KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT TERHADAP UMKM DI MASA PANDEMI COVID-19 OLEH OJK DAN BI
on
KEBIJAKAN PENYALURAN KREDIT TERHADAP UMKM DI MASA PANDEMI COVID-19
OLEH OJK DAN BI
Nuly Patandung, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2021.v11.i01.p18
ABSTRAK
Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK dan BI terkait penyaluran kredit UMKM dan peran OJK dalam mengawasi kegiatan penyaluran kredit UMKM di masa pandemi covid-19. Penulisan jurnal ini menggunakan metode normatif secara deskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa Pasal 8, Pasal 22 UU No. 20 Tahun 2008 dan PBI No. 17/12/PBI/2015 menjadi dasar pengawasan terhadap alokasi kredit UMKM. Kebijakan penyaluran kredit yang diubah dan dikeluarkan oleh lembaga pengawas di masa pandemi covid-19 yakni POJK No. 11/POJK.03/2020 dan PBI No. 23/13/PBI/2021 diantaranya mengenai restrukturisasi kredit dan pembiayaan, kenaikan rasio kredit perbankan kepada UMKM dan penerapan sanksi denda pada bank yang tidak melaksanakan pemenuhan RPIM serta aturan lainnya yaitu PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Hambatan seperti prosedur pengajuan kredit dan persyaratan jaminan menjadi kelemahan UMKM, sehingga OJK sebagai lembaga pengawas bertugas untuk memberikan kemudahaan dan memfasilitasi UMKM dalam mendapatkan kredit secara efektif disamping itu juga mengawasi kesehatan dan kualitas bank serta berwenang memberikan sanksi atau teguran langsung kepada bank yang melakukan penyimpangan atau tidak memenuhi kewajiban syarat penyaluran kredit.
Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan, Perbankan, Kredit, UMKM
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the policies issued by FSA and Bank Indonesia related to the credit distribution for MSMEs and the role of FSA in overseeing the activites of MSMEs credit in the pandemic covid-19. This journal writing uses a normative method and descriptive with statute approach. The results of study show that the Article 8, Article 22 of Law Number 20 of 2008 and Bank Regulation Number 17/12/PBI/2015 became the basic of supervision of MSMEs credit allocation. The policy of credit distribution were changed and issud by supervisory agencies in the pandemic is FSA Regulation Number 11/POJK. 03/2020 and Regulation of Bank Indonesia Number 23/ 13/PBI/2021 some of credit restructuring and leasing, increasing the ratio of banking credit to MSMEs and the application of fines on banks that don’t implement RPIM, as well as other rules is Government Regulation Number 7 of 2021 about Ease, Protection, and Empowernment of Cooperatives and MSMEs. Barriers such as the procedure for filing credit and terms of guarantee to be the weakness of MSMEs, so that the FSA as a supervisory agency tasked to provide comfort and facilitate the MSMEs in getting credit effectively it also oversees the health and the quality of the bank as well as the authorities impose sanctions or reprimand directly to the bank that performs the deviation or does not meet the obligations of the terms of lending.
Key Words: Financial Services Authority, Bank, Credit, The Micro, Small, and Medium Entreprises (MSME)
-
1. Pendahuluan
-
1.1. Latar Belakang Masalah
-
Bank adalah suatu lembaga yang bergerak di bidang keuangan memegang tugas pokok dalam mengumpulkan, menyimpan, dan menyalurkan pembiayaan atau keuangan dari dan untuk masyarakat Bank dikenal dalam tiga jenis menurut fungsinya yaitu bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat (BPR). Bank umum ialah jenis bagian bank yang kerap dipakai oleh masyarakat dimana dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank ini memberikan pelayanan secara global dan berasaskan syariah dalam kegiatan lalu lintas pembayaran.
Bank umum dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur mempunyai beberapa kegiatan yang dapat dilakukan yakni melakukan peminjaman kredit kepada masyarakat sebagai salah satunya. Pemberian kredit memiliki peluang dan manfaat yang berguna bukan hanya untuk kepentingan bank tetapi juga kepada masyarakat. Peluang besar dalam memberikan kredit yaitu dapat menciptakan lapangan kerja dan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat dalam mengembangkan suatu usahanya sehingga diharapkan mampu mengurangi tingkat pengangguran. Hal ini sejalan dengan tujuan utama negara Indonesia yakni meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat dengan adanya kegiatan penyaluran kredit, sehingga seluruh aktivitas penyaluran kredit dilakukan sebagai upaya pelaksanaan dalam mendorong pertumbuhan dan percepatan pemerataan ekonomi hingga mewujudkan peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia1.
Salah satu sektor yang tentu berdampak yaitu UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) mengingat bahwa bank dalam menjalankan kegiatannya memiliki kewajiban menyalurkan kredit kepada UMKM. UMKM merupakan kegiatan yang dilakukan oleh sebagai besar orang dalam bentuk usaha dan menjadi peran penting dalam pembangunan Indonesia khususnya dalam perekonomian nasional. Usaha yang dapat dikatakan sebagai UMKM memiliki kriteria yang wajib dipenuhi diantaranya kriteria pertama yaitu usaha mikro adalah usaha produksi yang dimiliki perorangan atau badan usaha yang memenuhi ciri-ciri usaha mikro, kriteria kedua yaitu usaha kecil adalah usaha produksi yang dimiliki perorangan baik individu maupun kelompak dan badan usaha yang bukan cabang dari perusahaan utama, dan kriteria ketiga yaitu usaha menengah adalah usaha produksi milik individu atau badan usaha yang tidak termasuk dari cabang perusahaan utama dan tidak menjadi bagian usaha kecil dan besar secara langsung dan tidak langsung2.
Kegiatan UMKM telah bertumbuh dan berkembang di Indonesia serta memiliki kedudukan penting dalam membangkitkan ekonomi nasional apabila diamati pada penyerapan dan jangkauan pada masyarakat sebagai tenaga kerja serta ketahanan terhadap krisis yang pernah melanda sehingga keberadaanya menjadi perhatian pemerintah untuk konsen terhadap pengembangan sektor tersebut. Namun ditengah pandemi Covid-19, sektor UMKM mengalami keterpurukan hingga menyebabkan beberapa juga gagal dalam mempertahankan keberadaannya. Hal tersebut tentu tidak lepas dari kendala-kendala yang sedari dulu memang menjadi permasalahan utama UMKM yaitu keterbatasan modal, penguasaan teknologi yang terbatas serta rendahnya manajemen dan informasi pasar, dan rendahnya kualitas sumber daya
manusia3. Keterbatasan modal menjadi hambatan utama yang dihadapi pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya disebabkan adanya kelemahan informasi pengajuan kredit, biaya prosedur administrasi yang tinggi, serta pengajuan kredit yang berbelit-belit dan banyak persyaratan4. Di tengah pandemi covid-19 juga menimbulkan beberapa hambatan dari pihak bank yang memiliki kekhawatiran terhadap kredit yang diajukan tidak memenuhi standar yang berkaitan dengan pelaku usaha yang tidak mampu memenuhi persyaratan jaminan atas pinjaman kredit pada bank. Menurut survei Katadata Insight Center yang dituangkan dalam konferensi Kemenko Perekonomian RI, sekitar 82,9% masyarakat UMKM merasakan dampak negatif terjadinya pandemi dan hanya 5,9% yang mengalami dampak secara positif yaitu adanya pertumbuhan usaha. Hal tersebut juga didukung dari hasil pengamatan oleh beberapa lembaga yakni World Bank, Bappenas, dan BPS yang memperlihatkan banyak UMKM yang mengalami kesulitan dalam membayar dan melunasi tagihan pinjaman, memperoleh modal, dan terhambatnya kegiatan produksi dan distrubusi akibat pandemi5. Hal ini tentu menjadi perhatian lembaga pengawas keuangan yakni OJK dalam mengawal kegiatan sektor perbankan dalam menjalankan tugas dan fungsinya yaitu menyalurkan kredit kepada UMKM sesuai dengan aturan yang diterbitkan dalam PBI No. 17/12/PBI/2015.
Berangkat dari uraian diatas, beberapa penulisan jurnal telah membahas mengenai kebijakan penyaluran kredit kepada UMKM, akan tetapi terdapat unsur kebaharuan dan pembeda dalam penulisan jurnal ini dilihat pada pengaturan terbaru yang telah dikeluarkan oleh lembaga pengawas yakni OJK dan BI dan juga tambahan peraturan lainnya yaitu Peraturan Pemerintah serta membahas lebih lanjut mengenai peran OJK sebagai lembaga berwenang dalam mengawasi kegiatan penyaluran kredit UMKM di masa pandemi covid-19, sehingga jurnal yang diangkat berjudul “Kebijakan Penyaluran Kredit Terhadap UMKM Di Masa Pandemi Covid-19 Oleh OJK dan BI”.
-
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang coba untuk dirumuskan dalam penulisan ini adalah :
-
1. Bagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) berkaitan dengan penyaluran kredit UMKM ?
-
2. Bagaimana peran OJK dalam mengawasi kegiatan penyaluran kredit UMKM di masa pandemi covid-19 ?
-
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengenal kebijakan yang diterbitkan oleh OJK dan BI berkaitan dengan penyaluran kredit UMKM serta peran OJK dalam mengawasi kegiatan penyaluran kredit UMKM di masa pandemic covid-19.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan penelitian deskriptif dilakukan dengan cara mengkaji menelusuri dan mengkaji norma hukum tertulis yang berkaitan dengan topik penelitian. Sedangkan jenis pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, dimana bersumber dari bahan hukum primer yaitu Undang-Undang UMKM, Peraturan Pemerintah, Peraturan BI, dan Peraturan OJK serta bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan tertulis ataupun bahan pustaka seperti buku hukum, jurnal ilmiah, dan skripsi yang berkaitan dengan penyaluran kredit kepada pelaku UMKM.
Kredit merupakan istilah yang diambil dari kata credere yang artinya kepercayaan, dimana apabila diterapkan dalam suatu aktivitas pihak yang memberikan kredit menaruh kepercayaan kepada penerima kredit untuk kelak mengembalikan kredit yang telah dipinjam berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Kredit juga diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang menjelaskan bahwa kredit adalah suatu persediaan dana yang dijadikan sebagai tunggakan atas dasar kesepakatan dan persetujuan antara setiap bank dengan nasabah nya, dimana seorang nasabah wajib melunaskan tunggakan tersebut beserta bunga dalam kurun waktu yang telah ditentukan6.
Pemberian kredit tidak terlepas dari peran perbankan sebagai penyalur utama. Perbankan merupakan hal-hal mengenai kegiatan, bentuk kelembagaan, dan tata cara atau proses dari suatu bank. Bank merupakan lembaga penyalur utama yang melakukan kegiatan usahanya dari menerima dana dari masyarakat sebagai suatu simpanan, dan juga menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau lainnya untuk menunjang dan mengembangkan kehidupan masyarakat7. Bank sebagai penyalur utama kredit memiliki kewajiban dalam memberikan kredit khususnya pada UMKM yang merupakan pelaku usaha yang dilakukan masyarakat serta menjadi tonggak dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Tak dapat dipungkiri, UMKM memiliki posisi yang sangat penting terhadap pengaruh perekonomian Indonesia dilihat dari fakta sektor UMKM mampu menyerap 97% pekerja di Indonesia. Pada tahun 2012, terdapat 56 juta usaha kecil, menengah, dan mikro yang merupakan 99% pelaku usaha Indonesia, dimana 55 juta diantaranya adalah usaha mikro8. Selanjutnya, hal tersebut kembali dilaporkan oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil RI pada tahun 2017, dimana usaha mikro menyerap 107,2 juta pekerja atau 89,2%, usaha kecil menyerap 5,7 juta atau 4,74%, dan usaha menengah menyerap 3,73 juta atau 3,11% sehingga dapat dikatakan UMKM mampu menyerap 97% pekerja di Indonesia, dengan sisanya 3% dari penyerapan pekerja oleh perusahaan besar.
Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengembangkan UMKM sehingga UU mengenai UMKM menetapkan standar yang harus dipenuhi untuk menjadi usaha kecil, menengah, dan mikro. Namun seiring perkembangan waktu,
standar UMKM diubah pada UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020) pada Pasal 87 angka (1) sehingga patokan atau tolak ukur dalam menilai UMKM diantaranya dapat berupa kekayaan bersih, modal usaha, pendapatan usaha berupa penjualan setiap tahun, tingkat investasi dan insentif-disentif, pelaksanaan ramah lingkungan dalam usaha, serta penyerapan tenaga kerja berdasarkan standar sektor usaha masing-masing. Akan tetapi UU Cipta Kerja belum menjelaskan secara rinci kriteria UMKM sehingga dikeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU Ciptaker yakni PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM tepatnya pada Pasal 35 yang menyebutkan untuk UMKM yang baru didirikan setelah adanya peraturan ini memiliki kriteria diantaranya Usaha Mikro memiliki modal maksimal sebanyak Rp1 miliar, Usaha Kecil memiliki modal sebanyak Rp1 miliar hingga Rp5 miliar, dan Usaha Menengah memiliki modal Rp5 miliar hingga Rp10 miliar dimana bangunan dan tanah tempat usaha berdiri tidak termasuk dalam modal usaha. Sementara untuk UMKM yang sudah ada dan berkembang sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tersebut dinilai berdasarkan hasil penjualan tahunan diantaranya Usaha Mikro memiliki hasil maksimal Rp2 miliar, Usaha Kecil memiliki hasil maksimal Rp2 miliar hingga Rp15 miliar, dan Usaha Menengah memiliki hasil maksimal Rp15 miliar hingga Rp50 miliar9.
Kredit merupakan langkah yang dapat dijadikan sebagai solusi bermanfaat untuk dijadikan modal tambahan UMKM khususnya bagi pelaku yang memiliki usaha yang telah lama berjalan atau pelaku yang baru akan memulai usaha dengan adanya UU UMKM sebagai dasar pengaturan semakin mendorong pemerintah berkomitmen mengembangkan UMKM di Indonesia, sehingga Bank Indonesia mengeluarkan Pengaturan No. 17/12/PBI/2015 yang mengharuskan setiap bank untuk menyalurkan pinjaman kepada UMKM10. Sebelumnya telah disebutkan dalam UU UMKM yang menyebutkan bahwa telah menjadi tugas negara dalam melaksanakan perluasaan sumber pembiayaan, pendanaan, serta meningkatkan fasilitas UMKM dalam mengakses kredit pada sektor perbankan ataupun lembaga keuangan bukan bank lainnya. Berdasarkan pengaturan tersebut, setiap bank wajib melaksanakan pencapaian RPIM terhadap UMKM yang telah ditetapkan setiap akhir tahun yang dijabarkan mulai pada tahun 2013 dan 2014 dengan total RPIM berdasarkan kemampuan bank, Tahun 2015 dengan total RPIM minimal 5%, Tahun 2016 dengan total RPIM minimal 10%, Tahun 2017 dengan total RPIM minimal 15%, Tahun 2018 dengan total RPIM 20%. Pelaksanaan pencapaian rasio seringkali tidak berjalan sebagaimana mestinya dikarenakan dalam menjalankan kegiatan produksi maupun distribusi seperti menembus dan memperluas pasar oleh pelaku UMKM membutuhkan biaya yang tentu diperoleh dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya masih sangat terbatas atau minim. Hal ini disebabkan UMKM yang kesulitan untuk mengakses pembiayaan karena rendahnya produktivitas serta prosedur pengajuan kredit dan jaminan yang dijadikan syarat dalam pengajuan kredit di dunia perbankan11. Membahas jaminan, adanya aturan mengenai jaminan (kebendaan) menjadi salah satu dasar pertimbangan bagi suatu bank untuk memberikan kredit
yakni dengan terikatnya suatu kredit (utang) dengan jaminan akan membentuk suatu kepastian hukum bilamana terjadi wanprestasi, apabila pihak meminjam tidak dapat melaksanakan kewajiban dengan mengganti kembali utang yang telah diberikan oleh bank maka dapat dilakukan eksekusi terhadap objek jaminan sebagai objek untuk diuangkan12. Tentu menjadi fungsi untuk melindungi bank dari kerugian dan melindungi bank dari pihak-pihak nasabah yang tidak jujur atau nakal, namun disisi lain hal inilah yang memberatkan khususnya bagi nasabah yang berasal dari UMKM13. Sehingga, hal tersebut sering kali menjadi permasalahan antara bank dan kreditur khususnya UMKM melihat beberapa diantara pelaku UMKM yang tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut akan mengalami kesulitan akses dalam memperoleh kredit. Hal ini tentu, menghambat pengembangan UMKM yang diharapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, bank dalam memberikan kredit mengambil langkah yang dijadikan pertimbangan dengan menerapkan dasar kehati-hatian seperti mana terkandung pada Pasal 8 UU Perbankan yaitu melakukan analisis kredit terhadap calon peminjam untuk menilai itikad, kemampuan, serta kesanggupan nasabah dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian atau biasa dikenal dengan 5C yaitu Character (watak), Capacity (kemampuan dan keahlian), Capital (kemampuan modal untuk menunjang pembiayaan usaha calon peminjam), Collateral (jaminan kepada bank), Condition (penilaian terhadap kondisi ekonomi secara makro dan mikro). Selain analisis 5C, bank juga menerapkan prinsip lain yang dikenal 7P dalam memberikan suatu kredit yaitu Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profitability, dan Protection14.
Saat ini mewabahnya covid-19 membawa dampak pada perekonomian nasional, salah satu sektor yang merasakan langsung menurunnya perekonomian yaitu perbankan. Perbankan dalam hal ini sangat terdampak melihat banyaknya pihak nasabah atau debitur yang tidak dapat melaksanakan atau memenuhi kewajiban sesuai yang diperjanjikan. Faktanya, UMKM yang seringkali menjadi permasalahan dalam perannya sebagai nasabah atau debitur perbankan mengingat sektor ini juga berdampak karena tidak dapat menjalankan kegiatan usahanya dengan normal. Untuk mengatasi permasalahan itu, lembaga keuangan seperti OJK dan Bank Indonesia kemudian mengeluarkan kebijakan yang dapat mencegah meluasnya dampak pandemi terhadap perekonomian dan sektor keuangan. Beberapa kebijakan tersebut merupakan pengaturan yang diubah untuk membantu masyarakat khususnya UMKM dalam menghadapi pandemi sehingga pemerintah tetap konsisten dalam pengembangan UMKM di Indonesia. Kebijakan itu dituangkan dalam POJK No. 11/POJK. 03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19 yang selanjutnya disebut POJK 11/03/2020 yang diantaranya mengenai adanya restrukturisasi kredit dan pembiayaan (leasing) yang dilakukan bank terhadap pelaku usaha termasuk UMKM dengan tetap mempertimbangkan prinsip perbankan. Restrukturisasi kredit adalah langkah yang dibuat oleh lembaga keuangan untuk menyelamatkan kredit-kredit yang bermasalah (macet) dengan menerapkan tiga acara yaitu penjadwalan kembali, penataan kembali, dan reconditioning yang dilakukan antara lain dengan menerapkan penilaian kualitas
kredit seperti perpanjangan jangka pembayaran, keringanan pinjaman atau bunga, peningkatan fasilitas pinjaman dan biaya, serta melakukan perubahan dari kredit/pembiayaan menjadi modal penyertaan sementara. Perubahan penilaian ini dapat dilaksanakan bilamana pihak terkait melakukan pembayaran pokok dan bunga secara tepat dengan biaya dengan batas Rp 10 miliar. Restrukturisasi kredit bisa dilakukan jika pihak nasabah memiliki etikad dan perilaku yang baik serta terbuka dan jujur mengenai informasi ataupun keadaan sebenarnya yang sedang dialami oleh pelaku UMKM khususnya ditengah pandemi15. Selanjutnya, pembiayaan (leasing) merupakan upaya yang dilakukan untuk menyediakan dana atau barang modal kepada pelaku usaha.
Kebijakan lain juga dikeluarkan oleh BI yaitu PBI Nomor 23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut PBI 23/13/2021 mengenai peningkatan rasio kredit perbankan ke sektor UMKM menjadi paling sedikit 30% pada Juni 2024 yang dilakukan secara bertahap yaitu Juni 2022 sebesar 20%, Juni 2023 sebesar 25%, dan Juni 2024 sebesar 30%. Perhitungan akan dilakukan pertama kali pada Juni 2022 yang mewajibkan setiap bank memenuhi RPIM nya dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip perbankan yaitu kehatian-hatian dan manajemen risiko. Apabila dalam tenggat waktu tersebut bank tidak memenuhi kewajibannya maka akan diberikan sanksi awal berupa teguran tertulis pada Juni 2022 dan Desember 2022 yang disampaikan ke OJK. Selain itu, pengaturan ini juga akan memberlakukan pemberian sanksi yang telah ditetapkan berupa denda pembayaran 0,1 kali dari kekurangan pencapaian RPIM dengan maksimal sebanyak Rp 5 miliar (lima miliar rupiah) untuk setiap posisi pemenuhan RPIM bagi bank yang masih belum memenuhi target RPIM setelah mendapatkan teguran tertulis pertama yang akan diterapkan pada Juni 2023.
-
3.2 Peran OJK Dalam Mengawasi Kegiatan Penyaluran Kredit UMKM di Masa Pandemi Covid-19
OJK merupakan badan kewenangan yang mempunyai fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan serta bersifat indenpenden dimana bebas dari intervensi pihak manapun sekalipun pemerintah. OJK memiliki kewajiban dalam melaporkan laporan kinerja kepada BPK dan DPR yang diamanatkan dalam UU OJK16. Pembentukan OJK diharapkan mampu menciptakan sektor keuangan yang sehat dan kuat sehingga dapat mengantisipasi setiap perubahan pada setiap sektor keuangan, selain itu adanya UU OJK juga semakin diharapkan untuk mengimplementasikan tujuan negara yaitu membangun sistem ekonomi yang baik, adil, berkelanjutan, dan mampu memberikan kesejahteraan merata bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melaksanakan program pembangunan ekonomi nasional yang dapat merangsang peningkatan sistem ekonomi khususnya dalam sektor riil Indonesia dengan dukungan OJK sebagai salah satunya17.
Menurut Undang-Undang, OJK memiliki mandat dalam mengatur dan mengawasi setiap kegiatan yang berada dibawah naungan sektor keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, biaya pensiun, dan lembaga-lembaga keuangan lain. Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut dapat dikatakan sektor perbankan
adalah salah satu dari beberepa jenis yang menjadi tugas OJK dalam fungsi pengawasan dimana OJK diberikan kewenangan untuk menjalankan, mengendalikan, mengatur, mengawasi, serta memberikan sanksi.
Menyalurkan kredit kepada UMKM adalah merupakan kewajiban yang patut dilakukan oleh bank yang telah diatur dalam Peraturan BI No. 17/12/PBI/2015. Banyaknya bank yang tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya menandakan semakin perlunya peningkatan terhadap kinerja lembaga pengawas dan pengatur perbankan yakni OJK. Pengawasan dilakukan agar penyaluran kredit kepada pelaku UMKM bisa terarah dan dipastikan tepat sasaran. Pada umumnya, OJK dalam menjalankan tugas pengawasan memiliki hak untuk untuk melakukan pemeriksaan bilamana suatu bank dipandang mengalami masalah yakni dengan melakukan pengamatan terhadap manajeman dan aspek keuangan lainnya baik bersifat internal ataupun eksternal yang berpotensi mempengaruhi kinerja dan keberlangsungan bank18. Apabila terjadi tanda-tanda bank diduga melakukan tindak pidana perbankan, OJK berhak melakukan investigasi serta berwenang melakukan penyelidikan sesuai ketentuan yang ada. Selanjutnya, bagi bank yang belum mencapai target kredit tahunan berdasarkan peraturan yang berlaku akan dikenakan hukuman berupa sanksi tindakan disipliner yaitu peringatan tertulis, denda oleh Bank Indonesia atau direkomendasikan kepada OJK sebagai lembaga keuangan yang berwenang untuk melakukan tindak lebih lanjut terhadap perkembangan suatu bank. Oleh karena itu, diperlukannya koordinasi antara OJK dan Bank Indonesia dalam mengawasi bank agar dapat berjalan dengan baik.
Tidak terpenuhinya target tahunan penyaluran kredit oleh bank akan mempengaruhi kredibilitas bank tersebut yaitu tidak terjadinya kenaikan terhadap kategori atau “BUKU” yang lebih tinggi yang telah ditetapkan dalam aturan perbankan sampai bank tersebut memenuhi target kredit UMKM yang dimana berdampak terhadap kegiatan usaha dan layanan bank yang terbatas19. Setiap pemberian kredit oleh bank juga harus mengandung unsur pengawasan yang melekat secara berkesinambungan agar apabila terjadi penyimpangan atas pemberian kredit kepada debitur dapat diketahui secara dini serta melakukan pembinaan terhadap kredit yang telah diberikan yaitu dengan didasarkan pada asas-asas perkreditan yang sehat. Pengawasan terhadap penyimpangan yang dilakukan dari awal merupakan hal penting untuk mencegah kemungkinan timbulnya masalah kredit sehingga bank dapat memutuskan langkah yang efektif secara cepat dan tepat untuk dilakukan perbaikan dengan mengadakan pemeriksaan dan pengecekan terhadap informasi yang menunjang penerimaan kredit yaitu adanya penilaian terhadap karakter serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh debitur, jaminan yang diberikan, serta adanya persetujuan pemberian kredit sesuai dengan kesepakatan bersama. Disi lain, OJK dalam menjalankan tugasnya juga harus memeriksa kembali kegiatan penyaluran kredit tersebut agar tidak mempengaruhi kualitas dan kesehatan kredit yang memicu pada kerugian bank.
Di masa pandemi saat ini, terdapat beberapa kebijakan yang diterbitkan oleh OJK untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pandemi semakin meluas terhadap sektor keuangan dan perekonomian nasional, khususnya dalam membantu pelaku UMKM yaitu dengan dikeluarkannya restrukturisasi kredit dan pembiayaan
(leasing), sehingga OJK berperan untuk menjalankan kebijakan tersebut dengan baik di tengah pandemi serta mengawasi kegiatan perbankan agar dapat menggenapi syarat yang telah diterbitkan oleh OJK. Selain itu, kebijakan yang juga diterbitkan oleh BI dimana aturan tersebut menyebutkan Bank Indonesia memperbesar rasio kredit perbankan ke sektor UMKM menjadi minimal 30% pada Juni 2024, yang dilaksanakan secara bersusun yakni Juni 2021 sebesar 20%, Juni 2022 sebesar 25%, dan Juni 2024 sebesar 30%. Meskipun pengaturan tersebut telah dikeluarkan, pelaksanaan perhitungan baru akan diwajibkan pada bulan Juni 2022 serta pengenaan sanksi denda pada bulan Juni 2023. Sehingga pelaksanaan awal kebijakan tersebut, fungsi OJK tetap mengawasi, menilai, mempertahankan kualitas bank, serta memberikan sanksi terhadap bank yang tidak mampu melakukan kewajiban dalam memberikan kredit kepada UMKM di masa pandemi namun hanya berupa teguran langsung atas pemberitahuan Bank Indonesia kepada bank bersangkutan. Selanjutnya saat pelaksanaan perhitungan mulai diberlakukan pada Juni 2022, OJK tetap dalam tugas dan fungsi pengawasannya untuk memantau perkembangan penyaluran kredit perbankan terhadap UMKM, hingga pada Juni 2023 apabila bank yang masih atau tidak dapat memenuhi kewajibannya maka OJK dapat mengenakan sanksi yaitu membayar denda sesuai dengan pengaturan yang telah berlaku.
OJK dalam menjalankan tugasnya mempunyai kedudukan penting dalam meningkatkan keuangan secara menyeluruh bagi pelaku UMKM di Indonesia. Munculnya kebijakan dan juga kesempatan dalam menggunakan fasilitas dan hasil jasa keuangan menjadi pintu awal untuk masyarakat khususnya masyarakat menengah bawah untuk mendapatkan kesempatan guna meningkatkan taraf hidup serta perekonomian. Keterlibatan pihak luar seperti lembaga pembiayaan serta perusahaan besar juga diharapkan mampu menyelaraskan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh lembaga keuangan baik OJK maupun Bank Indonesia sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam berkontribusi mempertahankan eksistensi UMKM yang tentunya berdampak pada perekonomian nasional. Pemberian reward atau penghargaan khususnya pada perusahaan besar yang telah menciptakan prestasi baik dan ikut memberikan kontribusi dalam penguatan eksistensi UMKM juga dapat dilakukan sebagai bentuk apresiasi serta menumbuhkan semangat pada setiap perusahaan. Oleh karena itu, OJK sebagai lembaga keuangan independen dalam fungsi pengaturan dan pengawasan yang bersifat microprudential memiliki tugas mengawasi secara langsung sektor perbankan mengenai kelembagaan, kesehatan, prinsip-prinsip perbankan, dan juga melakukan pemeriksaan bersama Bank Indonesia, sehingga memerlukan koordinasi yang baik antar lembaga sehingga berjalan sebagaimana mestinya.20
Kebijakan penyaluran kredit UMKM telah diterbitkan oleh OJK dan BI di situasi pandemi yang diatur pada POJK 11/03/2020 dan PBI 23/13/2021 diantaranya restrukturisasi kredit dan pembiyaaan (leasing) serta peningkatan rasio kredit perbankan ke sektor UMKM yang dilakukan secara bertahap dan pemberian sanksi kepada bank yang tak mampu melaksanakan kredit tahunan atau RPIM untuk tetap mendorong pengembangan UMKM serta mencegah dampak pandemi lebih luas dibidang perekonomian. Bank dalam menyalurkan kredit juga tetap menerapkan manajemen risiko dan prinsip kehatian-hatian diantaranya dengan cara menyusun
panduan untuk menilai dan menetapkan para nasabah yang terkena dampak pandemi dan nasabah yang dapat bertahan dan memiliki prospek usaha kedepan serta membuat cadangan bagi nasabah yang telah dievaluasi tidak lagi mampu bertahan sesudah dilaksanakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan. Selain itu, bank tetap juga perlu meninjau pengaruh kebijakan penyaluran kredit yang diterapkan untuk mencegah adanya penurunan tingkat mutu kredit yang berpengaruh pada likuiditas dan permodalan bank. OJK sebagai lembaga pengawas disamping mengawasi perbankan dalam menjalankan kewajibannya yaitu menyalurkan kredit kepada pelaku UMKM juga mengawasi kesehatan dan kualitas bank, sehingga apabila terjadi penyimpangan atau tidak terpenuhinya ketentuan yang telah diberikan pada sektor perbankan maka OJK dapat mengambil tindakan berupa sanksi atau teguran langsung kepada bank yang bersangkutan. Dengan adanya kebijakan terbaru diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi UMKM ditengah pandemi covid-19, sehingga diperlukan adanya ketegasan dari pemerintah untuk melaksanakan pengaturan yang telah dikeluarkan secara efektif dan disamping itu juga tetap memperhatikan kesehatan dan kualitas bank khususnya terhadap bank yang sedang dalam pengawasan ketat dan bagi bank yang sedang diterapkan pembatasan kegiatan usaha oleh lembaga keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Hasanah, Uswatun. Hukum Perbankan. (Malang, Setara Press, 2017).
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. (Jakarta, Kencana Prenanda Media Grup, 2005).
Usanti, Trisadini P. Hukum Perbankan. (Jakarta, Kencana, 2017).
JURNAL ILMIAH
Fany, Ajeng Tri, Jamilah Jamilah, dan Sri Hidayani. “Tinjauan Yuridis Penyaluran Kredit UMKM Di PT. Bank Sumut”. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 3, no. 2 (2016).
Lumintang, James Jollen, Vekie A Rumate, dan Debby Ch Rotinsulu. “Analisis Dampak Kebijakan Penyaluran Kredit Kepada UMKM Terhadap Pertumbuhan Kredit di Provinsi Sulawesi Utara”. Jurnal Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Daerah 20, no. 2 (2019).
Pangestika, Elza Qorina. “Peran Otoritas Jasa Keuangan pada Kredit Perbankan di Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan Potensi Pariwisata Daerah”. Jurnal Justiciabelen 2, no. 1 (2020).
Qur’aini, Dyah Ayu. “PEMBERIAN KREDIT BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI OLEH FINTECH KEPADA PELAKU UKM BERDASARKAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NO. 77/POJK. 01/2016”. Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum 26, no. 1 (2020).
Rumondor, Serce F. “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP USAHA MIKRO DAN MENENGAH (UMKM) OLEH PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN MINAHASA SELATAN”. LEX ET SOCIETATIS 4, no. 3 (2016).
Santosa, Bagus, dan Yanuar Yanuar. “Pengaruh Peraturan Bank Indonesia Tentang Kredit UMKM Terhadap Total Kredit, Rasio Kredit Umkm, Risiko, Efisiensi dan Profitabilitas Bank Pembangunan Daerah”. Jurnal Manajemen Bisnis dan Kewirausahaan 4, no. 2 (2020).
Satradinata, Dhevi Nayasari dan Bambang Eko Muljono. “Analisis Hukum Relaksasi Kredit Saat Pandemi Corona Dengan Kelonggaran Kredit Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK. 03/2020”. Jurnal Sains Sosio Humaniora 4, no. 2 (2020).
Sianturi, Friska Novany. “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga Perbankan dalam Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah” (2016).
Sidik, Jafar. “Peran Strategis Modal Vantura Bagi UMKM Dalam Menunjang Pembangunan Perekonomian Nasional Indonesia”. Jurnal Sikap 1, no. 2 (2017).
Sukerta, I. Made Rai, I. Nyoman Putu Budiartha dan Desak Gde Dwi Arini. “Restrukturisasi Kredit terhadap Debitur Akibat Wanprestasi Karena Dampak Pandemi Covid-19.” Jurnal Preferensi Hukum 2, no. 2 (2021).
Wibowo, Widiyo Suryo Wibowo, Yunanto Yunanto, dan Mujiono Hafidh Prasetyo. “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT KEPADA USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) OLEH BANK UMUM”. NOTARIUS 13, no. 2 (2020).
Zia, Halida. “PENGATURAN PENGEMBANGAN UMKM DI INDONESIA”. RIO LAW JURNAL 1, no. 1 (2020).
SKRIPSI
Gianita, Fitri Asih. “Implementasi Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 Tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dihubungkan dengan Upaya Pemenuhan Modal Bagi UMKM”. Skripsi Ilmu Hukum. Bandung: UNISBA, 2015.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 Tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/13/PBI/2021 Tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK. 03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus Dampak COVID-19).
INTERNET
Limanseto, Haryo. “Dukungan Pemerintah Bagi UMKM Agar Pulih di Masa Pandemi”. 2021.
https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/2939/dukungan-pemerintah-bagi-umkm-agar-pulih-di-masa-pandemi. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2021.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 1 Tahun 2021, hlm. 187-198
Discussion and feedback