PENGATURAN KLAUSULA DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 71 TAHUN 2019
on
PENGATURAN KLAUSULA DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 71
TAHUN 2019
Kadek Intan Divanka Yogasari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
Ni Ketut Supasti Dharmawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI : KW.2021.v11.i01.p16
ABSTRAK
Tujuan studi ini untuk mengkaji pengaturan terkait perjanjian waralaba berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba serta untuk mengkaji prosedur pendaftaran perjanjian waralaba oleh penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil studi menunjukkan bahwa perjanjian waralaba diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Peraturan tersebut mengatur bahwa perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para pihak, dibuat berdasar pada hukum Indonesia, dan ditulis dalam Bahasa Indonesia. Serta Peraturan Menteri ini melampirkan klausula-klausula yang diharuskan dimuat dalam perjanjian waralaba. Setelah perjanjian waralaba dibuat oleh para pihak, kemudian perjanjian tersebut wajib untuk didaftarkan. Pendaftaran perjanjian waralaba dilakukan oleh penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan. Berdasarkan Pasal 7 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba diatur bahwa pendaftaran perjanjian waralaba dilaksanakan dengan cara mengajukan permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba, yang berdasar pada Peraturan Menteri ini. Lebih lanjut, pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Perdagangan mengatur mengenai syarat-syarat dalam permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tersebut.
Kata Kunci: Pengaturan, Perjanjian Waralaba, Penerima Waralaba
ABSTRACT
The purpose of this study is to examine the regulation concerning franchise agreement based on Minister of Trade Regulation Number 71 Year 2019 Conerning Franchising and also to axamine the procedure of franchise agreement registration by the franchisee and the continued franchisee. This study uses a normative legal method with a statute approach. The study shows that franchise agreement is regulated in the Minister of Trade Regulation Number 71 Year 2019 Concerning Franchising. The regulation is regulated that franchise agreement is a written agreement between the parties, the agreement is made based on Indonesian law, and written in Indonesian. And this Minister Regulation is also attached the clauses that must included in the franchise agreement. After the parties made the franchise agreement, then the agreement must be registered. The registration of franchise agreement is carried out by the franchisee or the continued franchisee. Based on Article 7 Paragraph 3 the Minister of Trade Regulation Number 71 Year 2019 Concerning Franchising is regulated that the registration of franchise agreement is implemented by submitting an application for a Franchise Registration Certificate Minister Regulation, that based on this Minister Regulation. Furthermore, the Minister of Trade Regulation Number 64 Year
2020 Concerning Electronically Integrated Business License Service in Industrial Services is regulated concerning the requirements in the application for a Franchise Registration Certificate.
Key Words: Regulation, Franchise Agreement, Franchisee
Perkembangan bisnis Waralaba atau bisnis Franchise yang demikian pesatnya di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi era digital. Saat sekarang ini, kemajuan teknologi digital dengan pencirinya Internet of Thing (IoT) telah mampu membawa informasi, termasuk informasi tentang perkembangan bisnis waralaba dalam berbagai usahanya dengan cepat menembus batas-batas wilayah bahkan negara. Masyarakat tidak hanya di daerah perkotaan mengenal produk-produk bisnis waralaba, akan tetapi juga sampai ke daerah pedesaan. Bisnis Waralaba berkembang demikian pesat di Indonesia misalnya McDonald’s maupun Kentucky Fried Chicken (KFC) yang berasal dari luar negeri, serta juga yang berasal dari dalam negeri seperti Es Teler 77, Indomaret, maupun bisnis waralaba lainnya. Di Bali, salah satu bisnis waralaba yang tumbuh dan berkembang dengan pesat hingga ke daerah pedesaan contohnya JFC. Dewasa ini, di Indonesia keberadaan bisnis waralaba memberi peluang dan kesempatan berusaha bagi perorangan maupun perusahaan yang tergolong Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengelola usaha yang sudah punya nama menggunakan pola bisnis dan manajemen dari perusahaan pemberi waralaba, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Permendag No. 71 Tahun 2019).
Bisnis waralaba telah berkembang dan tersebar cukup luas di Indonesia, awalnya dikenal di Indonesia tahun 1950-an kemudian mulai berkembang tahun 1970-an. Pelaku usaha memilih model bisnis waralaba dilandasi berbagai faktor seperti: ada kemudahan dalam hal manajemen usahanya maupun dalam prosedur pendirian usahanya, risiko kegagalan yang lebih kecil dalam menjalankan bisnis waralaba daripada harus mendirikan sebuah usaha baru dan memulainya dari awal, kemudahan menjalankan bisnis waralaba karena menggunakan merek dagang yang sudah terkenal, seluruh sistem operasi dan layanan telah disediakan oleh pemberi waralaba dalam menjalankan waralaba, sehingga pihak penerima waralaba hanya tinggal menjalankannya; serta karena adanya kepastian hukum mengenai waralaba di Indonesia.1
Pada dasarnya, bisnis waralaba merupakan suatu konsep penyerahan hak kepada franchisee untuk menjualkan produk dan/atau jasa layanan yang telah diberikan oleh franchisor serta terdapat kesepakatan antara para pihak.2 Pengertian tersebut sebagaimana pula yang dikemukakan oleh Faisal Santiago, yang pada intinya bisnis waralaba adalah sistem pemasaran barang, jasa, ataupun teknologi dan didasari oleh perjanjian. Perjanjian tersebut dilakukan antara pemberi dengan penerima waralaba, dan dipisahkan baik keuangan maupun legal. Serta adanya pemberian hak kepada penerima waralaba untuk melangsungkan bisnis berdasarkan konsep dari
pemberi waralaba.3 Selain bisnis waralaba meliputi pemberian hak untuk menggunakan hak tersebut, di dalamnya ada pula dukungan teknis dari pihak pemberi waralaba, melingkupi : pelatihan, management, promosi, dan lain-lain. Adapun kemudian penerima waralaba membayar hak pakai yang telah diterima tersebut, dan berkewajiban melakukan pembayaran royalti.4
Pada saat menjalankan bisnis waralaba, perlu dibuat sebuah perjanjian di antara pihak-pihak dalam bisnis waralaba mengenai pemberian izin atas penggunaan hak dari pemberi waralaba tersebut. Pada perjanjian tersebut mengatur pula hal-hal seperti pelatihan, rencana pemasaran atau pelayanan jasa kepada konsumen, kegiatan usaha, dan materi atau klausula lainnya tentang hubungan antara pihak-pihak di dalamnya. Perjanjian waralaba termasuk dalam salah satu sarana yang penting dalam melindungi pihak-pihak secara hukum, serta perjanjian waralaba mengatur tentang kegiatan-kegiatan waralaba yang akan dijalankan oleh para pihak.5
Studi tentang waralaba yang berkaitan dengan perjanjian waralaba, salah satunya dilakukan oleh Zhanniza Elrian Angelita dan I Made Tjatrayasa yang fokus studinya pada subjek dan objek perjanjian waralaba berdasar pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (PP No. 42 Tahun 2007). Adapun franchisor dan franchisee merupakan subjek dalam perjanjian tersebut. Sedangkan, objeknya yaitu lisensi. Meskipun terdapat persamaan dalam mengkaji tentang perjanjian waralaba, fokus kajian dalam penelitian ini berbeda. Penulisan ini lebih berfokus pada pengaturan keharusan mencantumkan klausula-klausula tertentu dalam perjanjian waralaba, serta prosedur pendaftaran perjanjian waralaba lanjutan dan sanksi dalam pelanggarannya berdasarkan Permendag No. 71 Tahun 2019.
Berdasar pada latar belakang masalah yang dikemukakan tersebut, dapat dirumuskan 2 (dua) permasalahan sebagai berikut:
-
1. Klausula-klausula apakah yang diharuskan eksis dalam perjanjian waralaba
berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba?
-
2. Bagaimana prosedur pendaftaran perjanjian waralaba oleh penerima waralaba
atau penerima waralaba lanjutan?
Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi keberadaan klausula-klausula yang sekurang-kurangnya harus eksis dalam perjanjian waralaba berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba serta untuk mengkaji prosedur pendaftaran perjanjian waralaba oleh penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian dengan melakukan penelitian pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan waralaba. Serta, bahan hukum sekunder yaitu buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi, dan tesis terkait waralaba dan perjanjian waralaba.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Klausula-klausula yang Diharuskan Eksis dalam Perjanjian Waralaba Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba
-
Praktik bisnis waralaba di Indonesia telah dimulai sebelum tahun 1955, namun belum terdapat istilah “waralaba” dalam peraturan perundang-undangan saat itu. Baru kemudian pada tahun 1955, pertama kalinya istilah waralaba muncul dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Di dalamnya dinyatakan bahwa pola waralaba ialah kemitraan.6 Namun saat ini, undang-undang ini sudah dicabut. Kemudian sebagai peraturan pelaksana mengenai waralaba yang diatur melalui undang-undang tersebut, dikeluarkan PP No. 42 Tahun 2007 yang masih berlaku hingga saat ini.7 Adapun Peraturan Pemerintah ini dikeluarkan karena dipandang perlu untuk menaikkan ketertiban dalam berusaha dengan sistem waralaba, memberikan jaminan atas kepastian hukum, serta untuk dapat menjamin hak-hak para penyelenggara waralaba.8 Peraturan Pemerintah ini memberikan penjelasan bahwa : “Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”.
Kemudian terdapat peraturan mengenai waralaba yang secara lanjut diatur melalui Permendag No. 71 Tahun 2019. Peraturan Menteri Perdagangan ini dibuat untuk menaikkan kegiatan bisnis waralaba, untuk meningkatkan hubungan di antara para mitra, dan untuk memudahkan dalam melangsungkan bisnis waralaba. Adapun pengertian waralaba dalam Permendag No. 71 Tahun 2019 mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian waralaba dalam Peraturan Pemerintah di atas.
Dalam penyelenggaraan waralaba di Indonesia diawali dengan suatu perjanjian waralaba. Sehingga, perjanjian waralaba merupakan dasar dalam penyelenggaraan waralaba. Dalam perjanjian waralaba tersebut akan diatur tentang bagaimana hubungan hukum para subjek hukum di dalamnya dalam melangsungkan aktivitas waralaba.9 Sebelumnya waralaba dapat dilakukan dengan membuat suatu perjanjian yang pengaturannya melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).10 Pengertian perjanjian sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yakni: “Perjanjian adalah
suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Dikarenakan pada saat itu tidak ada peraturan tentang perjanjian waralaba secara khusus, maka perjanjian waralaba berdasar pada ketentuan tentang syarat perjanjian dapat dikatakan sah yang tercantum pada Pasal 1320 KUH Perdata, serta Pasal 1338 KUH Perdata yang berkaitan dengan kebebasan berkontrak.11 Perjanjian waralaba yang sudah disepakati oleh pihak-pihak di dalamnya akan melahirkan suatu hak dan kewajiban, dan apabila diabaikan maka pihak tersebut dapat dikatakan melakukan wanprestasi.12
Saat ini, pengaturan tentang pembentukan perjanjian dalam menjalankan suatu waralaba salah satunya yaitu melalui PP No. 42 Tahun 2007 yakni pada Bab III, yang menyebutkan bahwa dalam meyelenggarakan waralaba berdasar pada perjanjian tertulis. Kemudian, Pasal 5 mengatur klausula atau materi yang sekurang-kurangnya dicantumkan dalam perjanjian. Di dalamnya terdapat 11 (sebelas) klausula yang paling sedikit harus dicantumkan dalam perjanjian tersebut. Serta, menurut Pasal 6 terdapat klausula lainnya yang dapat dimuat dalam perjanjian yaitu menentukan penerima waralaba lain, yang dalam hal ini berhak dilakukan oleh penerima waralaba.
Di samping itu, melalui Permendag No. 71 Tahun 2019 juga diatur mengenai perjanjian waralaba. Pasal 6 ayat (1) menyatakan terkait hal tersebut yakni: “Penyelenggaraan Waralaba harus didasarkan pada Perjanjian Waralaba yang dibuat antara para pihak yang mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia”. Kemudian diberikan pula penjelasan tentang : “Perjanjian Waralaba adalah perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba atau Pemberi Waralaba Lanjutan dengan Penerima Waralaba Lanjutan”. Sebagaimana Pasal 6 ayat (2) mengatur tentang perjanjian tersebut dibuat dengan berdasar pada hukum Indonesia, serta klausula atau materi yang diharuskan eksis dalam perjanjian waralaba telah diuraikan lebih lanjut dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, yakni sebagai berikut: 1). Nama dan alamat. Dalam hal ini, pemilik atau penanggung jawab suatu
perusahaan harus secara jelas mencantumkan nama dan alamatnya.
-
2) . Jenis Hak Kekayaan Intelektual. Dalam hal ini di antaranya : design tempat usaha,
sistem management, maupun merek perusahaan, yang mana merupakan Hak Kekayaan Intelektual milik pemberi waralaba.
-
3) . Kegiatan usaha. Misalnya yang terkait dengan klausula ini yaitu kegiatan usaha
bengkel, restoran, atau perdagangan eceran.
-
4) . Hak dan kewajiban kedua pihak. Mengenai klausula ini dapat dijelaskan seperti
berikut:
-
a. Pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan mempunyai hak yaitu mendapat fee/royalti, dan berkewajiban untuk memberi pembinaan secara berkelanjutan.
-
b. Penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan mempunyai hak dalam penggunaan HKI milik pemberi waralaba, serta berkewajiban dalam menjaga kerahasiaannya.
-
5) . Pemberian dari pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan yang meliputi:
bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran.
-
6) . Wilayah usaha. Maksud dari klausula ini adalah pemberi waralaba memberikan
batasan wilayah dalam hal pengembangan usaha waralaba. Misalnya : wilayah Jawa, atau wilayah Sumatera.
-
7) . Jangka waktu perjanjian. Dalam hal ini yang dimaksud adalah batasan mulai dan
berakhirnya perjanjian waralaba, yang dihitung sejak pihak-pihak dalam perjanjian menandatangani surat perjanjian waralaba.
-
8) . Tata cara pembayaran imbalan. Dalam perjanjian diatur tentang tata cara, waktu,
hingga cara perhitungan besarnya imbalan.
-
9) . Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris. Klausula ini dimuat
sehubungan dengan adanya kepemilikan yang berubah dikarenakan pengalihan kepemilikan atau pemilik waralaba meninggal.
-
10) . Penyelesaian sengketa. Dalam hal ini ditetapkan tentang forum penyelesaian sengketa, dengan hukum Indonesia sebagai pilihan hukumnya.
-
11) . Tata cara perpanjangan dan pengakhiran perjanjian waralaba. Klausula perpanjangan perjanjian ini yaitu akan dilaksanakan apabila dua pihak telah sepakat. Klausula pengakhiran perjanjian yaitu dalam suatu perjanjian waralaba mengatur bahwa tidak dapat melakukan pengakhiran perjanjian waralaba yang dilakukan oleh salah satu pihak saja. Selain itu, klausula pengakhiran perjanjian dalam perjanjian waralaba yaitu apabila masa perjanjian telah berakhir, maka perjanjian dapat berakhir dengan sendirinya.
-
12) . Jaminan oleh pemberi waralaba untuk terus memenuhi kewajibannya berdasarkan isi perjanjian, hingga berakhirnya perjanjian tersebut.
-
13) . Jumlah tempat usaha. Tempat usaha tersebut akan dijalankan selama berlakunya perjanjian.
Perihal waktu penyampaian perjanjian waralaba yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3) yaitu, “Perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada calon Penerima Waralaba atau Penerima Waralaba Lanjutan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum penandatanganan Perjanjian Waralaba”. Pada Pasal 6 ayat (4) diatur tentang perjanjian dibuat dengan Bahasa Indonesia. Klausula atau materi perjanjian waralaba pada ketentuan tersebut di atas merupakan upaya untuk melindungi pihak-pihak dalam perjanjian secara hukum, terutama bagi penerima waralaba yang memiliki kedudukan yang cenderung lebih lemah daripada pemberi waralaba.13 Klausula atau materi berdasarkan PP No. 42 Tahun 2007 maupun Permendag No. 71 Tahun 2019 merupakan syarat suatu perjanjian waralaba dapat dikatakan sah secara khusus. Sedangkan, ketentuan mengenai perjanjian dalam KUH Perdata merupakan syarat perjanjian dapat dikatakan sah secara umum.14
Waralaba merupakan pemberian izin atas hak yang dilakukan melalui sebuah perjanjian. Setelah itu, penerima waralaba menggunakan hak yang diberikan untuk digunakan dalam kegiatan produksi dan perdagangan, dengan melakukan pembayaran royalti. Jadi, perjanjian waralaba merupakan perikatan di antara para penyelenggara waralaba untuk melangsungkan aktivitas waralaba.15 Sehingga, begitu
pentingnya membuat perjanjian dalam menjalankan kegiatan bisnis waralaba sebab bisnis waralaba muncul karena adanya perjanjian waralaba, serta perjanjian tersebut mengatur tentang hubungan hukum pihak-pihak di dalamnya.16
Dalam penyelenggaraan waralaba, para penyelenggara waralaba diharuskan untuk membuat perjanjian waralaba, sebagaimana peraturan perundang-undangan telah menentukan hal tersebut. Setelah perjanjian waralaba dibuat dan pihak-pihak menandatanganinya, kemudian perjanjian tersebut wajib didaftarkan oleh penerima waralaba. Selain penerima waralaba, kewajiban tersebut juga dapat dilaksanakan oleh penerima waralaba lanjutan. Pendaftaran perjanjian waralaba mempunyai tujuan: memberi pemerintah kemudahan dalam melakukan pengawasan dan pembinaan bisnis waralaba, untuk melindungi penyelenggara waralaba, serta memberikan kepastian secara hukum.17 Kewajiban ini berbeda dengan yang dimiliki oleh pemberi waralaba yaitu melakukan pendaftaran prospektus penawaran waralaba, yang pelaksanaannya dilaksanakan sebelum pembuatan perjanjian waralaba.
Penerima waralaba merupakan pihak yang berkewajiban dalam melakukan pendaftaran perjanjian waralaba. Di samping itu, pihak lainnya yang telah diberikan kuasa dapat pula melakukan pendaftaran tersebut. Hal ini sebagaimana telah dirumuskan dalam PP No. 42 tahun 2007. Mengenai dokumen dalam mengajukan permohonan pendaftaran perjanjian waralaba, pada Pasal 12 ayat (2) telah ditentukan yaitu terdiri atas fotocopy dari beberapa dokumen antara lain: legalitas usaha, KTP pemilik atau pengurus perusahaan, prospektus penawaran waralaba, dan perjanjian waralaba.
Di samping ketentuan di atas, melalui Pasal 7 ayat (2) Permendag No. 71 Tahun 2019 dinyatakan pula mengenai kewajiban dalam pendaftaran perjanjian waralaba. Penerima waralaba merupakan pihak yang berkewajiban dalam pendaftaran perjanjian ini. Selain itu, dapat pula dilakukan oleh penerima waralaba lanjutan. Pendaftaran tersebut dilakukan dengan cara mengajukan permohonan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). Adapun dapat dijelaskan bahwa “STPW adalah bukti pendaftaran Prospektus Penawaran Waralaba bagi Pemberi Waralaba dan Pemberi Waralaba Lanjutan serta bukti pendaftaran Perjanjian Waralaba bagi Penerima Waralaba dan Penerima Waralaba Lanjutan yang diberikan setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam Peraturan ini”, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 Angka 10. Ketentuan yang mengatur tentang STPW dalam Peraturan Menteri ini yaitu pada Bab III tentang STPW. Permohonan STPW diajukan melalui sebuah lembaga yang disebut dengan “Lembaga OSS (Online Single Submission)” atau “Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik”, yang berdasar pada ketentuan Pasal 11 ayat (1). Lembaga ini merupakan lembaga yang akan melakukan penerbitan STPW.
Mengenai pihak yang berwenang dalam memproses permohonan STPW, dalam Peraturan Menteri ini dibagi menjadi 2 (dua) pihak sesuai dengan pihak mana yang mengajukan permohonan. Berdasarkan Pasal 11 ayat (3), pada “Permohonan STPW Penerima Waralaba dari Waralaba Luar Negeri” diproses oleh Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi. Sedangkan, berdasarkan Pasal 11 ayat (4) diatur bahwa: “Dinas yang membidangi Perdagangan atau Unit Terpadu Satu Pintu di wilayah Provinsi DKI Jakarta atau Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia memproses permohonan STPW yang terdiri atas : 1) STPW Penerima Waralaba dari Waralaba dalam negeri; 2) STPW Penerima Waralaba
Lanjutan dari Waralaba luar negeri; dan 3) STPW Penerima Waralaba Lanjutan dari Waralaba Dalam Negeri”.
Lebih lanjut, pada Pasal 11 ayat (5) Permendag No. 71 Tahun 2019 diatur bahwa “Ketentuan mengenai persyaratan dan pelayanan penerbitan STPW mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik di bidang perdagangan”. Jadi, peraturan tersebut yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Perdagangan (Permendag No. 64 Tahun 2020). Adapun tercantum pada Lampiran II peraturan ini mengenai persyaratan dalam permohonan STPW yakni mempunyai perjanjian waralaba dan prospektus penawaran waralaba. Kemudian dalam proses permohonan dan penerbitan STPW ini, tidak ada biaya yang dikenakan.
Masa berlaku STPW diatur pula dalam Permendag No. 71 Tahun 2019. Menurut Pasal 12 ayat (1), masa berlaku STPW pemberi waralaba berakhir apabila kegiatan usaha diberhentikan oleh pemberi waralaba, dan/atau tidak disetujuinya pendaftaran HKI yang dilakukan oleh pemberi waralaba, dan/atau berakhirnya masa berlaku HKI. Sedangkan, Pasal 12 ayat (3) menyebutkan bahwa jika perjanjian berakhir, dan/atau kegiatan usaha diberhentikan, dan/atau tidak disetujuinya pendaftaran HKI yang dilakukan pemberi waralaba, dan/atau berlakunya HKI telah berakhir, maka dinyatakan bahwa STPW penerima waralaba tidak berlaku.
Apabila kewajiban untuk melakukan pendaftaran perjanjian waralaba ini tidak dipenuhi, maka berdasar pada Pasal 29 Permendag No. 71 Tahun 2019 terdapat sanksi yang pengaturannya melalui peraturan perundang-undangan. Tidak terdapat penjelasan secara rinci terkait sanksi dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Akan tetapi, Pasal 16 PP No. 42 Tahun 2007 mengatur bahwa akan dikenakan sanksi administratif jika tidak mendaftarkan perjanjian waralaba. Terkait dengan kewajiban yang dilanggar yaitu mendaftarkan perjanjian waralaba, Pasal 17 mengatur bahwa “Sanksi administratif berupa peringatan tertulis dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan”. Selain itu, sebagaimana ditentukan pada Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), pelanggaran atas kewajiban tersebut dapat dikenakan denda yaitu paling banyak Rp 100.000.000, 00. Meskipun PP No. 42 Tahun 2007 mengatur mengenai sanksi sebagaimana disebutkan di atas, namun berdasarkan asas “lex superior derogate legi inferiori”, kedudukan Peraturan Pemerintah ini masih lebih rendah daripada KUH Perdata.18
Dalam penyelenggaraan waralaba di Indonesia diawali dengan suatu perjanjian waralaba. Sehingga, dasar dalam menyelenggarakan waralaba yaitu perjanjian waralaba. Dalam perjanjian waralaba diatur tentang bagaimana hubungan hukum para subjek hukum di dalamnya dalam melangsungkan aktivitas waralaba. Jadi, begitu pentingnya membuat perjanjian dalam menjalankan kegiatan bisnis waralaba sebab bisnis waralaba muncul karena adanya perjanjian waralaba, serta perjanjian tersebut mengatur tentang hubungan hukum pihak-pihak di dalamnya. Terkait hal tersebut, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Permendag No. 71 Tahun 2019 telah disebutkan perihal perjanjian waralaba merupakan dasar dalam menyelenggarakan bisnis
waralaba. Dilanjut dengan Pasal 6 ayat (2), perjanjian tersebut dibuat dengan berdasar pada hukum Indonesia. Lampiran II Peraturan Menteri ini menentukan klausula-klausula yang sekurang-kurangnya harus eksis dalam perjanjian waralaba. Klausula atau materi tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak-pihak dalam perjanjian secara hukum, terutama bagi penerima waralaba yang memiliki kedudukan yang cenderung lebih lemah daripada pemberi waralaba. Setelah seluruh pihak membuat dan menandatangani perjanjian waralaba, berdasar pada Pasal 7 ayat (2), penerima waralaba kemudian berkewajiban melakukan pendaftaran terhadap perjanjian tersebut. Kewajiban ini juga dapat dilaksanakan oleh penerima waralaba lanjutan. Pendaftaran perjanjian waralaba dilakukan dengan mengajukan permohonan STPW, yang didasarkan pada ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan ini. Dalam Pasal 11 ayat (1) diatur bahwa pengajuan STPW dilakukan melalui Lembaga OSS. Lebih lanjut, pada Permendag No. 64 Tahun 2020, diberikan ketentuan tentang persyaratan dalam permohonan STPW yakni memiliki prospektus penawaran waralaba dan memiliki perjanjian waralaba. Kemudian terhadap pihak yang melanggar ketentuan pendaftaran perjanjian waralaba akan dikenai sanksi administratif, yang dapat meliputi peringatan tertulis dan/atau denda.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Mursidin, Arifin. Pendidikan Kewirausahaan Teori untuk Pembuktian Praktik dan Praktik untuk Pembuktian Teori. Bumi Aksara, 2020.
Sidabalok, Janus. HUKUM PERDAGANGAN (Perdagangan Nasional dan Perdagangan Internasional). Yayasan Kita Menulis, 2020.
Wijoyo, Hadion. Hukum Bisnis. Insan Cendekia Mandiri, 2021.
JURNAL, SKRIPSI, DAN TESIS :
Agustinah, Dwi, Isdiyana Kusuma Ayu, and M. Taufik. "PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA FRANCHISEE DAN FRANCHISOR DALAM PERJANJIAN WARALABA."
Budiningsih, Catharina Ria, and Stella Delarosa. "Tipologi sistem bisnis berbentuk peluang bisnis: analisis hubungan perikatan di antara para pihak." (2018).
Dzuluqy, Suryati. "BISNIS WARALABA DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARI’AH." TAHKIM 15, no. 1 (2019): 25-40.
Idrus, Norman Syahdar. "Aspek Hukum Perjanjian Waralaba (Franchise) Dalam Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam." Jurnal Yuridis 4, no. 1 (2017): 28-45.
MAWANDA, AKBAR HIZNU. "URGENSI SURAT TANDA PENDAFTARAN WARALABA (STPW) TERHADAP KEABSAHAN SUATU PERJANJIAN WARALABA." PhD diss., UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2012.
Paryani, Luh Suni Muci, and Dewa Gde Rudy. "Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Pada Lembaga Bimbingan Belajar Di Kota Denpasar." Jurnal Kertha Semaya 3, no. 2 (2015).
RizkiNurAnnisa, RizkiNurAnnisa, and Adi Sulistiyono. "Perlindungan Hukum Franchisor Dan Franchisee Dalam Perjanjian Waralaba “Soto Segeer Mbok Giyem” Boyolali." Privat Law 4, no. 1 (2016): 164516.
Ruauw, Merry TJ. "Perlindungan Hukum Terhadap Franchishor Dan Franchisee Dalam Perjanjian Franchise." Jurnal Hukum Unsrat 1, no. 1 (2013): 111-119.
Simbolon, Gokasido Stefanus. "PROSEDUR TERJADINYA BISNIS WARALABA YANG DILAKUKAN OLEH PARA PIHAK BISNIS WARALABA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 42 TAHUN 2007 TENTENG WARALABA." (2018).
SUBANDINI, HERNI ANING. "PELAKSANAAN PENDAFTARAN PERJANJIAN WARALABA DALAM NEGERI DITINJAU DARI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI NOMOR: 57/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DI KOTA SEMARANG." PhD diss., Universitas Negeri Semarang, 2018.
Teodoron, Vincent. "Implikasi Hukum atas Perjanjian Waralaba yang Tidak Didaftarkan Terkait Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (Studi Putusan Nomor 336/Pdt. G/2009/Pn. Jkt. Pst)." (2020).
Widodo, Selamat. "Karakteristik Yuridis Perjanjian Waralaba." Kosmik Hukum 16, no. 1 (2017).
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Perdagangan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 1 Tahun 2021, hlm. 165-174
Discussion and feedback