah tercapai suatu kesepakatan /persetujuan dari para pihak. Kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak tersebut pada umumnya meliputi kesepakatan batas lahan/bangunan yang akan digunakan untuk pembangunan, pengoperasian atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi tersebut, kesepakatan dalam hal harga sewa terhadap lahan yang digunakan dan juga jangka perseorangan tersebut, yang sebagimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Untuk mendapatkan kepastian yang sah atas tanah yang akan disewakan untuk pembangunan menara telekomunikasi, sebelum kesepakatan sewa tanah dilaksanakan, faktor utama yang perlu dilaksankan oleh perusahaan dengan melakukan peninjauan lapangan untuk menentukan area terbaik untuk mendirikan menara telekomunikasi, yaitu
dengan menandai tempat dengan titik sinyal terbaik. Peninjauan lapangan juga dimaksudkan untuk menentukan kondisi di sekitar menara telekomunikasi dan untuk memeriksa tingkat kesulitan atau kemudahan akses jalan ke area menara telekomunikasi. Jika akses ke area tower sulit, maka penyedia jasa telekomunikasi akan menyetorkan sejumlah dana sewa lahan di sekitar menara telekomunikasi untuk memudahkan jalan yang akan dilalui untuk menuju ke tower. Selanjutnya, pihak penyedia jasa telekomunikasi melaksanakan peninjauan lapangan dan meminta sejumlah informasi dari pihak desa untuk meminta izin bertemu dengan penyedia tanah.
Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan data yuridis dan data fisik tanah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 dan 7 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Maka langkah selanjutnya adalah dengan mengurus surat-surat terkait perizinan pembangunan menara telekomunikasi dengan mengikuti tahapan-tahapan yang telah dirumuskan dalam pasal 10 sampai dengan pasal 15 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 19/PER/M.KOMINFO/03/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi yaitu mulai dari mengurus perjanjian untuk warga atau masyarakat sekitar dalam area menara telekomunikasi yang tinggal di area sekitar lokasi hingga mengurus dokumen di tingkat Pemerintah Daerah.
Berdasarkan dari kasus tersebut sudah seharusnya warga masyarakat yang tanahnya disewa oleh operator terlebih dahulu untuk membuat perjanjian sewa tanah sebelum pihak perusahaan membangun tower tersebut di lahan warga yang tanahnya disewa apabila tower sudah berdiri dan perjanjian tidak kunjung selesai maka masyarakat tersebut akan sulit untuk melakukan tindakan. Maka masyarakat perlu memahami untuk membuat perjanjian sewa tanah kepada pihak perusahaan di hadapan notaris agar memiliki bukti hukum yang kuat di pengadilan apabila terjadi hal hal yang tidak diinginkan sesuai dengan pasal 1868 KUHPerdata. Pelaksanaan kesepakatan sewa menyewa lahan antara masyarakat dan pihak menara telekomunikasi dilakukan melalui suatu perjanjian sewa menyewa lahan dimana klausul yang terdapat di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Terjadinya suatu hubungan hukum yang timbul terkait perjanjian sewa-menyewa antara masyarakat khususnya yang mempunyai tempat tinggal di sekeliling area pembangunan menara telekomunikasi dengan pihak penyedia jasa layanan telekomunikasi telah memenuhi syarat mengenai hukum perjanjian. Dengan selesainya penandatanganan oleh kedua belah pihak maka kewajiban dan hak orang yang terlibat dapat dilaksanakan. Pelaksanaan kesepakatan sewa-menyewa lahan untuk pendirian dan pengembangan tower tersebut dibuat di hadapan notaris dalam bentuk tertulis, sehingga dalam bentuk tertulis akan lebih didapatnya perlindungan hukum dan kepastian hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Subekti. Aneka Perjanjian, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2014)
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Edisi Revisi, (Jakarta, Kencana, 2014)
Muljadi, Kartini dan Widjaja. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, 2004)
Utrecht. Pengaturan Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1989)
Skripsi
Nailul Muna, “Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Yang Tinggal Di Sekitar Tower Telekomunikasi Menurut Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus pada Gampong Ateuk Cut Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Aceh Besar”, Skripsi Universitas ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH (2020)
Jurnal
Amin, Teuku Aris Gunawan. “Perjanjian Sewa-Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Dan Penggunaan Menara Telekomunikasi Menurut UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi Di Kota Medan (Studi Pada PT. Alam Damai Lestari Medan),” (2018)
Daniel Tirta, “Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Dengan Ketetapan Waktu Untuk Pemasangan Dan Penempatan Tower Base Transceiver Station (BTS)”, Jurnal Hukum Universitas Jember (2014)
Hadi, Gary, Bismar Nasution, Hasim Purba Purba, and Utari Maharany Barus. “Penerapan Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa (Studi Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Oulet Di Hermes Building Medan).” USU Law Journal 5, no. 2 (2017)
Hamdani, Wahyu. “Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Tanah Antara Pengelola Telepon Seluler Dengan Pemilik Tanah Dalam Pembuatan Tower Seluler (Studi Perjanjian PT. XL AXIATA Tbk),” (2018)
Kurniawan, Rm Satria, and Ahyuni Ahyuni. “Pemetaan Dan Kebutuhan Menara Bts (Base Transceiver Station) Di Kabupaten Merangin.” Jurnal Kapita Selekta Geografi 2, no. 1 (2019)
Mahendratama, Edward. “Pengawasan Izin Mendirikan Bangunan Menara Telekomunikasi Di Kota Malang ( Studi Tentang Pendirian Menara Telekomunikasi Menurut Peraturan Walikota Malang Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi ).” Jurnal Hukum Universitas Brawijaya 1 (2013)
Rudyanti, Dorotea Tobing, "Aspek Hukum Pendirian Menara Telekomunikasi", Jurnal Socioscientia, Vol III no. 1 (2011)
Sasongko, Ervin Tri, and Achmad Mauludiyanto. “Perencanaan Dan Penataan Menara Telekomunikasi Seluler Bersama Di Kabupaten Sidoarjo Menggunakan Map Info.” Jurnal Teknik ITS 4, no. 1 (2015)
Slamet, Yogo Setiawan. "Praktik Sewa Tanah Untuk Pendirian Menara Telekomunikasi Base Transceiver Station Perspektif Hukum Ekonomi Syariah (Studi di Desa Banjarsari Kidul, Kec. Sokaraja, Kab. Banyumas).” Iain Purwokerto, (2021)
Soviani, Arsy, Ngadimo Ngodimo, and Budi Ispriyarso. “Akibat Hukum Perjanjian Sewa Tanah Untuk Pembangunan BTS (BASE TRANCEIVER STATION).” NOTARIUS 12, no. 2 (2019)
Sulistyarso, Haryo. “Model Lokasi Menara BTS Ditinjau Dari Di Surabaya.” Jurnal Teknik POMITS 2, no. 1 (2013)
Susanti, and Noorhadi Rahardjo. “Evaluasi Cakupan Sinyal BTS Secara Spasial Di Sebagian Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.” Jurnal Bumi Indonesia 2, no. 2 (2013)
Zamroni Muhamad. “Perkembangan-Teknologi-Komunikasi-Dan-Dampaknya Terhadap Kehidupan.” Jurnal Dakwah X, no. 2 (2009)
Website
Tim Orbit Banten, “Pemilik Lahan Pertanyakan Kontrak Sewa Pendirian Tower BTS”, diakses di http://orbitbanten.co.id/pemilik-lahan-pertanyakan-kontrak-sewa-pendirian-
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
19/PER/M.KOMINFO/03/2009 Tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.12 Tahun 2021, hlm. 1022-1031
Discussion and feedback